Fokus 2017 Pembentukan Iman berjenjang dan berkelanjutan
Fokus
2017
Pembentukan
Iman berjenjang dan berkelanjutan
Situasi
kita.
Ada anggapan bahwa iman kepercayaan dengan sendirinya akan
menyatakan diri secara kentara dalam kehidupan bermasyarakat. Padahal
kenyataannya hal itu tidak bisa terjadi secara otomatis. Kenyataannya hal
tersebut seringkali hanyalah menjadi sebuah ilusi dan sebuah pengandaian
belaka. Karena dalam praktek seringkali
kita dapati orang dengan mudahnya mengingkari iman kepercayaannya ketika
berhadapan dengan sebuah masalah. Dalam
banyak kenyataan iman tidaklah bersinar sebagaimana yang diharapkan. Bahkan
yang lebih ekstrem ketika iman berhadapan dengan dunia modern terang iman
dirasa sudah tidak berguna lagi. Rasionalitas dengan bangganya menggantikan
posisi iman dalam menyelidiki masa depan. Iman bahkan dianggap sebagai jalan
penghalang untuk menuju pada pembebasan manusia menjadi lebih bermartabat.
Situasi dan cara pandang di atas sudah mulai merasuk dalam
kehidupan sebagian keluarga. Mereka tidak melihat iman sebagai suatu kebutuhan
penting dalam perjalanan membangun keluarga. Keteladanan dan kesaksian hidup orang
tua sangatlah lemah. Pendidikan iman untuk anak-anak tidak lagi menjadi
prioritas. Doa-doa dan peribadatan menjadi sebuah tradisi yang kurang dihayati
lagi dalam kehidupan sehari-hari.
Kondisi tersebut semakin diperparah ketika kemajuan jaman
yang didukung oleh berbagai perkembangan teknologi dan komunikasi telah membawa
orang pada arus sekularisme, materialisme, konsumerisme dan akhirnya
relativisme. Kepekaan akan kehadiran dan campur tangan Tuhan menjadi memudar.
Ukuran hidup manusia cenderung dilihat secara ekonomis, yang
kemudian melahirkan keserakahan, terutama keserakahan akan uang dan konsumsi.
Prioritas hidup diberikan kepada sesuatu yang bersifat lahiriah, langsung,
terlihat, cepat, dangkal dan sementara.
Akibat dari semua itu, manusia menjadi individualis,
berpusat pada diri sendiri. Orang kurang peduli lagi pada sesama, bahkan
cenderung menyingkirkan sesamanya. Yang disingkirkan adalah mereka yang lemah
dan rapuh dan yang tidak produktif dalam hidupnya.
Bagaimana sikap GKJ Ambarawa atas situasi di atas? Sebagai
bagian dari masyarakat manusia, gereja turut menghadapi dan mengalami arus
zaman tersebut.
Gereja harus selalu diingatkan akan jati dirinya sebagai
umat Allah yang sedang dalam perjalanan keselamatan yang terarah kepada Allah.
Maka di tengah kegelisahan dan kecemasan hidup kebanyak orang dewasa ini,
gereja terpanggil untuk menanggapi undangan Tuhan dalam situasi kekinian saat
ini, yakni dengan pergi dan bertindak secara lebih dalam, di mana Tuhan Allah
ada dan memberi daya untuk terus memiliki asa.
Penggembalaan gereja diarahkan untuk menguatkan iman di
tengah tantangan jaman. Iman mesti mengandung unsur cerdas, tangguh, misioner
dan dialogis. Untuk menunjang gerak penggembalaan tersebut,
pengajaran/ketekisasi atau pembentukan iman (formation spiritual) menjadi
penting untuk diusahakan bersama.
Pembentukan Iman berjenjang dan berkelanjutan
Di tengah tantangan yang ada, gereja harus melakukan gerak
penggembalaan untuk pendampingan dan pengembangan iman umat. Dan hal itu harus
dilakukan dengan berjenjang dan berkelanjutan.
Ada jenjang usia yang mendapatkan perhatian dan ada jenjang usia yang
belum/kurang mendapatkan perhatian. Dan dalam pendampingan harus dilakukan
secara berkelanjutan. Sehingga tercipta iman yang berkualitas dan matang. Untuk tercapainya hal ini perlu partisipasi
dan keterlibatan dari semua pemegang kepentingan.
Pembentukan
iman
Apa yang dimaksud dengan pembentukan iman berjenjang dan
berkelanjutan? Formation spiritual adalah sebuah istilah penggembalaan, yakni
pembinaan iman orang yang sudah dibaptis, yang diberikan secara organis dan
sistematis dengan maksud mengantar mereka
memasuki kepenuhan hidup kristen. Istilah pembentukan (formation) untuk
menekankan aspek pembentukan dan bukan sekedar pendampingan. Pembentukan adalah
hasil atau dampak, sedangkan pendampingan adalah prosesnya. Pendampingan tanpa
menghasilkan pembentukan atau perubahan sikap hidup menjadi tidak banyak
gunanya.
