20 Agustus 23

20 Agustus 2023 JANGAN TOLAK YANG MAU DIBEBASKAN Kejadian 45:1-15 Mazmur 133 Roma 11:1-2a, 29-31 Matius 15: 21-28 Bacaan hari ini menggabungkan soal rekonsiliasi dan rahmat. Soal Rekonsiliasi dan Rahmat memanggil kita untuk mencapai suatu spiritualitas yang mampu merangkul mereka yang telah menyakiti kita dan merangkul orang-orang dari agama dan etnis lain. Ada semangat untuk mencari titik temu dan membangun rekonsiliasi terlepas dari konflik masa lalu. Demi terjadinya pemulihan dan penyembuhan di masa sekarang dan masa depan. Saat ini kita masuk tahun politik, tahun kontestansi. Kita harus mewaspadai retorika yang menghasut dan berbahaya, yang mengancam kehidupan bersama. Sebagai umat ​​Kristiani kita perlu menempuh jalan lain, baik secara politik, sebagai jemaat, dan secara spiritual: yakni jalan pembawa damai, yang didasarkan pada kekuatan spiritual dan integritas moral. Yang pertama perlu kita sadari adalah Hubungan masa lalu tidak selalu harus menentukan tindakan masa depan. Kita bisa melihat masa lalu dengan cara berbeda dan bertindak dengan cara berbeda untuk menghasilkan hasil yang positif, untuk memulihkan hubungan dan menghasilkan yang positip. Yusuf telah menjadi orang besar dan sukses. Bocah manja itu sudah dewasa. Visinya telah membawanya melampaui kepentingan pribadi untuk merangkul kesejahteraan keluarganya. Dia mampu melepaskan masa lalu dan hidup di masa sekarang dan masa depan. Pemahaman dan Perasaannya akan pemeliharaan Allah memampukan dia untuk mampu melihat suatu pola besar, desain besar ilahi dari peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Kejadian-kejadian negatif dalam hidupnya, dan apa yang dilakukan oleh saudara-saudara dan orang lain yg sebenarnya bisa disebut sebagai kejahatan, dapat digunakan oleh Allah untuk menghasilkan pertumbuhan pribadi dan pekerjaan serta masa depan Yusuf. Yusuf mampu menyelamatkan keluarganya justru karena Tuhan hadir, memampukan Ruben dan Yehuda memilih untuk tidak membunuhnya, tetapi menjualnya sebagai budak. Ada pemeliharaan lembut yang bergerak melalui segala sesuatu, mencari yang baik dan bukan yang jahat, mencari masa depan dan harapan. Mungkinkah kini kita mampu meyakini bahwa Tuhan hadir dalam setiap peristiwa buruk yang kita alami? Meskipun Tuhan seolah tidak mampu pada saat itu untuk mengalihkan mereka dari tindakan jahat mereka, dapatkah Tuhan mengilhami mereka untuk membuat keputusan yang paling positif yang tersedia di antara keputusan buruk mereka? Tuhan memang tidak menyebabkan tindakan tertentu dari saudara-saudara Yusuf, tetapi Tuhan menggerakkan dalam sejarah hidup Yusuf menuju masa depan yang positif dan yang meneguhkan hidup bagi Yusuf dan keluarganya. Visi Yusuf tentang pemeliharaan Allah yang bergerak dalam hidupnya mengajak kita untuk mencari momen-momen Tuhan dalam situasi hidup yang paling sulit dalam hidup kita. Tuhan bukanlah sumber kejahatan, tetapi memberi inspirasi untuk adanya penyembuhan dan pertumbuhan di saat-saat sulitnya hidup. Bisakah Tuhan memampukan kita membuat keputusan yang sulit, bahkan menyakitkan, dengan harapan akan ada sesuatu yang jauh lebih baik? Kita semua mungkin mengharapkan hasil yang lebih baik, tetapi yang terbaik mungkin membawa kita melewati perselisihan, konflik. Penyelenggaraan Allah tidak pernah abstrak, tetapi konkret dan kontekstual. Pemeliharaan Tuhan terjadi dalam tantangan hidup dan situasi nyata. Dalam dunia yang tidak ideal, yang banyak penghalang untuk kebaikan. Dalam segala hal, Tuhan bekerja untuk kebaikan, bahkan dalam hal-hal yang tidak dipilih dan tidak dapat dicegah oleh Tuhan. Mazmur memuji pentingnya persatuan keluarga dan mengundang kita