Saatnya bicara

Saatnya bicara " Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga." —Matius 10:32–33 Menjelang akhir hidupnya, rasul Paulus menulis kepada Timotius bahwa dia telah mengakhiri perjuangan yang baik, dia telah mencapai garis akhir, dan dia telah memelihara iman (lihat 2 Timotius 4:7). Namun beberapa ayat kemudian, dia menulis ini: “...karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia." (2 Timotius 4:10). Ketika keadaan menjadi terlalu sulit bagi Demas, dia berhenti. Dia tidak ingin menjadi pengikut Yesus jika hal itu mengharuskan dia melakukan sesuatu, jika dia harus menanggung konsekuensinya, atau jika dia menghadapi penganiayaan. Yesus berbicara tentang dilema yang sama dalam perumpamaan tentang penabur, sebuah kisah di mana Dia membandingkan menabur benih dengan Injil yang masuk ke dalam hati manusia. Yesus berkata, “Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad." (Matius 13:20–21). Ada orang-orang yang ketika masalah atau penganiayaan datang, mereka murtad. Mereka menyerah. Mereka menyangkal Tuhan. Tentu saja, salah satu cara untuk menyangkal Tuhan adalah dengan mengatakan, “Saya tidak mengenal Dia.” Namun cara lain untuk menyangkal Dia adalah dengan tidak mengakui Dia, dengan mengabaikan untuk berbicara mewakili Dia ketika ada kesempatan. Pernahkah kita berada dalam salah satu situasi di mana Tuhan seolah-olah telah menyiapkan suasana bagi kita untuk berbicara mewakili-Nya? Semuanya seolah terjadi begitu saja tanpa kita sangka-sangka. Dan seharusnya kita tahu apa yang perlu kita katakan. Kita tahu hal yang benar untuk dikatakan. Tapi kita diam seribu bahasa dan tidak tahu apa yang harus dikatakan. Kita dilumpuhkan oleh rasa takut. Dan kita benar-benar menyesalinya setelahnya. Bahkan Petrus pun pernah melakukan kesalahan dalam menyangkal Tuhan—tidak hanya sekali, tidak dua kali, tetapi tiga kali. Petrus yang sama keluar setelahnya dan menangis dengan sedihnya. Dan kemudian dia berubah. Menurut tradisi gereja, Petrus dihukum mati di kayu salib dengan cara digantung terbalik. Dia meminta untuk disalib seperti itu karena dia berkata bahwa dia tidak layak untuk mati dengan cara yang sama seperti yang dilakukan Tuhannya. Petrus tidak bahagia dengan keadaannya saat itu dan Tuhan mengubahnya. Mungkin kita berpikir, “Sebenarnya saya merasa sedikit malu. Saya belum pernah berbicara mewakili Tuhan. Saya belum bisa mengakui Dia. Saya tidak layak menjadi orang beriman karena saya telah menyangkal Dia.” Kita semua pernah mengalami saat-saat keraguan. Dan kita semua pernah melakukan kesalahan dalam menyangkal Dia. Namun kita bisa melakukan perubahan hari ini. Kita dapat mulai mengakui Dia sebagai pengikut Yesus. Apakah orang-orang tahu bahwa kita seorang Kristen? Apakah rekan kerja dan anggota keluarga kita mengetahui bahwa kita adalah pengikut Yesus Kristus? Kita perlu berbicara mewakili Tuhan. Gaya hidup kita, cara hidup kita, harus menjadi bukti iman kita kepada Kristus. Apakah kita siap? Saatnya berbicara.

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013