Pencalonan dan Pembimbingan dan Ujian serta Pentahbisan Pendeta.


Pencalonan dan Pembimbingan dan Ujian serta Pentahbisan Pendeta.


Posisi Pendeta dalam AJARAN GKJ

107. Pert    :     Adakah kepemimpinan di dalam kehidupan gereja?
        Jwb    :     Sebagai suatu kehidupan bersama, gereja membutuhkan kepemimpinan. Oleh karena itu, di dalam kehidupan gereja ada kepemimpinan.
                        [Kel.18:22; 1Tes.5:12,13; Ibr.13:7,17]

108. Pert    :     Apa asas kepemimpinan gereja yang menyatakan kekhasan gereja?
        Jwb    :     Kekhasan asas kepemimpinan gereja terdiri atas dua sisi, yaitu:
1.   Sisi ilahi, yaitu sebagai buah penyelamatan Allah, gereja dengan kehidupannya dipimpin oleh Allah melalui bekerjanya Roh Kudus dengan Alkitab sebagai alat-Nya.
2.   Sisi manusiawi, yaitu sebagai kehidupan bersama, gereja dipimpin oleh manusia atas kehendak Allah.
                        [Kis.14:18,26 (baca ayat 15-26); 20:28; 1:23-26; 1Tim.6:11; band. 1Sam.16:6-13]

109. Pert    :     Bagaimana azas kepemimpinan gereja dilaksanakan?
        Jwb    :     Azas kepemimpinan gereja dilaksanakan dengan pedoman segala sesuatu yang diputuskan dan dilakukan oleh manusia dalam kepemimpinan gereja itu harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada Allah.
                        [Rm.14:17,18 (baca ayat 13-18); Ibr.13:17]

110. Pert    :     Bagaimana pertanggungjawaban kepada Allah itu diwujudkan dan apa tolok ukurnya?
        Jwb    :     Pertanggungjawaban itu diwujudkan dalam keputusan dan tindakan yang didasarkan pada tiga tolok ukur berjenjang, yaitu Alkitab, pokok-pokok ajaran gereja dan peraturan gereja yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam ajaran gereja.
                        [1Kor.14:40; 1Tes.4:1,2; 2Tim.3:16,17; Tit.1:9]

111. Pert    :     Bagaimana bentuk kepemimpinan gereja?
        Jwb    :     Banyak bentuk kepemimpinan gereja, tetapi berdasarkan watak gereja sebagai kehidupan bersama religius yang di dalamnya setiap orang percaya memiliki jabatan imamat am, maka yang paling tepat bagi GKJ ialah bentuk kepemimpinan dewan yang lazim disebut majelis gereja.[1])
                        [Kis. 15:4,6; Ef.4:11-12; Flp.1:1; 1Tim.5:17; 1Ptr.2:9]

112. Pert    :     Bagaimana asas kepemimpinan GKJ yang disebut majelis gereja?
        Jwb    :     Berdasarkan imamat am orang percaya, lahirlah dua asas:
1.   Asas kesederajatan, yaitu setiap orang percaya mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah. Oleh karena itu dalam kepemimpinan di GKJ seseorang tidak ditempatkan di atas orang-orang percaya yang lain.
2.   Asas pemerataan, yaitu setiap orang percaya berhak menjadi anggota majelis gereja. Oleh karena itu keanggotaan majelis gereja di GKJ dibatasi untuk jangka waktu tertentu dalam rangka memberi kesempatan kepada warga GKJ mengambil bagian dalam kepemimpinan gereja.

113. Pert    :     Berdasarkan kedua asas tersebut, bagaimana majelis gereja dibentuk?
        Jwb    :     Majelis gereja terdiri dari orang-orang percaya anggota gereja setempat. Pembentukannya dilakukan melalui pemilihan dari dan oleh anggota gereja setempat.
                        [Band. Kis.1:23-26; 6:3-6]

114. Pert    :     Secara asasi apa sifat kepemimpinan gereja?
        Jwb    :     Karena keberadaan gereja adalah keberadaan dalam lingkup pekerjaan penyelamatan Allah, maka sifat kepemimpinan gereja adalah pelayanan. Oleh karena itu mereka yang duduk sebagai majelis gereja adalah pelayan-pelayan Allah.
                        [Mrk.10:45; 2Tim.2:24]

115. Pert    :     Bagaimana pelayanan diwujudkan dalam kepemimpinan gereja?
        Jwb    :     Pelayanan diwujudkan dalam tugas mengatur oleh Penatua, tugas mengajar oleh Pendeta dan tugas pelayanan kasih oleh Diaken.
                        [Kis.6:1-6; 1Kor.12:28; 2Tim.2:24;  Tit.1:7]