untuk mencari rekonsiliasi dan titik temu terlepas dari adanya perbedaan dan keunikan pribadi kita. Saudara dan saudari dapat hidup dalam kesatuan. Masalah lama dapat diselesaikan dan kemungkinan baru bisa muncul. Penegasan Paulus akan panggilan Tuhan kepada Israel merupakan penangkal segala bentuk anti Yudaisme. Tuhan tidak menolak Israel yang dicintai Tuhan, baik orang-orang Yahudi maupun agama mereka. Tuhan masih bekerja di dalam diri mereka, mengundang mereka ke dalam kepenuhan hidup. Pewahyuan Allah dalam Yesus Kristus adalah yang tertinggi; kekuatan Allah yang unik menyambut orang Israel/yahudi. Yesus sendiri orang yahudi, Paulus juga. Hal itu memperingatkan kita terhadap adanya bahaya pemahaman ahistoris tentang keselamatan. Kuasa Allah yang membuat utuh selalu bersifat situasional dan konkret. Keselamatan dapat terjadi di mana saja oleh karena kasih karunia Allah. Keselamatan juga terjadi di antara orang-orang Yahudi meskipun gerakan Yesus berkembang. Tuhan tidak menolak siapa pun, termasuk bangsa asing. Semua disasar menjadi obyek kasih Allah dan semua dapat mendengar panggilan Tuhan untuk keselamatan. Bacaan Injil menggambarkan perluasan Injil untuk merangkul dunia non-Yahudi. Cerita awalnya menempatkan Yesus dalam konteks budaya yang buruk. Dia tampaknya menampilkan atau mewakili sikap terburuk orang Yahudi terhadap non-Yahudi. Sehingga ditampilkan dua serangan terhadap wanita tersebut. Pertama dia adalah seorang bukan Yahudi dan kedua dia adalah seorang wanita. Ada dua penjelasan masuk akal untuk menjelaskan apa yang dilakukan Yesus. Penjelasan pertama adalah bahwa Yesus sedang mengujinya, mencoba untuk memastikan betapa dia sangat menginginkan kesembuhan putrinya. Meskipun sulit masuk akal, apakah ada orang yang mau berbelas kasih malah menguji seorang ibu yang putus asa mencari kesembuhan anaknya? Tidak ada dokter ruang gawat darurat yang akan menolak untuk merawat seorang anak berdasarkan etnisnya atau merendahkan orang tua sebagai awal dari perawatan. Kedua, cerita ini adalah perumpamaan: Yesus dengan sengaja mengartikulasikan rasisme orang yahudi terhadap mereka yang non Yahudi dan terhadap para wanita. Sudah pasti orang yahudi yg ada di ruangan itu memberi persetujuan atas apa yang dilakukan Yesus. Lalu Yesus menggelar karpet permadani bagi perempuan itu untuk menyembuhkan putrinya. Dari perspektif dan sudut pandang ini kita melihat adanya perdebatan verbal. Yesus mungkin lalu mengedipkan mata padanya, mengungkapkan bahwa ada lebih banyak hal yang harus diperhatikan daripada rasismenya yang jelas. Dia akan menyembuhkan putrinya dan dalam prosesnya akan memberi pelajaran kepada orang-orang sebangsanya tentang kasih Allah yang merangkul semua suku dan semua gender. Perjumpaan dengan wanita asing ini juga menyoroti penyembuhan non-lokal atau jarak jauh. Putrinya sembuh, meskipun fisiknya jauh dari tabib Yesus. Dari sini kita tahu bahwa doa dan tindakan kita memancar ke seluruh alam semesta, membuka orang lain untuk menerima energi penyembuhan Allah. Doa kita bisa menjadi titik kritis antara sehat dan sakit. Doa kita tidak mengenal jarak; itu langsung, menciptakan medan kekuatan positif di sekitar mereka yang kita doakan dan memungkinkan kehadiran Tuhan lebih menentukan dalam hidup mereka. Sekali lagi Tuhan mencari yang terbaik dalam setiap situasi, bahkan yang sulit sekalipun. Kita bisa menjadi bagian dari pencarian Tuhan untuk yang terbaik ini. Kita harus membuka dan memperluas wawasan kita untuk merangkul orang asing dan orang yang telah menyakiti kita. Dengan demikian, kita menjadi mitra Tuhan dalam menyembuhkan dunia. Amin

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013