24 sept
24 sept 2023
Ibadah Tanda Pemeliharaan Allah
TUJUAN:
Jemaat meyakini bahwa Allah dalam kedaulatan dan kemurahan-Nya yang tidak terbatas sanggup memelihara kehidupan umat-Nya.
Jemaat memahami bahwa suasana kehidupan yang sudah dipelihara oleh Allah harus terpancar dalam hidup keseharian.
Jemaat memiliki tekad untuk menghadirkan gaya hidup yang saling memelihara satu dengan yang lain sebagai bukti hidupnya telah dipelihara oleh Tuhan. Inilah sesungguhnya wujud ibadah yang dikehendaki Tuhan.
Bacan I : Keluaran 16:2-15
Tanggapan : Mazmur 105:1-6, 37-45
Bacaan II : Filipi 1:21-30
Injil : Matius 20:1-16
Salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan oleh orang-orang beriman pada saat stres adalah “Akankah Tuhan memenuhi kebutuhan kita dan menjawab doa kita?”
Pertanyaan itumenimbulkan pertanyaan teologis dan spiritual lainnya seperti: “Apakah kita dibiarkan sendirian di dunia ini atau adakah pemeliharaan yang lembut bekerja melalui hidup kita, memberi kita bimbingan, energi, dan wujud kasih karunia yang kita perlukan?”
Terlebih lagi, “Apa yang sebenarnya yang kita perlukan di tengah kebingungan antara keinginan dan kebutuhan? Antara keinginan materialistis dan kebutuhan spiritual? Apa yang sebenarnya kita butuhkan dan dapatkah kita memercayai Tuhan?”
Bacaan kitab Keluaran mengkontraskan keraguan dan iman di antara bangsa Israel. Kini di padang gurun setelah pembebasan mereka yang ajaib dari tirani Mesir, bangsa Israel mengalami kegagalan kepercayaan.
Setelah semua yang mereka lihat dalam penyelamatan Tuhan, mereka ingin kembali ke keadaan normal di Mesir sebagai budak, ketika ada tanda-tanda masalah pertama. Bagaimana mereka bisa begitu cepat melupakan pemeliharaan dan kasih Tuhan?
Begitulah manusia. Kita akan tampak beriman dan bersyukur manakala segalanya berlangsung baik dan nyaman. Apa yang kita sebut kebebasan kehendak ternyata itu berisiko. Ketika hidup penuh kejutan dan ketidakpastian ditambah hilangnya jaminan, orang mudah berubah. Lalu keadaan di Mesir menjadi acuan. Mesir terlihat lebih damai tenang dan hal itu semua terlihat cukup. Beda dengan situasi baru atau negeri baru. Situasi dan lahan baru membutuhkan tugas baru.
Padahal sejatinya dalam ziarah kehidupan, tidak ada yang layak disebut kepastian, yang nyata ada banyak petualangan.
Saat tanda-tanda pertama kelaparan muncul, orang Israel memimpikan jatah budak mereka di Mesir. Mereka meragukan Tuhan dan Musa. Namun keraguan dan keluhan mereka tidak meniadakan pemeliharaan Tuhan. Tuhan mendengar keluh kesah mereka. Ada bentuk baru pemeliharaan Tuhan – sehingga Tuhan mengirimkan roti dan burung puyuh untuk memuaskan rasa lapar mereka. Meskipun mereka kurang beriman, Tuhan terus bertindak; hal ini berlaku bagi bangsa Israel dan masih berlaku bagi kita.
Tuhan yang relasional memang tidak selalu siap sedia bagi kita, namun ia selalu menanggapi kebutuhan-kebutuhan terdalam kita, ketika kebutuhan-kebutuhan itu muncul dan ketika kita mampu mengartikulasikannya. Tuhan tidak harus selalu mengupayakan kesejahteraan kita, namun Tuhan yang relasional menyesuaikan tanggapannya dengan kualitas iman kita, Ia akan memberi kita apa “yang terbaik untuk mengatasi kebuntuan kita.”
Manna dan burung puyuh di padang gurun, suatu keajaiban? Ya – itu adalah keajaiban anugerah. Mungkin Tuhan mengubah arah angin dan mengubah kondisi atmosfer? Barangkali, Tuhanlah yang berkuasa menciptakan titik kritis meteorologis. Atau, mungkinkah burung puyuh dan roti ada di sekeliling mereka, hanya tersembunyi oleh rasa takut, kekhawatiran dan ketidaksetiaan mereka? Hal itu juga mungkin terjadi.
Yang pasti Bangsa Israel menyerah pada pemikiran kelangkaan, ketika kelimpahan ilahi ada di mana-mana. Mereka percaya bahwa mereka hidup dalam sistem yang tertutup, tanpa adanya energi ilahi untuk menopang dan memelihara mereka, padahal Tuhan telah menyediakan kebutuhan terdalam mereka di setiap pagi.
Seperti mereka, kita kini juga hidup dalam budaya kelangkaan, mengingkari adanya saling ketergantungan antara kehidupan dan karya Tuhan dalam sejarah dan dalam kehidupan kita.
Tentu saja, ketakutan orang-orang Israel sering kali terulang kembali dalam jemaat dan kehidupan pribadi kita ketika kita membatasi apa yang mungkin terjadi pada situasi sulit.
Tulisan suci mengajak kita untuk memercayai kelimpahan Allah: selalu ada kebijaksanaan kreatif yang menghasilkan alam semesta yang akan menanggapi dan mendukung kebutuhan kita. Akankah Kelimpahan Tuhan mendorong dan mengilhami kreativitas kita dan hak pilihan kita dalam menanggapi situasi sulit yang kita hadapi?
