TATA IBADAH KEBAKTIAN KELUARGA NOVEMBER 17
TATA IBADAH KEBAKTIAN KELUARGA
Pembukaan
- Ketua Kelompok Pengunjung memimpin percakapan keluarga
(keadaan anak, cucu, pergaulan di masyarakat dll)
- Pemimpin pujian membuka ibadah, sebelum
diajak menyanyi diserahkan kepada perwakilan keluarga untuk menyampaikan
ucapan selamat datang dan permohonan doa
- Jemaat Menyanyi ……………………………….
Tata Laksana Ibadah
1)
Panggilan
Ibadah
Beribadahlah kepada Tuhan dengan gembira,
datanglah ke Bait-Nya dengan sorak sorai. Percayalah bahwa Tuhan Yesus Kristus
yang memimpin kehidupan kita, dan menyertai ibadah keluarga mulai awal sampai
pada akhirnya. Amin
Jemaat Menyanyi ……………………………
2)
Pelayanan
Firman Tuhan
Berdoa untuk Firman Tuhan
Jemaat menyanyi ………………………….
Pembacaan Firman Tuhan
Khotbah
Jemaat menyanyi …………………………
3)
Doa Syafaat
4)
Penutup
Jemaat menyanyi ………………………………..
Rabu, 15 Nopember
2017
Bacaan: Matius 24:29-35 | Nyanyian : KJ 428
"Tariklah pelajaran dari
perumpamaan tentang pohon ara : Apabila ranting-rantingnya
melembut dan mulai bertunas, kamu tahu, bahwa musim panas sudah dekat.” (Ayat
32)
TANDA DARI ALAM
Dalam dongeng
masa lalu, seringkali diceritakan jika sebuah gunung akan meletus ada sebuah
tanda alam yang mengawalinya. Tanda alam itu berupa seluruh hewan yang ada di
hutan akan turun dari lereng gunung dengan panik. Jika melihat tanda tanda itu,
masyarakat yang hidup di sekitar lereng pegunungan akan bertindak sigap. Mereka
membunyikan kentongan untuk melakukan pengungsian ke tempat yang aman.
Alam dan
lingkungan selalu memberikan tanda bagi umat manusia. Seperi pohon ara yang
menunjukkan perubahan manakala musim panas segera tiba. Tanda-tanda ini
harusnya ditangkap oleh manusia secara arif dan bijaksana agar manusia bisa
mengantisipasi segala perubahan hidup demi kelangsungan hidup manusia itu
sendiri.
Kepekaan kita
pada kondisi lingkungan adalah salah satu faktor kesuksesan kita dalam
menjalankan tugas dan panggilan pelayanan kita kepada dunia ini. Salah satu
caranya adalah mendekati orang-orang dalam lingkungan itu melalui budaya yang
ada. Pendekatan melalui kearifan budaya membuat kita lebih mudah diterima oleh
masyarakat di mana kita berada. Cobalah kita renungkan, jika kita adalah
pendatang baru dalam sebuah komplek tempat tinggal kita. Apakah kita selalu
bersikap ramah kepada tetangga di sekitar kita walaupun kita berbeda suku,
status sosial dan bahkan keyakinan iman kita?
Cobalah membuat
diri kita peka dalam melihat tanda-tanda di sekitar kita, manakala kita
melakukan tugas dan panggilan pelayanan kita. Melihat kebiasaan masyarakat
sekitar dan membuat pola-pola pendekatan secara arif melalui budaya lokal
adalah cara baik untuk berbaur dengan sesama dan menyampaikan misi pelayanan
kita. Dengan cara itu juga sebenarnya kita akan dapat meraih sukses dalam
melakukan kesaksian atas cinta kasih Tuhan kepada ciptaanNya. (Oka)
"Melakukan pendekatan kepada lingkungan dengan
kearifan budaya lokal adalah salah satu gaya bersaksi yang mengutamakan
kerendahan hati.”
Jumat, 17 Nopember
2017
Bacaan: Mazmur 90 : 1 - 8 |
Nyanyian: KJ. 383 : 1
“Engkaulah tempat
perteduhan kami turun temurun. Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan
dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah
Allah.” (ayat 1-2)
TUA PASTI, DEWASA?
Mazmur 90 ditulis oleh
Musa pada akhir hidupnya setelah melewati semua lintasan peristiwa selama
hampir 120 tahun. Ungkapan dari orang yang sudah matang karakternya, dimurnikan
imannya dan mendedikasikan seluruh hidupnya memenuhi panggilan Tuhan sekaligus
orang yang memiliki relasi yang akrab dengan Tuhan.
Tulisan ini dilatar
belakangi oleh peristiwa kemarahan Tuhan kepada bangsa Israel yang keras
kepala, tidak percaya kepada Tuhan meskipun banyak mujizat yang dialami.
Ternyata bangsa Israel tidak menjadi lebih dekat kepada Tuhan, sehingga mereka
tidak diperkenan masuk ke tanah kanaan. 40 tahun berputar-putar di padang
gurun. Seharusnya perjalanan dari Mesir ke Kanaan cukup memakan waktu 11 hari
atau paling lama 40 hari. Israel adalah bangsa yang dipilih Tuhan, tetapi
mereka membuang kesempatan anugerah Tuhan. Mereka mati dalam kelimpahan berkat
dan pimpinan Tuhan. Mati dengan sia-sia.
Mbagaimana kehidupan kekristenan
kita? Menjadi orang Kristen sejak kecil, mengalami banyak mujizat Tuhan. Tua
secara jasmani apakah mengubah kita menjadi semakin dewasa? Pemazmur
menggambarkan singkatnya hidup manusia itu seperti rumput yang bertumbuh,
berkembang, lalu layu. Ada yang mengatakan bahwa ini suatu perkataan dari
orang-orang yang pesimis. Pemazmur juga memberikan gambaran hidup manusia
kira-kira tujuh puluh atau delapan puluh tahun. Pada dasarnya pemazmur mengajak
pembacanya untuk menghargai hidup yang singkat.
Berapa tahun usia yang akan diberikan Tuhan
kepada kita? Bagaimana kualitas hidup dan spiritualitas kita? Apakah bertumbuh
semakin dewasa? Apa yang akan kita wariskan ke anak cucu? Harta? Ilmu
pengetahuan? Atau iman yang bisa diucapkan anak cucu di dalam setiap doa dan
mereka rasakan bahwa Tuhan adalah tempat perteduhan mereka. (DYRA)
“Sejalan bertambahnya umur, harusnya
bertumbuhlah spiritualitas.”
Minggu, 19
Nopember 2017
Bacaan
Hakim-hakim 4:1-7 | Nyanyian KJ.
424:1-2
“Pada waktu itu, Debora seorang nabiah, istri Lapidot,
memerintah sebagai hakim atas orang Israel.” (ay. 4).
Budaya Luhur
Sarana Melakukan Panggilan Tuhan
Suatu kali anak saya bertanya, “Bu, sekarang ini tukang
gojeknya kok banyak yang perempuan ya? Perempuan kok mau jadi tukang gojek ya, Bu?” Dengan
senyum saya menjawabnya, “menjadi tukang gojek itu juga pekerjaan yang mulia, loh nak. Jadi, kalau pun
perempuan jadi tukang gojek, itu adalah pekerjaan yang bertujuan melayani
banyak orang. Contohnya, pesanan adik pernah diantar oleh tukang gojek. Jadi, kita sangat
terbantu dengan adanya tukang gojek itu.” Apakah kita juga sering sekali
terjebak dengan penilaian dan kebiasaan-kebiasaan yang normatif tetapi justru
tidak memberi arti apa-apa?
Kisah Debora sebagai seorang nabiah yang
memerintah sebagai seorang hakim juga memberikan pelajaran penting bagi sejarah
kepemimpinan bangsa Israel. Pada waktu itu seharusnya laki-lakilah yang
memimpin untuk menghadapi Sisera, panglima perang raja Kanaan. Tetapi justru
Debora yang dipakai Tuhan untuk tampil memerintah dan memimpin peperangan.
Tentu hal ini menjadi sesuatu yang tidak lazim karena budaya yang mereka anut
seharusnya mengutamakan laki-laki, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Hal
ini memberi pesan bahwa, Tuhan dapat memakai apa saja dan siapa saja untuk
menjadi alat-Nya. Bahkan, dalam hal apapun jika Tuhan berkehendak, ia dapat
memakai segala ciptaan-Nya menjadi sarana untuk menunjukkan
keMahakuasaan-Nya.
Kehidupan kita, budaya kita, dan segala yang
kita miliki dapat menjadi berguna dan menjadi luhur jika dipakai untuk menjadi
berkat bagi sesama. Apa artinya kita mewarisi kekayaan budaya yang baik, sopan
dan santun tetapi tidak untuk memuliakan Tuhan? Justru semua kekayaan (manusia,
nilai-nilai dan tradisi) yang terdapat dalam kebudayaan kita akan menjadi luhur
jika dipakai menjadi sarana melakukan panggilan Tuhan. Sebaliknya, budaya luhur
akan menjadi berhala jika hanya kita pelihara tetapi tidak dipakai untuk
menjadi berkat bagi sesama. [dee]
“Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan
yang hidup, yang kudus
dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang
sejati.” (Rm. 12:1).
Selasa, 21 Nopember 2017.
Bacaan: I Tesalonika 5:12-18 I Nyanyian KJ 370:1,2,3.
“Tetaplah berdoa!” (ayat 17).
“Intervensi Ilahi?”
Hari Senin 19
Juni 2017 saya menerima tamu, seorang remaja putri dari Belanda. Secara
kebetulan istri saya bertemu dengannya di Bogor seminggu sebelum ia mampir ke
rumah kami. Dia berada di Indonesia dalam rangka berlibur, sebagai seorang ‘backpacker’ (pelancong dengan tas
punggung yang besar) dan bukan seorang turis dengan kantong tebal. Menurut
saya, remaja putri tersebut banyak omongnya, ramah, berkepribadian menarik, dan
menyenangkan untuk teman mengobrol. Saya menangkap kesan bahwa dia sudah lama
meninggalkan gereja. Ia menceritakan pengalamannya selama tiga hari pertama di
Jakarta, di mana ia menghadapi berbagai kesulitan, di antaranya adalah
kehilangan surat-surat penting serta uang Rp. 2 juta,- di kamar hotel. Ia lantas pergi ke gereja
dan berdoa! Ayah dan ibunya diminta juga berdoa di Belanda. Ajaib! Seusai
berdoa, surat-surat penting ditemukan tidak jauh dari hotel, sedangkan uangnya
memang hilang! Saya merenung, ternyata peristiwa-peristiwa, apalagi kesulitan,
bisa menuntun seseorang untuk mengingat bahwa kita membutuhkan campur tangan
‘Yang Ilahi’.
