TATA IBADAH KEBAKTIAN KELUARGA NOVEMBER 17

TATA IBADAH KEBAKTIAN KELUARGA


Pembukaan
  1. Ketua Kelompok Pengunjung memimpin percakapan keluarga (keadaan anak, cucu, pergaulan di masyarakat dll)
  2. Pemimpin pujian membuka ibadah, sebelum diajak menyanyi diserahkan kepada perwakilan keluarga untuk menyampaikan ucapan selamat datang dan permohonan doa
  3. Jemaat Menyanyi ……………………………….
Tata Laksana Ibadah
1)    Panggilan Ibadah
Beribadahlah kepada Tuhan dengan gembira, datanglah ke Bait-Nya dengan sorak sorai. Percayalah bahwa Tuhan Yesus Kristus yang memimpin kehidupan kita, dan menyertai ibadah keluarga mulai awal sampai pada akhirnya. Amin

Jemaat Menyanyi ……………………………
2)    Pelayanan Firman Tuhan
Berdoa untuk Firman Tuhan
Jemaat menyanyi ………………………….
Pembacaan Firman Tuhan
Khotbah
Jemaat menyanyi …………………………

3)    Doa Syafaat
4)    Penutup
Jemaat menyanyi ………………………………..











Rabu, 15 Nopember  2017
Bacaan: Matius 24:29-35 |   Nyanyian : KJ 428
"Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara : Apabila ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu, bahwa musim panas sudah dekat.” (Ayat 32)

TANDA DARI ALAM
Dalam dongeng masa lalu, seringkali diceritakan jika sebuah gunung akan meletus ada sebuah tanda alam yang mengawalinya. Tanda alam itu berupa seluruh hewan yang ada di hutan akan turun dari lereng gunung dengan panik. Jika melihat tanda tanda itu, masyarakat yang hidup di sekitar lereng pegunungan akan bertindak sigap. Mereka membunyikan kentongan untuk melakukan pengungsian ke tempat yang aman.
Alam dan lingkungan selalu memberikan tanda bagi umat manusia. Seperi pohon ara yang menunjukkan perubahan manakala musim panas segera tiba. Tanda-tanda ini harusnya ditangkap oleh manusia secara arif dan bijaksana agar manusia bisa mengantisipasi segala perubahan hidup demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
Kepekaan kita pada kondisi lingkungan adalah salah satu faktor kesuksesan kita dalam menjalankan tugas dan panggilan pelayanan kita kepada dunia ini. Salah satu caranya adalah mendekati orang-orang dalam lingkungan itu melalui budaya yang ada. Pendekatan melalui kearifan budaya membuat kita lebih mudah diterima oleh masyarakat di mana kita berada. Cobalah kita renungkan, jika kita adalah pendatang baru dalam sebuah komplek tempat tinggal kita. Apakah kita selalu bersikap ramah kepada tetangga di sekitar kita walaupun kita berbeda suku, status sosial dan bahkan keyakinan iman kita?
Cobalah membuat diri kita peka dalam melihat tanda-tanda di sekitar kita, manakala kita melakukan tugas dan panggilan pelayanan kita. Melihat kebiasaan masyarakat sekitar dan membuat pola-pola pendekatan secara arif melalui budaya lokal adalah cara baik untuk berbaur dengan sesama dan menyampaikan misi pelayanan kita. Dengan cara itu juga sebenarnya kita akan dapat meraih sukses dalam melakukan kesaksian atas cinta kasih Tuhan kepada ciptaanNya. (Oka)

"Melakukan pendekatan kepada lingkungan dengan kearifan budaya lokal adalah salah satu gaya bersaksi yang mengutamakan kerendahan hati.”




Jumat, 17 Nopember 2017
Bacaan: Mazmur 90 : 1 - 8    |   Nyanyian: KJ. 383 : 1
“Engkaulah tempat perteduhan kami turun temurun. Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.” (ayat 1-2)

TUA PASTI, DEWASA?
Mazmur 90 ditulis oleh Musa pada akhir hidupnya setelah melewati semua lintasan peristiwa selama hampir 120 tahun. Ungkapan dari orang yang sudah matang karakternya, dimurnikan imannya dan mendedikasikan seluruh hidupnya memenuhi panggilan Tuhan sekaligus orang yang memiliki relasi yang akrab dengan Tuhan.
Tulisan ini dilatar belakangi oleh peristiwa kemarahan Tuhan kepada bangsa Israel yang keras kepala, tidak percaya kepada Tuhan meskipun banyak mujizat yang dialami. Ternyata bangsa Israel tidak menjadi lebih dekat kepada Tuhan, sehingga mereka tidak diperkenan masuk ke tanah kanaan. 40 tahun berputar-putar di padang gurun. Seharusnya perjalanan dari Mesir ke Kanaan cukup memakan waktu 11 hari atau paling lama 40 hari. Israel adalah bangsa yang dipilih Tuhan, tetapi mereka membuang kesempatan anugerah Tuhan. Mereka mati dalam kelimpahan berkat dan pimpinan Tuhan. Mati dengan sia-sia.
Mbagaimana kehidupan kekristenan kita? Menjadi orang Kristen sejak kecil, mengalami banyak mujizat Tuhan. Tua secara jasmani apakah mengubah kita menjadi semakin dewasa? Pemazmur menggambarkan singkatnya hidup manusia itu seperti rumput yang bertumbuh, berkembang, lalu layu. Ada yang mengatakan bahwa ini suatu perkataan dari orang-orang yang pesimis. Pemazmur juga memberikan gambaran hidup manusia kira-kira tujuh puluh atau delapan puluh tahun. Pada dasarnya pemazmur mengajak pembacanya untuk menghargai hidup yang singkat.
Berapa tahun usia yang akan diberikan Tuhan kepada kita? Bagaimana kualitas hidup dan spiritualitas kita? Apakah bertumbuh semakin dewasa? Apa yang akan kita wariskan ke anak cucu? Harta? Ilmu pengetahuan? Atau iman yang bisa diucapkan anak cucu di dalam setiap doa dan mereka rasakan bahwa Tuhan adalah tempat perteduhan mereka. (DYRA)

“Sejalan bertambahnya umur, harusnya bertumbuhlah spiritualitas.”

Minggu, 19 Nopember 2017
Bacaan Hakim-hakim 4:1-7    |    Nyanyian KJ. 424:1-2
Pada waktu itu, Debora seorang nabiah, istri Lapidot, memerintah sebagai hakim atas orang Israel.” (ay. 4).

Budaya Luhur Sarana Melakukan Panggilan Tuhan
Suatu kali anak saya bertanya, “Bu, sekarang ini tukang gojeknya kok banyak yang perempuan ya? Perempuan kok mau jadi tukang gojek ya, Bu?” Dengan senyum saya menjawabnya, “menjadi tukang gojek itu juga pekerjaan yang mulia, loh nak. Jadi, kalau pun perempuan jadi tukang gojek, itu adalah pekerjaan yang bertujuan melayani banyak orang. Contohnya, pesanan adik pernah diantar oleh tukang gojek. Jadi, kita sangat terbantu dengan adanya tukang gojek itu.” Apakah kita juga sering sekali terjebak dengan penilaian dan kebiasaan-kebiasaan yang normatif tetapi justru tidak memberi arti apa-apa?
Kisah Debora sebagai seorang nabiah yang memerintah sebagai seorang hakim juga memberikan pelajaran penting bagi sejarah kepemimpinan bangsa Israel. Pada waktu itu seharusnya laki-lakilah yang memimpin untuk menghadapi Sisera, panglima perang raja Kanaan. Tetapi justru Debora yang dipakai Tuhan untuk tampil memerintah dan memimpin peperangan. Tentu hal ini menjadi sesuatu yang tidak lazim karena budaya yang mereka anut seharusnya mengutamakan laki-laki, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Hal ini memberi pesan bahwa, Tuhan dapat memakai apa saja dan siapa saja untuk menjadi alat-Nya. Bahkan, dalam hal apapun jika Tuhan berkehendak, ia dapat memakai segala ciptaan-Nya menjadi sarana untuk menunjukkan keMahakuasaan-Nya. 
Kehidupan kita, budaya kita, dan segala yang kita miliki dapat menjadi berguna dan menjadi luhur jika dipakai untuk menjadi berkat bagi sesama. Apa artinya kita mewarisi kekayaan budaya yang baik, sopan dan santun tetapi tidak untuk memuliakan Tuhan? Justru semua kekayaan (manusia, nilai-nilai dan tradisi) yang terdapat dalam kebudayaan kita akan menjadi luhur jika dipakai menjadi sarana melakukan panggilan Tuhan. Sebaliknya, budaya luhur akan menjadi berhala jika hanya kita pelihara tetapi tidak dipakai untuk menjadi berkat bagi sesama. [dee]

“Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus
dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Rm. 12:1).




Selasa,  21 Nopember 2017.
Bacaan: I Tesalonika 5:12-18   I   Nyanyian KJ 370:1,2,3.
“Tetaplah berdoa!” (ayat 17).

“Intervensi Ilahi?”
Hari Senin 19 Juni 2017 saya menerima tamu, seorang remaja putri dari Belanda. Secara kebetulan istri saya bertemu dengannya di Bogor seminggu sebelum ia mampir ke rumah kami. Dia berada di Indonesia dalam rangka berlibur, sebagai seorang ‘backpacker’ (pelancong dengan tas punggung yang besar) dan bukan seorang turis dengan kantong tebal. Menurut saya, remaja putri tersebut banyak omongnya, ramah, berkepribadian menarik, dan menyenangkan untuk teman mengobrol. Saya menangkap kesan bahwa dia sudah lama meninggalkan gereja. Ia menceritakan pengalamannya selama tiga hari pertama di Jakarta, di mana ia menghadapi berbagai kesulitan, di antaranya adalah kehilangan surat-surat penting serta uang Rp. 2 juta,- di kamar hotel. Ia lantas pergi ke gereja dan berdoa! Ayah dan ibunya diminta juga berdoa di Belanda. Ajaib! Seusai berdoa, surat-surat penting ditemukan tidak jauh dari hotel, sedangkan uangnya memang hilang! Saya merenung, ternyata peristiwa-peristiwa, apalagi kesulitan, bisa menuntun seseorang untuk mengingat bahwa kita membutuhkan campur tangan ‘Yang Ilahi’.
Paulus menolong kita untuk mengingat bahwa ada pihak-pihak di sekitar kita yang dapat membantu kita tentang ‘Yang Ilahi’ tersebut, di antaranya adalah pendeta, guru Injil, penatua, diaken, dan setiap pelayan gerejawi. Bagaimana kita mengekspresikan rasa hormat dan terima kasih kita kepada mereka? Bagaimana kita dapat memberikan dukungan bagi berlangsungnya tanggungjawab mereka? Barangkali, jika kita sensitif pada kondisi sekitar kita dan menawarkan solusi yang tepat bagi setiap situasi, kita dapat mewujudkan rasa hormat, terima kasih, dan dukungan yang efektif.
Hidup dalam sukacita, doa tanpa henti sebagai sikap ketergantungan kita pada Allah, bersyukur, dan dengan sadar melakukan perintah Allah, membuat kita dapat melihat sesama dalam perspektif baru.
Paulus mengajar kita, jika kesulitan menghadang kita, kita dapat tetap bersyukur atas kehadiran Allah dan kebaikan-Nya yang akan menyelesaikan dan menyempurnakan kita melalui kesulitan-kesulitan. Amin. (Esha)
“Ku mau berjalan dengan Juruslamatku


