Bahan Pemahaman Alkitab HUT ke-85 Sinode GKJ
Bahan Pemahaman Alkitab HUT ke-85 Sinode GKJ
"Mengembangkan Ekumenisme"
Yohanes 2:13-22
1. Perenungan bacaan Injil[1]
1.1. Yesus menyatakan bahwa
tubuh-Nya adalah Bait Suci Allah yang baru
Kita dapat membayangkan keributan, teriakan, suara binatang, dan
suara uang yang jatuh ke lantai, ketika Yesus mengusir binatang-binatang itu
keluar dari Bait Suci. Para penukar uang dan mereka yang mencoba mempertahankan
binatang-binatang berteriak marah. Semuanya kacau balau di tempat itu. Yesus
dengan cambuk dan "cinta untuk rumah Bapa-Nya" tidak tahan melihat
tempat suci itu berubah menjadi tempat berdagang - padahal orang-orang Yahudi
diundang untuk datang ke tempat itu untuk mendengarkan Allah dan setia pada
perjanjian kasih Allah.
Dalam kemarahan mereka, para pedagang dan penukar uang, segera
menemui para imam Bait Suci. Para iman itu ingin tahu atas kuasa apa Yesus
membuat keributan semacam itu. Dengan kuasa manakah Ia melakukan ini
semua?
Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam
tiga hari Aku akan mendirikannya kembali!" Mereka menjawab sambil
mengejek, "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan
Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" Tetapi yang dimaksudkan-Nya
dengan Bait Allah adalah tubuh-Nya sendiri.
Para murid baru akan memahami arti kata-kata Yesus ini pada waktu
kebangkitan. Pada waktu itu, tubuh Yesus akan bangkit pada hari ketiga sesudah
kematian-Nya. Yesus menggeser pembicaraan dari kesucian Bait Allah ke kesucian
tubuh-Nya sendiri.
Ia menyatakan sesuatu yang sama sekali baru. Bait Suci di
Yerusalem adalah dan akan selalu merupakan tempat suci. Tubuh-Nya, seluruh
ada-Nya, adalah Bait Suci yang baru, tempat suci di mana Allah bersemayam.
Yesus menyatakan bahwa hidup dan kasih, kesembuhan dan pengampunan, akan
mengalir dari Dia, melalui tubuh-Nya yang dihancurkan dan dibangkitkan, karena
Dia adalah sabda yang menjadi daging sebagaimana dinubuatkan oleh
Yeheskiel 47:9-11. Yesus adalah pusat jalan hidup yang baru yang
dibawa oleh kedatangan-Nya, Allah telah menjadi satu dari antara kita melalui
tubuh Yesus.
Allah tidak lagi jauh tak terjangkau di surga yang dilambangkan
oleh keindahan dan keagungan Bait Suci di Yerusalem. Allah telah memasang kemah
di antara kita, Allah adalah kawan satu peziarahan, dengan segala kelemahan
manusia, berjalan melewati padang gurun kehidupan bersama kita. Tempat suci itu
tidak dibuat dengan batu-batu yang berharga, tetapi dengan daging dan darah.
Tempat suci itu memungkinkan terjadinya perjumpaan, suatu kehadiran bagi manusia,
kehadiran yang akan menjadi relasi, persekutuan hati, dan
komunitas.
1.2. Tubuh kita adalah Bait Suci
Allah
Yesus yang terluka dan menjadi marah karena pelecehan terhadap
Bait Suci Yerusalem, "rumah Bapa-Nya", juga berteriak karena pelecehan
tubuh kita sebagai bait suci. Kita umat manusia juga dipanggil untuk menjadi
rumah, tempat tinggal Allah. Yesus menyatakan, kalau kita melakukan dan
mencintai sabda-Nya, Ia dan Bapa-Nya akan datang dan tinggal di dalam diri
kita. Rasul Paulus juga berkata:
Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam
di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah? .... Karena itu
muliakanlah Allah dengan tubuhmu! ( I Kor. 6:19-20)
Pada zaman ini, tampaknya kita telah kehilangan rasa mengenai
peran dan tempat tubuh kita. Banyak di antara kita yang tidak sadar akan adanya
ruang suci dalam diri kita, tempat di mana kita dapat merenung dan
berkontemplasi. Dari tempat itu dapat mengalir rasa kagum kalau kita memandang
gunung, langit, bunga-bunga, buah-buahan, dan semua yang indah di dunia ini,
tempat kita dapat mengkontemplasikan karya-karya seni.
Tempat ini, yang terletak pada batin kita yang paling dalam,
adalah tempat tinggal kepribadian kita, tempat kedamaian batin di mana Allah
tinggal. Di tempat itu, kita menerima cahaya kehidupan dan bisikan Roh Allah.
Di tempat itu pula kita menentukan pilihan-pilihan hidup kita, dari tempat itu
mengalirlah kasih kita kepada orang lain.
Ketika masyarakat kita menjadi semakin ribut dan sibuk, kita dapat
melupakan ruang hening dan suci di dalam diri kita ini. Ruangan ini bisa
kehilangan kesuciannya, dan menjadi seperti pasar, tempat belanja, yang
dibanjiri dengan segala macam kebutuhan yang tidak penting dan segala macam hal
yang remeh-temeh. Namun lebih jelek lagi,
kita dapat melenyapkan kesucian tubuh orang lain. Kita tidak memandangnya lagi
sebagai tempat tinggal Allah yang suci, yang mewajibkan kita untuk
menghormatinya, tetapi lebih sebagai sasaran nafsu dan fantasi, sebagai
dagangan yang dapat dibeli. Sebagaimana kita memperlakukan orang lain, demikian
juga kita memperlakukan bumi. Bumi dipercayakan kepada kita sebagai rumah, yang
diberikan kepada kita untuk kita olah dan kita jadikan lebih indah. Bumi inipun
dihancurkan kesuciannya oleh keserakahan. Dalam prolog Injilnya, Yohanes
menyatakan bahwa firman tersembunyi dalam ciptaan. Ciptaan adalah juga Bait
Suci Allah.
