Keraguan atau ketidakpercayaan

ragu? atau ketidakpercayaan? " Kemudian dibawalah kepada Yesus seorang yang kerasukan setan. Orang itu buta dan bisu, lalu Yesus menyembuhkannya, sehingga si bisu itu berkata-kata dan melihat." —Matius 12:22 Bukannya memuji dan bersyukur atas mukjizat Tuhan Yesus yang luar biasa, orang-orang Farisi malah menghubungkan kuasa ajaib itu dengan iblis. Yesus baru saja menyembuhkan orang yang kerasukan setan, yang buta dan tidak dapat berbicara. Sementara orang banyak terheran-heran, para pemimpin agama ini berkata, "Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan." (Matius 12:24). Bagaimana mungkin orang-orang yang telah mempelajari Kitab Suci dan yang telah mengabdikan diri mereka pada hal-hal rohani serta dianggap sebagai orang yang saleh, dapat mengambil sesuatu kesimpulan yang begitu jahat? Mengatakan bahwa yang dilakukan oleh tangan Tuhan dan mengaitkannya dengan setan? Ketidakpercayaan mereka tidak didasarkan pada keraguan yang jujur. Sebaliknya, keakraban mereka dengan hal-hal rohani dan penolakan terhadap hal-hal itulah yang membawa mereka pada keadaan seperti itu. Mereka seharusnya tahu lebih baik. Ada perbedaan antara ketidaktahuan dan pilihan yang disengaja. Ada perbedaan antara keraguan dan ketidakpercayaan. Keraguan adalah masalah pikiran, namun ketidakpercayaan adalah masalah hati dan kemauan. Keraguan terjadi ketika kita tidak dapat memahami apa yang sedang Tuhan lakukan atau mengapa Dia melakukannya. Namun ketidakpercayaan adalah pilihan yang kita buat. Kehendak untuk menolak Tuhan. Kebenaran yang sama bisa membebaskan seseorang dan juga bisa mengeraskan hati orang lain. Terserah sepenuhnya pada orang yang mendengarkan kebenaran tersebut dan tanggapannya terhadap kebenaran tersebut. Orang-orang Farisi tidak sekadar meragukan pekerjaan Tuhan; hati mereka dipenuhi dengan ketidakpercayaan. Mereka tidak menolak Yesus dan kemesiasannya karena kurangnya bukti. Dia telah menggenapi banyak nubuatan Perjanjian Lama. Mereka tidak menolak Yesus karena gaya hidup-Nya tidak sejalan dengan khotbah-Nya. Dia sempurna dan tanpa cela. Bahkan Pilatus, ketika dia bersiap untuk menghukum Yesus, berkata: "Aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada orang ini." (Lukas 23:4). Dan Yudas Iskariot, pengkhianat-Nya, berkata, : "Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah." Tetapi jawab mereka: "Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!" (Matius 27:4 ). Penolakan mereka terhadap Yesus—yang pada akhirnya, penghujatan mereka terhadap Roh Kudus— sebenarnya merupakan cerminan dari hati orang yang dengan sengaja menolak Yesus Kristus. Mereka menolak Yesus karena Dia mencampuri cara hidup yang mereka pilih. Dia adalah ancaman terhadap gaya hidup mereka, ancaman terhadap sistem keagamaan mereka. Yesus berkata, “ Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat."(Yohanes 3:19). Hal ini menjelaskan mengapa orang tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan mereka. Jika kamu jahat, maka kamu akan membenci terang cahaya kebenaran. Terlepas dari semua retorika dan pernyataan mereka yang tertarik pada hal-hal rohani, para pemimpin agama ini tidak benar-benar mencari kebenaran. Mereka juga tidak mencari Mesias. Jika tidak, mereka akan memeluk Yesus. Bukan malah menolak dan menganggapnya jahat. Itulah sebabnya orang-orang menolak Yesus saat ini. Mereka tidak menolak Yesus Kristus karena mereka telah memeriksa buktinya. Kebanyakan orang tidak pernah secara jujur ​​dan hati-hati memeriksa pernyataan-pernyataan Kristus. Alasan sebenarnya orang-orang menolak Yesus Kristus adalah karena mereka ingin segala sesuatunya dibiarkan apa adanya. Mereka tidak ingin berubah.

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009