Posisi Pendeta dalam TATA KEHIDUPAN GKJ (Tata Gereja)
Sebagai suatu kehidupan bersama religius yang lembagawi, Gereja Kristen Jawa (GKJ) membutuhkan kepemimpinan. Kekhasan kepemimpinan GKJ didasarkan pada segi ilahi dan segi manusiawi Gereja. Dari segi ilahi Gereja, GKJ adalah buah penyelamatan Allah, yang hidupnya dipimpin oleh Allah melalui bekerjanya Roh Kudus dengan Alkitab sebagai alat-Nya. Dari segi manusiawi, GKJ adalah suatu kehidupan bersama religius yang dipimpin oleh manusia yang atas kehendak Allah dalam kebijaksanaan-Nya dipanggil secara khusus untuk melaksanakan tugas kepemimpinan. Oleh karena itu, apa yang diputuskan dan atau yang dilakukan oleh manusia dalam memimpin Gereja, harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah.
Untuk menentukan bahwa suatu keputusan dan atau tindakan manusia dalam memimpin GKJ dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah, dipakai tiga tolok ukur yang berjenjang. Tolok ukur tertinggi adalah Alkitab yang secara mutlak menentukan kebenaran tolok ukur yang lain. Di bawah Alkitab adalah Pokok-pokok Ajaran GKJ yang dibuat berdasarkan Alkitab untuk menjadi pegangan bagi GKJ di dalam kehidupan dan pelaksanaan tugasnya. Yang terakhir adalah Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam Pokok-pokok Ajaran Gereja GKJ.
Menyadari pentingnya Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ sebagai salah satu tolok ukur untuk menentukan bahwa suatu keputusan dan atau  tindakan manusia dalam memimpin Gereja dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah, maka disusunlah Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ yaitu peraturan untuk menata kehidupan GKJ yang meliputi Pengorganisasian, Tugas Panggilan, dan Hubungan Kerja-sama yang seharusnya dilakukan oleh GKJ.
Adapun sistem yang dipakai untuk mengatur kehidupan Gereja  adalah sistem Presbiterial yang memiliki dua ciri pokok yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain yaitu:
  1. Setiap GKJ adalah Gereja Allah yang mandiri yaitu Gereja yang memiliki kewenangan dan mampu mengatur diri sendiri, mengembangkan diri sendiri, dan membiayai diri sendiri yang dipimpin oleh Majelis Gereja yang terdiri atas Penatua  (Presbyteros), Pendeta dan Diaken.

Posisi Pendeta dalam Tata Laksana GKJ

Pasal 5
MAJELIS GEREJA

(1)    Tugas Majelis Gereja adalah menjadi penanggung jawab segala kegiatan gereja baik di bidang Pemberitaan Penyelamatan Allah, Pemeliharaan Iman, maupun Organisasi Gereja. Pelaksanaan tugas Majelis Gereja meliputi:
1.   Bersama-sama warga gereja melaksanakan Pemberitaan Penyelamatan Allah.
2.   Menjaga ajaran gereja.
3.   Menyelenggarakan katekisasi atau pengajaran agama Kristen.
4.   Menyelenggarakan kebaktian, pelayanan Sakramen, dan kegiatan-kegiatan Pemeliharaan Iman.
5.   Menyelenggarakan Sidang Majelis Gereja untuk:
a.   Menentukan kebijakan dan arah pelayanan gereja.
b.   Koordinasi pelaksanaan tugas-tugas pelayanan gereja.
c.   Melaksanakan evaluasi pelaksanaan program pelayanan gereja.
6.   Mengangkat dan memberhentikan badan-badan pembantu Majelis Gereja.
7.   Mewakili gereja baik ke dalam maupun ke luar.
(2)    Struktur Majelis Gereja:
1.   Struktur Majelis sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggota.
2.   Bidang-bidang pelayanan untuk melaksanakan tugas panggilan gereja dibentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing gereja, namun sekurang-kurangnya terdiri dari:
a.   Bidang Ibadah dengan pokok perhatian pelayanan Kebaktian dan Sakramen.
b.   Bidang Kesaksian Pelayanan dengan pokok perhatian pada Pemberitaan Penyelamatan Allah dan Pelayanan Diakona.
c.   Bidang Pembinaan Warga Gereja dengan pokok perhatian pada Pemeliharaan Iman serta Pembinaan dan Pengaderan.
d.   Bidang Penatalayanan dengan pokok perhatian pada keuangan dan sarana-prasarana.
3.   Pembagian tugas personalia dalam struktur Majelis Gereja perlu mempertimbangkan tugas-tugas jabatan gerejawi masing-masing.
(3)    Rahasia Jabatan.
Setiap anggota Majelis Gereja harus memegang teguh rahasia jabatan yaitu rahasia yang menyangkut pribadi warga gereja dan rahasia organisasi gereja. Rahasia jabatan itu harus tetap dipegang teguh, walaupun yang bersangkutan sudah tidak lagi menjadi anggota Majelis Gereja.

