TATA GEREJA GEREJA KRISTEN JAWA




TATA GEREJA
GEREJA KRISTEN JAWA




Description: D:\Logo-logo\Logo GKJ\Logo GKJ (1).png



sinode gkj
2015













Daftar Isi

Tata Gereja & tata laksana
GKJ

PENGANTAR
MUKADIMAH

PENJELASAN ISTILAH

BAB I   : GEREJA DAN SISTEM GEREJA
Pasal 1 :           Gereja Kristen Jawa
Pasal 2    :        Status, Nama dan Kedudukan Hukum GKJ
1.       Status GKJ
2.       Nama GKJ
3.       Kedudukan Hukum GKJ
Pasal 3 :          Logo, Mars dan Hymne GKJ
1.       Logo GKJ
2.       Mars GKJ
3.       Hymne GKJ
Pasal 4 :          Wilayah Pelayanan GKJ
1.       Wilayah Pelayanan
2.       Pembagian Wilayan Pelayanan
Pasal 5 :          Pembiakan dan Penyatuan GKJ
1.       Pembiakan GKJ
2.       Penyatuan GKJ

BAB II  : KEANGGOTAAN GEREJA
Pasal 6 :          Keanggotaan GKJ
1.       Warga GKJ
2.       Hak dan Tanggung Jawab Warga GKJ

BAB III : TUGAS PANGGILAN GEREJA
Pasal 7 :  Pemberitaan Penyelamatan Allah
1.       Hakikat Pemberitaan Penyelamatan Allah
2.       Fungsi Pemberitaan Penyelamatan Allah
3.       Tujuan Pemberitaan Penyelamatan Allah
4.       Strategi Pemberitaan Penyelamatan Allah
5.       Bentuk-bentuk Pemberitaan Penyelamatan Allah
6.       Pelaksanaan Pemberitaan Penyelamatan Allah
7.       Pertanggungjawaban Pemberitaan Penyelamatan Allah
Pasal 8 :  Pemeliharaan Keselamatan
1.       Hakikat Pemeliharaan Keselamatan
2.       Fungsi Pemeliharaan Keselamatan
3.       Tujuan Pemeliharaan Keselamatan
4.       Strategi Pemeliharaan Keselamatan
5.       Bentuk-bentuk Pemeliharaan Keselamatan
6.       Pelaksanaan Pemeliharaan Keselamatan
7.       Pertanggungjawaban Pelaksanaan Pemeliharaan Keselamatan
BAB IV : KEPEMIMPINAN GEREJA
Pasal 9    :       Kepemimpinan GKJ
1.       Hakikat Kepemimpinan GKJ
2.       Fungsi Kepemimpinan GKJ
3.       Tujuan Kepemimpinan GKJ
4.       Bentuk Kepemimpinan GKJ
Pasal 10:  Majelis GKJ
1.       Penatua
2.       Pendeta
3.       Diaken
Pasal 11:  Persidangan Majelis GKJ
1.       Persidangan Majelis Gereja
2.       Persidangan Majelis Gereja Istimewa
3.       Keputusan Persidangan Majelis Gereja
Pasal 12:  Pendeta Konsulen
1.       Pendeta Konsulen
2.       Tugas Pendeta Konsulen
Pasal 13:  Pendeta Emeritus
1.       Pendeta Emeritus
2.       Status Pendeta Emeritus
Pasal 14:  Pendeta Pelayan Khusus
1.       Pendeta Pelayanan Khusus
2.       Tugas Pendeta Pelayanan Khusus
Pasal 15:  Tenaga Pelayanan Khusus
1.       Tenaga Pelayanan Khusus
2.       Tugas Tenaga Pelayanan Khusus
Pasal 16:  Peletakan Jabatan Pendeta

BAB V  : Ikatan Kebersamaan GKJ
Pasal 17:  Klasis
1.       Hakikat Klasis
2.       Fungsi Klasis
3.       Tujuan Klasis
4.       Wujud Kebersamaan Klasis
5.       Pengorganisasian Klasis
6.       Pembiakan Klasis
7.       Penyatuan Klasis
Pasal 18:  Sinode
1.       Hakikat Sinode
2.       Fungsi Sinode
3.       Tujuan Sinode
4.       Wujud Kebersamaan Sinode
5.       Pengorganisasian Sinode
6.       Pembiakan Sinode
7.       Penyatuan Sinode