Kamis, 23 Nopember 2017.
Bacaan: 2 Korintus 9: 6-15       I     Nyanyian: KJ.433: 1-3.
“Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (ayat  6-7)

MEMBERI DENGAN SUKACITA
Ada cerita populer tentang seorang tukang becak. Seorang tukang becak sehari-hari menunggu datangnya penumpang di suatu tempat. Hari itu ia telah seharian menunggu namun belum mendapat satu pun penumpang, padahal hari mulai gelap. Maka ia terima saja ketika ada penumpang yang ingin naik becaknya dan menyebutkan harga yang sangat murah yaitu dua ribu rupiah.  Sepanjang perjalanan, ia mengendarai becaknya dengan kencang dan nampak tidak memikirkan keselamatan penumpangnya. Ketika sampai di tempat yang dituju, penumpang memprotes si tukang becak yang ugal-ugalan tersebut. Sambil menggerutu tukang becak menjawab: “Anda ini bagaimana? Bayar hanya dua ribu kok minta selamat!?” Cerita tersebut menggambarkan suatu anggapan bahwa apa yang layak diterima oleh seseorang sangatlah bergantung pada apa yang ia berikan.
Dalam hal persembahan seringkali orang Kristen juga memiliki anggapan demikian. Mereka beranggapan bahwa berkat Tuhan yang diterima tergantung pada banyak sedikitnya materi yang diberikan untuk Tuhan. Oleh karenanya, ayat 6 bacaan hari ini seringkali dijadikan landasan persembahan. Mereka  mendorong umat memiliki pemahaman bahwa siapapun yang memberikan banyak uang persembahan maka berkat Tuhan akan dilipatgandakan untuknya. Sebaliknya, jika orang memberikan uang persembahan hanya sedikit, maka sedikit pula berkat Tuhan yang akan diterima.
Anggapan tersebut tentu keliru. Tuhan bukanlah sosok yang memiliki perhitungan sedemikian. Berkat dari Tuhan tidak bergantung pada banyak sedikitnya uang persembahan kita. Memberi persembahan adalah kewajiban umat dan hal yang paling penting dalam memberi persembahan bukanlah jumlahnya namun sikap hati yang rela dan penuh sukacita. Ketika umat memberi persembahan dengan hati yang rela dan penuh sukacita, maka Tuhan mengasihinya (ayat 7). (Dn)
“Persembahan bukanlah modal berkat, melainkan buah berkat.”



Sabtu, 25 Nopember 2017
Bacaan: Matius 12 :46-50  |   Nyanyian: KJ 249
“Siapa Ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?” (ay.48)

Albert Durer dan Hans
Albert dan Hans, dua orang pria yang memiliki cita-cita yang sama, yaitu menjadi seorang pelukis. Cita-cita mereka belum bisa terlaksana karena ketiadaan uang. Untuk meraihnya, maka mereka sepakat untuk bersekolah secara bergantian. Maka bekerjalah Hans sebagai tukang bangunan untuk membiayai sekolah Albert. Dengan harapan, setelah Albert lulus, maka Hans dapat memiliki kesempatan sekolah dengan uang yang dihasilkan oleh Albert sebagai seorang pelukis. Setelah kelulusan, datanglah Albert ke rumah Hans. Didapatinya Hans sedang berdua sambil mengangkat tanganya dan berkata “Tuhan, tanganku sudah rusak, kaku dan kasar karena pekerjaanku selama ini sebagai tukang bangunan. Aku tahu, aku tidak memiliki kesempatan sebagai pelukis. Maka biarkanlah Albert saja yang menjadi pelukis”. Mendengar itu, dengan prihatin Albert membuat sebuah lukisan dengan judul “tangan berdoa”. Lukisan itu menjadi begitu terkenal.
Kisah Hans dan Albert membuka mata kita tentang sebuah bentuk relasi yang menembus batas saudara dalam pengertian kita selama ini (satu ayah, satu ibu atau memiliki hubungan darah). Kesediaan Hans untuk berkorban bahkan untuk orang yang tidak memiliki hubungan darah sekalipun memberikan angin segar mengenai bentuk persaudaraan yang lebih luas dan lebih dalam.
Bentuk persaudaraan seperti ini juga ditandaskan oleh Tuhan Yesus ketika seseorang berkata kepadaNya bahwa Ibu dan saudara-saudaraNya berusaha menemuiNya. Yesus menandaskan saudaraNya adalah siapapun yang melakukan kehendak Bapa. Saudara dalam ajaran Tuhan jelas bukan hanya dalam pengertian sedarah. Melainkan siapapun yang di dalam kesehariannya melakukan Firman Tuhan, baik di dalam lingkup keluarga, bahkan dalam lingkup yang lebih luas lingkungan jemaat, lingkungan masyarakat. Sudahkah kita benar-benar menjadi saudara Tuhan Yesus? Jawabannya adalah pada bukti sudah melakukan kehendak Bapa. Mari menjadi saudara Tuhan Yesus! Mari selalu melakukan kehendak Bapa! [Ardien]
               
“Mari menjadi saudara Tuhan dengan menjadi saudara bagi ciptaan-Nya”



Senin, 27 Nopember 2017
Bacaan: 2 Timotius 2:8-13     I     Nyanyian: KJ 434:1
 “Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.” (ayat 13).

AKU CUMA PUNYA HATI
Kamu berbohong, akupun percaya
Kamu lukai, ku tak peduli
Coba Kau fikir, di mana ada cinta seperti ini?
Kau tinggalkan aku, ku tetap di sini
Kau dengan yang lain, ku tetap setia
Tak usah tanya kenapa, aku cuma punya hati.
Itu sepenggal lagu galau anak muda yang dinyanyikan oleh Mytha. Lagu ini mengisahkan seorang gadis yang kekasihnya tidak setia, tetapi ia tetap memilih untuk setia. Kalau manusia saja ternyata ada yang sanggup mengikrarkan dirinya untuk tidak terluka walau dilukai, memberi diri untuk tetap setia walau dikhianati, maka bagaimana dengan kesanggupan penyertaan Tuhan Yesus atas manusia? Tentulah lebih sempurna dari ikrar manusia yang sedang jatuh cinta.
Kadang, sebagi umat yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, kita pun sering bertindak jahat kepada Tuhan. Seperti datang dan pergi sesuka hati. Kalau sedang senang ya bisa lupa kepada Tuhan Yesus, kalau sedang susah ya merintih-rintih memohon belas kasihan-Nya. Mau menerima berkat pengorbanan darah Tuhan Yesus, tetapi tidak mau ikut memikul salib kehidupan. Ah, dasar manusia, suka enaknya saja. Kondisi ini menjadi semacam budaya yang tanpa disadari diajarkan secara turun-temurun.
Rasul Paulus mengajarkan budaya yang baru kepada setiap orang yang percaya kepada Kristus, yaitu panggilan untuk ikut menderita. Artinya bahwa yang menerima Tuhan Yesus secara penuh di dalam hatinya, maka ia tidak akan sampai hati melukai Tuhan Yesus terus-menerus. Tetapi sebaliknya, manusia yang di dalam hatinya meletakkan kasih Tuhan, ia akan sanggup untuk ikut menderita bersama Kristus. Ia tidak akan mudah menyerah menghadapi tantangan kehidupan. Ia tidak akan pernah meninggalkan Tuhan Yesus, meski beban berat kehidupan membelenggunya. Karena hati yang menjadi kediaman cinta kasih Tuhan akan selalu mendatangkan kesetiaan kepada Allah. [dee]

 ~ Mencintai Tuhan Yesus akan mendatangkan damai sejahtera ~


Rabu, 29 Nopember 2017
Bacaan: Yohanes 5 : 19 – 40   |   Nyanyian: KJ. 51 : 1 - 4
“Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.” (ayat 39-40)

ALKITAB BERJALAN
Seorang warga jemaat usia paruh baya begitu hapalnya isi Alkitab, sampai jumlah kata tertentu dalam Alkitab beliau mengetahui jumlahnya. Alkitab dibacanya sampai khatam. Setiap perkataan yang keluar dari mulutnya didasarkan pada Firman Tuhan. Sebaliknya banyak remaja dan pemuda gereja menanyakan bagaimana mengetahui kehendak Tuhan sedangkan dia jarang membaca Alkitab. Alkitab baru dibuka di gereja pada saat ibadah minggu.
Imam-imam kepala rajin belajar Kitab Suci sehingga mengetahui berbagai kebenaran dalam Firman Allah. Iblispun juga membaca Alkitab karena mereka begitu hafal dalam menyitir ayat-ayat Alkitab waktu mencobai Tuhan Yesus. Dalam Yakobus 2 : 19 juga dikatakan bahwa setanpun percaya kalau Yesus adalah Tuhan, sedangkan para pemimpin Yahudi tidak percaya kalau Yesus adalah Tuhan.
Melihat fakta-fakta di atas, kita termasuk kelompok mana? Apakah kehidupan kekristenan kita sama dengan imam-imam kepala? Rajin menyelidiki Alkitab supaya kita mengetahui kehendak Tuhan. Atau seperti orang Farisi yang percaya Alkitab dan melakukan perintah dalam Alkitab dengan sangat baik dalam menaati Alkitab?
Di dalam Roma 10 : 10 dikatakan bahwa iman yang benar tidak terletak pada kesetujuan pikiran terhadap Injil, juga tidak berdasarkan kecerdasan otak, juga bukan berdasarkan apa yang diucapkan, namun di dalam hati. Pekerjaan hati, percaya dengan teguh, suatu perjalanan yang keluar dari jiwa untuk masuk kedalam hadirat-Nya, tersungkur di kaki-Nya, berserah dan bersandar pada Tuhan Yesus. Kristus tidak memaksa kita untuk datang kepada-Nya. (DYRA)