Pasal 6
PENATUA DAN DIAKEN

(1)    Syarat-syarat:
1.   Warga dewasa dari gereja yang bersangkutan setelah sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun menjadi warga dan tidak berada dalam pamerdi, serta dipandang layak untuk menjadi seorang Penatua atau Diaken.
2.   Warga gereja yang tempat tinggal dan kehidupan sehari-harinya memungkinkan untuk melaksanakan tugas sebagai Penatua dan Diaken.
3.   Memiliki pengetahuan yang memadai tentang Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata  Laksana GKJ serta menaatinya.
4.   Sikap dan perilaku pribadi dan atau keluarganya tidak menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat.
5.   Bersedia dan mampu memegang rahasia jabatan.
6.   Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain.
(2)    Pencalonan, pemilihan, pemanggilan, dan peneguhan.
1.   Pencalonan, pemilihan, pemanggilan, dan peneguhan Penatua dan atau Diaken menjadi wewenang dan tanggung jawab Majelis Gereja dengan memperhatikan pertimbangan dari warga gereja.
2.   Majelis Gereja mewartakan bahwa dibutuhkan sejumlah tertentu calon Penatua dan atau Diaken dan mempersilakan warga gereja untuk bergumul dalam doa serta mengusulkan nama-nama calon Penatua dan atau Diaken kepada Majelis Gereja. Pewartaan itu disampaikan di dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut, dengan memberitahukan tentang syarat-syarat calon Penatua dan atau Diaken.
3.   Berdasarkan usulan sejumlah nama-nama calon yang masuk dari warga gereja, Majelis Gereja memilih dan menetapkan sejumlah nama calon Penatua dan atau Diaken yang dibutuhkan dalam persidangan Majelis Gereja dengan mempertimbangkan tugas Penatua dan atau Diaken, juga faktor potensi warga gereja, kaderisasi, keberlangsungan program-program pelayanan gereja, jenis keahlian, dan pelayanan yang dibutuhkan.
4.   Majelis Gereja menghubungi calon-calon yang sudah ditetapkan untuk menanyakan kesediaan mereka, setelah menjelaskan arti dan tugas panggilan Penatua dan atau Diaken kepada calon-calon tersebut.
5.   Setelah nama-nama calon Penatua dan atau Diaken yang dihubungi menyatakan kesediaannya, maka nama calon Penatua dan atau Diaken tersebut diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
6.   Majelis Gereja bertanggung jawab menentukan hari dan pelaksanaan pemilihan calon Penatua dan atau Diaken.
7.   Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga gereja, Majelis Gereja menetapkan calon terpilih Penatua dan atau Diaken.
8.   Apabila cara pemilihan seperti yang dimaksud dalam ayat (2).1-7. di atas tidak dapat dilaksanakan, maka penetapan Penatua dan atau Diaken diatur sebagai berikut:
a.   Setelah nama–nama calon Penatua dan atau Diaken yang dihubungi  menyatakan kesediaannya, maka Majelis Gereja menetapkan nama calon Penatua atau Diaken tersebut sesuai dengan kebutuhan, dan diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal peneguhan ke dalam jabatan Penatua dan atau Diaken.
b.   Warga Gereja dipersilahkan mempergumulkan dalam doa dan mempertimbangkan kelayakan dari calon Penatua dan atau Diaken.
9.   Jika tidak ada keberatan yang sah, Majelis Gereja menyampaikan panggilan kepada calon Penatua dan atau Diaken.
10. Peneguhan ke dalam jabatan Penatua dan atau Diaken dilaksanakan dalam kebaktian dengan menggunakan pertelaan Peneguhan Jabatan Gerejawi yang berlaku. Dalam kebaktian peneguhan tersebut dilakukan penandatanganan pernyataan pejabat gerejawi yang berisi janji setia pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
11. Peneguhan jabatan Penatua dan atau Diaken dibatalkan jika ada keberatan yang sah. Hal itu diberitahukan kepada calon dan kepada yang mengajukan keberatan tersebut serta diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
(3)    Tugas Penatua dan Diaken.
1.   Tugas utama Penatua adalah melaksanakan pemerintahan gereja demi terlaksananya tugas panggilan gereja.
2.   Tugas utama Diaken adalah memelihara iman warga gereja dengan cara memperhatikan kesejahteraan hidup warga Gereja dan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat umum.
(4)    Masa Jabatan Penatua dan Diaken.
1.   Masa jabatan Penatua dan Diaken dalam satu periode adalah tiga tahun. Seorang dapat menjabat sebagai Penatua atau Diaken sebanyak-banyaknya dua periode berturut-turut dan dapat diusulkan lagi setelah tidak menjabat sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
2.   Peletakan jabatan Penatua dan Diaken yang berakhir masa jabatannya dilakukan dalam kebaktian hari Minggu, dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku.
3.   Jabatan Penatua dan Diaken dapat tanggal sebelum masa jabatannya berakhir karena:
a.   Pindah menjadi anggota gereja lain.
b.   Berada/bertempat tinggal sedemikian sehingga tidak dapat melakukan pelayanannya dengan baik. 
c.   Sengaja tidak aktif melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
d.   Berada dalam pamerdi.
e.   Sakit sehingga tidak dapat melanjutkan pelayanannya.
f.    Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
g.   Meninggal dunia.
4.   Penanggalan dalam ayat (4).3.c. pasal ini dilakukan setelah mendapat pertimbangan Gereja Tetangga.
5.   Penanggalan dalam ayat (4).3. diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut.