Paulus menolong
kita untuk mengingat bahwa ada pihak-pihak di sekitar kita yang dapat membantu
kita tentang ‘Yang Ilahi’ tersebut, di antaranya adalah pendeta, guru Injil,
penatua, diaken, dan setiap pelayan gerejawi. Bagaimana kita mengekspresikan
rasa hormat dan terima kasih kita kepada mereka? Bagaimana kita dapat
memberikan dukungan bagi berlangsungnya tanggungjawab mereka? Barangkali, jika
kita sensitif pada kondisi sekitar kita dan menawarkan solusi yang tepat bagi
setiap situasi, kita dapat mewujudkan rasa hormat, terima kasih, dan dukungan
yang efektif.
Hidup dalam
sukacita, doa tanpa henti sebagai sikap ketergantungan kita pada Allah,
bersyukur, dan dengan sadar melakukan perintah Allah, membuat kita dapat
melihat sesama dalam perspektif baru.
Paulus mengajar
kita, jika kesulitan menghadang kita, kita dapat tetap bersyukur atas kehadiran Allah
dan kebaikan-Nya yang akan menyelesaikan dan menyempurnakan kita melalui
kesulitan-kesulitan. Amin. (Esha)
“Ku mau berjalan dengan Juruslamatku”
Kamis, 23 Nopember 2017.
Bacaan: 2 Korintus 9: 6-15 I Nyanyian:
KJ.433: 1-3.
“Camkanlah
ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang
menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan
menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab
Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (ayat 6-7)
MEMBERI DENGAN SUKACITA
Ada cerita populer
tentang seorang tukang becak. Seorang tukang becak sehari-hari menunggu
datangnya penumpang di suatu tempat. Hari itu ia telah seharian menunggu namun
belum mendapat satu pun penumpang, padahal hari mulai gelap. Maka ia terima
saja ketika ada penumpang yang ingin naik becaknya dan menyebutkan harga yang
sangat murah yaitu dua ribu rupiah.
Sepanjang perjalanan, ia mengendarai becaknya dengan kencang dan nampak
tidak memikirkan keselamatan penumpangnya. Ketika sampai di tempat yang dituju,
penumpang memprotes si tukang becak yang ugal-ugalan tersebut. Sambil
menggerutu tukang becak menjawab: “Anda ini bagaimana? Bayar hanya dua ribu kok
minta selamat!?” Cerita tersebut menggambarkan suatu anggapan bahwa apa yang
layak diterima oleh seseorang sangatlah bergantung pada apa yang ia berikan.
Dalam hal persembahan
seringkali orang Kristen juga memiliki anggapan demikian. Mereka beranggapan
bahwa berkat Tuhan yang diterima tergantung pada banyak sedikitnya materi yang
diberikan untuk Tuhan. Oleh karenanya, ayat 6 bacaan hari ini seringkali dijadikan
landasan persembahan. Mereka mendorong
umat memiliki pemahaman bahwa siapapun yang memberikan banyak uang persembahan
maka berkat Tuhan akan dilipatgandakan untuknya. Sebaliknya, jika orang
memberikan uang persembahan hanya sedikit, maka sedikit pula berkat Tuhan yang
akan diterima.
Anggapan tersebut
tentu keliru. Tuhan bukanlah sosok yang memiliki perhitungan sedemikian. Berkat
dari Tuhan tidak bergantung pada banyak sedikitnya uang persembahan kita.
Memberi persembahan adalah kewajiban umat dan hal yang paling penting dalam
memberi persembahan bukanlah jumlahnya namun sikap hati yang rela dan penuh
sukacita. Ketika umat memberi persembahan dengan hati yang rela dan penuh
sukacita, maka Tuhan mengasihinya (ayat 7). (Dn)
“Persembahan bukanlah
modal berkat, melainkan buah berkat.”
Sabtu, 25 Nopember 2017
Bacaan: Matius 12 :46-50
| Nyanyian: KJ 249
“Siapa Ibu-Ku?
Dan siapa saudara-saudara-Ku?” (ay.48)
Albert Durer dan Hans
Albert dan Hans, dua
orang pria yang memiliki cita-cita yang sama, yaitu menjadi seorang pelukis. Cita-cita mereka belum bisa terlaksana
karena ketiadaan uang. Untuk meraihnya, maka mereka sepakat untuk bersekolah
secara bergantian. Maka bekerjalah Hans sebagai tukang bangunan untuk membiayai
sekolah Albert. Dengan harapan, setelah Albert lulus, maka Hans dapat memiliki
kesempatan sekolah dengan uang yang dihasilkan oleh Albert sebagai seorang
pelukis. Setelah kelulusan, datanglah Albert ke rumah Hans. Didapatinya Hans
sedang berdua sambil mengangkat tanganya dan berkata “Tuhan, tanganku sudah
rusak, kaku dan kasar karena pekerjaanku selama ini sebagai tukang bangunan.
Aku tahu, aku tidak memiliki kesempatan sebagai pelukis. Maka biarkanlah Albert
saja yang menjadi pelukis”. Mendengar itu, dengan prihatin Albert
membuat sebuah lukisan dengan judul “tangan berdoa”. Lukisan itu menjadi begitu terkenal.
Kisah Hans dan Albert
membuka mata kita tentang sebuah bentuk relasi yang menembus batas saudara dalam
pengertian kita selama ini (satu ayah, satu ibu atau memiliki hubungan darah). Kesediaan
Hans untuk berkorban bahkan untuk orang yang tidak memiliki hubungan darah
sekalipun memberikan angin segar mengenai bentuk persaudaraan yang lebih luas
dan lebih dalam.
Bentuk persaudaraan seperti ini juga ditandaskan oleh
Tuhan Yesus ketika seseorang berkata kepadaNya bahwa Ibu dan saudara-saudaraNya
berusaha menemuiNya. Yesus menandaskan saudaraNya adalah siapapun yang
melakukan kehendak Bapa. Saudara dalam ajaran Tuhan jelas bukan hanya dalam
pengertian sedarah. Melainkan siapapun yang di dalam kesehariannya melakukan
Firman Tuhan, baik di dalam lingkup keluarga, bahkan dalam lingkup yang lebih
luas lingkungan jemaat, lingkungan masyarakat. Sudahkah kita benar-benar menjadi saudara
Tuhan Yesus? Jawabannya adalah pada bukti sudah melakukan kehendak Bapa. Mari
menjadi saudara Tuhan Yesus! Mari selalu melakukan kehendak Bapa! [Ardien]
“Mari menjadi saudara Tuhan dengan menjadi
saudara bagi ciptaan-Nya”
Senin, 27 Nopember 2017
Bacaan: 2 Timotius 2:8-13 I
Nyanyian: KJ 434:1
“Jika
kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.”
(ayat 13).
AKU CUMA PUNYA HATI
Kamu berbohong, akupun percaya
Kamu lukai, ku tak peduli
Coba Kau fikir, di mana ada cinta seperti ini?
Kau tinggalkan aku, ku tetap di sini
Kau dengan yang lain, ku tetap setia
Tak usah tanya kenapa, aku cuma punya hati.
Itu sepenggal
lagu galau anak muda yang dinyanyikan oleh Mytha. Lagu ini mengisahkan seorang
gadis yang kekasihnya tidak setia, tetapi ia tetap memilih untuk setia. Kalau
manusia saja ternyata ada yang sanggup mengikrarkan dirinya untuk tidak terluka
walau dilukai, memberi diri untuk tetap setia walau dikhianati, maka bagaimana dengan
kesanggupan penyertaan Tuhan Yesus atas manusia? Tentulah lebih sempurna dari
ikrar manusia yang sedang jatuh cinta.
Kadang, sebagi
umat yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, kita pun sering bertindak
jahat kepada Tuhan. Seperti datang dan pergi sesuka hati. Kalau sedang senang
ya bisa lupa kepada Tuhan Yesus, kalau sedang susah ya merintih-rintih memohon
belas kasihan-Nya. Mau menerima berkat pengorbanan darah Tuhan Yesus, tetapi
tidak mau ikut memikul salib kehidupan. Ah, dasar manusia, suka enaknya saja.
Kondisi ini menjadi semacam budaya yang tanpa disadari diajarkan secara turun-temurun.
Rasul Paulus
mengajarkan budaya yang baru kepada setiap orang yang percaya kepada Kristus,
yaitu panggilan untuk ikut menderita. Artinya bahwa yang menerima Tuhan Yesus
secara penuh di dalam hatinya, maka ia tidak akan sampai hati melukai Tuhan
Yesus terus-menerus. Tetapi sebaliknya, manusia yang di dalam hatinya
meletakkan kasih Tuhan, ia akan sanggup untuk ikut menderita bersama Kristus.
Ia tidak akan mudah menyerah menghadapi tantangan kehidupan. Ia tidak akan
pernah meninggalkan Tuhan Yesus, meski beban berat kehidupan membelenggunya.
Karena hati yang menjadi kediaman cinta kasih Tuhan akan selalu mendatangkan
kesetiaan kepada Allah. [dee]
~ Mencintai Tuhan Yesus akan mendatangkan
damai sejahtera ~
Rabu, 29 Nopember
2017
Bacaan: Yohanes 5 : 19 – 40 |
Nyanyian: KJ. 51 : 1 - 4
“Kamu menyelidiki
Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang
kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku,
namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.” (ayat 39-40)
ALKITAB BERJALAN
Seorang warga jemaat usia
paruh baya begitu hapalnya isi Alkitab, sampai jumlah kata tertentu dalam Alkitab
beliau mengetahui jumlahnya. Alkitab dibacanya sampai khatam. Setiap perkataan
yang keluar dari mulutnya didasarkan pada Firman Tuhan. Sebaliknya banyak
remaja dan pemuda gereja menanyakan bagaimana mengetahui kehendak Tuhan
sedangkan dia jarang membaca Alkitab. Alkitab baru dibuka di gereja pada saat
ibadah minggu.
Imam-imam kepala rajin belajar
Kitab Suci sehingga mengetahui berbagai kebenaran dalam Firman Allah. Iblispun
juga membaca Alkitab karena mereka begitu hafal dalam menyitir ayat-ayat
Alkitab waktu mencobai Tuhan Yesus. Dalam Yakobus 2 : 19 juga dikatakan bahwa
setanpun percaya kalau Yesus adalah Tuhan, sedangkan para pemimpin Yahudi tidak
percaya kalau Yesus adalah Tuhan.
Melihat fakta-fakta di
atas, kita termasuk kelompok mana? Apakah kehidupan kekristenan kita sama
dengan imam-imam kepala? Rajin menyelidiki Alkitab supaya kita mengetahui
kehendak Tuhan. Atau seperti orang Farisi yang percaya Alkitab dan melakukan
perintah dalam Alkitab dengan sangat baik dalam menaati Alkitab?