‘Mengetahui realitas penyelamatan saja tidak cukup, kitapun harus mengaku dengan mulut dan percaya dengan hati kepada Sang Juru Selamat’




Jumat, 01 Desember 2017
Bacaan : 1 Tesalonika 4 : 1 – 18     |   Nyanyian : KJ 325
“Sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal akan diangkat bersama-sama mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.” (ay. 17)

KEDATANGAN KEDUA

Masyarakat Tesalonika pada saat itu baru saja memeluk iman Kristen dari pengajaran Injil Rasul Paulus. Mereka berasal dari masyarakat yang tidak mengenal kekudusan dan tidak memandang kekudusan sebagai kebajikan yang harus dijalankan sehingga kejahatan dianggap sebagai hal biasa. Ajakan Rasul Paulus untuk hidup kudus tidak mendapat respon, mereka tetap pada kebiasaannya. Keadaan ini tentunya sangat memprihatinkan bagi Paulus, tetapi dia tidak putus asa untuk terus berusaha merubah mereka menjadi manusia kudus. Firman Tuhan menyebutkan bahwa “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan yang cemar tetapi yang kudus” (ayat 7). 
Warga Tesalonika juga tidak memahami apa yang dimaksud kedatangan Tuhan yang kedua, mereka mengharapkan hal itu segera terjadi, agar mereka yang masih hidup dapat menikmati kemuliaan, juga khawatir apabila sudah meninggal tidak dapat menikmati kemuliaan tersebut. Setiap hari mereka duduk-duduk dan berkumpul meninggalkan pekerjaan sehingga akhirnya mereka kecewa karena Tuhan tidak datang. Rasul Paulus memperingatkan agar mereka tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan tetap berperilaku baik. Orang yang hidup dan mati dalam Kristus akan tetap dalam Kristus karena persekutuan dengan Kristus tidak dapat diputuskan, bahkan akan dibangkitkan bersama Dia (ayat 17-18). Bagaimana kita mempersiapkan diri menyongsong kedatangan Tuhan yang kedua?
1.    Kita harus tetap bekerja, memahami kehendakNya dan jadi saksi Kristus.
2.    Dalam diri orang percaya ada sifat kemandirian dan kasih kepada sesama.
3.    Hari kedatangan Tuhan yang kedua tak ada seorangpun yang tahu, hanya Allah yang tahu (Markus 13:32)
Bila panggilan tersebut datang tiba-tiba, jangan biarkan diri kita dalam keadaan tidak siap, hiduplah selalu dalam Kristus. (Sri)

 Kebangkitan adalah jaminan terakhir
dari kebenaran yang tidak dapat dihancurkan.
Minggu, 3 Desember 2017
Bacaan: 1 Korintus 1:3-9    |   Nyanyian : KJ 119
"Demikianlah kamu tidak kekurangan dalam suatu karuniapun. (Ayat 7)

Aku Punya Karunia
Mungkin kita sering mendengar suara merdu Grezia, seorang penyandang disabilitas yang bersuara merdu dan dapat memainkan piano. Lagu-lagunya sangat inspiratif, membawa pendengar untuk makin dekat kepada Tuhan Sang Pencipta. Apa yang dilakukan Grezia sungguh luar biasa di balik semua keterbatasan yang dia miliki. Ia tidak menyerah pada keterbatasan yang dia miliki, namun berusaha dengan segenap daya mengatasi keterbatasannya dan kemudian mengolahnya untuk tetap menjadi saluran berkat bagi sesama.
Ini adalah sebuah aura positif yang pantas untuk kita teladani. Seringkali kita terbelenggu pada kekurangan-kekurangan yang kita miliki sehingga kita tak mampu melihat bahwa sesungguhnya kita juga memiliki kelebihan. Karena belenggu inilah kita merasa bahwa kekurangan kita adalah hambatan untuk maju dan bersaing. Pada akhirnya belenggu ini menghambat kita untuk membangun kehidupan yang berkualitas.
Mestinya kita harus mencoba untuk melihat dengan rasa optimis bahwa sekalipun kita memiliki kekurangan namun kita juga memiliki kelebihan. Dan kelebihan itu walaupun tidaklah besar namun tetap bermanfaat jika kita gunakan dengan semangat dan totalitas yang besar.
Moment menjelang perayaan Natal adalah moment yang tepat untuk melakukan “explorasi” (penggalian) diri. Libatkanlah diri kita secara aktif untuk mempersiapkan kedatangan Tuhan Yesus ke dunia yang kita peringati sebagai Natal. Bergabunglah bersama banyak orang untuk menggemakan sukacita Natal kepada setiap orang melalui karunia yang kita miliki. Jangan biarkan diri sendiri diam sementara ada banyak orang sibuk dalam mempersiapkan perayaan Natal. Dekat dan bergabunglah dengan mereka. Biarkan diri kita melebur dalam pelbagai kegiatan pelayanan menyambut Natal.
Ini adalah sebuah cara untuk menyambut Natal dan menerbitkan sukacita Natal dalam hidup kita. Dengan hati yang penuh sukacita, kita akan melihat dengan sesungguhnya, betapa banyak karunia yang kita miliki di balik beberapa kelemahan yang ada pada diri kita. (Oka)

"Hati yang penuh sukacita, membantu kita untuk menemukan banyaknya karunia dibanding kelemahan diri.


Selasa, 5 Desember 2017
Bacaan: Wahyu 18:1-10   |   Nyanyian: KJ 392
“Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya.”  (ay.4)

PULANG ATAU PERGI?
Semalam bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu
Aku pun sadari, ku segera berlari
Reff:      Cepat pulang, cepat kembali, jangan pergi lagi.
Firasatku ingin kau ‘tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi.
Ini adalah penggalan lirik dari lagu berjudul Firasat, yang diciptakan oleh Dewi Lestari dan dinyanyikan oleh Marcell. Lagu ini menggambarkan rasa kesendirian dan kesepian syahdu yang bermuara pada kerinduan yang dalam kepada sang kekasih hati. Hanya satu hal yang diinginkan, kekasihnya pulang dan tak pergi lagi. 
Pulang selalu menjadi sesuatu yang membuat nyaman, baik bagi orang yang ditunggu maupun yang menunggu. Namun, hal yang berbeda disampaikan Yohanes si Pelihat dalam bacaan kita. Dalam penglihatan apokaliptisnya, ia justru menasehatkan para orang percaya untuk pergi dan bukannya pulang. “Pergi” selalu mengandung dimensi keluar dari zona aman dan nyaman kita. “Pergi” selalu bermakna meninggalkan sesuatu yang sudah biasa dan sudah akrab. Karena itulah, “pergi” menjadi lebih sulit ketimbang “pulang”. Tapi sekali lagi, Tuhan justru meminta kita untuk “pergi”. Itu berarti bahwa kita diminta untuk keluar dari zona nyaman dan aman yang selama ini kita nikmati. Perintah untuk pergi berarti kita diminta untuk tak cukup puas berkutat pada diri sendiri. Kita diperintahkan untuk hidup dengan dinamis dan hidup dengan memberi dampak positi bagi lebih banyak orang. Kita dikehendaki untuk pergi menjadi berkatNya bagi semua ciptaanNya.
Pulang selalu menyenangkan. Tapi hari ini mari kita ingat, bahwa sebelum benar-benar “pulang” pada saatnya nanti (meninggal dunia), kita diutus untuk pergi. Pergi untuk menjadi berkat dan membawa maslahat. Jadi, pergilaaahhh.... (Rhe)

“Segala sesuatu tak akan kembali, jika tak pernah pergi.”





Kamis,  07 Desember 2017.
Bacaan: Hosea 6:1-6   I   Nyanyian KJ 87:1,2,3.
“Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal Tuhan” (ayat 3a).

“Mengenal Tuhan Allah”
Hari ini merupakan bagian dari Masa Advent. Advent (Bahasa Latin: Adventus) artinya “Kedatangan. Istilah ini umum dipakai pada jaman Imperium Romawi, di mana istilah ini digunakan untuk menyambut kedatangan kaisar bagaikan dewa yang dielu-elukan. Lalu kata “Advent“ dipakai oleh para pengikut Kristus untuk menyatakan bahwa Kristuslah Raja dan Tuhan sejati. Masa Advent adalah persiapan sebelum Natal, untuk menghayati kedatangan Kristus, Raja dan Tuhan sampai akhir zaman.
Apakah bisa kita menyambut dengan penuh antusias bahkan mengelu-elukan seseorang jika kita tidak mengenalnya dengan baik?
Kita belajar dari umat Allah di jaman Hosea. Sikap sombong dan merasa tahu membuahkan penyesalan tidak murni/ tulus, sebab mereka tidak mengenali seberapa dalamnya dosa-dosa mereka. Mereka tidak berbalik dari ilah-ilah/ dewa-dewa dan menyesali dosa-dosa mereka, atau berjanji membuat perubahan-perubahan. Mereka berpikir bahwa kemarahan Allah hanya sebentar saja; sedikit yang mereka tahu bahwa bangsa mereka akan segera diambil ke pembuangan. Umat Israel berminat kepada Allah hanya untuk keuntungan materi dan mereka tidak menilai keuntungan kekal buah ketaatan dan ibadah mereka kepada-Nya.
Allah menunjukkan bahwa kesetiaan umat, seperti awan dan embun, dengan mudah menguap dan tidak memiliki substansi/ hakekat. Ucapan percaya dilakukan tanpa kesetiaan yang dalam dan tulus hati.
Ritual keagamaan dapat menolong manusia untuk mengerti Allah dan menutrisi (memberi makanan) bagi hubungan manusia dengan-Nya. Untuk itulah, mengapa Allah mengadakan sunat dan sistem upacara korban dalam Perjanjian Lama serta baptisan dan Perjamuan Tuhan dalam Perjanjian Baru. Ingat, sebuah ritual keagamaan sungguh menolong hanya jika dibawakan dengan sikap kasih dan ketaatan kepada Allah. Jika hati seseorang jauh dari Allah, ritual akan menjadi hal kosong. Allah tidak ingin ritual-ritual Israel dan Ia ingin hati mereka, juga hati anda! Amin. (Esha)

 “Selamat berbahagia negeri yang memiliki-Nya!