Pasal 7
PENDETA

(1)    Pemanggilan Pendeta dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.   Pemanggilan Pendeta dari seorang yang belum berjabatan Pendeta harus melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon Pendeta, vikariat, dan penahbisan.
2.   Pemanggilan Pendeta dari seorang yang sudah berjabatan Pendeta dari GKJ lain harus melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, dan peneguhan.
3.   Pemanggilan Pendeta dari seorang yang sudah berjabatan Pendeta dari gereja lain yang seajaran  harus melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon Pendeta, dan peneguhan.
(2)    Syarat-syarat:
1.   Warga Sidi GKJ atau Gereja lain yang ajarannya seasas, yang tidak sedang dalam pamerdi, dan dipandang layak untuk menjadi seorang Pendeta.
2.   Telah menamatkan studi teologia sekurang-kurangnya jenjang S1 dari pendidikan teologia yang didukung oleh Sinode GKJ.
3.   Bersedia menerima Pokok-pokok Ajaran GKJ serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
4.   Memiliki kemampuan dan bersedia untuk menjadi Pendeta sebagai panggilan spiritual.
5.   Syarat tambahan dapat ditentukan Majelis Gereja sesuai dengan konteks kebutuhan setempat sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa syarat-syarat di atas.
(3)    Status Kependetaan.
1.   Pendeta GKJ pada hakikatnya adalah Pendeta GKJ tertentu.
2.   Pendeta GKJ tertentu memiliki keabsahan dan kewenangan pelayanan di lingkup Klasis dan Sinode GKJ serta Gereja-gereja lain anggota PGI.
3.   Pendeta GKJ pada hakikatnya adalah pelayan penuh waktu
4.   Pendeta GKJ tidak dapat merangkap sebagai tenaga penuh waktu di lembaga lain.
5.   Pendeta GKJ tertentu dapat diutus menjadi PPK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4)    Tugas Pendeta:
1.   Tugas Umum, sesuai dengan Pasal 5.(1), tentang Tugas Majelis.
2.   Tugas Khusus:
a.   Memimpin Pelayanan Sakramen.
b.   Memimpin Pelayanan Pengakuan Percaya atau Sidi.
c.   Memimpin Pelayanan Pengakuan Pertobatan.
d.   Memimpin Pelayanan Penahbisan dan atau Peneguhan pejabat gerejawi serta pelantikan badan-badan pembantu majelis.
e.   Memimpin Pelayanan Peneguhan Pernikahan dan Pemberkatan Perkawinan Gerejawi.
(5)    Masa Jabatan Pendeta.
Jabatan Pendeta berlaku seumur hidup, kecuali jabatan Pendeta itu ditanggalkan.

