Katekisasi bersama
Lukas 2: 41-52
Dulu ada sebuah film terkenal ‘Superboy’. Film itu berkisar tentang anak
ajaib. Superboy bisa apa saja. Dia punya kekuatan rahasia. Dia bisa terbang.
Dia bisa melihat apa yang ada di balik tembok. Dia sangat kuat. Banyak
aksi-aksi heroik yang dilakukannya melalui kekuatannya. Superboy adalah
Superman waktu masih remaja. Waktu itu saya berpikir bahwa Yesus juga seperti
itu di masa kecilNya. Semacam Superboy. Tahukah saudara bahwa di sepanjang
sejarah ada bermacam cerita tentang masa kecil Yesus di kitab-kitab apokrifa
(kitab-kitab tersembunyi)? Banyak dari kisah itu sangat fantastis. Saya berikan
satu contoh dari Injil Thomas. Di salah satu kisah itu diceritakan bahwa pada umur
5 tahun Yesus pergi main di sungai. Ia membuat dua belas burung dari tanah
liat. Tapi waktu itu hari Sabat. Jadi Yesus sebenarnya tidak boleh melakukan
itu. Yusuf mendatangi Yesus untuk menegurNya. Begitu melihat Yusuf, Yesus
menepuk tanganNya dan tiba-tiba dua belas burung dari tanah liat itu menjadi
hidup dan terbang jauh. Melihat hal itu Yusuf tidak tahu apa yang harus Ia
katakan.
Kisah-kisah super itu tidak kita baca di Alkitab. Saya bersyukur karena
gereja dengan pimpinan Roh Kudus pada waktu itu dengan cepat mengatakan bahwa
kisah-kisah itu tidak masuk ke dalam Alkitab. Terlalu banyak hiasan-hiasan
buatan manusia. Di dalam pembacaan kita, yang merupakan satu-satunya kisah
mengenai masa kecil Yesus, kita melihat bahwa Yesus mempunyai masa kecil yang
normal. Ia tidak langsung jadi laki-laki dewasa dalam satu malam. Tidak. Yesus
bertumbuh sebagai anak laki-laki normal di keluarga normal. Minggu ini di GKJ Ambarawa kita merayakan Minggu
Katekisasi anak. Kita harus ingat akan [“Allah adalah Bapaku dan gereja adalah
rumahku- Keberadaan anak di gereja”, “Tanggung jawab orangtua dalam
pendidikan iman anak-anak”, “Peranan jemaat dalam pertumbuhan iman anak-anak”.
Keluarga mempunyai nilai yang sangat penting bagi Allah. Begitu penting
nilai keluarga sampai Allah mempercayakan AnakNya yang tunggal kepada satu
keluarga, yaitu keluarga Yusuf dan Maria. Allah mengizinkan semua itu terjadi:
Yesus lahir, dididik, dan dibesarkan di keluarga yang penuh kasih itu. Yesus dikelilingi
oleh kehangatan dan rasa aman di dalam keluarga.
Yang membuat masa kecil Yesus istimewa bukanlah kisah-kisah fantastis Yesus
seperti Superboy, tetapi satu kenyataan bahwa Yesus tumbuh dalam segala hal dan
kasih karunia Allah ada padaNya.
Siapa yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan Yesus di masa
kecilNya? Jawabannya tidak susah. Tentu saja Yusuf dan Maria sebagai orangtua.
Tentu. Namun persekutuan orang percaya juga mempunyai tempat yang penting bagi
perkembangan Yesus.
Kita membaca bahwa pada usia 12 tahun Yesus pergi bersama orangtuaNya,
Yusuf dan Maria ke Bait Allah di Yerusalem. Mereka merayakan hari raya Paskah
Yahudi untuk memperingati pembebasan Israel dari perbudakan di Mesir. Di ayat
42 kita membaca bahwa ini bukan yang pertama kali bagi Yesus. Yesus sudah
sering melakukan ini bersama orangtuaNya. Kelihatanlah bahwa Yusuf dan Maria
membiasakan anak mereka sejak dini percaya dan bergaul dengan Allah Israel,
mengenal Hukum Allah, dan terbiasa dengan persekutuan oang percaya. Pada waktu
itu orang pergi ke Bait Allah bersama-sama secara berkelompok. Bersama-sama
dengan orang satu desa atau satu keluarga. Di perjalanan itu mereka juga
menyanyikan nyanyian-nyanyian ziarah dari Mazmur 120-134.