Untuk memudahkan pemahaman ada 3 H yang perlu kita pahami
yakni Head, Heart dan Hand. Pendampingan mesti ada unsur pemahaman (Head),
pengendapan yang menghidupkan rasa, emosi dan perubahan batin (Heart) dan
akhirnya penerapan dalam hidup, yang ditampakkan dalam sikap dan tindakan
sehari-hari yang sejalan dengan ajaran iman (Hand).
Istilah lain yang sepadan adalah
Informasi-formasi-transformasi. Maksudnya dalam pendampingan iman ada unsur
informasi, pengajaran atau penyampaian mengenai ajaran iman. Informasi itu
membantu pada pembentukan sikap iman dan akhirnya menghasilkan perubahan hidup
yang sejalan dengan ajaran iman yang diterimanya. Oleh karena itu pembentukan
iman/spiritualitas juga memiliki peran edukatif, kuratif dan transformatif.
Peran edukatif berarti mengandung unsur mendidik bukan saja
untuk kepentingan unformasi (hafalan, pemahaman, pengetahuan atau penambahan
wawasan) tetapi juga untuk kepentingan perkembangan iman yang meliputi aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.
Peran kuratifditampakkan dalam usaha-usaha untuk merawat
iman yang ditanam saat pembaptisan. Benih membutuhkan perawatan dan
pemeliharaan.
Peran trasformatif adalah aspek yang
menekankanperubahan hidup, di mana orang
semakin dewasa dalam hidup beriman yang yang ditampakkan dengan perubahan cara
pandang, cara hidup dan cara berperilaku yang semuanya bersumber dari
pengalaman imannya.
Berjenjang
dan berkelanjutan
Berjenjang dan berkelanjutan adalah cara yang dipilih untuk menjalankan
pembentukan iman. Hal ini menegaskan aspek penjenjangan dalam menjalankan
pendampingan. Penjenjangan meliputi
semua usia. Jenjang Pra sekolah (0-6 tahun), jenjang SD (6-12 th), jenjang SMP
(13-16 th), jenjang SMA (17-20), jenjang dewasa (20-60 th) dan jenjang adiyuswa
(60- th). Penjenjangan untuk memastikan bahwa semua warga harus mendapat
pendampingan iman. Untuk memastikan hal tersebut di GKJ Ambarawa harus ada
Sekolah Minggu Komisi Anak, Bina Remaja, PA Pemuda, PA Umum, PA Adiyuswa.
Pendampingan pada setiap jenjang adalah hak setiap orang yang dibaptis. Karena itu kewajiban bagi GKJ untuk
memberikan pendampingan kepada mereka agar mereka tumbuh dalam iman menuju
kepenuhan kristiani.
Pendampingan iman di setiap jenjang meliputi pengajaran untuk
memberikan pengetahuan iman, perayaan iman untuk mengungkapkan iman, moral dan
etika kristen yang menjadi tanda wujud iman, dan akhirnya keterlibatan
menggereja yang mengungkapkan tanggungjawab atas kehidupan bergereja.
Pendampingan tentu disesuaikan dengan perkembangan psikologi dan iman
masing-masing jenjang.
Keberlanjutan menegaskan keterhubungan antar jenjang.
Penjenjangan bukan sekedar pengelompokan tetapi lebih pada penahapan proses
pertumbuhan. Iman itu hidup dan bertumbuh. Oleh karena itu kebrlanjutan/kesinambungan
proses, isi dan pencapaian perlu dibuat sedemikian rupa sehingga orang semakin
dewasa dalam setiap jenjangnya, tetapi juga semakin bertumbuh menuju jenjang
selanjutnya. Hal ini senada dengan teori perkembangan iman yang disampaikan James
Fowler.
Iman bertumbuh dari tahap awal, yakni dari tahap intuitif,
mistis literal, sintetis- konvensional, individual-reflektif, konjungtif,
sampai universal.
Tahap intuitif adalah tahap di mana Allah dialami sebagai
yang perkasa yang menuntut ketaatan dan memberikan hukuman bagi yang tidak
taat.
Tahap mistis literal adalah tahap di mana anak-anak mulai
percaya melalui simbol-simbol relegius.
Tahap sintetis-konvensional adalah tahap di mana orang mulai
memiliki sistem kepercayaan dan mulai mencari identitas dalam hubungannya
dengan Tuhan.