Sabtu, 09 Desember 2017
Bacaan : Markus 11:27-33     |     Nyanyian : KJ 280
Lalu mereka menjawab Yesus: "Kami tidak tahu." Maka kata Yesus kepada mereka: "Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu." (ayat 33)

“KAMI TIDAK TAHU”
Seseorang bisa menipu diri sendiri dengan menolak mempercayai hal-hal yang benar dan lebih memilih untuk mempercayai apa yang ingin dipercayainya tanpa mau menyadarinya. Mereka tidak memiliki kekuatan yang cukup secara psikologis untuk mengakui kebenaran dan berurusan dengan konsekuensi yang akan terjadi.
Itulah yang terjadi dengan imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua bangsa Yahudi. Para petinggi keagamaan tersebut mempertanyakan otoritas Tuhan Yesus dengan maksud untuk menjerat Dia, mempersalahkan Dia di hadapan publik, dan dengan demikian, mereka mempunyai alasan untuk menangkap Dia.
Namun Tuhan Yesus tahu pikiran jahat mereka, maka Ia menanggapi pertanyaan pancingan mereka dengan pertanyaan lain tentang baptisan Yohanes untuk mengungkap motivasi mereka yang sebenarnya. Mereka tak berani menjawab meskipun mereka tahu bahwa baptisan Yohanes dari sorga karena mereka tak percaya. Jawaban ‘kami tidak tahu’ akhirnya muncul dari mulut mereka ketika dikejar perihal kebohongan atau permainan sandiwara  mereka sendiri.
Banyak juga orang Kristen masa kini yang meragukan dan mempertanyakan kuasa dan otoritas Tuhan Yesus ketika bertemu masalah dalam hidupnya. Bahkan beralih kepercayaan karena meragukan kuasa mutlak Tuhan Yesus. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita yakin bahwa Tuhan Yesus berotoritas menguatkan, menghibur, menolong dan memulihkan kita? Percayakah kita pada kuasa Tuhan Yesus yang sudah terbukti dapat mengalahkan Iblis, menyembuhkan orang kusta, mengampuni dosa, meredakan angin ribut, memberi makan ribuan orang dan banyak lagi yang lain? Kiranya Tuhan meneguhkan iman kita. [Retno]
“Ada orang yang menuntut kuasa demi kebenaran,
padahal kebenaran sendiri adalah kuasa yang tertinggi."






11 Desember 2017
Bacaan: Kisah Para Rasul 2:37-40  |   Nyanyian: KJ 29:1,3.
“Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu.”  (ay.39)

ALASAN
“Mengapa ingin masuk Teologi?” Ini adalah pertanyaan yang sangat tidak asing bagi para mahasiswa teologi atau para pendeta. Di awal perjalanan untuk menjadi Pendeta, seseorang pasti bolak-balik diminta menjelaskan alasannya, mengapa ia mau sekolah teologi atau mengapa ia ingin jadi Pendeta. Seingat saya, pertanyaan ini diajukan pertama-tama oleh orangtua, lalu oleh Pendeta Jemaat, oleh tim penguji calon mahasiswa baru di kantor Majelis Agung dan masih ditanyakan berulang-ulang oleh para dosen di Fakultas Teologi. Saya pernah dengan sangat mudah menjawabnya, namun di saat lain pertanyaan itu menjadi hampir mustahil dijawab. Alasan menjadi hal penting, karena alasan menjadi motivasi dasar seseorang melakukan sesuatu.
Menariknya, alasan menjadi tak penting bagi Allah. Melalui khotbah Petrus, kita bisa melihat bahwa Tuhan menyediakan janji tentang pengampunan dan karunia Roh Kudus bagi semua orang yang bersedia bertobat (ay.9). Tidak ada alasan lain. Jadi, setiap kita dipilih bukan karena alasan tertentu, bukan karena kekayaan, kekuatan atau kepandaian, tapi karena kemauan untuk bertobat. Bagi Allah, alasanNya memberikan anugerah kepada seseorang tak penting. Yang jadi kunci anugerah hanya kemauan untuk bertobat. Hari ini kita berada dalam GKJW yang telah 87 tahun dipakai Tuhan mewartakan janjiNya. GKJW disertaiNya selama ini, bukan karena alasan banyak uang atau banyak SDM, tapi semata karena kemauan untuk terus bertobat dan beroleh anugerah. Kita yang adalah bagian dari GKJW, juga bukan karena kebetulan, tapi karena setiap kita dipilih karena anugerah.
Kita adalah GKJW dan GKJW adalah kita. Karena itu, mari kita belajar untuk menyadari keterpilihan kita untuk menerima janjiNya dan mari kita belajar untuk selalu bertobat. Bertobat adalah berubah. Berubah pikirannya dan berubah juga tindakannya. Jangan bar tobat kumat! Selamat ulang tahun ke-87 untuk kita. (Rhe)

“Bertobat adalah perubahan pikiran sekaligus tindakan.”
(William Barclay)




Rabu, 13 Desember 2017
Bacaan: Lukas 1:5-17 |   Nyanyian : KJ 426.
"...ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagiNya." (ay. 18)

PERINTIS
Anak adalah dambaan sebuah keluarga karena anak akan menjadi penerus dan pewaris keluarga. Menurut kepercayaan Yahudi perkawinan tanpa dikaruniai anak adalah aib dan merupakan hukuman Tuhan. Demikianlah yang dialami Zakaria dan istrinya, Elizabet, yang sampai tua belum mempunyai anak. Meskipun kecewa, sebagai nabi, Zakaria tidak pernah berhenti melayani Tuhan dan berdoa terus-menerus kepada Tuhan. Doanya dijawab melalui malaikat yang mengabarkan bahwa ia akan memiliki anak yang harus diberi nama “Yohanes” yang berarti Tuhan menyayangi. Zakaria dan Elizabet merasa ragu akan khabar tersebut karena merasa sudah tua sehingga tidak mungkin memiliki anak. Karena keraguan tersebut maka Zakaria tidak bisa bicara sampai Yohanes lahir.
Peristiwa ini sesuai dengan nubuat nabi tentang utusan yang mendahului Mesias. Hanya Yohanes yang menjadi perintis jalan Mesias dan diperbolehkan melakukan pembabtisan yang memeteraikan pengampunan dosa. Jadi Yohanes yang bertugas mempersiapkan umat yang layak bagi Tuhan.
Peristiwa-peristiwa tersebut memberi pelajaran bagi kita bahwa:
1.    Tuhan akan mendengar doa dan melihat ketekunan kita dan Tuhan akan berkarya sesuai rencanaNya yang luar biasa di luar akal manusia.
2.    Apabila kita tidak dapat mengenal jalan Tuhan dan dilanda keraguan, datanglah berdoa kepada Tuhan dan minta petunjuk kepadaNya.
3.    Jangan mudah kecewa, tetapi selalu bersyukur dalam keadaan apapun.
Marilah kita menyadari bahwa pada saat sekarang kita juga dipanggil menjadi perintis-perintis dalam pelayanan dan kegiatan keluarga, gereja maupun bangsa dan negara bagi generasi mendatang yang baik. (Sri)

Tuhan itu baik dan berdaulat memberikan berkat
dan karuniaNya kepada siapapun yang Dia kehendaki.



Jumat, 15 Desember 2017
Bacaan: Mazmur 126    |   Nyanyian: KJ 429
“Orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan sorak-sorai.” (ay. 5)

Kami tidak hanya berdoa, Tuhan.

Kami tidak hanya bisa berdoa kepadaMu, ya Tuhan, meminta agar kelaparan diakhiri. Sebab Kau telah memberikan kepada kami sumber makanan yang akan mengisi seluruh isi dunia jika kami menggunakannya dengan bijaksana.
Kami tidak hanya bisa berdoa kepadaMU, Ya Tuhan, meminta agar kesengsaraan diakhiri. Sebab Kau telah memberikan kekuatan kepada kami untuk membongkar segala gubuk dan membangun harapan jika kami bisa memakainya dengan adil.
Karena itu, kami berdoa kepadaMu ya Tuhan, berikan kami kekuatan, tekad dan hasrat untuk berbuat bukan hanya untuk berdoa. Untuk menjadi sesuatu, bukan hanya untuk mengharapkan sesuatu.”
Jak Reimer–Likrat Shabbat
Seperti dikutip oleh Harold S. Kushner, 
When Bad Things Happen to Good People, hlm. 138
Cuplikan doa ini kembali mengingatkan kita bahwa penting mengimani bahwa sebuah doa besar kuasanya. Namun, perbuatan, usaha dan kerja keraspun mengambil porsi dalam pencapaian sebuah hasil akhir. Sering kali kita terlena, sehingga menganggap bahwa doa merupakan satu-satunya senjata. Tetapi Mazmur mengingatkan bahwa menuai dengan sorak-sorai perlu dimulai dan disertai bukan hanya dengan menabur sekedarnya, melainkan menabur dengan mencucurkan air mata. Artinya, berdoa dan berusaha itu harus disertai daya tahan untuk menderita.
Ada banyak pencapaian cita-cita dan harapan dalam kehidupan kita. Tuhan mengajak kita menjadi pekerja yang gigih, pantang menyerah, mendayagunakan semua talenta yang Tuhan berikan dengan dilandasi kepasrahan dalam doa.  [Ardien]
               
“Kami ingin melakukan lebih dari sekedar doa, yakni juga berusaha.”



Minggu, 17 Desember 2017.
Bacaan: Yesaya 61:1-4, 8-11      I      Nyanyian: KJ.87: 1,2.
“Sebab Aku, TUHAN, mencintai hukum dan membenci perampasan dan kecurangan…” (ayat  8 )

KEADILAN DAN KESELAMATAN
Alkitab Perjanjian Lama banyak sekali mengisahkan tentang hukuman-hukuman yang dialami oleh bangsa Israel. Hukuman-hukuman bagi bangsa Israel berlaku dalam  berbagai  bentuk, misalnya: dikalahkan musuh, dikuasai oleh raja yang lalim, dibuang ke negeri asing. Hukuman-hukuman tersebut dijatuhkan bukan tanpa sebab. Hukuman yang diterima sebenarnya merupakan konsekwensi perbuatan bangsa Israel itu sendiri.
Meskipun bangsa Israel seringkali dihukum, namun Tuhan tidak membiarkan bangsa itu terus menderita. Melalui para nabi, Tuhan juga mengabarkan pembebasan dan penyelamatan bagi bangsa Israel. Pesan nabi Yesaya dalam bacaan ini merupakan salah satu pesan yang berisi kabar selamat sebagai pengharapan bagi bangsa Israel yang sedang mengalami situasi yang sangat berat. Bertahun-tahun mereka dijajah dan dibuang ke negeri asing. Mereka merindukan pembebasan dan Tuhan memberi mereka harapan. Harapan itu berisi kabar baik untuk yang sengsara; perawatan untuk orang yang remuk hati; pembebasan bagi yang ditawan; penghiburan bagi yang berkabung; perhiasan kepala (simbol kemegahan) sebagai ganti abu (simbol keprihatinan); pembangunan kembali kota-kota yang hancur (ayat 1-4). Kabar selamat yang disampaikan sungguh memberi harapan bagi bangsa Israel.
Selain kabar selamat sebagai pengharapan, ada hal penting yang harus juga diperhatikan oleh umat. Disebutkan dalam rangkaian kabar keselamatan itu bahwa Tuhan mencintai hukum, membenci perampasan dan kecurangan. Artinya Tuhan mencintai tindakan-tindakan yang berkeadilan. Keselamatan bagi bangsa Israel berkait erat dengan pemberlakuan tindakan-tindakan berkeadilan dalam kehidupan bangsa tersebut.
Dalam kenyataan, melakukan keadilan bukanlah persoalan yang mudah. Apalagi kalau upaya melakukan tindakan-tindakan berkeadilan tersebut tidak didukung oleh sekitar. Diperlukan keberanian dan kebijaksanaan untuk memberlakukannya. Namun siapapun yang melakukan keadilan, ia akan selamat lahir batin. Keadilan yang diberlakukan dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat akan mewujudkan keselamatan bagi bangsa. (Dn)
“Keadilan itu menyejahterakan semua orang.”

