Bahan PA
Bahan Pemahaman Alkitab
Tanggal 20/22 April 2010
Gereja Kristen Jawa Ambarawa.
KRISTUS YANG BANGKIT MEMBAHARUI HIDUP
Kis. 9:1-6, 7-20; Mzm. 30; Why. 5:11-14; Yoh. 21:1-19
Penyataan Kristus Di Tepi Pantai
Kesaksian Injil Yohanes di Yoh. 21:1-3 menyaksikan bagaimana para murid setelah kematian Yesus kembali bekerja sebagai para nelayan. Para murid Yesus tidak menyia-nyiakan waktu dengan berpangku-tangan dan melamun tentang masa lalu saat mereka bersama Yesus. Mereka bekerja saling membantu dan berjuang mencari ikan. Namun usaha mereka ternyata tidak berhasil. Di tengah-tengah kegagalan tersebut, tiba-tiba mereka mendengar suara dari arah pantai agar mereka menebarkan jala ke sebelah kanan. Semula para murid tidak mengenali suara tersebut. Mereka baru menyadari bahwa suara tersebut adalah Yesus setelah mereka berhasil memperoleh ikan dalam jumlah yang sangat banyak. Secara spontan Petrus segera terjun ke air untuk mendekati Tuhan Yesus yang sedang duduk di pantai. Lalu para murid yang lain datang dengan perahu mereka. Saat para murid sampai di pantai, mereka melihat Kristus yang bangkit. Mereka juga melihat api arang untuk memanggang roti dan ikan. Setelah mereka duduk di dekatNya, Tuhan Yesus mengundang mereka untuk makan bersama.
Makna kesaksian dari Yoh. 21 tentang penyataan Kristus di pantai Tiberias bukan sekedar untuk membuktikan kebangkitan-Nya dari kuasa maut. Lebih dari pada itu adalah Kristus yang bangkit adalah Kristus yang senantiasa hadir dalam setiap pergumulan dan kehidupan sehari-hari mereka. Di saat para murid mengalami kegagalan dalam usaha dan pekerjaan mereka, di situlah Kristus hadir dan memberikan solusi. Kristus yang bangkit dari kematian bukanlah suatu sosok pribadi yang menampakkan diri sekedar untuk menunjukkan kehadiran atau eksistensi-Nya, tetapi sebaliknya melalui kehadiran-Nya Kristus memberi pertolongan dan jalan keluar bagi umat yang sebenarnya mustahil dilakukan menurut ukuran manusiawi.
Proses Penyadaran Diri
Di Kis. 9, menyaksikan bagaimana Saulus sebagai ahli Taurat semula sangat membenci dan ingin menghancurkan jemaat Tuhan. Tetapi dalam perjalanan di Damsyik, Saulus tiba-tiba melihat cahaya terang dari langit sehingga dia terjatuh dari kudanya dan menjadi buta. Peristiwa penampakan Kristus di Damsyik tersebut kemudian menjadi titik tolak yang mampu mengubah seluruh kehidupan Saulus sehingga kelak dia menjadi seorang rasul Kristus yang luar-biasa. Kuasa kebangkitan Kristus terbukti mampu mengubah secara drastis kehidupan Saulus yang semula begitu membenci iman Kristen menjadi seseorang yang sangat mengasihi Kristus dan jemaatNya begitu total. Sehingga perubahan hidup Saulus sontak berubah secara radikal. Seperti kilat yang menyambar dirinya, demikian pula Saulus akhirnya berubah secara kilat menjadi seorang hamba Kristus.
Percakapan Yang Transformatif
Di Yoh. 21:15 setelah sarapan Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Tuhan Yesus tidak mengawali percakapan dengan suatu pernyataan yang sifatnya menegur atau menyudutkan Petrus, tetapi dengan suatu pertanyaan yang menyentuh hati, yaitu: “Apakah Petrus mengasihi Kristus?”. Pertanyaan Tuhan Yesus tersebut sama sekali tidak menyudutkan Petrus, tetapi justru menggugah kembali kepercayaan diri Petrus untuk memahami sejauh manakah dia telah mengasihi Kristus.