Pasal 8
PEMANGGILAN PENDETA YANG BELUM BERJABATAN PENDETA

Pemanggilan Pendeta yang belum berjabatan Pendeta dilakukan sebagai berikut:
(1)   Pencalonan dan Pemilihan.
1.   Gereja yang akan memanggil Pendeta menyampaikan program pemanggilan Pendeta kepada Klasis. Klasis melakukan visitasi dan pendampingan. Tujuan visitasi dan pendampingan itu untuk meneliti kelayakan Gereja pemanggil dan bakal calon Pendeta yang akan dipanggil.
2.   Suatu Gereja dinyatakan layak memanggil Pendeta apabila:
a.   Mempunyai kesadaran akan kebutuhan tenaga Pendeta untuk membangun kehidupan bergereja.
b.   Mempunyai kesadaran menundukkan diri atas kehendak dan campur tangan Allah dalam proses pemanggilan itu.
c.   Mempunyai kesadaran untuk menghindari perpecahan gereja.
d.   Mempunyai kemampuan untuk memfasilitasi hidup dan pelayanan Pendeta.
3.   Majelis Gereja dapat menentukan kriteria tambahan selain syarat umum yang ditetapkan pada pasal 7. (2) bagi bakal calon Pendeta yang diinginkan asal tidak bertentangan dengan jiwa persyaratan umum.
4.   Majelis Gereja mempersilakan para warga gereja untuk ikut mencari bakal calon Pendeta dalam batas waktu tertentu, dengan tetap memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan.
5.   Dengan mempertimbangkan masukan dari warga gereja, Majelis Gereja menetapkan bakal calon Pendeta. Bakal calon Pendeta itu dapat tunggal atau tidak tunggal.
6.   Majelis Gereja menyampaikan surat untuk menanyakan kesanggupan atau ketidak-sanggupan bakal calon Pendeta yang bersangkutan.
7.   Majelis Gereja menyelenggarakan masa pengenalan antara warga Gereja dengan bakal calon Pendeta yang belum berjabatan Pendeta. Pengenalan itu melalui segala kegiatan di Gereja tersebut sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
8.   Majelis Gereja menentukan calon Pendeta sementara berdasarkan hasil pengenalan dan rekomendasi Gereja asal calon Pendeta sementara tentang kelayakannya dipanggil sebagai calon Pendeta.
9.   Nama calon Pendeta sementara diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
10. Di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, pada hari yang ditentukan diselenggarakan pemilihan calon Pendeta sementara. Dalam hal calon Pendeta sementara tersebut hanya tunggal, jumlah minimal suara warga Gereja yang memilih sekurang-kurangnya 70% dari suara masuk yang sah untuk menetapkan calon Pendeta terpilih. Dalam hal calon Pendeta sementara berjumlah jamak, jumlah minimal suara warga Gereja yang memilih sekurang-kurangnya 50% + 1 dari suara masuk yang sah untuk menetapkan calon Pendeta terpilih. Pemilihan dianggap sah apabila diikuti oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah warga gereja yang mempunyai hak pilih.
11. Warga Gereja yang boleh memilih adalah warga gereja dewasa dari Gereja bersangkutan yang tidak sedang dalam pamerdi.
12. Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga gereja, Majelis Gereja menetapkan calon Pendeta terpilih.
13. Nama calon Pendeta terpilih diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut, agar warga gereja ikut mempertimbangkan kelayakan calon Pendeta terpilih tersebut.
14. Apabila tidak ada keberatan yang sah, Majelis menyampaikan surat panggilan kepada calon Pendeta terpilih dilampiri daftar fasilitas yang disediakan oleh Majelis.
15. Menanggapi surat panggilan dari Majelis Gereja pemanggil, calon Pendeta terpilih memberikan jawaban bersedia atau tidak bersedia.
16. Setelah mendapat surat kesediaan dari calon Pendeta terpilih, Majelis Gereja pemanggil mengatur kepindahan tempat tinggal dan kewarga-gerejaan calon tersebut ke Gereja pemanggil.
(2)   Pembimbingan dan pendampingan calon Pendeta terpilih.
1.   Majelis Gereja menyampaikan permohonan kepada Sidang Klasis, agar dilakukan pembimbingan dan ujian calon Pendeta bagi calon Pendeta terpilih yang telah dipanggil dengan melampirkan berkas administratif.
2.   Menanggapi Permohonan Gereja agar dilakukan pembimbingan dan ujian calon Pendeta, Sidang Klasis menunjuk Tim Pembimbingan yang sekaligus merupakan Tim Penguji bagi calon Pendeta terpilih.
3.   Materi pembimbingan terdiri atas:
a.   Khotbah.
b.   Pokok-pokok Ajaran GKJ.
c.   Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
d.   Sejarah GKJ.
4.   Waktu pembimbingan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
5.   Majelis Gereja membentuk Tim Pendamping yang bertugas mendampingi calon Pendeta terpilih tersebut demi terbentuknya perilaku sebagai Pendeta, antara lain dalam hal kesalehan, tanggung jawab, kedisiplinan, kesetiaan, kerajinan, ketekunan dalam pelayanan, kemampuan berinteraksi sosial, dan kepemimpinan.
(3)   Ujian calon Pendeta.
1.   Ujian calon Pendeta adalah ujian untuk meneliti kehidupan calon Pendeta terpilih tentang kelayakan perilaku, pandangan teologis, pemahaman wawasan konteks GKJ, dan potensi keterampilan pelayanannya sebagai Pendeta.
2.   Ujian calon Pendeta dilaksanakan di dalam Sidang Klasis setelah:
a.   Pemeriksaan syarat-syarat administrasi dinyatakan lengkap.
b.   Majelis menyampaikan surat pernyataan bahwa dari segi perilaku calon Pendeta terpilih yang bersangkutan layak sebagai Pendeta.
c.   Tim Pembimbing menyatakan bahwa calon Pendeta terpilih telah mengikuti pembimbingan dan layak untuk menempuh ujian calon Pendeta.
3.   Materi ujian terdiri atas:
a.   Khotbah.
b.   Pokok-pokok Ajaran GKJ.
c.   Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
d.   Sejarah GKJ.
4.   Penguji calon Pendeta terdiri atas:
a.   Tim Pembimbing yang sekaligus penguji yang ditunjuk oleh persidangan Klasis.
b.   Utusan Utama (primus) Gereja-gereja ke sidang Klasis, kecuali utusan Gereja pemanggil.
c.   Visitator Sinode.
5.   Ujian calon Pendeta dilaksanakan dengan menggunakan tata tertib ujian calon Pendeta yang diputuskan oleh sidang Klasis yang menyelenggarakan ujian tersebut, yang dibuat dengan mengacu pada Pedoman Ujian calon Pendeta yang berlaku di Sinode GKJ.
6.   Di dalam sidang tertutup diputuskan layak atau tidaknya calon Pendeta terpilih untuk ditahbiskan sebagai Pendeta. Keputusan tersebut disampaikan di dalam sidang terbuka. Apabila calon Pendeta terpilih dinyatakan layak tahbis, Sidang Klasis menyampaikan Surat Keputusan kelayakan calon Pendeta terpilih tersebut untuk ditahbiskan sebagai Pendeta. Calon Pendeta terpilih tersebut menyatakan janji bersedia hidup saleh sesuai dengan etika Kristen dan menerima serta memberlakukan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
7.   Apabila calon Pendeta terpilih tersebut dinyatakan tidak layak tahbis, Gereja yang bersangkutan hanya boleh mengajukan permohonan untuk diselenggarakan ujian calon Pendeta bagi calon Pendeta terpilih tersebut sekali lagi.
(4)   Masa Vikariat.
1.   Bagi calon terpilih Pendeta yang telah lulus dalam ujian wajib menjalani masa Vikariat sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
2.   Pada masa Vikariat ini calon terpilih Pendeta disebut sebagai Vikaris.
3.   Vikaris memanfaatkan masa Vikariat untuk memantapkan pemahaman dan pendalaman makna panggilan, serta membangun relasi dengan segenap pihak.
4.   Pada masa Vikariat seorang Vikaris dapat batal untuk ditahbiskan sebagai Pendeta apabila:
a.   Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan.
b.   Tidak taat pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Laksana GKJ.
c.   Berperilaku yang menyebabkan kehidupan Gereja tidak mencerminkan kemuliaan Tuhan Yesus Kristus.
5.   Pembatalan seorang Vikaris untuk ditahbiskan sebagai Pendeta dilakukan melalui  prosedur:
a.   Majelis Gereja Pemanggil atas dasar keputusan Sidang Majelis Gereja mengusulkan rencana pembatalan tersebut kepada Sidang Klasis.
b.   Sidang Klasis menanggapi usulan Majelis Gereja Pemanggil tersebut dengan melakukan klarifikasi terhadap Vikaris dan pihak-pihak yang dipandang perlu dan selanjutnya mengambil keputusan.
c.   Jika Sidang Klasis menyetujui usulan pembatalan itu, maka Majelis Gereja Pemanggil mengumumkan hal pembatalan tersebut dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
d.   Jika  Sidang Klasis menolak usulan pembatalan itu maka Majelis Gereja Pemanggil memberi kesempatan bagi Vikaris untuk memperpanjang masa Vikariat selama 1 (satu) tahun atau memberi kesempatan Vikaris menerima panggilan dari Gereja lain.
e.   Jika dalam masa perpanjangan itu Vikaris tersebut menerima panggilan dari GKJ lain, maka Gereja Pemanggil tersebut memberlakukan ketentuan proses pemanggilan dalam pasal ini  dengan tanpa pembimbingan dan ujian calon Pendeta.
f.    Jika setelah masa perpanjangan Vikariat satu tahun telah dijalani ternyata Vikaris itu tetap tidak layak ditahbiskan sebagai Pendeta atau tidak ada Gereja lain yang memanggil, maka Majelis Gereja Pemanggil mengusulkan kepada Sidang Klasis untuk mengesahkan keputusan Majelis Gereja Pemanggil menghentikan proses penahbisan Vikaris tersebut sebagai Pendeta.  Majelis Gereja Pemanggil mengumumkan hal tersebut dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
(5)   Penahbisan Pendeta.
Penahbisan seorang Vikaris menjadi seorang Pendeta dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.   Nama Vikaris dan rencana penahbisannya diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua)  minggu berturut-turut, dengan maksud agar setiap warga Gereja turut mendoakan rencana penahbisan tersebut. 
2.   Penahbisan Pendeta dilaksanakan di dalam kebaktian khusus dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ.
3.   Dalam kebaktian tersebut Majelis Gereja menyerahkan:
(1)    Alkitab.
(2)    Alat-alat Pelayanan Sakramen.
(3)    Surat Keputusan Penahbisan dari Majelis Gereja.