Selasa, 19 Desember 2017
Bacaan: 2 Raja-raja 2:9-22    |   Nyanyian: KJ 350
“Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari roh-mu.” (ay.9)

Botol Kosong

Ada banyak alasan yang menjadikan kita sampai pada kesimpulan bahwa saya dan saudara merasakan dan menerima berkat Tuhan. Berkat yang disediakan bagi kita selalu ada mulai dari pagi hari ketika kita membuka mata, hingga malam hari ketika kita menutup hari dan beristirahat. Mulai hari Senin hingga Minggu, sepanjang hari, sepanjang hidup. Seumpama sebuah botol kosong, maka berkat-berkat akan terus ada di sepanjang hidup kita akan mengisi botol kosong tersebut dan semakin memenuhinya.
Kita selalu memiliki pilihan dalam menyikapi berkat tersebut. Kita bersyukur ataukah kita menjadi terlena? Kita menerimanya dan menyimpannya, hingga memenuhi ataukah bahkan menjadi mubazir karena membiarkannya tumpah tanpa faedah? Ataukah kita belajar melalui semangat dan penghayatan Elisa dalam menjadikan berkat sebagai bagian dari gaya hidupnya?
Elisa meminta kepada Elia supaya dia mendapat dua bagian dari roh Elia sebelum Elia terangkat ke sorga. Dan rupanya karena Elisa mampu melihat Elia terangkat ke sorga, maka keinginan itupun terlaksana. Sesaat sesudah berkat itu diterima, Elisa dihadapkan dengan kondisi kota Yerikho yang memiliki kwalitas air yang tidak baik sehingga di negeri tersebut sering ada keguguran bayi (ayat 19). Maka dimulailah misi Elisa menjadi perpanjangan sarana berkat dengan menyehatkan air di kota itu.
Botol berkat kehidupan kita pun senantiasa terisi dengan berkat-berkat Tuhan yang tidak berkesudahan. Ada begitu banyak kebaikan Tuhan yang kita imani senantiasa kita terima. Alangkah seimbangnya kehidupan kita apabila kita memiliki hati untuk menuangkan berkat Tuhan dalam botol kehidupan kita kepada orang lain agar orang lainpun merasakan kebaikan dan kasih Tuhan. Biarkanlah semangat dan roh Elisa pun hidup di hati kita agar kita dikuatkan untuk senantiasa mengisi botol-botol kosong orang lain. [Ardien]
               
Isilah botol kehidupan orang lain dengan cinta kasih serta sikap yang meneguhkan kehidupan!



Sabtu,  18 Nopember 2017.
Bacaan: Matius 12:43-45   I   Pamuji: KPK 148:1,2,3. 
“Dhemit mau banjur lunga ngajak dhemit pepitu liyane kang luwih ala katimbang dheweke, tumuli padha lumebu sarta manggon ana ing kono. Wekasan wong mau alane ngluwihi sing uwis. Mangkono uga bakal kadadeyane jinis kang ala iki.” (ayat 45)

OMAH SUWUNG
Nalika liwat ing sangajengipun griya ingkang suwung, napa malih yen ketingal peteng dhedhet, biasanipun tiyang badhe rumaos ajrih, sakmbotenipun rumaos merinding. “Aja liwat omah suwung kuwi, akeh dhemite,” mekaten celathunipun tiyang-tiyang bab griya ingkang suwung, griya ingkang mboten dipun panggeni tiyang. Tiyang Jawi gadhah pemanggih bilih griya ingkang suwung punika dados papan panggenan ingkang sekeca kangge para dhemit. Griya ingkang suwung punika biasanipun gampil risak, sanajan kwalitas bangunanipun ketingal sae. Temahan dados rubuh.
Pasemon punika sejatosipun dipun tujokaken dhateng para ahli Taurat lan tiyang Farisi ingkang saweg nyuwun tandha dhateng Gusti Yesus (bdk. Ay.38). Gusti Yesus pirsa bilih sanajan para ahli Taurat lan Farisi punika secara tata lair ketingal sae, agamis, mursid/ saleh, lsp, nanging sejatosipun ing manahipun kadya griya/ omah ingkang suwung. Sanajan ketingal sae, nanging sangsaya dangu badhe sangsaya risak, mila kawontenanipun badhe awon.
Badan lan gesang kita punika ugi padaleman kangge roh kita piyambak. Ananging ugi saged kadunungan dening rohing pepeteng. Nalika sampun kapanjingan rohing pepeteng, tiyang saged nggadhahi pamanggih ingkang awon, malah saged ugi dados saya awon kadosdene pasemon ing waosan kita.
Ananging benten kaliyan tiyang ingkang mbikak manahipun supados Sang Roh Suci dedalem wonten ing salebeting manah. Mila gesangipun boten kados griya/ omah ingkang suwung, krana wonten Gusti Allah piyambak ingkang dedalem, ingkang ngreksa, temahan gesang dados santosa, kiniyataken ing bab kayekten lan kebak ing kawicaksanan.
Wonten kalih perkawis ingkang njalari gesang kita saged santosa, sepisan kabangun adhedasar ing Sang Kristus minangka pondhasinipun. Ingkang kaping kalih, inggih nalika Gusti Allah piyambak ingkang dedalem ing gesang kita.

 “Dadia padalemane Allah!
Senin, 20 Nopember 2017
Waosan : Jabur (Mazmur) 9: 1-14   |   Pamuji: KPK 28: 1,2,3
“Kawula badhe bingah-bingah sarta asumyak-sumyak awit saking Paduka, Asma Paduka kawula puji klayan masmur, dhuh Gusti kang Mahaluhur” (ay.2)

MEMUJI KI MBOK SING TENANAN!
Sapunika kathah nem-neman greja ingkang remen memuji asmanipun Gusti kanthi pujian pop rohani. Punapa punika klintu? Tamtu boten. Nanging wonten pitakenan ageng ingkang kedah kita wangsuli: kenging punapa ing antawis kita remen memuji ngange pujian pop rohani tinimbang pujian ingkang wonten greja kita? Umumipun kita punika ngraosaken lagu pop rohani langkung gampil dipunsinaoni, musik lan arragementipun eca, lan lagu punika ugi mresep ing manah. Kados pundi kaliyan pujian kita? Punapa boten gampil dipunsinaoni, boten dipunarragement kanthi sae, lan punapa boten saged ndudut ati?
Lagu pujian tamtu boten angger dipun damel dening pengarangipun. Lagu dados wujuding refleksi pengarangipun karana ngrasoaken kaeraman tumrap kuwaosipun Gusti, pitulunganipun Gusti, lsp. Anggenipun milih nada lan tembung tamtu kanthi manah ingkang lebet.
Kitab Jabur menika minangka masmur pujian ingkang kalairaken dening Dawud, karana saestu ngraosaken pakaryanipun Allah ing gesangipun. Sedaya saestu ngemu teges lan pengaken ingkang tulus, malah karaos endah menawi anggenipun memuji ngginakaken raosing manah kangge kaluhuranipun Allah. Kumandhanging kala sangka, clempung, slukat, terbang, suling, kecer kang kemerincing, malah ugi kanthi jejogedan sansaya nyampurnakaken endahing pepujian punika konjuk ngarsanipun Gusti.
Memuji tamtu perkawis ingkang gampil tumrap kita tiyang Kristen. Pepujian Kristen saestu lebet sanget maknanipun tumrap gesang iman kapitadosan kita. Nanging kados pundi pepujian ingkang kita unjukaken boten namung ala kadarnya, nanging ugi saged ndudut ati nggigah manah? Mangga pepujian punika kita cawisaken saestu, arragement ingkang cocok, ketukan ingkang pas, kanthi langkung rumiyin mangertos punika ingkang dipunpikajengaken lagu punika. Supados pepujian ingkang kita pujekaken dados berkah kangge kita ingkang memuji lan kangge sedhengah tiyang ingkang mirengaken. [PKS]

“Asma Paduka kawula puji klayan KJ, KPK, KPJ, Kidung Kontekstual,  dhuh Gusti kang Mahaluhur.”