Di dalam Roma 10 : 10 dikatakan bahwa iman
yang benar tidak terletak pada kesetujuan pikiran terhadap Injil, juga tidak
berdasarkan kecerdasan otak, juga bukan berdasarkan apa yang diucapkan, namun
di dalam hati. Pekerjaan hati, percaya dengan teguh, suatu perjalanan yang
keluar dari jiwa untuk masuk kedalam hadirat-Nya, tersungkur di kaki-Nya,
berserah dan bersandar pada Tuhan Yesus. Kristus tidak memaksa kita untuk
datang kepada-Nya. (DYRA)
‘Mengetahui realitas penyelamatan saja tidak
cukup, kitapun harus mengaku dengan mulut dan percaya dengan hati kepada Sang
Juru Selamat’
Jumat, 01 Desember 2017
Bacaan : 1
Tesalonika 4 : 1 – 18 | Nyanyian : KJ 325
“Sesudah itu, kita yang
hidup, yang masih tinggal akan diangkat bersama-sama mereka dalam awan
menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama
dengan Tuhan.” (ay. 17)
KEDATANGAN KEDUA
Masyarakat Tesalonika pada saat itu baru saja
memeluk iman Kristen dari pengajaran Injil Rasul Paulus. Mereka berasal dari masyarakat yang
tidak mengenal kekudusan dan tidak memandang kekudusan sebagai kebajikan yang
harus dijalankan sehingga kejahatan dianggap sebagai hal biasa. Ajakan Rasul
Paulus untuk hidup kudus tidak mendapat respon, mereka tetap pada kebiasaannya.
Keadaan ini tentunya sangat memprihatinkan bagi Paulus, tetapi dia tidak putus
asa untuk terus berusaha merubah mereka menjadi manusia kudus. Firman Tuhan menyebutkan
bahwa “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan yang cemar tetapi yang kudus” (ayat 7).
Warga Tesalonika juga tidak memahami apa yang
dimaksud kedatangan Tuhan yang kedua, mereka mengharapkan hal itu segera
terjadi, agar mereka yang masih hidup dapat menikmati kemuliaan, juga khawatir
apabila sudah meninggal tidak dapat menikmati kemuliaan tersebut. Setiap hari
mereka duduk-duduk dan berkumpul meninggalkan pekerjaan sehingga akhirnya
mereka kecewa karena Tuhan tidak datang. Rasul Paulus memperingatkan agar
mereka tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan tetap berperilaku
baik. Orang yang hidup dan mati dalam Kristus akan tetap dalam Kristus karena
persekutuan dengan Kristus tidak dapat diputuskan, bahkan akan dibangkitkan
bersama Dia (ayat 17-18). Bagaimana kita mempersiapkan diri menyongsong kedatangan
Tuhan yang kedua?
1. Kita harus tetap bekerja,
memahami kehendakNya dan jadi saksi Kristus.
2. Dalam diri orang percaya
ada sifat kemandirian dan kasih kepada sesama.
3. Hari kedatangan Tuhan
yang kedua tak ada seorangpun yang tahu, hanya Allah yang tahu (Markus 13:32)
Bila panggilan tersebut datang tiba-tiba,
jangan biarkan diri kita dalam keadaan tidak siap, hiduplah selalu dalam
Kristus. (Sri)
Kebangkitan adalah jaminan terakhir
dari kebenaran
yang tidak dapat
dihancurkan.
Minggu, 3 Desember 2017
Bacaan: 1 Korintus 1:3-9 | Nyanyian
: KJ 119
"Demikianlah kamu tidak
kekurangan dalam suatu karuniapun.” (Ayat 7)
Aku Punya Karunia
Mungkin kita
sering mendengar suara merdu Grezia, seorang penyandang disabilitas yang
bersuara merdu dan dapat memainkan piano. Lagu-lagunya sangat inspiratif,
membawa pendengar untuk makin dekat kepada Tuhan Sang Pencipta. Apa yang
dilakukan Grezia sungguh luar biasa di balik semua keterbatasan yang dia
miliki. Ia tidak menyerah pada keterbatasan yang dia miliki, namun berusaha dengan
segenap daya mengatasi keterbatasannya dan kemudian mengolahnya untuk tetap
menjadi saluran berkat bagi sesama.
Ini adalah sebuah
aura positif yang pantas untuk kita teladani. Seringkali kita terbelenggu pada
kekurangan-kekurangan yang kita miliki sehingga kita tak mampu melihat bahwa
sesungguhnya kita juga memiliki kelebihan. Karena belenggu inilah kita merasa
bahwa kekurangan kita adalah hambatan untuk maju
dan bersaing. Pada akhirnya belenggu ini menghambat kita untuk membangun
kehidupan yang berkualitas.
Mestinya kita
harus mencoba untuk melihat dengan rasa optimis bahwa sekalipun kita memiliki
kekurangan namun kita juga memiliki kelebihan. Dan kelebihan itu walaupun
tidaklah besar namun tetap bermanfaat jika kita gunakan dengan semangat dan
totalitas yang besar.
Moment menjelang perayaan Natal
adalah moment yang tepat untuk melakukan “explorasi” (penggalian) diri. Libatkanlah diri
kita secara aktif untuk mempersiapkan kedatangan Tuhan Yesus ke dunia yang kita peringati
sebagai Natal. Bergabunglah bersama banyak orang untuk menggemakan sukacita
Natal kepada setiap orang melalui karunia yang kita miliki. Jangan biarkan diri
sendiri diam sementara ada banyak
orang sibuk dalam mempersiapkan perayaan Natal. Dekat dan bergabunglah dengan
mereka. Biarkan diri kita melebur dalam pelbagai kegiatan pelayanan menyambut
Natal.
Ini adalah sebuah
cara untuk menyambut Natal dan menerbitkan sukacita Natal dalam hidup kita.
Dengan hati yang penuh sukacita, kita akan melihat dengan sesungguhnya, betapa
banyak karunia yang kita miliki di balik beberapa kelemahan yang ada pada diri kita. (Oka)
"Hati yang penuh sukacita, membantu kita untuk menemukan
banyaknya karunia dibanding kelemahan diri.”
Selasa, 5 Desember 2017
Bacaan: Wahyu 18:1-10
| Nyanyian: KJ 392
“Pergilah kamu, hai
umat-Ku, pergilah dari padanya.” (ay.4)
PULANG ATAU PERGI?
Semalam bulan
sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang
serupa kilau auramu
Aku pun sadari, ku segera berlari
Aku pun sadari, ku segera berlari
Reff: Cepat pulang, cepat kembali, jangan pergi
lagi.
Firasatku ingin
kau ‘tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi.
Ini adalah penggalan
lirik dari lagu berjudul Firasat, yang diciptakan oleh Dewi Lestari dan
dinyanyikan oleh Marcell. Lagu ini menggambarkan rasa kesendirian dan kesepian syahdu yang bermuara
pada kerinduan yang dalam kepada sang kekasih hati. Hanya satu hal yang diinginkan,
kekasihnya pulang dan tak pergi lagi.
Pulang selalu menjadi
sesuatu yang membuat nyaman, baik bagi orang yang ditunggu maupun yang
menunggu. Namun, hal yang berbeda disampaikan Yohanes si Pelihat dalam bacaan
kita. Dalam penglihatan apokaliptisnya, ia justru menasehatkan para orang
percaya untuk pergi dan bukannya pulang. “Pergi” selalu mengandung dimensi
keluar dari zona aman dan nyaman kita. “Pergi” selalu bermakna meninggalkan
sesuatu yang sudah biasa dan sudah akrab. Karena itulah, “pergi” menjadi lebih
sulit ketimbang “pulang”. Tapi sekali lagi, Tuhan justru meminta kita untuk
“pergi”. Itu berarti bahwa kita diminta untuk keluar dari zona nyaman dan aman
yang selama ini kita nikmati. Perintah untuk pergi berarti kita diminta untuk
tak cukup puas berkutat pada diri sendiri. Kita diperintahkan untuk hidup
dengan dinamis dan hidup dengan memberi dampak positi bagi lebih banyak orang. Kita dikehendaki untuk
pergi menjadi berkatNya bagi semua ciptaanNya.
Pulang selalu menyenangkan. Tapi hari ini
mari kita ingat, bahwa sebelum benar-benar “pulang” pada saatnya nanti (meninggal dunia), kita diutus untuk
pergi. Pergi untuk menjadi berkat dan membawa maslahat. Jadi, pergilaaahhh....
(Rhe)
“Segala sesuatu tak akan kembali, jika tak
pernah pergi.”
Kamis,
07 Desember 2017.
Bacaan: Hosea 6:1-6 I Nyanyian KJ 87:1,2,3.
“Marilah kita
mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal Tuhan” (ayat 3a).
“Mengenal Tuhan Allah”
Hari ini
merupakan bagian dari Masa Advent. Advent (Bahasa Latin: Adventus) artinya
“Kedatangan”. Istilah ini umum
dipakai pada jaman Imperium Romawi, di mana istilah ini digunakan untuk menyambut kedatangan
kaisar bagaikan dewa yang dielu-elukan. Lalu kata “Advent“ dipakai oleh
para pengikut Kristus untuk menyatakan bahwa Kristuslah Raja dan Tuhan sejati. Masa
Advent adalah persiapan sebelum Natal, untuk menghayati kedatangan Kristus,
Raja dan Tuhan sampai akhir zaman.
Apakah bisa kita
menyambut dengan penuh antusias bahkan mengelu-elukan seseorang jika kita tidak
mengenalnya dengan baik?
Kita belajar dari
umat Allah di jaman Hosea. Sikap sombong dan merasa tahu membuahkan penyesalan
tidak murni/ tulus, sebab mereka tidak mengenali seberapa dalamnya
dosa-dosa mereka. Mereka tidak berbalik dari ilah-ilah/ dewa-dewa dan
menyesali dosa-dosa mereka, atau berjanji membuat perubahan-perubahan. Mereka
berpikir bahwa kemarahan Allah hanya sebentar saja; sedikit yang mereka tahu
bahwa bangsa mereka akan segera diambil ke pembuangan. Umat Israel berminat
kepada Allah hanya untuk keuntungan materi dan mereka tidak menilai keuntungan
kekal buah ketaatan dan ibadah mereka kepada-Nya.
Allah menunjukkan
bahwa kesetiaan umat, seperti awan dan embun, dengan mudah menguap dan tidak
memiliki substansi/ hakekat. Ucapan percaya dilakukan tanpa kesetiaan yang
dalam dan tulus hati.
Ritual keagamaan
dapat menolong manusia untuk mengerti Allah dan menutrisi (memberi makanan)
bagi hubungan manusia dengan-Nya. Untuk itulah, mengapa Allah mengadakan sunat
dan sistem upacara korban dalam Perjanjian Lama serta baptisan dan Perjamuan
Tuhan dalam Perjanjian Baru. Ingat, sebuah ritual keagamaan sungguh menolong
hanya jika dibawakan dengan sikap kasih dan ketaatan kepada Allah. Jika hati
seseorang jauh dari Allah, ritual akan menjadi hal kosong. Allah tidak ingin
ritual-ritual Israel dan Ia ingin hati mereka, juga hati anda! Amin. (Esha)
“Selamat berbahagia negeri yang
memiliki-Nya!”