Yesus berumur 12 tahun. Ini adalah tahun persiapan untuk Yesus, karena pada
usia 13 tahun anak-anak Yahudi dianggap sebagai orang dewasa dalam hal-hal
keagamaan. Mereka adalah bar-mitzvah. Artinya: anak-anak Taurat/ Hukum Allah.
Sejak usia itu mereka wajib hidup menurut Hukum Allah.
Kisah ini sangat menegangkan bagi Yusuf dan Maria, karena pada suatu saat
mereka kehilangan Yesus. Orangtua mana yang tidak akan panik kalau mengalami
hal ini?
Rupanya Yesus masih di Bait Allah di Yerusalem. Ia duduk di tengah-tengah
alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada mereka. Apakah saudara melihat di sini: bahwa anak-anak boleh hadir
dalam persekutuan orang percaya? Lebih jauh lagi: anak-anak tidak terpisahkan
dari persekutuan orang percaya.
Keterlibatan anak-anak juga didukung dengan metode pengajaran agama pada
waktu itu. Tahukah saudara apa yang ditanyakan orangtua Yahudi kalau anak-anak
mereka pulang dari pelajaran agama? Pertanyaan orangtua bukanlah: “Apakah kamu
banyak belajar?”. Pertanyaan orangtua ialah: “Apakah kamu banyak bertanya?”.
Mengajukan pertanyaan. Ini adalah metode klasik dari pengajaran agama Yahudi
(Lihat Keluaran 12:26; 13:8, 14; Ulangan 6:20; Yosua 4:6). Melalui metode ini
terjadilah diskusi yang hidup melalui tanya jawab. Banyak bertanya membuat
orang berhikmat. “Yesus mendengarkan alim ulama dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada mereka”
Ini bertolak belakang dengan metode pengajaran di Indonesia. Anak-anak
harus mendengarkan dengan baik apa yang guru katakan, menuliskannya, dan
menghafal baik-baik. Pada waktu ulangan anak-anak harus menulis/ mengulang
sepersis mungkin apa yang guru pernah katakan. [Ada juga orangtua yang
menerapkan ini dalam pendidikan anak: ‘Aduh …. Pokoknya kamu dengar papa/mama
deh. Tidak ada diskusi!]
Mari kita lihat lebih lanjut ke dalam pembacaan Alkitab kita. Ketika Maria
menemukan Yesus setelah 3 hari, Maria mengungkapkan kekuatiran dan
keresahannya: ‘Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami?’
‘Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam Rumah Bapaku?’, kata
Yesus kepada orangtuaNya. Ini bukanlah ungkapan ketidakhormatan Yesus terhadap
orangtuaNya. Yesus mengingatkan Yusuf dan Maria bahwa di atas segalanya Ia
adalah Anak Allah. Sebagai Anak Allah, Yesus merasa kerasan/ betah di rumah
Tuhan. Di mana Tuhan tinggal, di sanalah Ia mau berada. Ia harus ada di sana.
Itulah hakekat Anak Allah. Ia bergaul dengan BapaNya.
Selanjutnya Yesus kembali ke rumah bersama dengan orangtuaNya. Ia tetap
hidup dalam asuhan mereka. Hubungan istimewaNya dengan BapaNya tidak
menghalangiNya untuk taat kepada orangtuaNya di dunia ini.
Bagaimana kehidupan Yesus selanjutnya? Ayat 52 meringkaskannya: “Yesus
makin bertambah besar dan bertambah hikat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi
oleh Allah dan manusia” .
Seperti Yesus bertumbuh, Tuhan juga ingin anak-anak kita bertumbuh.
Bertumbuh di dalam segala aspek: fisik, karakter, intelektual, dan rohani.
Berumbuh menuju kedewasaan.
Dari pembacaan Alkitab hari ini kita melihat betapa pentingnya persekutuan
orang percaya di dalam pertumbuhan dan perkembangan iman anak-anak. Apakah
peranan jemaat dalam pertumbuhan iman anak-anak?