Tahap individual-reflektif adalah tahap di mana orang mulai
melihat imannya secara kritis dan merefleksikannya secara serius.
Tahap konjungtif adalah tahap di mana iman orang tersebut
telah terintegrasi dalam hidup sehari-hari.
Tahap universal adalah tahap di mana orang telah mencapai
kepenuhan hidup rohani sehingga mereka berani berkorban demi iman. Tahap-tahap
inilah yang akan kita jawab melalui pembentukan iman (formation spiritual) yang
berjenjang dan berkelanjutan.
Kepenuhan
dalam Kristus
Tujuan dari semuanya
di atas adalah mengantar semua orang pada kepenuhan dalam Kristus. Paulus
mengatakan bahwa kepenuhan dalam Kristus berarti kepenuhan hidup yang diisi
oleh Kristus sendiri. “sekarang bukan lagi aku yang hidup, tetapi Kristus yang
hidup dalam diriku”. Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu
hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan
dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah
diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur” (Kolose 2:6-7)
Kedewasaan dalam Kristus menunjukkan kedewasaan iman. Di
mana ditandai dengan unsur kecerdasan, ketangguhan dan kesadaran akan semangat
misioner dan dialogis. Kecerdasan dalam iman menunjuk kepada pengakuan dan
pemahaman yang memadai tentang ajaran-ajaran imanserta mampu mengambil sikap
secara tepat dan bujaksana berdasarkan iman yang diyakininya. Ketangguhan dalam
berimanmenunjuk kepada sikap batinsaat menghadapi godaan, tantangan dan
pergulatan hidup. Sebab kita tahu bahwa hidup itu dinamis, ada suka dan duka,
ada untung dan malang, ada damai dan perselisihan.
Dalam keadaan seperti itu dia tetap setia pada iman dan
berdiri tegak berpegang dan membela imannya. Ia berani memanggul salib Kristus
menrobos kegelapan rimba kehidupan. Kesadaran misioner adalah sebuah kesadaran
untuk mewartakan kabar gembira dan memberi kesaksian iman dalam kehidupan
bersama yang lain. Ia berani keluar dari dirinya sendiri untuk membawa
pengalaman imannya dalam perjumpaan dan berdialog dengan orang lain. Kedewasaan
mengandung kesediaan untuk berdialog, bekerjasama dan hidup secara damai dengan
semua orang yang berkeyakinan lain. Ia bisa menghormati dan menghargai
perbadaan apapun. Gereja perdana telah memberi contohyang tepat tentang
kesadaran misioner dan dialogis. Iman mereka telah membentuk karakter baru
dalam kehidupan bersama, yang dilandasi oleh kasih, kepedulian dan
persaudaraan.
Gerak bersama
Pembentukan iman
berjenjang dan berkelanjutan bukanlah tugas yang ringan. Juga bukan tugas
kelompok elite tertentu dari GKJ. Tetapi tugas bersama semua orang GKJ yang
telah dibaptis. Lifelong faith formation membutuhkan total community catechis.
Melibatkan keluarga dan gereja dan sekolah (pendidikan agama kristen). Perlu
sinergi dan sukacita ilahi.
Sinergi/kerjasama
Pembentukan iman
adalah proses pendampingan iman yang total dan integral. Total karena
melibatkan semua orang dan sepanjang waktu. Total karena semua orangmemiliki
tanggungjawab besar untuk mewujudkan pendampingan iman. Keluarga dan gereja
harus bekerjasama/bersinergi saling melengkapi dalam pendampingan iman.
Sukacita ilahi
Pembentukan iman
adalah tugas setiap orang yang telah dibaptis. Panggilan ini datang sendiri
dari Allah. Dan ini merupakan kepercayaan yang datang dari Allah. Sebagaimana
telah dialami oleh para murid Tuhan saat sebelum dan sesudah kebangkitan Tuhan.
Dengan sukacita mereka memiliki keberanian dan semangat besar untuk mewartakan
kabar gembira kepada semua orang.
Paulus
mengatakan:”..memberitakan Injil keharusan bagiku. Celakalah akujika aku tidak
mewartakan Injil” (I Kor 9:6). Soal upah Paulus berkata:” Upahku ialah ini:
bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah” (I Kor 9:18.
Orang seperti
Paulus akan menjalankan tugas pendampingan iman sebagai wujud ungkapan syukur
karena kasih Allah. Oleh karena itu ia melakukannya dengan ketulusan. Sukacita
ilahi atau sukacita injili adalah sukacita dalam iman.
Sukacita
injili/ilahi akan tampak dalam kesediaan melayani, ketulusan dalam melayani,
kecintaan dan kerelaan berkorban.
Ambarawa, 15
Maret 2017