Sabtu, 09 Desember 2017
Bacaan : Markus 11:27-33 |
Nyanyian : KJ 280
Lalu mereka menjawab
Yesus: "Kami tidak tahu." Maka kata Yesus kepada mereka: "Jika
demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan
hal-hal itu." (ayat 33)
“KAMI TIDAK TAHU”
Seseorang bisa menipu
diri sendiri dengan menolak mempercayai hal-hal yang benar dan lebih memilih
untuk mempercayai apa yang ingin dipercayainya tanpa mau menyadarinya. Mereka
tidak memiliki kekuatan yang cukup secara psikologis untuk mengakui kebenaran
dan berurusan dengan konsekuensi yang akan terjadi.
Itulah yang terjadi
dengan imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua bangsa Yahudi. Para
petinggi keagamaan tersebut mempertanyakan otoritas Tuhan Yesus dengan maksud
untuk menjerat Dia, mempersalahkan Dia di hadapan publik, dan dengan demikian,
mereka mempunyai alasan untuk menangkap Dia.
Namun Tuhan Yesus tahu
pikiran jahat mereka, maka Ia menanggapi pertanyaan pancingan mereka dengan
pertanyaan lain tentang baptisan Yohanes untuk mengungkap motivasi mereka yang
sebenarnya. Mereka tak berani menjawab meskipun mereka tahu bahwa baptisan
Yohanes dari sorga karena mereka tak percaya. Jawaban ‘kami tidak tahu’
akhirnya muncul dari mulut mereka ketika dikejar perihal kebohongan atau
permainan sandiwara mereka sendiri.
Banyak juga orang Kristen masa kini yang
meragukan dan mempertanyakan kuasa dan otoritas Tuhan Yesus ketika bertemu
masalah dalam hidupnya. Bahkan beralih kepercayaan karena meragukan kuasa
mutlak Tuhan Yesus. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita yakin bahwa Tuhan
Yesus berotoritas menguatkan, menghibur, menolong dan memulihkan kita?
Percayakah kita pada kuasa Tuhan Yesus yang sudah terbukti dapat mengalahkan
Iblis, menyembuhkan orang kusta, mengampuni dosa, meredakan angin ribut,
memberi makan ribuan orang dan banyak lagi yang lain? Kiranya Tuhan meneguhkan
iman kita. [Retno]
“Ada orang yang
menuntut kuasa demi kebenaran,
padahal kebenaran
sendiri adalah kuasa yang tertinggi."
11 Desember 2017
Bacaan: Kisah Para Rasul 2:37-40 | Nyanyian:
KJ 29:1,3.
“Sebab bagi kamulah janji
itu dan bagi anak-anakmu.” (ay.39)
ALASAN
“Mengapa ingin masuk
Teologi?” Ini adalah pertanyaan yang sangat tidak asing bagi para mahasiswa
teologi atau para pendeta. Di awal perjalanan untuk menjadi Pendeta, seseorang
pasti bolak-balik diminta menjelaskan alasannya, mengapa ia mau sekolah teologi
atau mengapa ia ingin jadi Pendeta. Seingat saya, pertanyaan ini diajukan
pertama-tama oleh orangtua, lalu oleh Pendeta Jemaat, oleh tim penguji calon
mahasiswa baru di kantor Majelis Agung dan masih ditanyakan
berulang-ulang oleh para dosen di Fakultas Teologi. Saya pernah dengan sangat
mudah menjawabnya, namun di saat lain pertanyaan itu menjadi hampir mustahil
dijawab. Alasan menjadi hal penting, karena alasan menjadi motivasi dasar seseorang
melakukan sesuatu.
Menariknya, alasan
menjadi tak penting bagi Allah. Melalui khotbah Petrus, kita bisa melihat bahwa
Tuhan menyediakan janji tentang pengampunan dan karunia Roh Kudus bagi semua
orang yang bersedia bertobat (ay.9). Tidak ada alasan lain. Jadi, setiap kita
dipilih bukan karena alasan tertentu, bukan karena kekayaan, kekuatan atau
kepandaian, tapi karena kemauan
untuk bertobat. Bagi Allah, alasanNya memberikan anugerah kepada seseorang tak
penting. Yang jadi kunci anugerah
hanya kemauan untuk bertobat. Hari ini kita berada dalam GKJW yang telah 87
tahun dipakai Tuhan mewartakan janjiNya. GKJW disertaiNya selama ini, bukan karena
alasan banyak uang atau banyak SDM, tapi semata karena kemauan untuk terus
bertobat dan beroleh anugerah. Kita yang adalah bagian dari GKJW, juga bukan
karena kebetulan, tapi karena setiap kita dipilih karena anugerah.
Kita adalah GKJW dan GKJW adalah kita. Karena
itu, mari kita belajar untuk menyadari
keterpilihan kita untuk menerima janjiNya dan mari kita belajar untuk selalu
bertobat. Bertobat adalah berubah. Berubah pikirannya dan berubah juga
tindakannya. Jangan bar tobat kumat! Selamat
ulang tahun ke-87 untuk kita. (Rhe)
“Bertobat adalah perubahan pikiran sekaligus
tindakan.”
(William Barclay)
Rabu, 13 Desember
2017
Bacaan: Lukas 1:5-17 |
Nyanyian : KJ 426.
"...ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa
Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati
orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian
menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagiNya." (ay. 18)
PERINTIS
Anak adalah dambaan
sebuah keluarga karena anak akan menjadi penerus dan pewaris keluarga. Menurut
kepercayaan Yahudi perkawinan tanpa dikaruniai anak adalah aib dan merupakan
hukuman Tuhan. Demikianlah yang dialami Zakaria dan istrinya, Elizabet, yang sampai tua belum
mempunyai anak. Meskipun kecewa, sebagai nabi, Zakaria tidak pernah berhenti melayani Tuhan dan berdoa terus-menerus kepada Tuhan.
Doanya dijawab melalui malaikat yang mengabarkan bahwa ia akan memiliki anak
yang harus diberi nama “Yohanes” yang berarti Tuhan menyayangi. Zakaria dan Elizabet merasa ragu akan khabar
tersebut karena merasa sudah tua sehingga tidak mungkin memiliki anak. Karena keraguan tersebut maka
Zakaria tidak bisa bicara sampai Yohanes lahir.
Peristiwa ini sesuai
dengan nubuat nabi tentang utusan yang mendahului Mesias. Hanya Yohanes yang
menjadi perintis jalan Mesias dan diperbolehkan melakukan pembabtisan
yang memeteraikan pengampunan dosa. Jadi Yohanes yang bertugas mempersiapkan
umat yang layak bagi Tuhan.
Peristiwa-peristiwa
tersebut memberi pelajaran bagi kita bahwa:
1. Tuhan akan mendengar doa
dan melihat ketekunan kita dan Tuhan akan berkarya sesuai rencanaNya yang luar
biasa di luar akal manusia.
2. Apabila kita tidak dapat
mengenal jalan Tuhan dan dilanda keraguan, datanglah berdoa kepada Tuhan dan
minta petunjuk kepadaNya.
3. Jangan mudah kecewa, tetapi selalu bersyukur dalam
keadaan apapun.
Marilah kita menyadari bahwa pada saat
sekarang kita juga dipanggil menjadi perintis-perintis dalam pelayanan dan kegiatan
keluarga, gereja maupun bangsa dan negara bagi generasi mendatang yang baik. (Sri)
Tuhan itu baik
dan berdaulat memberikan berkat
dan karuniaNya kepada
siapapun yang Dia kehendaki.
Jumat, 15
Desember 2017
Bacaan: Mazmur 126
| Nyanyian: KJ 429
“Orang yang
menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan sorak-sorai.” (ay. 5)
Kami tidak hanya
berdoa, Tuhan.
“Kami tidak hanya bisa
berdoa kepadaMu, ya Tuhan, meminta agar kelaparan diakhiri. Sebab Kau telah
memberikan kepada kami sumber makanan yang akan mengisi seluruh isi dunia jika
kami menggunakannya dengan bijaksana.”
“Kami tidak hanya bisa
berdoa kepadaMU, Ya Tuhan, meminta agar kesengsaraan diakhiri. Sebab Kau telah
memberikan kekuatan kepada kami untuk membongkar segala gubuk dan membangun
harapan jika kami bisa memakainya dengan adil.”
“Karena itu, kami berdoa
kepadaMu ya Tuhan, berikan kami kekuatan,
tekad dan hasrat untuk berbuat bukan hanya untuk berdoa. Untuk menjadi sesuatu,
bukan hanya untuk mengharapkan sesuatu.”
Jak Reimer–Likrat Shabbat
Seperti dikutip oleh
Harold S. Kushner,
When
Bad Things Happen to Good People, hlm. 138
Cuplikan doa ini kembali
mengingatkan kita bahwa penting mengimani bahwa sebuah doa besar kuasanya.
Namun, perbuatan, usaha dan kerja keraspun mengambil porsi dalam pencapaian
sebuah hasil akhir. Sering kali kita terlena, sehingga menganggap bahwa doa merupakan
satu-satunya senjata. Tetapi Mazmur mengingatkan bahwa menuai dengan
sorak-sorai perlu dimulai dan disertai bukan hanya dengan menabur sekedarnya,
melainkan menabur dengan mencucurkan air mata. Artinya, berdoa dan berusaha itu harus
disertai daya tahan untuk menderita.
Ada banyak pencapaian cita-cita dan harapan
dalam kehidupan kita. Tuhan mengajak kita menjadi pekerja yang gigih, pantang
menyerah, mendayagunakan semua talenta yang Tuhan berikan dengan dilandasi
kepasrahan dalam doa. [Ardien]
“Kami ingin melakukan lebih dari sekedar doa,
yakni juga berusaha.”
Minggu, 17 Desember 2017.
Bacaan: Yesaya 61:1-4, 8-11 I Nyanyian:
KJ.87: 1,2.
“Sebab
Aku, TUHAN, mencintai hukum dan membenci perampasan dan kecurangan…” (ayat 8 )
KEADILAN DAN KESELAMATAN
Alkitab Perjanjian
Lama banyak sekali mengisahkan tentang hukuman-hukuman yang dialami oleh bangsa
Israel. Hukuman-hukuman bagi bangsa Israel berlaku dalam berbagai
bentuk, misalnya: dikalahkan musuh, dikuasai oleh raja yang lalim,
dibuang ke negeri asing. Hukuman-hukuman tersebut dijatuhkan bukan tanpa sebab.
Hukuman yang diterima sebenarnya merupakan konsekwensi perbuatan bangsa Israel
itu sendiri.
Meskipun bangsa
Israel seringkali dihukum, namun Tuhan tidak membiarkan bangsa itu terus menderita.
Melalui para nabi, Tuhan juga mengabarkan pembebasan dan penyelamatan bagi
bangsa Israel. Pesan nabi Yesaya dalam bacaan ini merupakan salah satu pesan
yang berisi kabar selamat sebagai pengharapan bagi bangsa Israel yang sedang
mengalami situasi yang sangat berat. Bertahun-tahun mereka dijajah dan dibuang
ke negeri asing. Mereka merindukan pembebasan dan Tuhan memberi mereka harapan.