1. Dalam menciptakan/ menghadirkan lingkungan yang akrab.
Beberapa kebutuhan pokok seorang anak adalah: rasa aman, rasa diterima, dan
kasih. Pertanyaan untuk kita sebagai jemaat adalah: Apakah anak-anak merasa
aman di jemaat kita? Apakah mereka mendapat ruang untuk bertumbuh? Apakah kita
juga mau ikut bertumbuh bersama mereka? Apakah mereka merasa diterima
sebagaimana adanya? Apakah mereka merasakan persekutuan yang penuh kasih di GKJ
Ambarawa?
Di GKJ Ambarawa ada banyak contoh positif. Saya teringat kepada seorang ibu
di gereja yang dulu tiap minggu suka membagikan permen. Anak-anak senangnya
bukan main. Anak-anak merasakan perhatian, kasih, dan kemurahan hati. Ini bukan
berarti minggu depan semua orang membagikan permen kepada anak-anak. (Jangan
hanya bagikan permen kepada anak-anak kecil, tetapi juga kepada pemuda-pemudi.
Mereka juga membutuhkan permen. Karena ini kebaktian pemuda-pemudi maka saya
harus memperjuangkan mereka. Tidak, tentu saja bukan itu maksud saya. Hanya
bercanda). Ada banyak contoh sederhana dalam menciptakan/ menghadirkan
lingkungan yang akrab. Kita bisa mengobrol dengan anak-anak di gereja:
bagaimana kabar mereka di rumah, di sekolah, di lingkungan persahabatan mereka.
Kita bisa menunjukkan minat kita terhadap hobi mereka. Untuk itu syarat yang
penting ialah: sikap terbuka satu terhadap yang lain.
2. Dalam memberikan bimbingan, dukungan, dan dorongan kepada
anak-anak
Panggilan jemaat untuk mendukung anak-anak adalah panggilan yang diberikan
sendiri oleh Tuhan. Panggilan ini kita lihat secara khusus pada waktu anak-anak
dibaptis. Pada waktu anak-anak dibaptis, mereka dihisabkan/ dimasukkan ke dalam
tubuh Kristus (Jemaat). Pada waktu itulah jemaat pada hakekatnya diberikan
tugas untuk mendukung orangtua dan anak-anak mereka serta mendoakan mereka.
Contoh yang indah kita lihat di kebaktian pemuda/pemudi ini. Walaupun ini
adalah kebaktian pemuda, para pemuda juga melibatkan remaja dan anak-anak.
Perbedaan generasi bukanlah alasan untuk mengucilkan diri di kelompok kita
masing-masing atau di dunia kita masing-masing. Dengan melibatkan berbagai
generasi, dengan bekerja bersama-sama kita memperlihatkan bahwa kita adalah
keluarga besar di dalam Kristus.
3. Dalam peranan spesifik sebagai guru Sekolah Minggu.
Peranan guru Sekolah Minggu bisa kita bandingkan dengan peranan alim ulama
di zaman Yesus. Mereka membimbing anak-anak. Mereka mendukung orangtua.
Orangtua bertanggung jawab untuk pendidikan iman anak-anak. Guru Sekolah Minggu
tidak berfungsi menggantikan tugas orangtua itu. Guru Sekolah Minggu membimbing
anak di dalam pertumbuhan iman anak-anak (bukan pendidikan iman yang menjadi
tugas orangtua). Kita bersyukur karena guru-guru Sekolah Minggu kita sangat
berdedikasi dalam pelayanan mereka. Apakah ada di antara saudara yang merasa
terpanggil menjadi guru/ asisten Sekolah Minggu? Atau apakah saudara ingin
membantu Sekolah Minggu dengan berbagai cara? Silahkan menghubungi koordinator
Sekolah Minggu.
Adalah kerinduan kita bahwa melalui peranan kita baik peranan secara umum
sebagai jemaat dan peranan guru-guru Sekolah Minggu secara khusus, anak-anak
kita merasa kerasan (betah/ at home) di gereja, di Rumah Bapa kita. Sama
seperti Yesus yang senang ada di Bait Allah.
Adalah kerinduan kita bahwa anak-anak kita boleh bertumbuh sama seperti
Tuhan Yesus: bertumbuh di dalam hikmat, dalam relasi dengan Tuhan, dan relasi
dengan orang-orang lain. Amin.