Rabu, 22 Nopember 2017
Waosan : Ayub 16: 1 – 21           |     Pamuji: KPK  121: 1, 3
“Sanadyan aku dipoyoki dening mitra-mitraku nanging kalawan nangis
 mripatku tumenga marang Gusti Allah...” (Ay. 20)

SESAMBAT DHUMATENG GUSTI
Manungsa gesang tamtu ngadhepi mawarni-warni masalah ing gesangipun. Kados masalah ekonomi, bebrayatan, pendamelan, lsp. Tiyang ingkang ngadhepi masalah ekonomi sambat bilih gajinipun boten cekap kangge kabetahan sadinten-dinten. Tiyang ingkang ngadhepi masalah bebrayatan sambat bilih semahipun asring tumindak kasar dhateng piyambakipun, lsp. Tiyang ingkang ngadhepi masalah pendamelan sambat ewetipun pados pendamelan ingkang sae lan cocok. Ingkang sampun nyambut damel ugi sambat awrating pendamelanipun, kados-kados boten nate wonten preinipun. Menawi manungsa sambat menika nedahaken bilih kawontenaning manungsa menika wonten watesipun, kakiyatanipun menika winates.
Ayub anggenipun ngadhepi kasangsaran nate sambat dhateng Gusti Allah. Ayub ingkang waunipun dipun berkahi sarana raja brana ingkang kathah, semah lan putra-putri ingkang rukun. Sedaya kalawau sirna. Sedaya bandha donyanipun telas, putra-putrinipun pejah, semah lan rencangipun sami ndakwa piyambakipun lepat. Ayub ugi nampi penyakit ingkang sanget. Ayub sesambat dhumateng Gusti Allah. Senadyan nampi pacoben ingkang awrat menika, Ayub tetep setya dhateng Gusti, pangakenipun, “sanadyan aku dipoyoki dening mitra-mitraku nanging kalawan nangis mripatku tumenga marang Gusti Allah.” Pangaken menika nedahaken bilih Ayub tetep pitados lan setya dhateng Gusti.
Anggen kita ngadhepi masalah benten-benten, wonten ingkang kiyat ngadhepi sanggining gesang, nanging wonten ingkang semplah. Pramila boten nggumunaken bilih kathah tiyang ingkang sami sesambat. Kados dene Ayub ingkang tansah mandeng dhateng Gusti, mangga kita tansah mandeng Gusti Allah kemawon. Bilih kita rumaos awrat mikul sanggining gesang, lan sambat tumraping kawontenan gesang menika, mangga kita nyuwun kakiyatan lan pitulungan dhateng Gusti. Sacara kamanungsa, kita kawates, ringkih lan asring sesambat. Ananing sarana iman kapitadosan dhateng Gusti Yesus, kita dipun paringi kakiyatan lan pitulungan. Pramila mangga kita tansah nyelak dhateng Gusti ingkang dados sumbering kekiyatan.  (AR)
“Dhuh Gusti, kawula pinaringana kakiyatan nyanggi momotaning gesang!”
Jumat, 24 Nopember 2017,
Waosan: 1 Babad (Tawarikh) 17 : 1-15      |     Pamuji: KPJ  421
“Sabanjure Ingsun bakal nyantosakake dheweke ana ing padalemaningSun lan ana ing karajaningSun kanggo ing salawas-lawase, sarta dhampare bakal santosa ing salawas-lawase.” (ayat 14)

URIPKU PINDHA PANGIDUNG
Wonten ingkang kasemsem kaliyan Prabu Dawud minangka sumber inspirasi gesangipun. Putra ragil Isai menika kados dipun sisihaken dening kulawarga, kadadosaken juru pangon menda ing ara-ara lan awis-awis saged nedha sesarengan kaliyan bapa-biyung lan sadherek sanesipun. Mbokmenawi kulawarga rumaos lingsem, krana dedege/ pawakane benten kaliyan sadherek sanesipun, saged diragukan bibit/ trahipun. Nadyan jinebadan jumeneng raja Israel, prejenganing Dawud taksih kados seniman: mboten kerumat, juru pangon nyandhang harpa, remen nulis lagu, cekelane tepil. Bibar ngawonaken yaksa Goliat, piyambakipun dipunmantu dening Raja Saul, nanging namung sawetawis wekdal. Awit kedah nglembara malih, karana diarah patine dening maratsepuh ingkang rumaos disaingi. Ewasamanten Dawud tetep pitados ing Gusti, setya ing marginipun lan ngabekti dhateng Allah ingkang mranata gesangipun. Nalika dados raja Israel piyambakipun nate kecalan putra alit, putrinipun karudapeksa, putranipun sanes badhe nyedani lan nundhung saking kalenggahanipun. Atas sedaya perkawis menika Dawud tetep dados pahlawan Israel, unggul ing paprangan lan kagungan putra, Suleman, ingkang yasa padaleman suci. Sedaya pengalaman iman menika kalairaken ing pandonga ingkang sinebut Jabur. Ing Jabur, Prabu Dawud nglairaken kejujuran, ikhlas, kuwuring ati, lembahing manah, ngoronging nyawa dhateng Allah. Piyambakipun mboten lingsem ngakeni kalepatan, karingkihan, kumandelipun dhateng Gusti. Punapa ingkang dipun alami, dipun raos-raosaken, dados kekidungan elok lan sampurna.
Kita gadhah kidung rohani ingkang elok ing sajroning batin. Swanten kita anggenipun menyanyi saged kepireng blero (fals), gaya kita memuji monoton, ananging menika mboten ndadosaken kita kendel nglairaken pamuji ing ngarsanipun Allah. Awit Panjenenganipun mirsani lampahing gesang kita pindha kidung selaras kaliyan kekidungan swarga. Amin. [Yusak]

“Kekidungan mratelakake agunging katresnan lan pakaryaning Allah.”





Minggu, 26 Nopember 2017
Waosan: Jabur (Mazmur) 95: 1-7    I   Pamuji: KPK 57: 3, 4.
“Ayo padha tumungkul sujud, padha jèngkèng ing ngarsané Allah kang nitahaké kita. Sebab Panjenengané iku Allah kita, kita padha umat ngèn-ngènané, wedhus rèh-rèhané astané.” (ayat 6-7a)

PANGEREHING URIP
Menapa ingkang kita ripta utawi kita damel -mliginipun satunggaling model barang- dados kagadhahan kita. Kejawi menawi barang menika lajeng kita sade utawi kita aturaken dhateng tiyang sanes; barang menika badhe dados kagunganipun tiyang sanes. Ewasamanten, modelipun tetep dados gadhahan kita, hak ciptanipun tetep wonten ing tangan kita.
Kita menika katitahaken dening Gusti Allah. Panjenenganipun boten nate nyade utawi maringaken kita dhateng sintena kemawon. Pramila saking menika, kita lan saranduning gesang kita menika dados kagunganipun Gusti Allah pribadi. Ingkang dados kagunganipun Gusti Allah menika boten namung kita manungsa, nanging sedaya ingkang katitahaken dening Panjenenganipun ugi dados kagunganipun, kados ta: seganten, dharatan, gunung, jurang lan sedaya isining bumi.
Kita kedahipun remen dados kagunganipun Allah. Awit Panjenenganipun menika maha luhur, pangayomaning gesang, kagungan samukawis ingkang kita betahaken. Allah menika Pangen ingkang utami. Panjenenganipun ugi ingkang jumeneng Pangerehing gesang kita. Sedaya menika ateges bilih kita boten prelu nguwatosaken gesang kita, boten prelu nguwatosaken menapaa kemawon kabetahan kita. Kita namung prelu ngayom dhumateng Panjenenganipun sarta manut mituhu dhateng pangerehipun.
Sumangga kita ngakeni bilih nyatanipun kita asring ndhaku gesang kita menika dados gadhahan kita piyambak. Kita asring boten manut pangerehipun, kita nuruti pikajeng kita pribadi, kita asring tumindak lepat, awit kita menika winates. Temahanipun, kita asring ngalami pakewed lan was sumelang, malah kasangsaran, sabab kita menika ringkih. Menawi kita tansah ngayom lan manut dhateng pangerehipun Gusti Allah, kita tamtu badhe tansah ngalami ayeming manah. [st]
“Dhuh Allah, dhumateng Paduka kemawon kawula ngayom lan manut.”




Selasa, 28 Nopember 2017
Wasosan: Ester 8: 3 – 17    I     Pamuji KPK 85: 1,2
“Amargi kadospundi anggen kawula badhe tegel ningali bilai ingkang badhe ndhawahi bangsa kawula? Kadospundi anggen kawula badhe tegel ningali tumpesipun sanak sadherek kawula?” (ayat 6)

LUHURING BUDI
Wonten paribasan: kacang lali kulite. Paribasan menika nggambaraken tiyang ingkang sampun sekeca gesangipun lajeng kesupen dhateng asal usulipun; kere munggah bale. Nggadhahi watek adigang, adigung, adiguna, sapa sira sapa ingsun, dados sombong, kumawasa, kados boten betah tiyang sanes.
Kacariyosaken Sang Haman ingkang nggadhahi rancangan mejahi sedaya tiyang Yaudi. Bab menika sampun kaundangaken dhateng sedaya tlatah krajanipun Ahasyweros lan boten saged dipun batalaken. Pramila Sang Prameswari Ester, nyuwun kanthi adhap asoring manah dhateng Sang Prabu Ahasyweros supados ngwedalaken surat prentah, ingkang wosipun nyeled (menarik ) menapa ingkang sampun kaundangaken nalika zamanipun Haman.
Ester Sang Prameswari, senadyan sampun dados priyantun ingkang sarwi kacekapan gesangipun, kejen keringan, ewasemanten tansah kengetan dhateng bangsanipun, taksih kengetan dhateng asal usulipun, taksih nggadhahi raos empati, setiakawan, nggadhahi budi ingkang luhur kangge nindakaken timbalanipun Gusti, nresnani dhateng sesami kados dhateng badanipun piyambak. Ester boten namung menggalih dhirinipun priyangga, anaging ugi dhateng sesaminipun langkung-langkung bangsanipun, bangsa ingkang dados asal-usulipun. Ester boten tegel ningali bilai ingkang tumempuh dhateng bangsanipun (bangsa Yahudi), Ester boten tegel mirsani sanak-sadherekipun sami tumpes. Ester menika saestu nggadhahi bebudhen ingkang luhur sanget. Ester ugi dados pirantos tiyang-tiyang ing negari ngriku sami manjing dados Yahudi (dados proselit-proselit), ngugemi Agami Yahudi.
Menapa kita ugi taksih anggadhahi bebudhen ingkang luhur kados Ester? Menapa kita sampun dados sarana tiyang sanes tepang lan pitados dhateng Gusti Yesus? Menapa malah kosokwangsulipun namung mikir badan kita piyambak lan boten maelu dhateng ngasanes? “Sing penting aku penak lan kepenak” temah ngucemaken Asmanipun Gusti?
Gusti nimbali kita supados kita dados Ester-Ester ing jaman samangke, jaman ingkang sampun dipun kwasani dewa-dewa materialis, individualis? (SS)
“Bangunen budimu dadi luhur!”