Harapan itu berisi kabar baik untuk yang sengsara; perawatan untuk orang yang
remuk hati; pembebasan bagi yang ditawan; penghiburan bagi yang berkabung;
perhiasan kepala (simbol kemegahan) sebagai ganti abu (simbol keprihatinan);
pembangunan kembali kota-kota yang hancur (ayat 1-4). Kabar selamat yang
disampaikan sungguh memberi harapan bagi bangsa Israel.
Selain kabar selamat
sebagai pengharapan, ada hal penting yang harus juga diperhatikan oleh umat.
Disebutkan dalam rangkaian kabar keselamatan itu bahwa Tuhan mencintai hukum,
membenci perampasan dan kecurangan. Artinya Tuhan mencintai tindakan-tindakan
yang berkeadilan. Keselamatan bagi bangsa Israel berkait erat dengan
pemberlakuan tindakan-tindakan berkeadilan dalam kehidupan bangsa tersebut.
Dalam kenyataan,
melakukan keadilan bukanlah persoalan yang mudah. Apalagi kalau upaya melakukan
tindakan-tindakan berkeadilan tersebut tidak didukung oleh sekitar. Diperlukan
keberanian dan kebijaksanaan untuk memberlakukannya. Namun siapapun yang
melakukan keadilan, ia akan selamat lahir batin. Keadilan yang diberlakukan
dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat akan mewujudkan keselamatan bagi
bangsa. (Dn)
“Keadilan itu
menyejahterakan semua orang.”
Selasa, 19
Desember 2017
Bacaan: 2 Raja-raja 2:9-22 |
Nyanyian: KJ 350
“Biarlah kiranya
aku mendapat dua bagian dari roh-mu.” (ay.9)
Botol Kosong
Ada banyak alasan yang
menjadikan kita sampai pada kesimpulan bahwa saya dan saudara merasakan dan
menerima berkat Tuhan. Berkat yang disediakan bagi kita selalu ada mulai dari pagi hari ketika kita membuka mata,
hingga malam hari ketika kita menutup hari dan
beristirahat. Mulai hari Senin hingga Minggu, sepanjang hari,
sepanjang hidup. Seumpama sebuah botol kosong, maka berkat-berkat akan terus
ada di sepanjang hidup kita akan mengisi botol kosong tersebut dan semakin
memenuhinya.
Kita selalu memiliki
pilihan dalam menyikapi berkat tersebut. Kita bersyukur ataukah kita menjadi terlena? Kita menerimanya dan
menyimpannya, hingga memenuhi ataukah bahkan menjadi mubazir karena membiarkannya tumpah tanpa
faedah? Ataukah kita belajar
melalui semangat dan penghayatan Elisa dalam menjadikan berkat sebagai bagian
dari gaya hidupnya?
Elisa meminta kepada Elia
supaya dia mendapat dua bagian dari roh Elia sebelum Elia terangkat ke sorga.
Dan rupanya karena Elisa mampu melihat Elia terangkat ke sorga, maka keinginan
itupun terlaksana. Sesaat sesudah berkat itu diterima, Elisa dihadapkan dengan
kondisi kota Yerikho yang memiliki kwalitas air yang tidak baik sehingga di
negeri tersebut sering ada keguguran bayi (ayat 19). Maka dimulailah misi Elisa menjadi
perpanjangan sarana berkat dengan menyehatkan air di kota itu.
Botol berkat kehidupan kita pun senantiasa
terisi dengan berkat-berkat Tuhan yang tidak berkesudahan. Ada begitu banyak
kebaikan Tuhan yang kita imani senantiasa kita terima. Alangkah seimbangnya
kehidupan kita apabila kita memiliki hati untuk menuangkan berkat Tuhan dalam
botol kehidupan kita kepada orang lain agar orang lainpun merasakan kebaikan
dan kasih Tuhan. Biarkanlah semangat dan roh Elisa pun hidup di hati kita agar kita
dikuatkan untuk senantiasa mengisi botol-botol kosong orang lain. [Ardien]
“Isilah botol kehidupan orang lain dengan cinta kasih serta
sikap yang meneguhkan kehidupan!”
Sabtu,
18 Nopember 2017.
Bacaan: Matius 12:43-45 I Pamuji:
KPK 148:1,2,3.
“Dhemit mau
banjur lunga ngajak dhemit pepitu liyane kang luwih ala katimbang dheweke,
tumuli padha lumebu sarta manggon ana ing kono. Wekasan wong mau alane ngluwihi
sing uwis. Mangkono uga bakal kadadeyane jinis kang ala iki.”
(ayat 45)
OMAH SUWUNG
Nalika liwat
ing sangajengipun griya ingkang suwung, napa malih yen ketingal peteng dhedhet, biasanipun
tiyang badhe rumaos ajrih, sakmbotenipun rumaos merinding. “Aja liwat omah
suwung kuwi, akeh dhemite,” mekaten celathunipun tiyang-tiyang bab griya ingkang
suwung, griya ingkang mboten dipun panggeni tiyang. Tiyang Jawi
gadhah pemanggih bilih griya ingkang suwung punika dados papan panggenan ingkang
sekeca kangge para dhemit. Griya ingkang suwung punika biasanipun
gampil risak, sanajan kwalitas bangunanipun ketingal
sae. Temahan dados rubuh.
Pasemon
punika sejatosipun dipun tujokaken dhateng para ahli Taurat lan tiyang Farisi
ingkang saweg nyuwun tandha dhateng Gusti Yesus (bdk. Ay.38). Gusti Yesus pirsa
bilih sanajan para ahli Taurat lan Farisi punika secara tata lair ketingal sae,
agamis, mursid/ saleh, lsp, nanging
sejatosipun ing manahipun kadya griya/ omah ingkang suwung. Sanajan ketingal
sae, nanging sangsaya dangu badhe sangsaya risak, mila kawontenanipun badhe
awon.
Badan lan
gesang kita punika ugi padaleman kangge roh kita piyambak. Ananging ugi saged
kadunungan dening rohing pepeteng. Nalika sampun kapanjingan rohing pepeteng,
tiyang saged nggadhahi pamanggih ingkang awon, malah saged ugi dados saya awon kadosdene
pasemon ing waosan kita.
Ananging
benten kaliyan tiyang ingkang mbikak manahipun supados Sang Roh Suci dedalem
wonten ing salebeting manah. Mila gesangipun boten kados griya/ omah
ingkang suwung, krana wonten Gusti Allah piyambak ingkang dedalem, ingkang
ngreksa, temahan gesang dados santosa, kiniyataken ing bab kayekten lan kebak
ing kawicaksanan.
Wonten kalih
perkawis ingkang njalari gesang kita saged santosa, sepisan kabangun adhedasar
ing Sang Kristus minangka pondhasinipun. Ingkang kaping kalih, inggih
nalika Gusti Allah piyambak ingkang dedalem ing gesang kita.
“Dadia padalemane Allah!”
Senin, 20 Nopember 2017
Waosan : Jabur (Mazmur)
9: 1-14 | Pamuji: KPK 28: 1,2,3
“Kawula badhe
bingah-bingah sarta asumyak-sumyak awit saking Paduka, Asma Paduka kawula puji
klayan masmur, dhuh Gusti kang Mahaluhur” (ay.2)
MEMUJI KI MBOK SING
TENANAN!
Sapunika kathah nem-neman greja ingkang remen
memuji asmanipun Gusti kanthi pujian pop rohani. Punapa punika klintu? Tamtu boten.
Nanging wonten pitakenan ageng ingkang kedah kita wangsuli: kenging punapa ing
antawis kita remen memuji ngange pujian pop rohani tinimbang pujian ingkang
wonten greja kita? Umumipun kita punika ngraosaken lagu pop rohani langkung
gampil dipunsinaoni, musik lan arragementipun eca, lan lagu punika ugi
mresep ing manah. Kados pundi kaliyan pujian kita? Punapa boten gampil
dipunsinaoni, boten dipunarragement
kanthi sae, lan punapa boten saged ndudut ati?
Lagu pujian tamtu boten angger dipun damel
dening pengarangipun. Lagu dados wujuding refleksi
pengarangipun karana ngrasoaken kaeraman tumrap kuwaosipun Gusti,
pitulunganipun Gusti, lsp. Anggenipun milih nada
lan tembung tamtu kanthi manah ingkang lebet.
Kitab Jabur menika minangka masmur pujian
ingkang kalairaken dening Dawud, karana saestu ngraosaken pakaryanipun Allah
ing gesangipun. Sedaya saestu ngemu teges lan pengaken ingkang tulus, malah
karaos endah menawi anggenipun memuji ngginakaken raosing manah kangge
kaluhuranipun Allah. Kumandhanging kala sangka, clempung,
slukat, terbang, suling, kecer kang kemerincing, malah ugi kanthi jejogedan
sansaya nyampurnakaken endahing pepujian punika konjuk ngarsanipun Gusti.
Memuji tamtu perkawis ingkang gampil tumrap
kita tiyang Kristen. Pepujian Kristen saestu lebet sanget maknanipun tumrap
gesang iman kapitadosan kita. Nanging kados pundi pepujian ingkang kita
unjukaken boten namung ala kadarnya, nanging
ugi saged ndudut ati nggigah manah? Mangga pepujian punika kita cawisaken
saestu, arragement ingkang cocok, ketukan ingkang pas, kanthi langkung
rumiyin mangertos punika ingkang dipunpikajengaken lagu punika. Supados
pepujian ingkang kita pujekaken dados berkah kangge kita ingkang memuji lan
kangge sedhengah tiyang ingkang mirengaken. [PKS]
“Asma Paduka kawula puji klayan KJ, KPK,
KPJ, Kidung Kontekstual, dhuh Gusti
kang Mahaluhur.”
Rabu, 22 Nopember 2017
Waosan : Ayub 16: 1 – 21 |
Pamuji: KPK 121: 1, 3
“Sanadyan aku
dipoyoki dening mitra-mitraku nanging kalawan nangis
mripatku tumenga marang Gusti Allah...” (Ay.
20)
SESAMBAT DHUMATENG GUSTI
Manungsa gesang tamtu
ngadhepi mawarni-warni masalah ing gesangipun. Kados masalah ekonomi, bebrayatan,
pendamelan, lsp. Tiyang ingkang ngadhepi masalah ekonomi sambat bilih gajinipun
boten cekap kangge kabetahan sadinten-dinten. Tiyang ingkang ngadhepi masalah
bebrayatan sambat bilih semahipun asring tumindak kasar dhateng piyambakipun,
lsp. Tiyang ingkang ngadhepi masalah pendamelan sambat ewetipun pados
pendamelan ingkang sae lan cocok. Ingkang sampun nyambut
damel ugi sambat awrating pendamelanipun,
kados-kados boten nate wonten preinipun. Menawi manungsa sambat
menika nedahaken bilih kawontenaning manungsa menika
wonten watesipun, kakiyatanipun menika winates.
