Bahan PA

Bahan Pemahaman Alkitab


GKJ Ambarawa, 23 Pebruari 2009



PENCOBAAN

Ul. 26:1-11; Mzm. 91:1-2, 9-16; Rom. 10:8-13; Luk. 4:1-13



Bila Batu Menjadi Roti



Saat Yesus lapar karena berpuasa, Iblis datang dengan menawari Dia suatu solusi: “Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti" (Luk. 4:3). Tawaran Iblis tersebut sesuatu yang sangat logis dan realistik. Yesus menderita lapar, apa salahnya jika Dia menggunakan sedikit kuasa-Nya untuk mengubah beberapa batu di padang gurun untuk menjadi roti yang dibutuhkan oleh tubuh-Nya. Juga bukankah penggunaan kuasa Yesus tersebut tidak merugikan siapapun. Kuasa Yesus dibutuhkan untuk mengenyangkan perut-Nya. Atas dasar pemikiran itu berulangkali dalam berbagai peristiwa, manusia juga memiliki logika dan cara pandang tersebut. Apa salahnya kita menggunakan kekuasaan, kekuatan, wewenang dan pengaruh yang ada untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Bilamana kita mampu untuk melakukan sesuatu, apalagi pada saat yang kritis kita membutuhkan – apa salahnya kita menggunakan sebentar saja kuasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan tersebut? Iblis tidak mencobai Yesus untuk menggunakan kuasa-Nya berulangkali, tetapi cukup satu kali saja! Kalau solusi Iblis adalah agar Yesus mampu memenuhi kebutuhan-Nya sendiri hanya sekali saja, apakah layak disebut sebagai suatu pencobaan yang jahat? Bahkan kecenderungan manusia pada umumnya adalah dia dengan senang hati menggunakan kuasa, wewenang, dan pengaruhnya untuk memenuhi berbagai kebutuhannya sendiri. Mereka tidak merasa berbuat jahat dengan keputusan dan tindakannya tersebut. Ketika kita telah terbiasa untuk melakukan sesuatu untuk kepentingan sendiri dengan dalih bahwa kita memiliki wewenang dan kuasa, maka kita telah terjebak pada penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang. Sikap ini terjadi karena kita pada awalnya hanya memberi satu peluang saja, yaitu pada saat kritis kita merasa berhak menggunakan kuasa dan wewenang yang ada. Itulah sebabnya mengapa Tuhan Yesus segera menolak tawaran dan cara berpikir Iblis yang tampaknya logis dan realistik dengan berkata: “Ada tertulis: “Manusia hidup bukan dari roti saja" (Luk. 4:4).

Penyalahgunaan sedikit atau sekali saja kekuasaan dan wewenang yang kita miliki pada saat yang kritis memang benar dan logis secara manusiawi. Walaupun hanya dilakukan satu kali saja, kita telah membuka celah atau pintu masuk untuk diulang kembali pada masa-masa kemudian. Pola pemenuhan kebutuhan “perut” dengan cara yang demikian, justru akan membutakan manusia untuk melihat sesuatu yang lebih prinsipiil, yaitu arti hidup manusia tidak sebatas kebutuhan perut. Iblis selalu menggoda manusia untuk melihat nilai dan hakikat kebenaran dari sudut kebutuhan yang sifatnya lahiriah, khususnya kebutuhan primer. Sehingga makna dan nilai kebenaran sering diukur oleh kebutuhan fisik yang primer. Artinya untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup yang primer tersebut, semua nilai kebenaran dipaksa untuk menyesuaikan diri. Akibatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang primer, manusia berhak menghalalkan segala macam cara. Hakikat kebenaran dipandang bernilai mutlak, sejauh kebenaran tersebut berguna atau bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup fisik manusia. Dengan logika yang demikian tidaklah mengherankan jikalau manusia sering mengorbankan prinsip dan nilai-nilai imannya demi kebutuhan “sesuap nasi”. Manusia sering menjadi tidak segan mengorbankan kesetiaan dan imannya kepada Allah demi memperoleh fasilitas, kebutuhan seksuil dan jaminan masa depan.



