MAJELIS GEREJA



MAJELIS GEREJA
Sesuai dengan azas yang dianut oleh Gereja Protestan bahwa setiap warga gereja/orang beriman  pada dasarnya setara di hadapan Tuhan, ini yang biasa disebut sebagai azas Imamat Am, yaitu posisi tiap orang percaya sebagai yang sama-sama diampuni dan dikasihi oleh Allah sehingga tidak ada gradasi atau hierarki maka ajaran GKJ mengenai posisi kepemimpinan adalah sebagai berikut:
Berbentuk Dewan atau Majelis.
Hal ini mensiratkan adanya kesederajatan. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Posisinya setara dan sepadan. Hanya dibedakan dalam hal fungsi masing-masing bagian dari Majelis atau Dewan. Pemilihan bentuk kepemimpinan Dewan atau Majelis dalam GKJ sudah melalui pergumulan yang panjang sejak muncul gereja Reformasi yang mengkritisi kepemimpinan tunggal yang ada dalam diri Paus. Sejarah yang panjang dari gereja Protestan akhirnya menemukan suatu formulasi  bahwa dalam hidup bersama bergereja akan ideal bila dilakukan secara kolektif kolegial (maksudnya secara bersama-sama dan setara/sejajar).
Penemuan formulasi kepemimpinan bentuk dewan pertama-tama kita dapati pada kehidupan orang Israel ketika Musa sebagai Nabi disarankan oleh Imam Yitro untuk membentuk para tua-tua di kalangan orang Israel.  Metode yang sudah sangat kuno ini terbukti sangat efektif untuk membentuk suatu masayarakat/kehidupan bersama yang lebih bermartabat. Sebab dalam kenyataannya kepemimpinan Tunggal (sekuat dan sebesar apapun charisma yang dimiliki pada akhirnya tetap memerlukan kebersamaan dengan sesame pemimpin yang lain).
Demikian pula dalam sejarah Perjanjian Baru. Dalam kehidupan gereja mula-mula Tuhan Yesus memilih Para Rasul untuk menemani pelayanan-Nya.  Bahkan lebih tegas lagi setelah Tuhan Yesus naik ke sorga, para rasul memilih para Diaken untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di antara jemaat mula-mula pada saat itu. Penemuan kata Presbiteros (tua-tua) dan Episkopos (penilik) semakin memperkokoh kita bahwa memang yang dikehendaki Tuhan dalam kehidupan bersama bergereja adalah adanya kepemimpinan yang kolektif kolegial. Persidangan yang pertama ada di kehidupan gereja adalah sebagaimana yang tercatat dalam kisah para rasul pasal 15.
Namun GKJ tidak hanya menekankan kelebihan dari unsure manusiawi dari kepemimpinan yang berbentuk Dewan atau Majelis. GKJ yakin bahwa Gereja sebagai kumpulan orang percaya yang menjawab Ya atas keselamatan Allah pada dasarnya dipimpin dan dikepalai oleh Kristus sendiri sebagai Kepala gereja. Kalau Kristus kita boleh menyebut Kepala, kalau dalam majelis hanya disebut ketua. Tentu kita maklum bedanya Kepala dan ketua. Jadi Kristuslah Kepala gereja. Ia yang memimpin gerejanya sepanjang abad. Bagaimana kita bisa mendapati wujud pimpinan Kristus dalam Gereja? GKJ yakin bahwa melalui pimpinan Roh Kudus serta melalui Firman/Sabda, Kristus memimpin gereja-Nya. Oleh karena itu GKJ berani mengukur apakah Majelis gereja bisa merepresentasikan(menghadirkan) kepemimpinan Kristus atau tidak, semuanya terletak dalam Kesediaan Majelis/dewan untuk tunduk pada Pimpinan Roh Kudus dan Firman. Lantas bagaimana kita sebagai majelis dapat merasakan Pimpinan Roh Kudus dan tunduk pada Firman?    
Untuk itu GKJ mensyaratkan  hal-hal sebagai berikut untuk bisa masuk dalam kemajelisan:
1.      Warga dewasa dari gereja yang bersangkutan setelah sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun menjadi warga dan tidak berada dalam pamerdi, serta dipandang layak untuk menjadi seorang Penatua atau Diaken.