Ayub anggenipun ngadhepi kasangsaran nate sambat
dhateng Gusti Allah. Ayub ingkang waunipun dipun berkahi sarana raja brana
ingkang kathah, semah lan putra-putri ingkang
rukun. Sedaya kalawau sirna. Sedaya bandha donyanipun telas, putra-putrinipun pejah,
semah lan rencangipun sami ndakwa piyambakipun lepat. Ayub ugi nampi penyakit
ingkang sanget. Ayub sesambat dhumateng Gusti
Allah. Senadyan nampi pacoben ingkang awrat menika, Ayub tetep setya dhateng
Gusti, pangakenipun, “sanadyan aku dipoyoki dening mitra-mitraku nanging
kalawan nangis mripatku tumenga marang Gusti Allah.” Pangaken menika nedahaken
bilih Ayub tetep pitados lan setya dhateng Gusti.
Anggen kita ngadhepi
masalah benten-benten, wonten ingkang kiyat ngadhepi sanggining gesang, nanging
wonten ingkang semplah. Pramila boten nggumunaken bilih
kathah tiyang ingkang sami sesambat. Kados dene Ayub
ingkang tansah mandeng dhateng Gusti, mangga kita tansah mandeng Gusti Allah
kemawon. Bilih kita rumaos awrat mikul sanggining gesang, lan sambat tumraping
kawontenan gesang menika, mangga kita nyuwun kakiyatan lan pitulungan dhateng
Gusti. Sacara kamanungsa, kita kawates, ringkih lan asring sesambat. Ananing
sarana iman kapitadosan dhateng Gusti Yesus, kita dipun paringi kakiyatan lan
pitulungan. Pramila mangga kita tansah nyelak dhateng Gusti ingkang dados
sumbering kekiyatan. (AR)
“Dhuh Gusti, kawula
pinaringana kakiyatan nyanggi momotaning gesang!”
Jumat, 24 Nopember 2017,
Waosan: 1 Babad (Tawarikh) 17 : 1-15
| Pamuji: KPJ 421
“Sabanjure Ingsun
bakal nyantosakake dheweke ana ing padalemaningSun lan ana ing karajaningSun
kanggo ing salawas-lawase, sarta dhampare bakal santosa ing salawas-lawase.” (ayat 14)
URIPKU PINDHA PANGIDUNG
Wonten ingkang kasemsem kaliyan Prabu
Dawud minangka sumber inspirasi gesangipun. Putra ragil Isai menika
kados dipun sisihaken dening kulawarga, kadadosaken juru pangon
menda ing ara-ara lan awis-awis saged nedha sesarengan kaliyan bapa-biyung lan sadherek sanesipun. Mbokmenawi
kulawarga rumaos lingsem, krana “dedege/ pawakane” benten kaliyan sadherek
sanesipun, saged diragukan bibit/ trahipun. Nadyan jinebadan jumeneng raja Israel, prejenganing Dawud taksih kados
seniman: mboten kerumat, juru pangon nyandhang
harpa, remen nulis lagu, cekelane tepil. Bibar ngawonaken yaksa Goliat, piyambakipun
dipunmantu dening Raja Saul, nanging namung sawetawis wekdal. Awit kedah nglembara
malih, karana “diarah patine” dening maratsepuh ingkang rumaos disaingi. Ewasamanten Dawud tetep pitados ing
Gusti, setya ing marginipun lan ngabekti dhateng Allah ingkang mranata
gesangipun. Nalika dados raja Israel piyambakipun nate kecalan putra alit,
putrinipun karudapeksa, putranipun sanes badhe nyedani lan nundhung saking
kalenggahanipun. Atas sedaya perkawis menika Dawud tetep dados pahlawan Israel,
unggul ing paprangan lan kagungan putra, Suleman, ingkang yasa padaleman suci. Sedaya pengalaman iman
menika kalairaken ing pandonga ingkang sinebut Jabur. Ing Jabur, Prabu Dawud
nglairaken kejujuran, ikhlas, kuwuring ati, lembahing manah, ngoronging nyawa
dhateng Allah. Piyambakipun mboten lingsem ngakeni kalepatan, karingkihan,
kumandelipun dhateng Gusti. Punapa ingkang dipun alami, dipun raos-raosaken, dados kekidungan elok lan sampurna.
Kita gadhah kidung rohani ingkang elok ing sajroning batin. Swanten kita anggenipun
menyanyi saged kepireng blero (fals), gaya kita memuji monoton,
ananging menika mboten ndadosaken kita kendel nglairaken pamuji ing ngarsanipun Allah. Awit Panjenenganipun mirsani
lampahing gesang kita pindha kidung selaras kaliyan kekidungan swarga. Amin. [Yusak]
“Kekidungan
mratelakake agunging katresnan lan pakaryaning Allah.”
Minggu, 26 Nopember 2017
Waosan: Jabur (Mazmur) 95: 1-7 I Pamuji: KPK 57: 3, 4.
“Ayo padha tumungkul sujud, padha jèngkèng
ing ngarsané Allah kang nitahaké kita. Sebab Panjenengané iku Allah kita, kita
padha umat ngèn-ngènané, wedhus rèh-rèhané astané.” (ayat 6-7a)
PANGEREHING URIP
Menapa
ingkang kita ripta utawi kita damel -mliginipun satunggaling model barang- dados kagadhahan kita.
Kejawi menawi barang menika lajeng kita sade utawi kita aturaken dhateng tiyang
sanes; barang menika badhe dados kagunganipun tiyang sanes. Ewasamanten,
modelipun tetep dados gadhahan kita, hak
ciptanipun tetep wonten ing tangan kita.
Kita menika
katitahaken dening Gusti Allah. Panjenenganipun boten nate nyade utawi
maringaken kita dhateng sintena kemawon. Pramila saking menika, kita lan
saranduning gesang kita menika dados kagunganipun Gusti Allah pribadi. Ingkang
dados kagunganipun Gusti Allah menika boten namung kita manungsa, nanging
sedaya ingkang katitahaken dening Panjenenganipun ugi dados kagunganipun, kados
ta: seganten, dharatan, gunung, jurang lan sedaya isining bumi.
Kita
kedahipun remen dados kagunganipun Allah. Awit Panjenenganipun menika maha
luhur, pangayomaning gesang, kagungan samukawis ingkang kita betahaken. Allah
menika Pangen ingkang utami. Panjenenganipun ugi ingkang jumeneng Pangerehing
gesang kita. Sedaya menika ateges bilih kita boten prelu nguwatosaken gesang
kita, boten prelu nguwatosaken menapaa kemawon kabetahan kita. Kita namung
prelu ngayom dhumateng Panjenenganipun sarta manut mituhu dhateng pangerehipun.
Sumangga kita
ngakeni bilih nyatanipun kita asring ndhaku gesang kita menika dados gadhahan
kita piyambak. Kita asring boten manut pangerehipun, kita nuruti pikajeng kita
pribadi, kita asring tumindak lepat, awit kita menika winates. Temahanipun,
kita asring ngalami pakewed lan was sumelang, malah kasangsaran, sabab kita
menika ringkih. Menawi kita tansah ngayom lan manut dhateng pangerehipun Gusti
Allah, kita tamtu badhe tansah ngalami ayeming manah. [st]
“Dhuh Allah, dhumateng Paduka
kemawon kawula ngayom lan manut.”
Selasa, 28 Nopember 2017
Wasosan: Ester 8: 3 – 17 I Pamuji KPK 85: 1,2
“Amargi
kadospundi anggen kawula badhe tegel ningali bilai ingkang badhe ndhawahi
bangsa kawula? Kadospundi
anggen kawula badhe tegel ningali tumpesipun sanak sadherek kawula?” (ayat 6)
LUHURING BUDI
Wonten paribasan: kacang lali kulite. Paribasan menika nggambaraken tiyang
ingkang sampun sekeca gesangipun lajeng kesupen dhateng asal usulipun; kere munggah bale. Nggadhahi watek adigang, adigung, adiguna, sapa sira sapa ingsun,
dados sombong, kumawasa, kados boten betah tiyang sanes.
Kacariyosaken
Sang Haman ingkang nggadhahi rancangan mejahi sedaya tiyang Yaudi. Bab menika
sampun kaundangaken dhateng sedaya tlatah
krajanipun Ahasyweros lan boten saged dipun batalaken. Pramila Sang Prameswari
Ester, nyuwun kanthi adhap asoring manah dhateng Sang Prabu
Ahasyweros supados ngwedalaken surat
prentah, ingkang wosipun nyeled (menarik ) menapa ingkang sampun
kaundangaken nalika zamanipun Haman.
Ester Sang
Prameswari, senadyan sampun dados priyantun ingkang sarwi kacekapan gesangipun,
kejen keringan, ewasemanten tansah kengetan dhateng bangsanipun, taksih kengetan dhateng asal usulipun,
taksih nggadhahi raos empati, setiakawan,
nggadhahi budi ingkang luhur kangge nindakaken timbalanipun Gusti, nresnani
dhateng sesami kados dhateng badanipun piyambak. Ester boten namung menggalih dhirinipun priyangga, anaging ugi dhateng sesaminipun langkung-langkung bangsanipun,
bangsa ingkang dados asal-usulipun. Ester boten tegel ningali bilai ingkang
tumempuh dhateng bangsanipun (bangsa Yahudi), Ester boten
tegel mirsani sanak-sadherekipun sami tumpes. Ester menika saestu nggadhahi
bebudhen ingkang luhur sanget. Ester ugi dados pirantos tiyang-tiyang ing
negari ngriku sami manjing dados Yahudi (dados proselit-proselit), ngugemi Agami Yahudi.
Menapa kita ugi
taksih anggadhahi bebudhen ingkang luhur kados Ester? Menapa kita sampun dados sarana tiyang sanes tepang lan pitados dhateng Gusti Yesus? Menapa malah kosokwangsulipun namung mikir badan kita piyambak lan boten
maelu dhateng ngasanes? “Sing penting aku penak lan kepenak” temah ngucemaken Asmanipun Gusti?
Gusti nimbali
kita supados kita dados Ester-Ester ing jaman samangke, jaman ingkang sampun
dipun kwasani dewa-dewa materialis,
individualis? (SS)
“Bangunen budimu
dadi luhur!”
Kamis, 30 Nopember
2017
Waosan: Zakaria 13: 1 –
9 ; |
Pamuji: KPK. 171: 1,3,KPJ
189: 1-3
”Kang sapratelon
iku banjur Sunlebokake ing geni, Sunlebur patrape kaya mbesot mas; iku bakal
nyebut AsmaninSun lan bakal Sun paringi wangsulan. Ingsun bakal ngandika: Iku
umatingSun, sarta iku bakal padha munjuk: Pangeran Yehuwah punika Gusti Allah
kawula." (ayat 9)
NGAKONI GUSTI
ALLAH
Emas menika saged dados emas ingkang sae, karana
anggenipun ngluluh ngantos peng-pengan. Semanten ugi menawi gegaman ingkang
saged landhep inggih anggenipun ngesah gegaman menika kanthi saestu. Menawi
manungsa anggenipun ngluluh utawi ngesah ingggih sarana perkawis-perkawis
gesang ingkang kedah dipun alami.