Bila Kerajaan Dunia Digenggam

Salah satu tujuan kedatangan Tuhan Yesus ke dalam dunia adalah menghadirkan pemerintahan Allah yang penuh damai-sejahtera dalam kehidupan manusia. Logikanya, Yesus akan dapat memerintah dan mengendalikan kehidupan umat manusia bilamana Dia juga menguasai kerajaan dunia. Sebab bilamana Tuhan Yesus memiliki kerajaan dunia, maka Dia dapat mengatur dan menerapkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Bilamana Tuhan Yesus dapat memiliki kerajaan dunia, maka Dia akan mampu mengendalikan perang, menciptakan perdamaian, dan meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia. Jika demikian, apa salahnya jikalau Iblis menawarkan kepada Yesus untuk memiliki kerajaan dunia. Yang mana untuk tujuan itu Yesus cukup satu kali saja menyembah Iblis. Di Luk. 4:6-7, Iblis berkata: "Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu". Dalam pencobaan ini, sebenarnya Iblis memperhadapkan Yesus dengan “distraction of logic” (kebingungan logika). Iblis menawarkan kepada Yesus suatu solusi yang efektif dan efisien untuk menyelesaikan misi-Nya selaku Anak Allah, yaitu menciptakan perdamaian dalam genggaman tangan-Nya. Tetapi dengan syarat, Yesus harus bersedia untuk menyembah Iblis cukup satu kali saja. Bukankah untuk menciptakan perdamaian di antara 2 belah pihak yang konflik, para penguasa juga akan melakukan upaya diplomasi “win-win solution”. Bilamana Yesus menyenangkan hati Iblis dengan menyembahnya, dan sebagai upahnya Yesus memiliki kerajaan dunia di tanganNya – maka bukankah tidak ada pihak yang dirugikan. Iblis tersanjung, dan Yesus menjadi penguasa kerajaan dunia sehingga dunia menjadi tenteram dan sejahtera.

Pola penyelesaian yang ditawarkan oleh Iblis tampak cukup adil dengan “win-win solution”. Tetapi secara esensial gagasan dan solusi Iblis selalu menimbulkan “distraction of logic” (kebingungan atau kekacauan logika). Gagasan dan solusi Iblis berupaya untuk mencampurkan apa yang suci dengan yang haram, atau hal yang mulia dan hal yang sangat hina. Iblis ingin agar manusia mampu membuat sintesa dari hal yang baik dengan hal yang jahat. Bagaimanakah caranya manusia juga dapat mewujudkan kerajaan dunia yang damai, dan bagaimana pula pada saat yang sama manusia mengingkari imannya kepada Allah. Dari pola gagasan lblis tersebut lahirlah “kebijaksanaan kompromi”, “hikmat yang sinergis”, dan “diplomasi yang adil”. Sehingga dengan pola gagasan Iblis tersebut, Yesus digiring oleh Iblis kepada nilai tujuan atau misiNya yang luhur. Yang penting Yesus mampu mewujudkan misi kesejahteraan dan pendamaian dalam kehidupan umat manusia. Mengapa kita harus terlalu mempersoalkan cara atau metodenya. Apa untungnya cara dan metode yang benar, tetapi tidak berhasil mencapai suatu tujuan. Konsep inilah disebut dengan keputusan etis yang teleologis, yaitu keputusan yang didasarkan kepada nilai tujuan yang hendak dicapai. Tuhan Yesus memberi jawaban kepada Iblis, yaitu: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Luk. 4:8). Bagi Tuhan Yesus, bagaimanapun luhur dan mulia suatu tujuan, tetapi bilamana ditempuh dengan cara yang sesat atau mengingkari iman kepada Allah adalah jahat. Nilai tujuan ditentukan oleh cara pencapaian. Apakah cara yang digunakan sungguh-sungguh etis dan benar secara teologis. Sehingga iming-iming Iblis yang akan memberikan kerajaan dunia tetapi dengan menyembah Iblis adalah suatu kebohongan dan penipuan. Dunia yang damai dan sejahtera tidak mungkin dapat dibangun atas dasar pengingkaran terhadap ke-Tuhan-an Allah. Tepatnya dunia menjadi kacau-balau, rusak dan berada dalam kehancuran karena dunia mengingkari kedaulatan dan kekuasaan Allah sebagai Tuhan. Bukankah kehidupan kita juga menjadi penuh derita, kesakitan, perselisihan dan kebencian karena kita sering memberi tempat “sedikit” saja kepada Iblis? Tetapi begitu kita mengikuti gagasan Iblis untuk mencampur hal yang baik dan jahat, maka timbullah kekacauan, penderitaan dan kematian.