BAB VI :  PENGELOLAAN HARTA GEREJA, KLASIS DAN SINODE
Pasal 19:  Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
1.       Hakikat Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
2.       Fungsi Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
3.       Tujuan Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
4.       Strategi Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
5.       Bentuk-bentuk Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
6.       Pelaksanaan Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
7.       Pertanggungjawaban Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode

BAB VII:  HUBUNGAN KERJASAMA
Pasal 20:  Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat
1.       Hakikat Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat
2.       Fungsi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat
3.       Tujuan Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat
4.       Strategi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat
5.          Bentuk-bentuk Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat
6.       Pelaksanaan Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat
7.          Pertanggungjawaban Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat

BAB VIII: PENUTUP
Pasal 21:  Perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana
Pasal 22:  Pemberlakuan Tata Gereja dan Tata Laksana



























PENGANTAR

GKJ sebagai bagian dari masyarakat yang berhadapan dengan kompleksitas tantangan dan perkembangan zaman menyadari kebutuhan Tata Gereja yang aktual, mampu berpartisipasi, dan memberi harapan bagi kehidupan bersama yang lebih baik. Tata gereja yang dimaksud merupakan alat dan cara bagi GKJ bersaksi, berefleksi, dan berkomunikasi dengan konteks sosialnya secara terus menerus. Tata gereja juga menjadi sarana bagi GKJ untuk mewujudkan pelayanan yang menyeluruh, berintegritas, dan memiliki karakter Kristus yang membangun harapan bagi siapa pun yang dijumpainya.

Tata Gereja dimaksudkan sebagai tatanan dan kesepakatan bersama GKJ dalam memahami diri dan dalam perjumpaannya dengan setiap elemen kultural yang ada. Oleh karena itu, pendekatan yang ditekankan dalam tata gereja ini bersifat terbuka terhadap kepelbagaian, tidak legalistik-formalistik, memberikan ruang kepada setiap GKJ untuk secara kreatif dan bertanggung jawab menjalankan kehidupan bergereja sesuai kondisi masing-masing, tanpa meninggalkan kesadaran dan kesepakatan sebagai gereja yang berjalan bersama-sama (syn-hodos).

Tujuan yang ingin dicapai melalui tata gereja ini adalah membangun kesadaran mandiri seiring dengan kesadaran kesatuan tubuh Kristus bagi pencapaian pelayanan gereja yang pastoral-transformatif. Artinya, keputusan dan cara bertindak setiap GKJ harus menghasilkan kemampuan bagi setiap warga gereja untuk saling menginspirasikan panggilan bagi pertobatan dan perbaikan hidup, serta kemampuan untuk mengampuni, menerima, memulihkan, melengkapi, memberdayakan, demi melanjutkan harapan bagi upaya membangun dan mencapai dambaan eskatologis masyarakat damai-sejahtera sebagaimana ditunjukkan dan diperjuangkan oleh Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja.

Tata Gereja tidak dimaksudkan sebagai hukum yang digunakan untuk menghakimi atau memberikan sanksi pada posisi lain yang berbeda. Penilaian terhadap sebuah keputusan gerejawi dapat saja diberikan sebagai sebuah proses berteologi dan beriman secara dialektis dalam komunitas, tetapi hal ini tidak boleh membawa gereja dan warga gereja pada pemahaman sempit kebenaran. Tata gereja diharapkan dapat menjadi orientasi yang disepakati bersama untuk berjalan maju dalam pelayanan yang menghasilkan buah-buah rohani yang bebas dari kepentingan pribadi atau kelembagaan semata. Tata Gereja juga dipahami sebagai pijakan yang memberi inspirasi untuk mewujudkan keteraturan lembaga, warga gereja dan para pelayan gerejawi berdasarkan pemahaman teologi jabatan yang dikembangkan bersama sebagai imamat am orang percaya sehingga dapat mengarahkan masing-masing menuju spiritualitas yang menghamba pada kekudusan, ketaatan, dan ketulusan sebagaimana tuntunan Roh Kudus sendiri.