Semanten ugi ingkang dipun lampahi Israel ingkang dados
bangsa pilihan ngawontenaken pamratobat sesarengan, ngrumaosi lepat lan cecawis
pasucen saking dosa. Sumber ingkang dipun bikak terus-terusan kangge ngimbah dosa menika kados salah satunggaling kali ing
taman Pirdus ingkang mili saking kithaning Allah. Awonipun bangsa menika -ing
sawatawis wegdal- kedah kasebrataken kangge tandha pitobatipun. Margi kangge
ngicali awonipun bangsa menika dipun cawisaken dening Gusti Allah kados
sumbering toya pigesangan ingkang tansah mili kanthi lan-lanan.
Brahala ingkang dados njalari bangsa menika nglampahi
awon. Pramila kanthi mekaten upacara
pangumbahing dosa kedah dipun lampahi kangge nyingkiraken piawon menika.
Anggenipun nglampahi upacara menika
kados nglebur salaka dipun lebetaken geni, kados mbesut mas. Temah badhe nyebut
Asmane Sang Yehuwah lan Sang Yehuwah paring wangsulan. Kanthi mekaten wonten
sesambetan ingkang harmonis antawisipun
ingkang sampun dipun lebur kalawau kaliyan Allahipun.
Mekaten ugi menawi ing jagad menika kita ngraoaken
masalah ingkang boten wonten telasipun, kita kados mas ingkang dipun besot
utawi selaka ingkang dipun lebur, temah kita rumaos mbetahaken Gusti lan
salajengipun kita purun raket kaliyan Gusti. Menapa malih ing wegdal menika
kita nyawisaken Bujana Suci mapag dinten rawuhipun Gusti, kita perlu ndadar
manah lan pigesangan kita, temah pacawisan kita saged langkung jangkep. [Bpur]
“Gesang ing jagad, mesthi nglampahi kasangsaran supados
langkung celak kaliyan Gusti.”
Sabtu, 2 Desember 2017
Waosan : Mikha 2: 1-13 | Pamuji: KPK 46: 3, 4
“He Bani Yakub,
apa bab iku kena dikandhakake? Apa Pangeran Yehuwah kurang sabar? Apa kaya ngene
pandamele? PangandikaningSun iku rak becik tumrap wong kang laku
bener?” (ay.7)
Sing Bener Dilakoni Sing Luput Didohi
Wonten ibu ingkang
wongsal-wangsul ngengetaken putra balitanipun, “Ndhuk, aja didemok, iku panas!”
Karana anak kala wau rumaos penasaran
kaliyan tela goreng ingkang nembe dipunentas ibunipun. Lare alit kala wau lajeng mbrangkang saya nyelak
meja lan ngupados saged ngranggeh tela kala wau. Wusana anak kala wau nangis
karana kaged tanganipun keslomot tela goreng ingkang taksih kemebul. Ibunipun nyelaki sarta
mungel, “Lho iyo to keslomot... ibu lak wis ngomong yen tela iki panas”.
Perkawis sae lan awon, leres lan lepat, tamtu sampun dipun mangertosi dening para
pandherekipun Gusti. Sampun wiwit alit ngantos dewasa sedaya paugeran, sedaya pitedah,
sedaya karsanipun Gusti sampun dipun mangertosi lan dipun sinaoni. Kita mangertos
sedaya pitedahipun Gusti badhe ngirid kita dhateng gesang ingkang sejati.
Ananging kasunyatanipun, kita asring mbalela. Mboten sedaya pitedahipun Gusti
ingkang sae kita tindakaken, dene perkawis
ingkang cengkah kaliyan karsanipun Gusti malah
asring kita terak.
Mbokmenawi sedaya kita
lampahi karana kita rumaos kawratan nindakaken karsanipun Gusti. Mbokmenawi kita rumaos langkung
entheng nindakaken perkawis ingkang
cengkah kaliyan karsanipun Gusti. Utawi perkawis ingkang cengkah saking
ngarsanipun Gusti punika sampun umum katindakaken dening kathah tiyang. “Wis umum kok wong ora jujur, wis umum kok wong korupsi,
wis umum kok wong sing nindakke ngene lan ngono.”
Pitakenanipun Gusti tumrap bangsa Israel, ugi
katujokaken tumrap kita sedaya. Sumangga kita mboten dados putranipun Gusti ingkang namung
mangertos sae lan awon, leres lan lepat, ananging ugi mbudidaya nglampahi gesang utami kanthi tumemen. “Sing bener dilakoni, sing
luput didohi” supados kita saestu pantes
nampi berkahipun. [PKS]
“Hasil tidak pernah mengkhianati proses.”
Senen, 4 Desember 2017
Waosan: Mikha 4: 1-5 I Pamuji:
KPK 130: 2,3.
"Saben bangsa ing bumi iki
nyembah lan ngabekti marang déwané. Nanging kita bakal ngabekti marang
Pangéran, Allah kita ing salawasé." (ayat 2)
DEWA
NGANGLANG JAGAD
Ing jaman samangke menika kathah dewa ingkang
nawani pekareman lan pemarem dhateng sedaya tiyang ingkang sami ngrasuk agami.
Rupinipun dewa menika warni-warni. Wonten ingkang arupi padamelan, arupi arta,
arupi bandha donya, arupi papan pariwisata, narkoba, minuman alkohol, teknologi
informasi, lsp. Kathah tiyang agami ingkang kepencut lan ngabekti dhateng para
“dewa” menika. Temah kathah ingkang boten ngabekti dhumateng Gusti ing papan
pangibadah (greja utawi griya). Kathah ingkang langkung nengenaken padamelan,
pados arta/ bandha, dolan, lsp. tinimbang ngabekti dhumateng Gusti.
Nabi Mikha meca bilih ing jaman wekasan
samangke badhe kathah bangsa lan suku bangsa ingkang badhe sowan ngabekti
dhumateng Gusti Allah. Kathah tiyang ingkang sowan mangabekti dhumateng Allah
sami nampi pitedah saking pangandikanipun Allah, temah nyumerepi margi ingkang
kedah dipun lampahi. Pramila saking menika, para bangsa lan suku bangsa menika
tetekat badhe tetep ngabekti dhumateng Gusti Allah ing salaminipun, nadyan
kathah ugi bangsa utawi tiyang ingkang ngabekti dhateng para dewa.
Kala wingi kita tamtu sowan mangabekti
dhumateng Gusti Allah ing Padalemanipun, ing greja. Tamtu kita sampun mirengaken lan nampi dhawuh
pangandikanipun Allah lan pitedah bab margi ingkang kedah kita lampahi.
Pangandikanipun Allah lan pitedah menika boten namung kawartosaken ing greja,
dinten Minggu kemawon, nanging malah saben dinten ing sadhengah papan lan mawi
sarana warni-warni kita taksih saged nampi pangandikanipun Allah lan pitedah
ingkang kedah kita lampahi. Saking ngriku tamtunipun samangke kita sampun
mangertos menggah margi lan tumindak ingkang kedah kita lampahi.
Pramila, samangke sumangga kita tetekat
tansah ngabekti namung dhumateng Gusti Allah. Para dewa sesembahanipun tiyang
kathah sanesipun, mangga kita singkiri. Srana nglampahi margi pitedah
pangandikanipun Allah, kita
nyawisaken dhiri methuk rawuhipun Gusti Yesus. [st]
“Ati-ati, para dewa padha nganglang jagad!”
Rabu, 06 Desember 2017
Waosan : Lukas 21: 34 – 38 |
Pamuji: KPK 143: 1, 2
“Padha jaganen
awakmu dhewe, atimu aja nganti kabotan dening pista gedhen lan mendem, tuwin
dening kasusahaning ngaurip ...” (Ay.
36)
WASPADA LAN JUMAGA
Kangge jagi amaning
lingkungan biasanipun dipun wontenaken SISKAMLING (Sistem Keamanan Lingkungan). Ing pundi warga masyarakat sacara mandiri sami jagi lingkunganipun
piyambak-piyambak supados aman saking piawon. Mekaten ugi
bilih kita gatosaken lingkungan ing perkantoran,
sekolah, bank, wonten petugas SATPAM ingkang jagi keamanan lingkunganipun. Kita
boten mangertos kapan wancinipun tiyang sanes badhe tumindak piawon. Pramila kita perlu
waspada supados kita aman.
Gusti Yesus ngendika
dhateng para sakabat bilih dinten rawuhipun Putraning Manungsa ingkang kaping
kalih boten wonten ingkang mangertos. Karana menika Gusti Yesus ngengetaken
para sakabatipun supados tansah waspada lan jumaga. Panjenenganipun ngersakaken
para sakabat sadar lan gesang kanthi leres. Sarana waspada lan jumaga, para
sakabat kedah pitados dan nindakaken karsanipun Gusti, tansah ndedonga, nyuwun
kakiyatan saking Gusti. Ndedonga masrahaken sedaya lampah gesangipun ing
panganthi lan panuntunipun Gusti Allah.
Dhawuh pangandikanipun
Gusti Yesus menika dados pangenget kita. Mangga kita ningali kawontenan gesang
kita. Menapa ingkang sampun kita cawisaken kagem Gusti? Menapa kita sampun siap
bilih Gusti Yesus rawuh? Kita kedah waspada lan
jumaga. Waspada tumraping sedaya tumindak ingkang ndadosaken dosa.
Waspada dhateng piwucal-piwucal nasar. Waspada saking
sikap ingkang nguja hawa nepsu kemawon. Sikap tansah waspada ndadosaken kita
langkung ngatos-atos nglampahi gesang
sadinten-dinten. Prayogi kita tansah jumaga srana nyawisaken manah ingkang suci
kagem Gusti. Jumaga srana nindakaken keleresan lan kabecikan ing tengahing
brayat, pasamuwan lan ing pundia kemawon papan
kita. Mangga sangsaya temen ndedonga
dhumateng Gusti. Pandonga
ingkang temen dhateng Gusti ndadosaken manah kita ayem
lan tentrem. Senadyan kita ngadhepi pacoben lan rekaosing gesang, kita
sangsaya rumaket nunggil kaliyan Gusti. Mangga kita tansah waspada lan jumaga,
awit kita boten mangertos kapan Gusti rawuh malih. (AR)
“Wong waspada mangerti bebaya
lan berkah kang bakal teka.”
Jumat, 8
Desember 2017
Waosan: Para
Rasul 11: 19 – 26 | Pamuji: KPK 156: 1-3, KPJ 441
“Astaning Pangeran nunggil karo wong-wong mau,
satemah akeh wong kang manjing pracaya, sarta padha mratobat marang Gusti.”