Dari apa yang tertera dalam PPAG, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ tentang Pendeta dan  jika dikaitkan dengan upaya yang sedang dilakukan oleh GKJ Ngampin.

Posisi Proses yang sedang dan sudah ditempuh oleh GKJ Ngampin:
1.Sudah ada nama bakal calon (sdr.Yosef).
2.Sudah ada keputusan GKJ Ngampin soal Berapa Jumlah Calon (Calon Tunggal).
3.Sudah ada pengakuan Klasis jika sdr.Yosef sedang orientasi di GKJ Ngampin.

Hal itu berarti proses bisa langsung di poin 6 pasal 8 Tata Laksana.

Namun sebelumnya dibuat dulu -surat panggilan orientasi untuk sdr Yosef. (mau dihitung berapa bulan atau tahun untuk orientasi).
-Dibuat pula surat keputusan majelis mengenai jumlah calon yang akan masuk dalam proses (calon Tunggal).

6.   Majelis Gereja menyampaikan surat untuk menanyakan kesanggupan atau ketidak-sanggupan bakal calon Pendeta yang bersangkutan.
Dalam waktu seminggu atau sebulan dibuat surat panggilan kpd sdr yosef sebagai Bakal calon. Diberi waktu 1 bulan untuk menggumulkan. Sebulan selanjutnya majelis sudah menerima jawaban Kesanggupan sdr Yosef menjadi Bakal Calon.

7.   Majelis Gereja menyelenggarakan masa pengenalan antara warga Gereja dengan bakal calon Pendeta yang belum berjabatan Pendeta. Pengenalan itu melalui segala kegiatan di Gereja tersebut sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
Majelis menetapkan waktu Masa Pengenalan (orientasi sebagai bakal calon). Bisa 3 atau 6 bulan. (diperhitungkan kondisi study sdr.Yosef)

8.   Majelis Gereja menentukan calon Pendeta sementara berdasarkan hasil pengenalan dan rekomendasi Gereja asal calon Pendeta sementara tentang kelayakannya dipanggil sebagai calon Pendeta.
Dalam masa pengenalan tersebut, ada tim peng-evaluasi masa pengenalan. Di masa akhir masa pengenalan, Tim peng-evaluasi melaporkan hasil masa pengenalan dan sekaligus memberikan rekomendasi apakah proses bisa dilanjutkan atau tidak.
Karena sdr.Yosef adalah warga GKJ Ngampin, untuk menguatkankan rekomendasi Tim, baik pula bila Kelompok/Blok atau wilayah di mana sdr.Yosef berdomisili memberikan pula surat rekomendasi.

9.   Nama calon Pendeta sementara diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
Selanjutnya Majelis berdasarkan rekomendasi dari Tim peng-evaluasi serta Blok/Wilayah/Kelompok, menetapkan (dalam pleno) sdr.Yosef sebagai Calon pendeta sementara. Dan mengumumkan selama 2 minggu berturut-turut.
Juga ditetapkan kapan waktu pemilihan pendeta.

10. Di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, pada hari yang ditentukan diselenggarakan pemilihan calon Pendeta sementara. Dalam hal calon Pendeta sementara tersebut hanya tunggal, jumlah minimal suara warga Gereja yang memilih sekurang-kurangnya 70% dari suara masuk yang sah untuk menetapkan calon Pendeta terpilih. Dalam hal calon Pendeta sementara berjumlah jamak, jumlah minimal suara warga Gereja yang memilih sekurang-kurangnya 50% + 1 dari suara masuk yang sah untuk menetapkan calon Pendeta terpilih. Pemilihan dianggap sah apabila diikuti oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah warga gereja yang mempunyai hak pilih.
Majelis lalu mengadakan Pemilihan Pendeta dengan calon Tunggal. Dengan memperhatikan bahwa sekurang-kurangnya 2/3 jumlah warga gereja yang punya hak pilih mengikuti pemilihan tersebut. Dan hasilnya tidak kurang dari 70% suara SETUJU.