Kamis, 30 Nopember 2017
Waosan: Zakaria 13: 19 ;       |       Pamuji: KPK. 171: 1,3,KPJ 189: 1-3
”Kang sapratelon iku banjur Sunlebokake ing geni, Sunlebur patrape kaya mbesot mas; iku bakal nyebut AsmaninSun lan bakal Sun paringi wangsulan. Ingsun bakal ngandika: Iku umatingSun, sarta iku bakal padha munjuk: Pangeran Yehuwah punika Gusti Allah kawula." (ayat 9)

NGAKONI GUSTI ALLAH
Emas menika saged dados emas ingkang sae, karana anggenipun ngluluh ngantos peng-pengan. Semanten ugi menawi gegaman ingkang saged landhep inggih anggenipun ngesah gegaman menika kanthi saestu. Menawi manungsa anggenipun ngluluh utawi ngesah ingggih sarana perkawis-perkawis gesang ingkang kedah dipun alami.
Semanten ugi ingkang dipun lampahi Israel ingkang dados bangsa pilihan ngawontenaken pamratobat sesarengan, ngrumaosi lepat lan cecawis pasucen saking dosa. Sumber ingkang dipun bikak terus-terusan kangge ngimbah dosa  menika kados salah satunggaling kali ing taman Pirdus ingkang mili saking kithaning Allah. Awonipun bangsa menika -ing sawatawis wegdal- kedah kasebrataken kangge tandha pitobatipun. Margi kangge ngicali awonipun bangsa menika dipun cawisaken dening Gusti Allah kados sumbering toya pigesangan ingkang tansah mili kanthi lan-lanan.
Brahala ingkang dados njalari bangsa menika nglampahi awon. Pramila kanthi mekaten upacara pangumbahing dosa kedah dipun lampahi kangge nyingkiraken piawon menika. Anggenipun nglampahi upacara menika kados nglebur salaka dipun lebetaken geni, kados mbesut mas. Temah badhe nyebut Asmane Sang Yehuwah lan Sang Yehuwah paring wangsulan. Kanthi mekaten wonten sesambetan ingkang harmonis antawisipun ingkang sampun dipun lebur kalawau kaliyan Allahipun.
Mekaten ugi menawi ing jagad menika kita ngraoaken masalah ingkang boten wonten telasipun, kita kados mas ingkang dipun besot utawi selaka ingkang dipun lebur, temah kita rumaos mbetahaken Gusti lan salajengipun kita purun raket kaliyan Gusti. Menapa malih ing wegdal menika kita nyawisaken Bujana Suci mapag dinten rawuhipun Gusti, kita perlu ndadar manah lan pigesangan kita, temah pacawisan kita saged langkung jangkep. [Bpur]

“Gesang ing jagad, mesthi nglampahi kasangsaran supados langkung celak kaliyan Gusti.”

Sabtu, 2 Desember 2017
Waosan : Mikha 2: 1-13    |   Pamuji: KPK 46: 3, 4
“He Bani Yakub, apa bab iku kena dikandhakake? Apa Pangeran Yehuwah kurang sabar? Apa kaya ngene pandamele? PangandikaningSun iku rak becik tumrap wong kang laku bener?”  (ay.7)

Sing Bener Dilakoni Sing Luput Didohi
Wonten ibu ingkang wongsal-wangsul ngengetaken putra balitanipun, “Ndhuk, aja didemok, iku panas!” Karana anak kala wau rumaos penasaran kaliyan tela goreng ingkang nembe dipunentas ibunipun. Lare alit kala wau lajeng mbrangkang saya nyelak meja lan ngupados saged ngranggeh tela kala wau. Wusana anak kala wau nangis karana kaged tanganipun keslomot tela goreng ingkang taksih kemebul. Ibunipun nyelaki sarta mungel, “Lho iyo to keslomot... ibu lak wis ngomong yen tela iki panas”.
Perkawis sae lan awon, leres lan lepat, tamtu sampun dipun mangertosi dening para pandherekipun Gusti. Sampun wiwit alit ngantos dewasa sedaya paugeran, sedaya pitedah, sedaya karsanipun Gusti sampun dipun mangertosi lan dipun sinaoni. Kita mangertos sedaya pitedahipun Gusti badhe ngirid kita dhateng gesang ingkang sejati. Ananging kasunyatanipun, kita asring mbalela. Mboten sedaya pitedahipun Gusti ingkang sae kita tindakaken, dene perkawis ingkang cengkah kaliyan karsanipun Gusti malah asring kita terak.
Mbokmenawi sedaya kita lampahi karana kita rumaos kawratan nindakaken karsanipun Gusti. Mbokmenawi kita rumaos langkung entheng nindakaken perkawis ingkang cengkah kaliyan karsanipun Gusti. Utawi perkawis ingkang cengkah saking ngarsanipun Gusti punika sampun umum katindakaken dening kathah tiyang. Wis umum kok wong ora jujur, wis umum kok wong korupsi, wis umum kok wong sing nindakke ngene lan ngono.
Pitakenanipun Gusti tumrap bangsa Israel, ugi katujokaken tumrap kita sedaya. Sumangga kita mboten dados putranipun Gusti ingkang namung mangertos sae lan awon, leres lan lepat, ananging ugi mbudidaya nglampahi gesang utami kanthi tumemen. Sing bener dilakoni, sing luput didohi supados kita saestu pantes nampi berkahipun. [PKS]

Hasil tidak pernah mengkhianati proses.”



Senen, 4 Desember 2017
Waosan: Mikha 4: 1-5    I   Pamuji: KPK 130: 2,3.
"Saben bangsa ing bumi iki nyembah lan ngabekti marang déwané. Nanging kita bakal ngabekti marang Pangéran, Allah kita ing salawasé." (ayat 2)

DEWA NGANGLANG JAGAD
Ing jaman samangke menika kathah dewa ingkang nawani pekareman lan pemarem dhateng sedaya tiyang ingkang sami ngrasuk agami. Rupinipun dewa menika warni-warni. Wonten ingkang arupi padamelan, arupi arta, arupi bandha donya, arupi papan pariwisata, narkoba, minuman alkohol, teknologi informasi, lsp. Kathah tiyang agami ingkang kepencut lan ngabekti dhateng para “dewa” menika. Temah kathah ingkang boten ngabekti dhumateng Gusti ing papan pangibadah (greja utawi griya). Kathah ingkang langkung nengenaken padamelan, pados arta/ bandha, dolan, lsp. tinimbang ngabekti dhumateng Gusti.
Nabi Mikha meca bilih ing jaman wekasan samangke badhe kathah bangsa lan suku bangsa ingkang badhe sowan ngabekti dhumateng Gusti Allah. Kathah tiyang ingkang sowan mangabekti dhumateng Allah sami nampi pitedah saking pangandikanipun Allah, temah nyumerepi margi ingkang kedah dipun lampahi. Pramila saking menika, para bangsa lan suku bangsa menika tetekat badhe tetep ngabekti dhumateng Gusti Allah ing salaminipun, nadyan kathah ugi bangsa utawi tiyang ingkang ngabekti dhateng para dewa.
Kala wingi kita tamtu sowan mangabekti dhumateng Gusti Allah ing Padalemanipun, ing greja. Tamtu kita sampun mirengaken lan nampi dhawuh pangandikanipun Allah lan pitedah bab margi ingkang kedah kita lampahi. Pangandikanipun Allah lan pitedah menika boten namung kawartosaken ing greja, dinten Minggu kemawon, nanging malah saben dinten ing sadhengah papan lan mawi sarana warni-warni kita taksih saged nampi pangandikanipun Allah lan pitedah ingkang kedah kita lampahi. Saking ngriku tamtunipun samangke kita sampun mangertos menggah margi lan tumindak ingkang kedah kita lampahi.
Pramila, samangke sumangga kita tetekat tansah ngabekti namung dhumateng Gusti Allah. Para dewa sesembahanipun tiyang kathah sanesipun, mangga kita singkiri. Srana nglampahi margi pitedah pangandikanipun Allah, kita nyawisaken dhiri methuk rawuhipun Gusti Yesus. [st]

“Ati-ati, para dewa padha nganglang jagad!”



Rabu, 06 Desember 2017
Waosan : Lukas 21: 34 – 38      |    Pamuji: KPK  143: 1, 2
“Padha jaganen awakmu dhewe, atimu aja nganti kabotan dening pista gedhen lan mendem, tuwin dening kasusahaning ngaurip ...”  (Ay. 36)

WASPADA LAN JUMAGA
Kangge jagi amaning lingkungan biasanipun dipun wontenaken SISKAMLING (Sistem Keamanan Lingkungan). Ing pundi warga masyarakat sacara mandiri sami jagi lingkunganipun piyambak-piyambak supados aman saking piawon. Mekaten ugi bilih kita gatosaken lingkungan ing perkantoran, sekolah, bank, wonten petugas SATPAM ingkang jagi keamanan lingkunganipun. Kita boten mangertos kapan wancinipun tiyang sanes badhe tumindak piawon. Pramila kita perlu waspada supados kita aman.
Gusti Yesus ngendika dhateng para sakabat bilih dinten rawuhipun Putraning Manungsa ingkang kaping kalih boten wonten ingkang mangertos. Karana menika Gusti Yesus ngengetaken para sakabatipun supados tansah waspada lan jumaga. Panjenenganipun ngersakaken para sakabat sadar lan gesang kanthi leres. Sarana waspada lan jumaga, para sakabat kedah pitados dan nindakaken karsanipun Gusti, tansah ndedonga, nyuwun kakiyatan saking Gusti. Ndedonga masrahaken sedaya lampah gesangipun ing panganthi lan panuntunipun Gusti Allah.
Dhawuh pangandikanipun Gusti Yesus menika dados pangenget kita. Mangga kita ningali kawontenan gesang kita. Menapa ingkang sampun kita cawisaken kagem Gusti? Menapa kita sampun siap bilih Gusti Yesus rawuh? Kita kedah waspada lan jumaga. Waspada tumraping sedaya tumindak ingkang ndadosaken dosa. Waspada dhateng piwucal-piwucal nasar. Waspada saking sikap ingkang nguja hawa nepsu kemawon. Sikap tansah waspada ndadosaken kita langkung ngatos-atos nglampahi gesang sadinten-dinten. Prayogi kita tansah jumaga srana nyawisaken manah ingkang suci kagem Gusti. Jumaga srana nindakaken keleresan lan kabecikan ing tengahing brayat, pasamuwan lan ing pundia kemawon papan kita. Mangga sangsaya temen ndedonga dhumateng Gusti. Pandonga ingkang temen dhateng Gusti ndadosaken manah kita ayem lan tentrem. Senadyan kita ngadhepi pacoben lan rekaosing gesang, kita sangsaya rumaket nunggil kaliyan Gusti. Mangga kita tansah waspada lan jumaga, awit kita boten mangertos kapan Gusti rawuh malih. (AR)

“Wong waspada mangerti bebaya lan berkah kang bakal teka.”