Sangat menarik pertanyaan Tuhan Yesus kepada Petrus, yaitu: Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" (Yoh. 21:15) secara khusus kata “mengasihi” di sini dipergunakan istilah “agape”. Tepatnya apakah Simon Petrus telah mengasihi Kristus dengan kasih agape, yaitu kasih ilahi yang bersedia berkurban dan tanpa syarat? Terhadap pertanyaan Tuhan Yesus tersebut, Petrus kemudian menjawab dengan pertanyaan Tuhan Yesus tersebut, yaitu: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau". Jawaban Petrus yang menyatakan “mengasihi” Tuhan Yesus ternyata tidak menggunakan istilah “agape”, tetapi istilah “philia” yang artinya: kasih seorang sahabat. Artinya Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus, apakah dia mengasihiNya dengan kasih agape? Dan jawab Petrus adalah dia hanya mampu mengasihi Kristus dengan kasih seorang sahabat belaka. Pertanyaan Tuhan Yesus yang kedua kali juga disampaikan format pertanyaan “apakah Petrus mengasihi Dia dengan kasih agape?” Dan kembali Petrus memberi jawaban bahwa dia mengasihi Tuhan Yesus dengan kasih seorang sahabat (“philia”). Sikap Petrus tersebut menunjukkan kesadaran dan kerendahan hatinya. Sebab sebelum menyangkali Tuhan Yesus sebanyak 3 kali, Petrus pernah mengungkapan sikap percaya dirinya sebagai berikut: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau" (Mat. 26:35). Tetapi kenyataannya Petrus menyangkal Tuhan di hadapan para wanita yang ditemui di depan pelataran ruang pengadilan Sanhedrin. Tepatnya di hadapan Kristus yang bangkit, Petrus tidak lagi berani berkata bahwa dia mengasihi Kristus dengan kasih agape. Itu sebabnya dengan pertanyaan yang ketiga, Tuhan Yesus tidak lagi menggunakan istilah kasih agape terhadap Petrus, tetapi Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus apakah dia mengasihi dengan kasih seorang sahabat. Saat itulah Petrus memperlihatkan kesedihannya karena Tuhan Yesus bertanya yang ketiga kali kepadanya, sebab mengingatkan dia akan tindakannya yang telah menyangkal Tuhan Yesus sebanyak 3 kali. Yoh. 21:17 menyaksikan sikap Petrus terhadap pertanyaan Tuhan Yesus yang ketiga kalinya, yaitu: “Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: Apakah engkau mengasihi Aku? Dan ia berkata kepada-Nya: Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau". Kini Petrus dengan rendah-hati menyatakan bahwa Tuhan Yesus sesungguhnya mengetahui segala sesuatu tentang dirinya, bahwa kadar kasihnya hanya sebatas kasih seorang sahabat (philia) dan belum memiliki kualitas kasih ilahi yang berani berkurban tanpa syarat (agape).