MUKADIMAH

Gereja merupakan umat milik Allah yang percaya kepada Yesus Kristus dan menanggapi panggilan Allah untuk memberitakan karya kasih penyelamatan-Nya ke atas manusia dan dunia (1 Petrus 2:9). Dalam kesadaran sebagai umat Allah, gereja merupakan komunitas yang berkumpul untuk beribadah dan berbagi kehidupan sebagai “garam dan terang dunia” (Matius 5:13-14). Komunitas ini selanjutnya menjadi persekutuan hidup yang terus tumbuh dan berkembang hingga penjuru dunia sebagaimana dinyatakan di dalam Alkitab.

Gereja dipanggil untuk menanggapi panggilan Allah dengan berbagai sudut pandang sesuai dengan pengalaman kontekstual masing-masing. Oleh karena itu diperoleh pemahamantentang gereja antara lain: gereja sebagai komunitas pembelajar atau komunitas para murid Kristus, gereja sebagai keluarga Allah, gereja sebagai paguyuban umat beriman, gereja sebagai arak-arakan peziarahan dalam kebersamaan dengan umat beriman yang lain, dan gereja sebagai komunitas pembaru dalam gerakan sesuai nilai-nilai yang dikehendaki Allah.

Atas dasar kesadaran yang demikian, Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) merupakan bagian dari keluasan karya kasih penyelamatan Allah kepada seluruh ciptaan yang dijiwai oleh nilai-nilai budaya Jawa serta warisan tradisi teologis sesuai konteksnya yang tidak bertentangan dengan Alkitab. GKJ memahami diri sebagai kehidupan bersama orang percaya yang berpusat pada Yesus Kristus dan sekaligus jawaban manusia terhadap karya kasih penyelamatan Allah yang di dalamnya Roh Kudus bekerja. GKJ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menerima dan merangkul keragaman yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

GKJ mengakui keluasan karya kasih penyelamatan Allah di dalam sejarah yang dinyatakan melalui bermacam cara yang unik dan otentik. Perbedaan dipahami dan diterima sebagai hal wajar yang secara positif untuk memberi manfaat saling memperkaya, saling menguatkan dalam kebersamaan. GKJ dalam kesadaran sebagai salah satu keluasan penyelamatan Allah berusaha mewujudkan kehidupan bersama dengan gereja-gereja lain dan semua komunitas melalui partisipasi aktif mewujudkan keadilan, kesetaraan, perdamaian, dan kesejahteraan demi pemulihan martabat manusia sebagai gambar Allah (Kejadian 1:26-27; Kolose 1:15-20).

Dalam melaksanakan tugas panggilannya, GKJ menata diri secara bertanggung jawab demi kemuliaan Allah dan martabat manusia. Tatanan kehidupan bersama ini memberi ruang kemandirian gereja setempat, sekaligus mewujudkan kebersamaan secara klasikal dan sinodal dalam rangka mewujudkan karya Allah yang hidup berdasarkan pada Alkitab, Pokok Pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ yang berwatak pastoral transformatif.












PENJELASAN ISTILAH

1.       Pastoral Transformatif
Yang dimaksud dengan pastoral transformatif adalah segala bentuk penggembalaan yang dilakukan secara setara dan saling mengubah oleh gereja bersama dengan sesama demi terwujudnya pemulihan, pemberdayaan, dan pembaharuan kehidupannya sebagai gambar Allah.

2.       Kedudukan Hukum
Yang dimaksud dengan kedudukan hukum GKJ adalah keberadaan GKJ dalam wilayah kekuasaan hukum di mana gereja tersebut berada.

3.       Pembiakan GKJ
Yang disebut dengan pembiakan adalah pengembangan sebuah GKJ dari proses pendewasaan pepanthan, wilayah atau blok/kring/kelompok.

4.       Gereja Induk, Wilayah, Blok/Kring/Kelompok, dan Pepanthan
-          Gereja Induk adalah Gereja yang menjadi kedudukan hukum sebuah GKJ
-          Wilayah adalah bagian dari gereja induk yang meliputi beberapa Blok/Kring/Kelompok
-          Blok/Kring/Kelompok adalah bagian dari wilayah sebuah GKJ
-          Pepanthan adalah sekelompok warga GKJ di wilayah tertentu yang menyelenggarakan kebaktian sendiri di bawah pengampuan Gereja Induk.