Rasa sakit yang ada dalam hati Yesus ketika Ia melihat Bait Suci
Yerusalem menjadi pasar, masih sama pada zaman kita ini, ketika Ia melihat hati
dan tubuh yang telah menjadi seperti pasar, yang tidak lagi menjadi sumber
kehidupan dan kasih bagi orang lain.
2. Kaitan dengan tema HUT ke-85 Sinode GKJ
"Mengembangkan Ekumenisme" adalah tema HUT ke-85
Sinode GKJ, tanggal 17 Pebruari 2016. Tema tersebut dipilih terkait
kebutuhan pengembangan kehidupan ekumenis yang terbuka dalam menjalani hidup
bersama sebagai keluarga Allah. Ekumenisme dipahami sebagai keyakinan bahwa
dunia ini adalah rumah bersama bagi segala umat dan ciptaan. Konsep keluarga
Allah perlu dikembangkan secara kreatif bersama dengan denominasi dan umat
beragama lain. Untuk itu, dibutuhkan kesadaran dan upaya bersama guna menjaga
dan mengembangkan kehidupan bersama bagi generasi sekarang ini dan yang akan
datang.
Untuk mewujudkan hidup bersama sebagai keluarga Allah, sekaligus
dunia sebagai rumah bersama bagi segala umat dan ciptaan, memerlukan kepekaan
yang tajam akan arti setiap pribadi sebagai "rumah" Allah. Kepekaan
itu bisa diasah dengan doa kontemplatif, yakni memberi perhatian secara penuh
dan teliti kepada DIA yang bersemayam pada pusat diri kita. Dengan
menyadari kehadiran Allah yang ada di dalam diri kita, kita dapat melihat-Nya
dalam dunia sekitar kita. Rahasia besar hidup kontemplatif bukanlah kita
melihat Allah di dunia, melainkan Allah dalam diri kita memampukan kita
mengenali Allah yang berada di dunia. Roh Illahi yang berada dalam diri kitalah
yang membuat dunia kita transparan dan membuka mata kita terhadap kehadiran Roh
Illahi dalam segala hal yang mengelilingi kita. Hidup kontemplatif adalah hidup
yang terus-menerus bergerak dari suatuyang buram menuju ke yang transparan.
Pandangan yang buram menyebabkan anggapan hanya manusia atau diri
kita yang bisa melayani. Tetapi pandangan yang transparan menuntun pada kesadaran
bahwa alam, waktu dan orang lain juga bisa melayani sekaligus sebagai berkat.
Kalau kita memandang orang lain tidak lebih dari sekadar pribadi yang menarik
atau tidak menarik, mengkotak-kotakkannya dengan cap-cap tertentu, ia tetap
tinggal buram. Kalau kita memandang alam sebagai milik untuk digunakan, bukan
sebagai anugerah yang kita terima dengan penuh syukur dan terima kasih, alam
menjadi buram. Jika kita memandang hidup ini tidak lebih dari sekadar rangkaian
peristiwa dan kejadian yang secara kebetulan terjadi di luar kontrol kita,
sehingga waktu tak ubahnya seperti penjara yang membuat kita tergesa-gesa atau
bosan, waktu sudah menjadi buram. Namun jika berbagai macam peristiwa itu kita
terima sebagai jalan mencari dan menemukan kepenuhan hidup, waktu menjadi
melayani kita untuk mengalami pertobatan sejati.
Orang yang ingin bersungguh-sungguh dalam pelayanan, harus
bersedia masuk dalam usaha keras dan sering kali melelahkan untuk mengenali
Allah di dalam hatinya. Pengenalan itu oleh Yesus Sang Guru bahkan membuat-Nya
terluka dan marah karena pelecehan terhadap Bait Suci Yerusalem,
"rumah Bapa-Nya", Ia juga berteriak karena pelecehan tubuh kita yang
sebenarnya juga "rumah" Allah. Pengenalan itu pula yang membawa-Nya
kepada salib. Namun salib apapun mampu ditanggung bagi yang bisa memandang
alam, waktu dan orang lain dengan transparan.
3. Pertanyaan penuntun percakapan
1. Ceritakanlah pengalaman Bapak/Ibu/Saudara, bergerak dari hati dan
tubuh yang seperti pasar kepada hati dan tubuh yang menjadi sumber kehidupan
dan kasih bagi orang lain!
2. Ceritakanlah pengalaman Bapak/Ibu/Saudara, membantu (atau dibantu)
orang lain untuk menemukan kekayaan pribadi sebagai yang dipanggil untuk
menjadi "rumah" Allah!
3. Meski musim hujan (seperti sekarang ini), tetapi banyak di antara
kita yang merasa udara (semakin) panas. Meski demikian apakah kita
menyadari bahwa alam tetap setia melayani kita? Apakah pilihan dan tindakan
yang bisa kita lakukan sebagai wujud keyakinan bahwa alam adalah "rumah"
Allah?
[1] Bersumber dari Jean Vanier, Tenggelam ke Dalam Misteri Yesus.
Yogyakarta: Kanisius, 2009 hal. 95-99.