11. Warga Gereja yang boleh memilih adalah warga gereja dewasa dari Gereja bersangkutan yang tidak sedang dalam pamerdi.
Majelis membuat surat undangan Pemilihan bagi setiap warga dewasa yang punya hak pilih.

12. Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga gereja, Majelis Gereja menetapkan calon Pendeta terpilih.
Bila 2/3 warga yg punya hak pilih hadir dan hasil pemilihan menyatakan 70% lebih SETUJU, maka majelis membuat berita acara pemilihan dan membuat surat penetapan baahwa sdr.Yosesf sebagai Calon Pendeta terpilih.

13. Nama calon Pendeta terpilih diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut, agar warga gereja ikut mempertimbangkan kelayakan calon Pendeta terpilih tersebut.
Berdasarkan berita acara serta surat penetapan Majelis di atas lalu diumumkan bahwa sdr.Yosef telah dipilih sebagai Calon Pendeta Terpilih.

14. Apabila tidak ada keberatan yang sah, Majelis menyampaikan surat panggilan kepada calon Pendeta terpilih dilampiri daftar fasilitas yang disediakan oleh Majelis.
Di tunggu selama 2 minggu berturut-turut dan jika tidak ada yang warga yang dapat memberikan surat keberatan yang sah (masuk akal, dapat dipertanggungjawabkan berdasar 3 tolok ukur berjenjang, maka majelis membuat Surat Panggilan kepada Calon Pendeta di sertai dengan daftar Fasilitas yang akan diberikan kepada Pendeta.

15. Menanggapi surat panggilan dari Majelis Gereja pemanggil, calon Pendeta terpilih memberikan jawaban bersedia atau tidak bersedia.
Dalam waktu 2 Minggu Calon memberikan surat Kesanggupan/kesediaan.

16. Setelah mendapat surat kesediaan dari calon Pendeta terpilih, Majelis Gereja pemanggil mengatur kepindahan tempat tinggal dan kewarga-gerejaan calon tersebut ke Gereja pemanggil.
Setelah ada surat kesanggupan, baik bila Calon pendeta terpilih Boyongan ke Pastori.
Selanjutnya dalam Sidang Klasis th 2012 dapat mengajukan Usul Pembimbingan dan pendampingan Calon Pendeta terpilih. Pada saat mengajukan ke sidang klasis, seluruh berkas, surat-surat harap dilampirkan. Mulai dari surat SK Panitia Pemilihan Pendeta, Panggilan Orientasi. Kesanggupan orientasi, Keputusan tentang Calon Tunggal, Surat panggilan pengenalan, Surat kesediaan Masa Pengenalan, Surat Keputusan tentang Bakal Calon Pendeta, Surat Rekomendasi Tim Evaluasi, Rekomendasi Blok/Wilayah, Surat penetapan waktu pelaksanaan Pemilihan, contoh undangan, contoh Berita Jemaat, Surat Baptis/sidhi, KK, Ijasah dll.

Harap juga sudah ada perencanaan yang matang mengenai waktu pembimbingan, biaya pembimbingan, waktu peremtoir, permohonan perpendekan masa/waktu Vikariat.

