Beban termanis

beban termanis " Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." —Lukas 9:23 Kita sepertinya sudah kehilangan makna salib di jaman modern ini. Salib telah menjadi sekedar simbol keagamaan, sebuah ikon yang diselimuti religiusitas. Namun pada abad pertama, ketika seseorang memikul salib di jalan, artinya hanya satu hal: orang tersebut akan mati. Jadi, ketika orang-orang mendengar Yesus berkata, “Jika ada di antara kamu yang ingin menjadi pengikutku, kamu harus meninggalkan jalanmu sendiri, memikul salibmu setiap hari, dan mengikut Aku,” mereka akan dengan mudah memahami apa yang Dia maksudkan. Kadang-kadang kita memikirkan salib yang harus dipikul sebagai sebuah hubungan yang sulit, masalah kesehatan, pekerjaan yang penuh tantangan, atau keadaan sulit lainnya. Itu soal kesulitan dalam hidup. Namun itu bukanlah salib yang harus kita pikul. Salib yang harus kita pikul adalah sama bagi kita masing-masing. Ini berbicara tentang kematian terhadap diri kita sendiri. Artinya, sederhananya adalah menyerahkan diri kita di kaki Yesus dan berkata, “Aku lebih menginginkan kehendak-Mu daripada kehendakku.” Tentu saja, ketika kita berbicara tentang memikul salib dan menjalani kehidupan yang disalibkan, hal itu terdengar tidak wajar dan tidak menarik karena kita memiliki konsep yang salah tentang maknanya. Kita pikir itu berarti mengasingkan diri di menara gading di suatu tempat dan tidak pernah bersenang-senang, tersenyum, atau tertawa. Begitulah cara kita membayangkan diri kita menjalani kehidupan yang disalibkan. Namun apakah itu maksud salib yang sebenarnya? Menulis kepada gereja-gereja di Galatia, rasul Paulus berkata, “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20). Seperti yang Yesus katakan, jika kita ingin menemukan hidup kita, kita harus siap kehilangan nyawa (lihat Lukas 9:24). Jadi, ketika kita menjalani kehidupan yang tersalib, itu bukanlah pengalaman yang mengerikan dan menyedihkan. Ini tidak berarti bahwa kita telah menghancurkan hidup kita ketika kita mulai berjalan bersama Tuhan. Sebaliknya, saat itulah kehidupan mulai benar-benar terjadi, saat hidup menjadi penuh dan bermakna. Karena kita lebih menginginkan kehendak Tuhan daripada kehendak kita sendiri, kita akan memiliki kehidupan berkelimpahan yang Yesus janjikan (lihat Yohanes 10:10). Kita menjalani hidup sebagaimana seharusnya dijalani. Ini adalah hidup sepenuhnya. Samuel Rutherford, seorang teolog abad ketujuh belas, berkata, “Salib Kristus adalah beban termanis yang pernah saya tanggung. Ini bagaikan sayap bagi seekor burung, atau layar bagi sebuah kapal, untuk membawa saya maju ke tempat berlindung yang saya inginkan.” Dan dia benar. Salib Kristus bukanlah beban karena kehendak Tuhan lebih baik dari kehendak kita. Apakah kita memikul salib dan mengikuti Yesus? Bagi sebagian orang, ini bisa berarti menderita penganiayaan. Bagi yang lain, ini bisa berarti perubahan besar dalam gaya hidup. Itu bisa membuat kita kehilangan teman. Namun kita akan menjalani hidup sebagaimana seharusnya dijalani: dalam kehendak Tuhan yang sempurna. Jadi mari kita berkomitmen untuk menjadi murid Yesus Kristus—bukan sekadar pengikut saat cuaca cerah, namun murid sejati.

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013