Jumat, 8 Desember 2017
Waosan: Para Rasul 11: 19 – 26    |    Pamuji: KPK 156: 1-3, KPJ 441
 “Astaning Pangeran nunggil karo wong-wong mau, satemah akeh wong kang manjing pracaya, sarta padha mratobat marang Gusti.” (ayat 21)

PANGERAN NUNGGIL WONG PRACAYA 
Tantangan ingkang dipun adhepi ing lelampahaning gesang ingkang enggal menika maneka warni, tantangan saking njawi, ugi tantangan saking lebet. Kados cariyos ing waosan kita ingkang nyariyosaken pasamuwan non-Yahudi  wiwitan. Saestu sae menawi rasul-rasul sanes menika sarujuk dhateng menapa ingkang dipun lampahi rasul Petrus. Karana ing wegdal semanten ugi wonten pakaryan ageng kanthi asil ingkang langkung wiyar ing Antiokhia. Dhateng ngriku para Helenis (tiyang Yahudi ingkang ngginakaken basa Yunani) sami mlajeng saking Yerusalem bakda sedanipun Stefanus.
Ing kitha perdagangan menika wonten pepanggihan antawisipun tiyang Eropa lan Asia, kabudayan Yunani pinanggih kaliyan padang gurun Siria. Kanthi mekaten tamtunipun  tiyang nggadhahi wawasan ingkang langkung omber. Lan wonten bentenipun agami ingkang ageng dipun lampahi ing Yudea, sampun kaanggep boten dados masalah. Ing ngriki kedadosan bilih tiyang-tiyang Helenis inkang rumaos dereng cekap menawi ngabaraken Gusti Yesus namung kangge sesami Helenis wonten ing griya-griya pamujan Yahudi kemawon. Piyambakipun miwiti ngabaraken bab Gusti Yesus dhateng tiyang Yunani ugi. Asilipun kathah tiyang Yunani ingkang manjing pitados. Ing kitha Antiokhia menika saperangan ageng warganipun sanes tiyang Yahudi. Lan salajengipun wonten ing ngriku kawitanipun para murid kasebat ‘Kristen.’
Pramila langkahipun Rasul Petrus sampun leres, temah langkung omber lan kathah tiyang ingkang pitados dhateng Gusti Yesus katimbang namung ing antawisipun tiyang Yahudi kemawon lan taksih ugi wonten perkawis ing antawisipun. Ing sasisih sinaosta taksih wonten perkawis ing kalanganipun tiyang sesami Yahudi, kedah wantun medal ngabaraken Gusti Yesus temah salajengipun inggih awit saking pakaryanipun Gusti ugi kratoning Allah sansaya kababar. [Bpur]
“Sinaosa kita taksih wonten perkawis, kita kedah wantun medal ngabaraken Gusti Yesus.”




Minggu, 10 Desember 2017
Waosan : Jabur (Mazmur) 85 : 9 - 14      |      Pamuji : KPJ. 136 : 1, 4
Sanyata, karaharjan kang saka ing Pangéran iku cepak tumrap wong kang wedi-asih marang Panjenengané, satemah nagara kita kadunungan kamulyan.”  (ay. 10)

WUS CEMEPAK
Upami, ing satunggaling wekdal kita wangsul saking nyambut damel utawi kekésahan badan kraos pegel/ kesel lan madharan kraos ngelih (luwe), ndilalah......... ing méja sampun cemawis tetedhan ingkang dados kareman kita, kinten-kinten, punapa ingkang badhé kita tindakaken.........??? Ah... nggih gantos rasukan rumiyin! Mangga! Ah.... nggih wijik-wijik rumiyin utawi adus-adus rumiyin, supados boten mbekta sawan ing griya! Mangga! Ananging, kados pundi kareman ingkang wonten méja kalawau??? Tamtu, badhé kita gasak ngantos ludhes”.
Kados déné tiyang ingkang wangsul nyambut damel lan madharanipun ngelih, mekaten gegambaranipun manungsa (klebet kita) ingkang èstunipun ngorong sanget dhateng tentrem-rahayu saha karaharjan ingkang saking Gusti Allah. Kados déné tetedhan kareman ingkang sampun cumawis ing méja; tentrem-rahayu saha karaharjan saking Gusti Allah ugi sampun cepak kanggé kita. Lhah, menawi sampun mekaten punapa ingkang kedah kita tindakaken??? Ingkang kita betahaken, ingkang dados pangajeng-ajenging gesang kita sampun dipun cawisaken Gusti kanggé kita. Punapa punika boten badhé kita pendhet, punapa badhé kita jaraken kémawon??? Menawi namung kita jaraken lan boten kita pendhet kabetahan utami gesang punika lan ingkang kita ajeng-ajeng, ateges kita dados manungsa ingkang bodho sanget... amargi sampun cumepak...... inggih napa boten???
Mila mangga kita pendhet, kita gayuh tentrem-rahayu lan karaharjan saking Gusti ingkang sampun dipun cawisaken kalawau. Punika ateges kita kedah mujudaken gesang ajrih-asih dhumateng Panjenenganipun saha tansah purun nyadhong sarta mituhu dhawuh-Ipun. Punika ugi dados wujuding anggèn kita sami nyawisaken gesang mapag rawuhipun Gusti Yesus, mapag Sang Tentrem-rahayu, Sang Karaharjan ingkang utami tumraping jagad. [wn]
“Kados pangorongipun sangsam dhateng toyaning lèpèn, inggih mekaten kangening nyawa kula dhumateng Paduka, dhuh Allah.” (MS.42:2)




Senin, 12 Desember 2017
Waosan : Yesaya 4: 2-6    |   Pamuji: KPK 150: 1, 2
“...ing kono Sang Yehuwah banjur bakal nganakake mega ing wayah awan lan mega kalawan sunaring geni kang murup makantar-kantar ing wayah bengi ing sadhuwure wilayahe gunung Sion.....” (perangan ay. 5)

ORA SALIWANG
Mbak ayu            : “Mas, kang mas namine sinten?”
Kang mas             : “Saniki dintene sabtu.”
Mbak ayu            : “Mas, Kang Mas kesah teng pundi?”
Kang mas             : “Sapi kula pun manak pitu.”
Kirang langkung mekaten lagu campursari ingkang dipunlagokaken dening Cak Dikin kaliyan Mbak Wiwit. Ingkang wosipun wonten pawestri ingkang muntab amargi pitakenanipun dipunjawab tebih saking wosing pitakenan. Mbokmenawi karana suda rungon, utawi boten mangertos punapa ingkang dipunpikajengaken dening mbak ayu kala wau.  Mila rembagan punika boten ngasilaken punapa-punapa. Malah namung rugi wekdal, rugi tenaga.
Pemulihanipun Gusti tumrap umat kekasihipun ugi sumrambah dhateng Yerusalem. Yerusalem minangka papan punjering keimananipun para pitados. Ing ngriku dados papan pepanggihan umatipun Gusti saking pundi-pundi papan sarta papan pepanggihan kaliyan Gusti kanthi ngunjukaken korban. Mila papan punika dipun gatosaken saestu dening Gusti murih umatipun saged makempal kanthi sekeca sarta tumemen anggenipun sowan Gusti. Mila kagambaraken wanci siyang kaparingan mendhung, wanci dalu kaparingan mega kalawan sunaring geni. Dalemipun Gusti dados papan ingkang sekeca.
Punapa kita saged mbayangaken menawi peparingipun Gusti boten cundhuk kaliyan kabetahan kita? Kita mbetahaken hawa supados saged ambegan kanthi lega lajeng dipunparingi lemah lempung. Kita mbetahaken toya kangge kabetahan gesang supados boten ngorong, ananging dipunparingi wedhi (pasir). Gesang kita tamtu badhe morat-marit lan manungsa boten saged lestantun gesangipun.
Lan berkah punika boten ateges kauukur kaliyan materi kemawon lho. Gusti maringi cundhuk kaliyan kabetahen kita. Kita ugi saged ngramesi bilih pacoben ugi saged dados berkah tumrap kita supados mangertos sepinten daya karosan kita, sarta sepinten anggen kita gondhelan ing Gusti. [PKS]
Gusti maringi berkah pas karo kabutuhan.
Yen kegedhen kita ora kuwat yangga, yen kakehan ora bisa urip.


Kamis, 14 Desember 2017
Waosan : Habakuk 2 : 1-5 |   Pamuji: KPJ 226
Dak ngadeg ana ing pangungakan lan mapan ana ing menara, aku arep niliki lan ngadhang-adhang marang apa kang bakal dadi pamangsite marang aku.

GUSTI PANGUNGSEN KULA
Rumiyin margi tumuju Desa Kristen ing Malang Selatan rumpil lan wonten tikungan minggah ndeder sinebut jurang pangungakan. Rumiyin menawi bidhal enjing mlampah saking Sitiarjo nembe dalu dumugi ngrika. Tandhanipun menawi sampun celak dhateng desa menika menawi sampun nglangkungi papan ingkang naminipun jurang pangungakan. Miturut aturipun tiyang nggunung, “celak kok pak, sekedhap malih pun dugi kantun nglangkungi gumuk pun ketingal” nadyan sejatosipun nggih taksih tebih. Nanging raos manah sampun ayem mboten kuwatos kedalon ing margi utawi wana. Batinipun  mungel, “Sedhelo engkas bisa pethuk sanak dulur, ngaso sawetara lan jejagongan dalunipun
Para tiyang pitados anggenipun gadhah pangajeng-ajeng bab rawuhipun Gusti menika kados mekaten. Kahanan gesang ingkang awrat lan mawarni godha rencana jagad ingkang ndadosaken para suci sami prihatin mboten ndadosaken semplah manahipun lan nilar timbalanipun Gusti Yesus mikul salib. Makhutanipun gesang sampun cinadhang kangge sintena kemawon ingkang setya tuhu lan kukuh ing kapracayan dhumateng Panjenenganipun. Sing sabar ya, tetepa tekun lan trenten netepi apa sing dadi dhawuhe Gusti, yaiku nindakna katresnan marang sapepadha klayan tulus. Kabeh kuwi ana marine ana wekasane, lan kowe bakal ngundhuh apa sing dadi pituwase. Kados dhawuhipun Gusti “padha dibakuh, ditanpa gingsir, lan tansah di sregep anggonmu nglakoni ayahane Gusti! Awit kowe padha sumurup, yen ana ing patunggilaning Gusti, kangelanmu mesthi ora muspra (1Kor 15:58).
Peladosan ing pasamuwan menika pakaryan adi, para pinisepuhing pasamuwan sami mbudidaya ngetog kekiyatan netepi timbalanipun Gusti. Nresnani warga klayan tulus sinaosna atur panuwun asring mboten kocap saking tiyang ingkang sampun dipun ladosi, ndongakaken lan masrahaken warga pribadi baka pribadi saben dinten kanthi sesidheman, sinau memulang prentah lan pepakenipun Allah sinaosa dipun poyoki munafik, jarkoni lsp. Kasetyan panjenengan leladi namung Gusti ingkang nguningani lan paring kekiyatan tuntas ngrampungi ayahan suci. [Yusak]
Mangkate gasik, mulihe keri, sabare tikel. Berkahe aja takon...


Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013