Kesediaan Dibentuk
Di hadapan Kristus yang bangkit, Petrus telah mengalami proses pembaharuan hidup yang menyeluruh. Sehingga Petrus tidak lagi bersikap sombong, terlalu takabur dan percaya diri. Sebaliknya kehidupan Petrus telah berubah menjadi seorang yang lebih rendah-hati. Justru karena Petrus mau mengakui bahwa dia hanya mampu mengasihi Kristus dengan kasih seorang sahabat, dan bukan dengan kasih yang ilahi, Petrus telah mengalami perubahan rohani secara kualitatif. Bukankah semakin seseorang menganggap atau mengklaim dirinya telah memiliki “kasih agape” justru semakin menunjuk kepada seseorang yang masih dangkal dalam kasih. Sebaliknya semakin seseorang tidak mau menggembor-gemborkan kemampuan kasih atau karunia yang dimilikinya, semakin memperlihatkan kekuatan spiritualitas dan kompetensi yang sesungguhnya. Pembaharuan hidup tersebut itulah yang dialami oleh Petrus. Itulah sebabnya Tuhan Yesus kemudian berkata kepada Petrus, yaitu: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki" (Yoh. 21:18). Makna perkataan Tuhan Yesus tersebut pada hakikatnya mengingatkan Petrus saat dia masih muda dan saat dia akan tua. Saat seseorang masih muda, dia cenderung akan mengikuti apa yang dia inginkan. Dia akan bertindak berdasarkan kata hati atau perasaannya tanpa terlalu mau berpikir panjang. Sebaliknya ketika seseorang telah menjadi tua, dia akan menyadari keterbatasan dan ketidakberdayaannya. Sehingga dia akan bersikap lebih rendah-hati dan mau mengulurkan tangan untuk meminta bantuan.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Manakah yang sering terjadi: Perubahan secara radikal dan drastis seperti yang dialami oleh Saulus ataukah perubahan secara pelan namun pasti seperti yang dialami oleh Petrus?
2.Kristus yang bangkit adalah Kristus yang menolong dan menyertai dalam setiap situasi para murid. Bagi kita yang sejak semula menolak dan membenci Kristus seperti yang telah dilakukan oleh Saulus, Kristus yang bangkit memanggil mereka dalam rangkulan kasih-Nya. Namun bagi kita yang pernah bersalah dengan meninggalkan Kristus, tetap terbuka pintu pengampunan. Kristus yang bangkit adalah Kristus yang penuh dengan rahmat. Dia memproses kita dengan pola pendekatan pastoral melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi atau melalui karya-Nya yang mencelikkan mata rohani kita untuk kembali mengasihi dan melayani Kristus.
Benarkah pernyataan ini? Pernahkah kita mengalami seperti pernyataan ini?
3.Berdasarkan kitab Mzm. 30 dan Why. 5:11-14, apakah yang layak kita kerjakan bagi Kristus yang telah Bangkit?
Tanggal 20/22 April 2010
Gereja Kristen Jawa Ambarawa.
KRISTUS YANG BANGKIT MEMBAHARUI HIDUP
Kis. 9:1-6, 7-20; Mzm. 30; Why. 5:11-14; Yoh. 21:1-19
Penyataan Kristus Di Tepi Pantai
Kesaksian Injil Yohanes di Yoh. 21:1-3 menyaksikan bagaimana para murid setelah kematian Yesus kembali bekerja sebagai para nelayan. Para murid Yesus tidak menyia-nyiakan waktu dengan berpangku-tangan dan melamun tentang masa lalu saat mereka bersama Yesus. Mereka bekerja saling membantu dan berjuang mencari ikan. Namun usaha mereka ternyata tidak berhasil. Di tengah-tengah kegagalan tersebut, tiba-tiba mereka mendengar suara dari arah pantai agar mereka menebarkan jala ke sebelah kanan. Semula para murid tidak mengenali suara tersebut. Mereka baru menyadari bahwa suara tersebut adalah Yesus setelah mereka berhasil memperoleh ikan dalam jumlah yang sangat banyak. Secara spontan Petrus segera terjun ke air untuk mendekati Tuhan Yesus yang sedang duduk di pantai. Lalu para murid yang lain datang dengan perahu mereka. Saat para murid sampai di pantai, mereka melihat Kristus yang bangkit. Mereka juga melihat api arang untuk memanggang roti dan ikan. Setelah mereka duduk di dekatNya, Tuhan Yesus mengundang mereka untuk makan bersama.