2 tahun setelah menjadi warga gereja disyaratkan oleh GKJ sebab untuk menghindari cobaan Iblis yang berupa kesombongan rohani. Orang baru yang langsung dipilih menjadi pimpinan dalam gereja akan mudah tergoda merasa dirinya sebagai orang penting, diperlukan sehingga akan mudah masuk dalam jeratan si Jahat.  2 tahun disyaratkan juga supaya ada upaya pengenalan yang lebih dalam terhadap sesame warga gereja, sehingga nantinya setelah menjabat sebagai anggota dewan dapat melalukan pimpinan dengan benar, baik dan tepat.
Tidak dalam pamerdi, sebab warga gereja yang dalam Pamerdi otomatis kehilangan hak-haknya sebagai warga gereja, termasuk untuk dipilih dan memilih anggota majelis. Penjatuhan pamerdi kepada seorang warga gereja  disebabkan karena pelanggaran hidup etis dan perilaku sehari-harinya tidak sesuai dengan Firman Tuhan.
2.      Warga gereja yang tempat tinggal dan kehidupan sehari-harinya memungkinkan untuk melaksanakan tugas sebagai Penatua dan Diaken.
Tempat tinggal dan kehidupan sehari-hari juga disyaratkan supaya setiap anggota majelis dapat menjalankan tugas-tugasnya secara maksimal. Dan supaya tidak menjadi batu sandungan terhadap orang-orang yang dipimpinnya.
3.      Memiliki pengetahuan yang memadai tentang Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata  Laksana GKJ serta menaatinya.
Pengetahuan yang memadai. Kata memadai relative sifatnya. Mengapa kata memadai dipakai, sebab diasumsikan setiap anggota majelis akan memperlengkapi diri dan akan diperlengkapi oleh gereja.
Taat pada PPAG, Talak dan Tager. PPAG adalah pokok-pokok iman GKJ. Setiap anggota majelis harus mengerti apa yg menjadi pokok-pokok iman. Memang setiap orang Kristen percaya pada Kristus. Dan memang memiliki Alkitab yang sama. Akan tetapi pemahaman hidup dalam Kristus serta penghayatan serta cara membaca Alkitab setiap orang Kristen berbeda-beda. Oleh karena itu kita mendapati ada ekspresi yang berbeda2 diantara orang-orang Kristen. Ada banyak gereja. Kekhasan dan kekhususan gereja GKJ ada dalam PPAG, Talak dan Tager. Oleh karena itu setiap orang baru yang masuk menjadi anggota GKj, terlebih lagi yang mau menjadi anggota majelis yang akan memimpin hidup bersama dalam GKJ WAJIB mengerti dan taat pada PPAG, Talak dan Tager.
4.      Sikap dan perilaku pribadi dan atau keluarganya tidak menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat.
Tidak menjadi batu sandungan. Hal ini supaya Nama Kristus tidak dicemarkan. Kita bisa membayangkan jika hidup dan perilaku dari seorang anggota majelis serta keluarganya tidak mencerminkan hidup sebagai orang yang percaya dan berserah kepada Tuhan, sudah tentu akan menjadi cemoohan orang.  Namanya jabatan mengandung konsekuensi. Dan anggota majelis adalah jabatan rohani, pemimpin rohani.
5.      Bersedia dan mampu memegang rahasia jabatan.
Setiap kepemimpinan memiliki kode etik tersendiri. Demikian pula dalam kepemimpinan gereja. Ada kode etik yang dinamakan rahasia jabatan. Seba dalam proses kepemimpinan ada banyak hal yang dibahas, ada hal-hal sensitive mengenai pemeliharaan rohani seseorang, terkait dengan rahasia pribadi kehidupan setiap warga gereja yang dipimpin. Ketidakmampuan menjaga rahasia jabatan akan berpotensi munculnya orang yang merasa dipermalukan. Dan akan bermuara pada adanya konflik. GKJ sangat ketat dalam menekankan Rahasia Jabatan. Sebab GKJ hidup dalam budaya Jawa yang sangat menghormati Nama Baik, kehormatan Nama seseorang. Oleh sebab itu Rahasia jabatan sebagai anggota majelis harus dipegang teguh meskipun ia sudah tidak lagi menjabat sebagai seorang anggota majelis. Dibawa sampai mati.  Istri, anak dan suami serta teman dekat menjadi cobaan seorang majelis, sebab seorang majelis harus mampu menahan diri, menahan perasaan untuk tidak membuka rahasia jabatan.
6.      Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain.