5.       Katekisasi
Yang dimaksud dengan Katekisasi adalah pengajaran tentang iman kristen yang dilakukan oleh gereja

6.       Keberatan yang sah
Yang dimaksud dengan keberatan yang sah adalah pernyataan ketidaksetujuan dari warga Gereja atau sekelompok warga Gereja atas keputusan Majelis Gereja yang disampaikan kepada persidangan Majelis, yang memenuhi prinsip sebagai berikut:
-          Diajukan secara tertulis dengan mencantumkan nama dan tanda tangan, serta alamat yang jelas.
-          Keberatan tersebut terbukti benar, setelah diadakan penelitian oleh Majelis Gereja.















BAB I
GEREJA DAN SISTEM GEREJA

Pasal 1
Identitas Gereja Kristen Jawa dan Sistem Gereja

  1. Identitas Gereja Kristen Jawa
Gereja Kristen Jawa (GKJ) adalah Gereja yang berada di suatu tempat tertentu yang bertumbuh dan berkembang dengan  tradisi teologis kristiani yang berjumpa dengan nilai-nilai budaya Jawa.

  1. Sistem Gereja
GKJ dipimpin oleh Majelis Gereja, dan yang telah mampu mengatur dirinya sendiri, mengembangkan dirinya sendiri, membiayai dirinya sendiri, serta mengikatkan diri  dengan  GKJ yang lain dalam aras Klasikal dan Sinodal, sehingga GKJ memilih sistem gereja Presbiterial Sinodal.


Pasal 2
Status, Nama dan Kedudukan Hukum GKJ

1.       Status GKJ
GKJ adalah badan hukum yang didasarkan pada:
              a.     SK. Menteri Agama No. 19 tahun 1966 yang menyatakan bahwa, “Geredja-geredja Kristen Djawa masing-masing dan semuanja setjara keseluruhan selaku lembaga keagamaan jang bersifat dan berbentuk Geredja menurut peraturan dalam Staatsblad th. 1927 No. 156, 352.”
              b.     SK. Dirjen. Bimas. (Kristen) Protestan No. 126 tahun 1988 yang menyatakan bahwa, “Gereja-gereja Kristen Jawa yang berkedudukan/berpusat di Jl. Dr. Sumardi No. 10 Salatiga sebagai lembaga keagamaan Kristen Protestan yang bersifat Gereja.”

2.       Nama GKJ
Setiap GKJ memiliki nama yang jelas dan pasti.

3.       Kedudukan Hukum GKJ
Setiap GKJ memiliki kedudukan hukum yang jelas dan pasti.


Pasal 3
Logo, Mars dan Hymne GKJ

1.       Logo GKJ
GKJ memiliki logo GKJ yang ditentukan dan ditetapkan oleh persidangan Sinode.

2.       Mars GKJ
GKJ memiliki mars GKJ yang ditentukan dan ditetapkan oleh persidangan Sinode.

3.     Hymne GKJ
GKJ memiliki hymne GKJ yang ditentukan dan ditetapkan oleh persidangan Sinode.


Pasal 4
Wilayah Pelayanan GKJ

1.   Wilayah Pelayanan
Pada dasarnya wilayah pelayanan GKJ tidak dibatasi berdasarkan letak geografis atau wilayah administratif pemerintahan di mana GKJ tersebut berada. Meskipun demikian, dalam rangka menjaga kebersamaan dengan GKJ se-Klasis dan Sinode, setiap GKJ perlu menentukan wilayah pelayanannya.

2.   Pembagian Wilayah Pelayanan 
Berdasarkan persebaran anggotanya, setiap GKJ perlu melakukan pembagian wilayah pelayanan.

Pasal 5
Pembiakan dan Penyatuan GKJ

1.   Pembiakan GKJ
a.   Pembiakan GKJ dapat dilakukan dalam rangka pengembangan gereja antara lain dengan memperhatikan jumlah warga, cakupan wilayah pelayanan, dan/atau karena alasan lain yang dapat diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Majelis Gereja.
b.   Pembiakan GKJ dilakukan setelah memperoleh persetujuan dan ditetapkan dalam persidangan Klasis.

2.   Penyatuan GKJ
a.   Penyatuan GKJ dapat dilakukan apabila fungsi dan tujuan gereja dirasa tidak lagi efektif  karena jumlah warganya terlalu sedikit, cakupan wilayah yang tidak terlalu luas dan/atau karena alasan lain yang dapat diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Majelis Gereja.
b.   Penyatuan GKJ dilakukan setelah ditetapkan dalam persidangan Klasis.