Makna kesaksian dari Yoh. 21 tentang penyataan Kristus di pantai Tiberias bukan sekedar untuk membuktikan kebangkitan-Nya dari kuasa maut. Lebih dari pada itu adalah Kristus yang bangkit adalah Kristus yang senantiasa hadir dalam setiap pergumulan dan kehidupan sehari-hari mereka. Di saat para murid mengalami kegagalan dalam usaha dan pekerjaan mereka, di situlah Kristus hadir dan memberikan solusi. Kristus yang bangkit dari kematian bukanlah suatu sosok pribadi yang menampakkan diri sekedar untuk menunjukkan kehadiran atau eksistensi-Nya, tetapi sebaliknya melalui kehadiran-Nya Kristus memberi pertolongan dan jalan keluar bagi umat yang sebenarnya mustahil dilakukan menurut ukuran manusiawi.
Proses Penyadaran Diri
Di Kis. 9, menyaksikan bagaimana Saulus sebagai ahli Taurat semula sangat membenci dan ingin menghancurkan jemaat Tuhan. Tetapi dalam perjalanan di Damsyik, Saulus tiba-tiba melihat cahaya terang dari langit sehingga dia terjatuh dari kudanya dan menjadi buta. Peristiwa penampakan Kristus di Damsyik tersebut kemudian menjadi titik tolak yang mampu mengubah seluruh kehidupan Saulus sehingga kelak dia menjadi seorang rasul Kristus yang luar-biasa. Kuasa kebangkitan Kristus terbukti mampu mengubah secara drastis kehidupan Saulus yang semula begitu membenci iman Kristen menjadi seseorang yang sangat mengasihi Kristus dan jemaatNya begitu total. Sehingga perubahan hidup Saulus sontak berubah secara radikal. Seperti kilat yang menyambar dirinya, demikian pula Saulus akhirnya berubah secara kilat menjadi seorang hamba Kristus.
Percakapan Yang Transformatif
Di Yoh. 21:15 setelah sarapan Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Tuhan Yesus tidak mengawali percakapan dengan suatu pernyataan yang sifatnya menegur atau menyudutkan Petrus, tetapi dengan suatu pertanyaan yang menyentuh hati, yaitu: “Apakah Petrus mengasihi Kristus?”. Pertanyaan Tuhan Yesus tersebut sama sekali tidak menyudutkan Petrus, tetapi justru menggugah kembali kepercayaan diri Petrus untuk memahami sejauh manakah dia telah mengasihi Kristus.
Sangat menarik pertanyaan Tuhan Yesus kepada Petrus, yaitu: Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" (Yoh. 21:15) secara khusus kata “mengasihi” di sini dipergunakan istilah “agape”. Tepatnya apakah Simon Petrus telah mengasihi Kristus dengan kasih agape, yaitu kasih ilahi yang bersedia berkurban dan tanpa syarat? Terhadap pertanyaan Tuhan Yesus tersebut, Petrus kemudian menjawab dengan pertanyaan Tuhan Yesus tersebut, yaitu: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau". Jawaban Petrus yang menyatakan “mengasihi” Tuhan Yesus ternyata tidak menggunakan istilah “agape”, tetapi istilah “philia” yang artinya: kasih seorang sahabat. Artinya Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus, apakah dia mengasihiNya dengan kasih agape? Dan jawab Petrus adalah dia hanya mampu mengasihi Kristus dengan kasih seorang sahabat belaka. Pertanyaan Tuhan Yesus yang kedua kali juga disampaikan format pertanyaan “apakah Petrus mengasihi Dia dengan kasih agape?” Dan kembali Petrus memberi jawaban bahwa dia mengasihi Tuhan Yesus dengan kasih seorang sahabat (“philia”). Sikap Petrus tersebut menunjukkan kesadaran dan kerendahan hatinya. Sebab sebelum menyangkali Tuhan Yesus sebanyak 3 kali, Petrus pernah mengungkapan sikap percaya dirinya sebagai berikut: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau" (Mat. 26:35). Tetapi kenyataannya Petrus menyangkal Tuhan di hadapan para wanita yang ditemui di depan pelataran ruang pengadilan Sanhedrin. Tepatnya di hadapan Kristus yang bangkit, Petrus tidak lagi berani berkata bahwa dia mengasihi Kristus dengan kasih agape. Itu sebabnya dengan pertanyaan yang ketiga, Tuhan Yesus tidak lagi menggunakan istilah kasih agape terhadap Petrus, tetapi Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus apakah dia mengasihi dengan kasih seorang sahabat. Saat itulah Petrus memperlihatkan kesedihannya karena Tuhan Yesus bertanya yang ketiga kali kepadanya, sebab mengingatkan dia akan tindakannya yang telah menyangkal Tuhan Yesus sebanyak 3 kali. Yoh. 21:17 menyaksikan sikap Petrus terhadap pertanyaan Tuhan Yesus yang ketiga kalinya, yaitu: “Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: Apakah engkau mengasihi Aku? Dan ia berkata kepada-Nya: Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau". Kini Petrus dengan rendah-hati menyatakan bahwa Tuhan Yesus sesungguhnya mengetahui segala sesuatu tentang dirinya, bahwa kadar kasihnya hanya sebatas kasih seorang sahabat (philia) dan belum memiliki kualitas kasih ilahi yang berani berkurban tanpa syarat (agape).