(6)   Pembimbingan dan pendampingan calon Pendeta terpilih.
1.   Majelis Gereja menyampaikan permohonan kepada Sidang Klasis, agar dilakukan pembimbingan dan ujian calon Pendeta bagi calon Pendeta terpilih yang telah dipanggil dengan melampirkan berkas administratif.
2.   Menanggapi Permohonan Gereja agar dilakukan pembimbingan dan ujian calon Pendeta, Sidang Klasis menunjuk Tim Pembimbingan yang sekaligus merupakan Tim Penguji bagi calon Pendeta terpilih.
3.   Materi pembimbingan terdiri atas:
a.   Khotbah.
b.   Pokok-pokok Ajaran GKJ.
c.   Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
d.   Sejarah GKJ.
4.   Waktu pembimbingan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
5.   Majelis Gereja membentuk Tim Pendamping yang bertugas mendampingi calon Pendeta terpilih tersebut demi terbentuknya perilaku sebagai Pendeta, antara lain dalam hal kesalehan, tanggung jawab, kedisiplinan, kesetiaan, kerajinan, ketekunan dalam pelayanan, kemampuan berinteraksi sosial, dan kepemimpinan.
(7)   Ujian calon Pendeta.
1.   Ujian calon Pendeta adalah ujian untuk meneliti kehidupan calon Pendeta terpilih tentang kelayakan perilaku, pandangan teologis, pemahaman wawasan konteks GKJ, dan potensi keterampilan pelayanannya sebagai Pendeta.
2.   Ujian calon Pendeta dilaksanakan di dalam Sidang Klasis setelah:
a.   Pemeriksaan syarat-syarat administrasi dinyatakan lengkap.
b.   Majelis menyampaikan surat pernyataan bahwa dari segi perilaku calon Pendeta terpilih yang bersangkutan layak sebagai Pendeta.
c.   Tim Pembimbing menyatakan bahwa calon Pendeta terpilih telah mengikuti pembimbingan dan layak untuk menempuh ujian calon Pendeta.
3.   Materi ujian terdiri atas:
a.   Khotbah.
b.   Pokok-pokok Ajaran GKJ.
c.   Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
d.   Sejarah GKJ.
4.   Penguji calon Pendeta terdiri atas:
a.   Tim Pembimbing yang sekaligus penguji yang ditunjuk oleh persidangan Klasis.
b.   Utusan Utama (primus) Gereja-gereja ke sidang Klasis, kecuali utusan Gereja pemanggil.
c.   Visitator Sinode.
5.   Ujian calon Pendeta dilaksanakan dengan menggunakan tata tertib ujian calon Pendeta yang diputuskan oleh sidang Klasis yang menyelenggarakan ujian tersebut, yang dibuat dengan mengacu pada Pedoman Ujian calon Pendeta yang berlaku di Sinode GKJ.
6.   Di dalam sidang tertutup diputuskan layak atau tidaknya calon Pendeta terpilih untuk ditahbiskan sebagai Pendeta. Keputusan tersebut disampaikan di dalam sidang terbuka. Apabila calon Pendeta terpilih dinyatakan layak tahbis, Sidang Klasis menyampaikan Surat Keputusan kelayakan calon Pendeta terpilih tersebut untuk ditahbiskan sebagai Pendeta. Calon Pendeta terpilih tersebut menyatakan janji bersedia hidup saleh sesuai dengan etika Kristen dan menerima serta memberlakukan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
7.   Apabila calon Pendeta terpilih tersebut dinyatakan tidak layak tahbis, Gereja yang bersangkutan hanya boleh mengajukan permohonan untuk diselenggarakan ujian calon Pendeta bagi calon Pendeta terpilih tersebut sekali lagi.
(8)   Masa Vikariat.
1.   Bagi calon terpilih Pendeta yang telah lulus dalam ujian wajib menjalani masa Vikariat sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
2.   Pada masa Vikariat ini calon terpilih Pendeta disebut sebagai Vikaris.
3.   Vikaris memanfaatkan masa Vikariat untuk memantapkan pemahaman dan pendalaman makna panggilan, serta membangun relasi dengan segenap pihak.
4.   Pada masa Vikariat seorang Vikaris dapat batal untuk ditahbiskan sebagai Pendeta apabila:
a.   Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan.
b.   Tidak taat pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Laksana GKJ.
c.   Berperilaku yang menyebabkan kehidupan Gereja tidak mencerminkan kemuliaan Tuhan Yesus Kristus.
5.   Pembatalan seorang Vikaris untuk ditahbiskan sebagai Pendeta dilakukan melalui  prosedur:
a.   Majelis Gereja Pemanggil atas dasar keputusan Sidang Majelis Gereja mengusulkan rencana pembatalan tersebut kepada Sidang Klasis.
b.   Sidang Klasis menanggapi usulan Majelis Gereja Pemanggil tersebut dengan melakukan klarifikasi terhadap Vikaris dan pihak-pihak yang dipandang perlu dan selanjutnya mengambil keputusan.
c.   Jika Sidang Klasis menyetujui usulan pembatalan itu, maka Majelis Gereja Pemanggil mengumumkan hal pembatalan tersebut dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
d.   Jika  Sidang Klasis menolak usulan pembatalan itu maka Majelis Gereja Pemanggil memberi kesempatan bagi Vikaris untuk memperpanjang masa Vikariat selama 1 (satu) tahun atau memberi kesempatan Vikaris menerima panggilan dari Gereja lain.
e.   Jika dalam masa perpanjangan itu Vikaris tersebut menerima panggilan dari GKJ lain, maka Gereja Pemanggil tersebut memberlakukan ketentuan proses pemanggilan dalam pasal ini  dengan tanpa pembimbingan dan ujian calon Pendeta.
f.    Jika setelah masa perpanjangan Vikariat satu tahun telah dijalani ternyata Vikaris itu tetap tidak layak ditahbiskan sebagai Pendeta atau tidak ada Gereja lain yang memanggil, maka Majelis Gereja Pemanggil mengusulkan kepada Sidang Klasis untuk mengesahkan keputusan Majelis Gereja Pemanggil menghentikan proses penahbisan Vikaris tersebut sebagai Pendeta.  Majelis Gereja Pemanggil mengumumkan hal tersebut dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
(9)   Penahbisan Pendeta.
Penahbisan seorang Vikaris menjadi seorang Pendeta dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.   Nama Vikaris dan rencana penahbisannya diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua)  minggu berturut-turut, dengan maksud agar setiap warga Gereja turut mendoakan rencana penahbisan tersebut. 
2.   Penahbisan Pendeta dilaksanakan di dalam kebaktian khusus dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ.
3.   Dalam kebaktian tersebut Majelis Gereja menyerahkan:
(4)    Alkitab.
(5)    Alat-alat Pelayanan Sakramen.
(6)    Surat Keputusan Penahbisan dari Majelis Gereja.



[1]    ) Gereja mula-mula dipimpin oleh para presbuteros yang artinya orang yang lebih tua [Kis.14:23; 20:17; 1Ptr.5:1-5]. Itu berarti sejak awal gereja dipimpin dalam bentuk dewan, bukan pemimpin tunggal.

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013