Apa ketakutan terbesar kita? Apa kebutuhan terbesarnya? Hasrat rohani mendalam apa yang tersembunyi di balik kekhawatiran kita akan masa depan? Mungkinkah ada manna dan burung puyuh di lingkungan kita yang tidak kita sadari? Mungkinkah ada sumber daya yang belum dimanfaatkan dan tidak disadari yang akan menginspirasi misi dan vitalitas kita?
Mazmur 105 mengajak kita untuk hidup dalam pengakuan akan kelimpahan Tuhan. Nyanyikan – rayakan – perlindungan dan pemeliharaan Tuhan. Mengingat perbuatan Tuhan, mengucap syukur atas kehadiran Tuhan dalam hidup kita, lagu kita membuka mata kita terhadap dunia yang penuh karunia.
Dari sini kita tahu bahwa Dalam pujian, kita menemukan kepenuhan berkat dan melihat dunia dengan mata baru. Ia yang Setia akan terus setia. Hidup adalah pintu terbuka menuju kemungkinan, bukan jalan buntu.
Sebagaimana dinyatakan oleh penulis Ratapan 3:22-23, belas kasih Allah selalu baru setiap pagi; berkat-Nya akan senantiasa muncul dalam segala keadaan hidup kita. Pujian dan perenungan kita akan rahmat berkontribusi pada rahmat yang berkelanjutan, dan mungkin membuka pintu menuju perwujudan kehadiran Tuhan yang lebih besar. Pujian memperluas pandangan kita dan membuka tangan kita untuk memberi dan menerima karunia Tuhan.
Menulis dari penjara, Paulus merindukan alam surgawi Allah. Namun, meskipun ia menginginkan persekutuan penuh, tanpa penganiayaan, dengan Tuhan, ia menyadari bahwa panggilannya yang pertama dan utama adalah membina komunitas Filipi. Mengikuti panggilannya mengingatkan dia bahwa surga bisa menunggu, dan bahwa bumi dengan segala cobaannya adalah tempat dia sekarang harus melayani Tuhan.
Ia mengingatkan umat Kristiani di Filipi bahwa visi panggilan yang sama adalah inti kehidupan mereka. Hiduplah dengan setia, nasihatnya. Hiduplah dalam rahmat Tuhan, mengikuti jalan Tuhan, dan pekerjaan baik yang telah Tuhan mulai di komunitas Filipi akan digenapi.
Mengingat kehadiran Tuhan dalam hidup kita, kita dapat mengalami Tuhan baik dalam penderitaan maupun dalam kenyamanan. Tuhan yang selalu hadir terungkap dalam perjuangan dan perdamaian. Hal ini tentunya merupakan inti dari kehidupan yang berkelimpahan dan afirmatif/penguatan, yang kemudian diungkapkan dalam pernyataan Paulus kepada jemaat di Filipi: kita dapat melakukan segala sesuatu melalui Kristus yang menguatkan kita dan Allah akan memenuhi semua kebutuhan kita.
Kelangkaan eksternal tidak harus menghalangi kita untuk merasakan sumber daya Tuhan, untuk terjadinyq transformasi pribadi dan komunitas. Kita dapat hidup berkelimpahan terlepas dari kelangkaan atau tantangan yang kita hadapi. Masa sulit dalam hidup kita, bukan waktu yang terbuang, namun sebuah kesempatan untuk setia dan aktif dalam mentransformasi kehidupan kita, jemaat, dan dunia.
Perumpamaan Yesus menyajikan visi kemurahan hati ilahi. Meskipun praktik bisnis seperti itu, yakni yang memberikan upah dan bonus per jam yang berbeda-beda kepada pekerja, itu manusiawi dan biasa, hal itu juga bisa menjadi wilayah kekuasaan Tuhan. Tuhan menanggapi kebutuhan kita dan ini tidak selalu adil dalam perhitungan rasional. Setiap orang membutuhkan upah sehari untuk memberi makan keluarga. Namun, ada juga yang hanya dipekerjakan pada akhir hari kerja. Sedikit saja akan membuat keluarga mereka kelaparan dan cemas.
Kasih karunia diberikan untuk menanggapi kebutuhan terdalam kita, terlepas dari kapan atau bagaimana kita memohin kasih Tuhan. Meskipun realisasi berkat ilahi mungkin berbeda-beda sesuai dengan perilaku kita, yang membatasi atau memperluas ketentuan Tuhan bagi kita, namun Tuhan tetap melimpahkan anugerah demi anugerah. Kita selalu menerima rahmat dalam hal energi, kemungkinan, wawasan.
Sekali lagi, kita disuguhi wujud kasih Tuhan yang berkelimpahan: kita menerima lebih dari yang pantas kita terima.
Ayat ini mengundang kita untuk merenungkan rahmat Allah yang ada. Terbuka terhadap kasih karunia saat demi saat. Mempercayai kemurahan Tuhan akan memperluas dan bukannya membatasu hak pilihan dan kreativitas kita. Dengan mengenali sumber daya yang ada di sekitar kita, kita dapat melakukan hal-hal baru dan kreatif, keberanian mengambil risiko, dan percaya bahwa kegagalan sekalipun dapat memberikan jalan menuju tersalurnya berkat.
Di masa sulit dan kerawanan pangan ini, ayat ini mengajak kita untuk menjadi seperti Tuhan dalam memenuhi kebutuhan orang lain. Berani hidup melampaui kelangsungan hidup dan melampaui perhitungan transaksional.
Dengan memberi kita menerima, dan dengan kemurahan hati, dunia kita meluas dan hati kita menemukan kegembiraan bahkan di masa-masa sulit. Amin