(ayat 21)
PANGERAN NUNGGIL WONG PRACAYA
Tantangan ingkang dipun adhepi ing
lelampahaning gesang ingkang enggal menika maneka warni, tantangan saking
njawi, ugi tantangan saking lebet. Kados cariyos ing waosan kita ingkang
nyariyosaken pasamuwan non-Yahudi wiwitan. Saestu sae menawi rasul-rasul sanes
menika sarujuk dhateng menapa ingkang dipun lampahi rasul Petrus. Karana ing
wegdal semanten ugi wonten pakaryan ageng kanthi asil ingkang langkung wiyar
ing Antiokhia. Dhateng ngriku para Helenis
(tiyang Yahudi ingkang ngginakaken basa Yunani) sami mlajeng saking
Yerusalem bakda sedanipun Stefanus.
Ing kitha perdagangan menika wonten pepanggihan antawisipun tiyang Eropa lan
Asia, kabudayan Yunani pinanggih kaliyan padang
gurun Siria. Kanthi mekaten tamtunipun
tiyang nggadhahi wawasan ingkang
langkung omber. Lan wonten bentenipun agami ingkang ageng dipun lampahi ing Yudea,
sampun kaanggep boten dados masalah. Ing ngriki kedadosan bilih tiyang-tiyang Helenis inkang rumaos dereng cekap
menawi ngabaraken Gusti Yesus namung kangge sesami Helenis wonten ing griya-griya pamujan Yahudi kemawon. Piyambakipun
miwiti ngabaraken bab Gusti Yesus dhateng tiyang Yunani ugi. Asilipun kathah
tiyang Yunani ingkang manjing pitados. Ing kitha Antiokhia menika saperangan
ageng warganipun sanes tiyang Yahudi. Lan salajengipun wonten ing ngriku kawitanipun
para murid kasebat ‘Kristen.’
Pramila langkahipun Rasul Petrus
sampun leres, temah langkung omber lan kathah tiyang ingkang pitados dhateng
Gusti Yesus katimbang namung ing antawisipun tiyang Yahudi kemawon lan taksih
ugi wonten perkawis ing antawisipun. Ing sasisih sinaosta taksih wonten perkawis
ing kalanganipun tiyang sesami Yahudi, kedah wantun medal ngabaraken Gusti
Yesus temah salajengipun inggih awit saking pakaryanipun Gusti ugi kratoning
Allah sansaya kababar. [Bpur]
“Sinaosa kita taksih wonten perkawis, kita kedah wantun
medal ngabaraken Gusti Yesus.”
Minggu, 10
Desember 2017
Waosan : Jabur (Mazmur) 85 : 9 - 14 |
Pamuji : KPJ. 136 : 1, 4
“Sanyata, karaharjan kang
saka ing Pangéran iku cepak
tumrap wong kang wedi-asih marang Panjenengané, satemah nagara kita kadunungan
kamulyan.” (ay. 10)
WUS CEMEPAK
Upami, ing satunggaling wekdal kita wangsul
saking nyambut damel utawi kekésahan badan kraos pegel/ kesel lan madharan
kraos ngelih (luwe), ndilalah......... ing
méja sampun cemawis tetedhan ingkang dados kareman kita, kinten-kinten, punapa ingkang
badhé kita tindakaken.........??? Ah... nggih gantos rasukan rumiyin! Mangga! Ah.... nggih wijik-wijik rumiyin utawi adus-adus rumiyin, supados boten mbekta sawan ing griya!
Mangga! Ananging, kados pundi
kareman ingkang wonten méja kalawau??? Tamtu, badhé kita “gasak” ngantos “ludhes”.
Kados déné tiyang ingkang
wangsul nyambut damel lan madharanipun ngelih, mekaten gegambaranipun manungsa
(klebet kita) ingkang èstunipun ngorong sanget dhateng tentrem-rahayu saha
karaharjan ingkang saking Gusti Allah. Kados déné tetedhan kareman ingkang
sampun cumawis ing méja; tentrem-rahayu saha karaharjan saking Gusti Allah ugi
sampun cepak kanggé kita. Lhah, menawi sampun
mekaten punapa ingkang kedah kita tindakaken??? Ingkang kita betahaken, ingkang
dados pangajeng-ajenging gesang kita sampun dipun
cawisaken Gusti kanggé kita. Punapa punika boten badhé kita pendhet, punapa
badhé kita jaraken kémawon??? Menawi namung kita jaraken lan boten kita pendhet
kabetahan utami gesang punika lan ingkang kita ajeng-ajeng, ateges kita dados
manungsa ingkang bodho sanget... amargi sampun cumepak...... inggih napa boten???
Mila mangga kita pendhet,
kita gayuh tentrem-rahayu lan karaharjan saking Gusti ingkang sampun dipun
cawisaken kalawau. Punika ateges kita kedah mujudaken gesang ajrih-asih
dhumateng Panjenenganipun saha tansah purun nyadhong sarta mituhu dhawuh-Ipun.
Punika ugi dados wujuding anggèn kita sami nyawisaken gesang mapag rawuhipun
Gusti Yesus, mapag Sang Tentrem-rahayu, Sang Karaharjan ingkang utami tumraping
jagad. [wn]
“Kados
pangorongipun sangsam dhateng toyaning lèpèn, inggih mekaten kangening nyawa
kula dhumateng Paduka, dhuh Allah.” (MS.42:2)
Senin, 12
Desember 2017
Waosan : Yesaya 4: 2-6 | Pamuji: KPK 150: 1, 2
“...ing kono Sang
Yehuwah banjur bakal nganakake mega ing wayah awan lan mega kalawan sunaring
geni kang murup makantar-kantar ing wayah bengi ing sadhuwure wilayahe gunung
Sion.....” (perangan ay. 5)
ORA SALIWANG
Mbak ayu : “Mas, kang mas namine sinten?”
Kang mas : “Saniki dintene sabtu.”
Mbak ayu : “Mas, Kang Mas kesah teng pundi?”
Kang mas :
“Sapi kula pun manak pitu.”
Kirang langkung mekaten lagu campursari
ingkang dipunlagokaken dening Cak Dikin kaliyan Mbak Wiwit. Ingkang wosipun
wonten pawestri ingkang muntab amargi pitakenanipun dipunjawab tebih saking wosing
pitakenan. Mbokmenawi karana suda rungon, utawi boten mangertos punapa ingkang
dipunpikajengaken dening mbak ayu kala wau.
Mila rembagan punika boten ngasilaken punapa-punapa. Malah namung rugi
wekdal, rugi tenaga.
Pemulihanipun Gusti tumrap umat kekasihipun
ugi sumrambah dhateng Yerusalem. Yerusalem minangka papan punjering
keimananipun para pitados. Ing ngriku dados papan pepanggihan umatipun Gusti
saking pundi-pundi papan sarta papan pepanggihan kaliyan Gusti kanthi
ngunjukaken korban. Mila papan punika dipun gatosaken saestu dening Gusti murih
umatipun saged makempal kanthi sekeca sarta tumemen anggenipun sowan Gusti.
Mila kagambaraken wanci siyang kaparingan mendhung, wanci dalu kaparingan mega
kalawan sunaring geni. Dalemipun Gusti dados papan ingkang sekeca.
Punapa kita saged
mbayangaken menawi peparingipun Gusti boten cundhuk kaliyan kabetahan kita?
Kita mbetahaken hawa supados saged ambegan kanthi lega lajeng dipunparingi
lemah lempung. Kita mbetahaken toya kangge kabetahan gesang supados boten
ngorong, ananging dipunparingi wedhi (pasir).
Gesang kita tamtu badhe morat-marit lan manungsa boten saged lestantun
gesangipun.
Lan berkah punika boten
ateges kauukur kaliyan materi kemawon
lho. Gusti maringi cundhuk kaliyan kabetahen kita. Kita ugi saged ngramesi
bilih pacoben ugi saged dados berkah tumrap kita supados mangertos sepinten
daya karosan kita, sarta sepinten anggen kita gondhelan ing Gusti. [PKS]
Gusti maringi berkah pas
karo kabutuhan.
Yen kegedhen kita ora
kuwat yangga, yen kakehan ora bisa urip.
Kamis, 14 Desember 2017
Waosan : Habakuk 2 : 1-5 | Pamuji: KPJ 226
“Dak ngadeg ana ing pangungakan
lan mapan ana ing menara, aku arep niliki lan ngadhang-adhang marang apa kang
bakal dadi pamangsite marang aku.”
GUSTI PANGUNGSEN KULA
Rumiyin margi tumuju Desa Kristen ing
Malang Selatan rumpil lan wonten tikungan minggah ndeder sinebut jurang
pangungakan. Rumiyin menawi bidhal enjing mlampah saking Sitiarjo nembe dalu
dumugi ngrika. Tandhanipun menawi sampun celak dhateng desa menika menawi
sampun nglangkungi papan ingkang naminipun jurang pangungakan. Miturut aturipun tiyang nggunung,
“celak kok pak, sekedhap malih pun dugi kantun nglangkungi
gumuk pun ketingal” nadyan sejatosipun nggih taksih
tebih. Nanging raos manah sampun ayem mboten
kuwatos kedalon ing margi utawi wana. Batinipun
mungel, “Sedhelo engkas bisa pethuk sanak dulur, ngaso sawetara lan
jejagongan dalunipun
Para tiyang pitados
anggenipun gadhah pangajeng-ajeng bab rawuhipun Gusti menika kados mekaten.
Kahanan gesang ingkang awrat lan mawarni godha rencana jagad ingkang ndadosaken para
suci sami prihatin mboten ndadosaken semplah manahipun lan nilar timbalanipun
Gusti Yesus mikul salib. Makhutanipun gesang sampun cinadhang kangge sintena
kemawon ingkang setya tuhu lan kukuh ing
kapracayan dhumateng Panjenenganipun. “Sing sabar ya,
tetepa tekun lan trenten netepi apa sing dadi dhawuhe Gusti, yaiku nindakna
katresnan marang sapepadha klayan tulus. Kabeh kuwi ana marine ana wekasane,
lan kowe bakal ngundhuh apa sing dadi pituwase.” Kados dhawuhipun Gusti “padha
dibakuh, ditanpa gingsir, lan tansah di sregep anggonmu nglakoni ayahane Gusti!
Awit kowe padha sumurup, yen ana ing patunggilaning Gusti, kangelanmu mesthi
ora muspra” (1Kor 15:58).
Peladosan ing pasamuwan
menika pakaryan adi, para pinisepuhing pasamuwan sami mbudidaya ngetog
kekiyatan netepi timbalanipun Gusti. Nresnani warga klayan tulus sinaosna atur
panuwun asring mboten kocap saking tiyang ingkang sampun
dipun ladosi, ndongakaken lan masrahaken warga pribadi baka pribadi
saben dinten kanthi sesidheman, sinau memulang prentah lan pepakenipun Allah sinaosa dipun poyoki munafik, jarkoni lsp. Kasetyan
panjenengan leladi namung Gusti ingkang nguningani lan paring kekiyatan tuntas
ngrampungi ayahan suci. [Yusak]
“Mangkate gasik,
mulihe keri, sabare tikel. Berkahe aja takon...”