Seorang anggota majelis juga harus memiliki kesediaan dan mampu untuk bekerjasama dengan orang lain. Mengapa hal ini disyaratkan? Sebab ia seorang Gembala yang harus mampu memahami kekurangan dan kelebihan orang lain. Ia masuk dalam Dewan, Majelis, Kepemimpinan yaitu sebuah kebersamaan. Ia juga harus bersentuhan dengan pihak-pihak yang menjadi stake holder gereja. Oleh karena itu kemampuan kerjasama harus ada pada setiap anggota majelis.
Mengapa begitu banyak dan berat sekali syarat-syarat untuk menjadi seorang anggota majelis?
Sebab Majelis gereja adalah pemimpin rohani yang harus mewakili Kristus dalam menggembalakan umat kepunyaan-Nya. Hal ini di satu sisi merupakan sebuah beban namun di sisi lain ini merupakan berkat. Sebab menjadi wakil Kristus untuk mengasihi orang-orang percaya.
 Berikut ini tugas majelis GKJ
Tugas Majelis Gereja adalah menjadi penanggung jawab segala kegiatan gereja baik di bidang Pemberitaan Penyelamatan Allah, Pemeliharaan Iman, maupun Organisasi Gereja. Pelaksanaan tugas Majelis Gereja meliputi:
1.   Bersama-sama warga gereja melaksanakan Pemberitaan Penyelamatan Allah.
2.   Menjaga ajaran gereja.
3.   Menyelenggarakan katekisasi atau pengajaran agama Kristen.
4.   Menyelenggarakan kebaktian, pelayanan Sakramen, dan kegiatan-kegiatan Pemeliharaan Iman.
5.   Menyelenggarakan Sidang Majelis Gereja untuk:
a.   Menentukan kebijakan dan arah pelayanan gereja.
b.   Koordinasi pelaksanaan tugas-tugas pelayanan gereja.
c.   Melaksanakan evaluasi pelaksanaan program pelayanan gereja.
6.   Mengangkat dan memberhentikan badan-badan pembantu Majelis Gereja.
7.   Mewakili gereja baik ke dalam maupun ke luar.


  Tugas Penatua dan Diaken.
1.Tugas utama Penatua adalah melaksanakan pemerintahan gereja demi terlaksananya tugas panggilan gereja.
Kata pemerintahan berasal dari kata Perintah yang mendapat sisipan em dan akhirn an. Dalam KBBI disebutkan hawa Pemerintahan menunjuk hal proses, cara atau perbuatan memerintah. Karena yang disebut adalah Pemerintahan Gereja maka yang dimaksud  adalah bagaimana proses pemerintahan gereja, atau cara pemerintahan gereja serta perbuatan memerintah dalam gereja.
Proses memerintah di gereja sudah tentu berbeda dengan proses memerintah di luar gereja. Demikian pula Cara dan Perbuatan memerintahnya. Kita perlu banyak belajar bagaimana Allah dalam Kristus melakukan Pemerintahan sorgawi. Pemerintahan oleh Kristus lebih dominan sebagai Pelayanan yaitu dengan cara merendahkan diri, mengampuni dan memperlengkapi. Berkali-kali Kristus juga mengingatkan kepada para murid agar dalam hal memerintah orang percaya yang lain, harus berbeda dengan cara duniawi yang dengan kekerasan, kuasa serta arogansi. Sebaliknya harus dengan belas kasih dan keramahan. Jadi kita bisa menyimpulkan bahwa Penatua adalah mereka yang diberi mandate  memimpin secara rohani.
 2. Tugas utama Diaken adalah memelihara iman warga gereja dengan cara memperhatikan kesejahteraan hidup warga Gereja dan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat umum.
Memelihara iman warga menjadi hal yang utama dari Diaken. Dengan focus pada kesejahteraan hidup warga gereja. Sebagaimana asal mula munculnya jabatan diaken di mana ada keprihatinan soal perhatian dan kepedulian terhadap mereka yang sangat membutuhkan, seorang Diaken GKJ harus menolong dan membantu bagaimana supaya hal-hal yang berguna untuk mensejahterakan warga  dapat diterima oleh warga gereja.
Pada akhirnya karena gereja tidak boleh focus pada dirinya sendiri, maka seorang diaken juga harus melakukan hal yang sama bagi masyarakat umum.




Dipersiapkan dalam rangka pendadaran calon majelis
Ambarawa, 1 pebruari 2012.

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013