Kesediaan Dibentuk
Di hadapan Kristus yang bangkit, Petrus telah mengalami proses pembaharuan hidup yang menyeluruh. Sehingga Petrus tidak lagi bersikap sombong, terlalu takabur dan percaya diri. Sebaliknya kehidupan Petrus telah berubah menjadi seorang yang lebih rendah-hati. Justru karena Petrus mau mengakui bahwa dia hanya mampu mengasihi Kristus dengan kasih seorang sahabat, dan bukan dengan kasih yang ilahi, Petrus telah mengalami perubahan rohani secara kualitatif. Bukankah semakin seseorang menganggap atau mengklaim dirinya telah memiliki “kasih agape” justru semakin menunjuk kepada seseorang yang masih dangkal dalam kasih. Sebaliknya semakin seseorang tidak mau menggembor-gemborkan kemampuan kasih atau karunia yang dimilikinya, semakin memperlihatkan kekuatan spiritualitas dan kompetensi yang sesungguhnya. Pembaharuan hidup tersebut itulah yang dialami oleh Petrus. Itulah sebabnya Tuhan Yesus kemudian berkata kepada Petrus, yaitu: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki" (Yoh. 21:18). Makna perkataan Tuhan Yesus tersebut pada hakikatnya mengingatkan Petrus saat dia masih muda dan saat dia akan tua. Saat seseorang masih muda, dia cenderung akan mengikuti apa yang dia inginkan. Dia akan bertindak berdasarkan kata hati atau perasaannya tanpa terlalu mau berpikir panjang. Sebaliknya ketika seseorang telah menjadi tua, dia akan menyadari keterbatasan dan ketidakberdayaannya. Sehingga dia akan bersikap lebih rendah-hati dan mau mengulurkan tangan untuk meminta bantuan.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Manakah yang sering terjadi: Perubahan secara radikal dan drastis seperti yang dialami oleh Saulus ataukah perubahan secara pelan namun pasti seperti yang dialami oleh Petrus?
2.Kristus yang bangkit adalah Kristus yang menolong dan menyertai dalam setiap situasi para murid. Bagi kita yang sejak semula menolak dan membenci Kristus seperti yang telah dilakukan oleh Saulus, Kristus yang bangkit memanggil mereka dalam rangkulan kasih-Nya. Namun bagi kita yang pernah bersalah dengan meninggalkan Kristus, tetap terbuka pintu pengampunan. Kristus yang bangkit adalah Kristus yang penuh dengan rahmat. Dia memproses kita dengan pola pendekatan pastoral melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi atau melalui karya-Nya yang mencelikkan mata rohani kita untuk kembali mengasihi dan melayani Kristus.
Benarkah pernyataan ini? Pernahkah kita mengalami seperti pernyataan ini?
3.Berdasarkan kitab Mzm. 30 dan Why. 5:11-14, apakah yang layak kita kerjakan bagi Kristus yang telah Bangkit?