Bila Turun Dari Bait Allah Secara Mukjizat

Umat Israel memiliki keyakinan bahwa Mesias akan hadir di tengah-tengah mereka dengan muncul dari Bait Allah (bdk. Yes. 2:2-3). Seluruh pengajaran Allah akan disampaikan oleh MesiasNya di Bait Allah. Saat Mesias hadir, Bait Allah atau Sion akan menjadi pusat yang mampu menarik umat Israel dan seluruh bangsa untuk berduyun-duyun mengunjunginya. Sehingga bilamana Yesus yang sedang berpuasa di padang gurun berkenan pergi dan naik ke atas bubungan Bait Allah, lalu Dia turun sambil disaksikan oleh umat, maka pastilah gelar ke-Mesias-an Yesus segera diakui. Umat yang berada di bawah Bait Allah akan segera mengelu-elukan Yesus, apalagi saat Yesus melompat turun Dia sama sekali tidak terluka. Bukankah Allah sudah memberi jaminan penuh, bahwa Dia akan memerintahkan para malaikatNya untuk menatang Yesus dengan selamat (Mzm. 91:11-12). Tampaknya metode dan gagasan Iblis tersebut didukung oleh ayat-ayat Kitab Suci dan nubuat para nabi. Bila Yesus muncul dari bubungan Bait Allah, maka Bait Allah akan menjadi pusat ibadah seluruh bangsa. Dengan kata lain, isi nubuat Allah akan digenapi oleh Yesus bilamana Dia mengikuti tawaran Iblis. Selain itu Tuhan Yesus juga tidak perlu menempuh jalan salib untuk menebus dosa umat manusia. Yang mana Tuhan Yesus tidak perlu menempuh penderitaan dan kematian untuk mewujudkan karya keselamatan Allah. Sebab umat manusia sudah merasa puas untuk menerima pengajaran tentang keselamatan dan kebenaran di Bait Allah. Jikalau demikian, apa salahnya Yesus memenuhi permintaan Iblis dengan cara naik ke bubungan Bait Allah lalu melompat ke bawah disambut oleh umat? Jaminan firman Allah dan tawaran Iblis tersebut terkesan sinkron. Umat Israel dan umat manusia dari berbagai bangsa akan menyambut Yesus sebagai Mesias Allah. Jadi betapa efektif dan logisnya metode yang ditawarkan oleh Iblis, yaitu Yesus cukup berdiri di bubungan Bait Allah lalu Dia melompat dengan selamat.

Kecenderungan rohani manusia umumnya menyukai bilamana dia dapat tampil memukau di tempat ibadat dan melihat hal-hal yang ajaib. Manusia merasa sering berubah menjadi “kudus” saat dia tampil di rumah ibadat, dan mampu memamerkan hal-hal yang bersifat mukjizat. Sehingga tidak mengherankan jikalau tempat ibadat sering dimanipulasi untuk memperoleh pujian dan kemuliaan duniawi. Apalagi bila di tempat ibadat itu seseorang mampu mempraktekkan berbagai hal yang tampaknya ajaib, maka pastilah dia akan semakin disanjung. Karena itu tidaklah mengherankan jikalau pendirian rumah ibadat dalam jumlah yang spektakuler tidak secara otomatis mampu mengubah kualitas moral kehidupan masyarakat di sekitarnya. Atau justru kebalikkannya yang terjadi. Tempat-tempat ibadat yang semakin tersebar itu malahan menjadi tempat yang paling aman untuk menyembunyikan berbagai kemunafikan, kejahatan dan pembenaran diri. Fungsi tempat ibadat yang seharusnya mempermuliakan Allah sering berubah menjadi tempat untuk mempermuliakan dirinya sendiri. Begitu banyak orang di tempat ibadah yang berupaya untuk “mengilahkan dirinya” (mengkultus-individukan) dari pada “meng-Allah-kan Tuhan. Mereka terus-menerus menggunakan nama Allah yang kudus untuk membenarkan berbagai perbuatan yang tercela. Karena itulah Tuhan Yesus menegur Iblis dengan berkata: "Ada firman: Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!" (Luk. 4:12)



Pertanyaan untuk diskusi:

1.Pesan apa yang anda dapat dari Ul. 26:1-11 dan Mzm. 91:1-2, 9-16? Apakah pesan yang anda dapat berguna untuk menghadapi pencobaan hidup saudara?

2.Apa yang dapat dipelajari dari kisah pencobaan Tuhan Yesus?

3.Bagaimana cara kita dapat memenangkan pencobaan hidup?

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013