email dalam gkjnet
Pak Andreas, boleh khan aku ikut komentar:
Kegelisahan tentang Upaya Peningkatan Pewartaan, menurut saya memang sudah cukup lama menjadi pembicaraan para pendeta. Pertanyaan seperti:" Mengapa Posisi Guru Injil ditiadakan?", atau lebih awal "Mengapa posisi Pembantu Pendeta ditiadakan?". Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini memang ada jawaban bahwa semuanya itu ditempuh dalam rangka menghilangkan hierarki dalam pelayanan sebab terkesan bahwa Guru Injil hanya merupakan upaya tambal sulam dan Pembantu Pendeta berubah ironi menjadi Pembantunya pendeta. Jawaban yang diberikan yang lebih masuk akal lagi adalah: "bukankah yang Pembantu Pendeta itu juga mengenyam pendidikan yang sama dengan "yang dibantu/pendeta", mengapa tidak sekalian dihapus. Ditambah lagi fakta bahwa gereja-gereja memang pada saat itu sedang "paceklik" pendeta. artinya setiap klasis maksimal hanya ada 2 atau 3 pendeta.
Pertanyaan itu lebih mencuat lagi menjadi gugatan ketika pengertian "Tugas dan panggilan Gereja dipersempit menjadi 2 yaitu Pemeliharaan dan Pewartaan". Sedangkan Pelayanan dinggap sebagai suatu kemestian yang harus terjadi, padahal dalam faktanya "kemestian" itu menjadi sesuatu yang juga "niscaya tidak" alias tidak ada tindakan pewartaan. Padahal dalam Pelayanan dulu juga ada dimensi pewartaannya juga. sehingga sekarang ini Pelayanan dimaknai sebagai tindakan "ke dalam". Dengan demikian terjadi 2 kemunduran langkah pewartaan, di sisi yang satu dari sisi paradigma dalam PPAG di sisi lain dalam praksis Pelayanan Jemaat.
Sepuluh tahun yang lalu saya dikagetkan oleh pertanyaan Visitator klasis ketika ada rapat pasamuan di sebuah gereja di lingkungan klasis Salatiga. Kebetulan gereja yang dikunjungi oleh visitator klasis adalah gereja yang cukup besar dari sisi jumlah warga dan persembahan. Pertanyaan itu menggugat anggaran gereja dengan mempertanyakan "Berapa prosentase anggaran gereja digunakan untuk Pewartaan/Kesaksian". dan leih kaget lagi jawaban yang terdengar adalah "tidak lebih dari 5 persen". Artinya apa? Artinya gereja dalam hal ini jemaat melalui kegiatan gerejanya hanya menaruh 5 % sumber dananya untuk kegiatan Pewartaan, dan itu begitu kecilnya dibandingkan untuk Pemeliharaan yang mencapai 95%. Mau apa dengan 5%? Apa yang bisa digunakan dengan 5%? Maksud saya begitu besar ketimpangan yang terjadi dari pelaksanaan Tugas antara Pewartaan dan Pemeliharaan.
Saya sendiri bertanya-tanya: Apa iya Pelaksanaan Nota Probowinoto belum membuahkan hasil? Maksud saya sebenarnya setelah ditinggalkan bantuan finasial dari Mbah Londo, kita tak mampu membiayai kegiatan Pewartaan? Ini menggelitik saya. Mungkin jawabanya bisa "Ya" dan bisa "Tidak". Mbah Londo dulu mungkin juga telah berpikir bahwa setelah memberi bantuan Dana dan Keahlian sehingga terbentuk "Badan Pembantu Sinode" yaitu Bebadan-bebadan Sinode, Sinode GKJ dapat dan mampu melakukan Tugas Pewartaannya dengan baik. Jika memang itu yang dipikirkan oleh Mbah Londo, bisa jadi memang benar, Sinode sampai dekade tahun 80an sampai 90an mungkin bebadan sinode masih kapabel melakukan Tugas Pewartaan dengan baik. Namun seiring dengan berjalannya waktu, juga seiring dengan tantangan dan hambatan ekternal, kini bebadan-bebadan itu kita rasa “Loyo”. Itulah sebabnya ad aide “Revitalisasi Bebadan Sinode”. Namun upaya revitalisasi tersebut sampai kini masih belum menunjukkan buah dan hasil. Bahkan karena “Sinode begitu hati-hati” terhadap person-person pemegang/pengurus yayasan sampai muncul kasus “peradilan” di antara Bebadan dengan Sinode. Ini “Ironi” yang juga menjadi “Kanker kelumpuhan” fungsi bebadan sinode dalam pewartaan. Mungkin hanya baru ada satu dua yang sudah berhasil direvitalisasi sebagai alat pewartaan. Namun itu masih kurang cukup untuk wilayah pelayanan GKJ yang begitu luas.
Jadi semakin lengkaplah kemalangan “Pewartaan”. Tidak hanya dari sisi paradigmatic namun juga dari sisi praxis bergereja. Memang ada upaya-upaya terobosan yang dilakukan oleh beberapa jemaat yang telah menyadari keadaan Sinode GKJ sekarang ini. Mereka melakukan aksi-aksi yang konkrit pewartaan. Namun sekali lagi mungkin karena keterbatasan dana dan akses merekapun tidak dapat menghasilkan gema yg seperti diharapkan. Beberapa klasis juga telah mencoba mendirikan wadah-wadah Pewartaan namun lingkupnya masih sempit.
Dulu ada kesadaran dengan ide Pemetaan SDM GKJ. Namun pemetaan SDM GKJ belum bisa dikerjakan sampai detik ini. Padahal kalau boleh “sombong” sebenarnya GKJ itu sumbernya dan gudangnya orang-orang pinter. Namun sayangnya belum dimanfaatkan secara maksimal.
Pak andreas, itulah ungkapan hati saya. Semoga kita semua gelisah…he.he.he