BAB II
KEANGGOTAAN GEREJA

Pasal 6
Keanggotaan GKJ

1.       Warga GKJ
Warga GKJ adalah orang baik anak-anak maupun orang dewasa yang secara administratif telah tercatat dalam Buku Induk Warga Gereja.

2.    Hak dan Tanggung Jawab Warga GKJ
Setiap Warga GKJ memiliki hak dan tanggung jawab atas kehidupan, tugas dan panggilan GKJ.


BAB III
TUGAS PANGGILAN GEREJA
                                                                                           
Pasal 7
Pemberitaan Penyelamatan Allah

1.       Hakikat Pemberitaan Penyelamatan Allah
a.       Pemberitaan tentang karya keselamatan yang diwujudkan dalam karya Allah Tritunggal.
b.       Upaya gereja dan setiap orang percaya bersaksi tentang karya keselamatan Allah terhadap manusia dan dunia.
c.       Bentuk ucapan syukur gereja dan setiap orang percaya atas anugerah keselamatan Allah.

2.       Fungsi Pemberitaan Penyelamatan Allah
  1. Menyatakan keluhuran nilai-nilai Kerajaan Allah.
  2. Menyatakan keberpihakan Allah kepada perjuangan kebenaran dan keadilan.
  3. Memberi inspirasi bagi pembangunan dunia.
  4. Mewujudkan damai sejahtera.

3.       Tujuan Pemberitaan Penyelamatan Allah
  1. Menyatakan pulihnya relasi antara Allah dan manusia, antar sesama manusia dan ciptaan lain.
  2. Mengembangkan dan melestarikan kehidupan bersama sesuai dengan nilai-nilai yang diteladankan Kristus.

4.       Strategi Pemberitaan Penyelamatan Allah
Strategi pemberitaan penyelamatan Allah terhadap manusia dan dunia menggunakan pendekatan kontekstual yang tidak bertentangan dengan hakikat pemberitaan penyelamatan Allah.

5.       Bentuk-bentuk Pemberitaan Penyelamatan Allah
  1. Dilakukan dengan tutur kata, baik lisan maupun tertulis yang mencirikan karya penyelamatan Allah dalam semua bidang kehidupan.
  2. Dilakukan dengan pelayanan kasih yang menyatakan karya penyelamatan Allah dalam semua bidang kehidupan.
  3. Dilakukan dengan persekutuan orang percaya yang menghadirkan damai sejahtera.

6.       Pelaksanaan Pemberitaan Penyelamatan Allah
Pelaksanaan pemberitaan penyelamatan Allah dilakukan dengan memperhatikan hal sebagai berikut:
  1. Menghormati kebebasan manusia untuk menentukan pilihannya baik menerima atau menolak pemberitaan penyelamatan Allah.
  2. Dilakukan secara terbuka.
  3. Didasarkan pada motivasi yang benar.

7.       Pertanggungjawaban Pemberitaan Penyelamatan Allah
Pertanggungjawaban pemberitaan penyelamatan Allah ditujukan kepada Allah dan sesama.


Pasal 8
Pemeliharaan Keselamatan

1.       Hakikat Pemeliharan Keselamatan
Segala upaya gereja dalam melaksanakan perintah Tuhan Yesus Kristus untuk melakukan penggembalaan kepada warga gereja dalam rangka pelaksanaan tugas pemberitaan penyelamatan Allah.
                 
2.       Fungsi Pemeliharan Keselamatan
      Menjaga, memelihara dan menumbuhkembangkan iman warga gereja.

3.       Tujuan Pemeliharan Keselamatan
Tercapainya kesempurnaan keselamatan.

4.       Strategi Pemeliharan Keselamatan
Strategi pemeliharan keselamatan yang dipergunakan oleh GKJ adalah strategi yang didasarkan pada:
a.       Pembagian wilayah pelayanan
b.       Pembagian kategorial
c.       Keluarga

5.       Bentuk-bentuk Pemeliharan Keselamatan
Bentuk-bentuk pemeliharan keselamatan yang dipergunakan oleh GKJ dinyatakan antara lain melalui:
a.       Ibadah
b.       Pengajaran
c.       Sakramen
d.       Pengakuan percaya/sidi
e.       Pernikahan
f.         Penggembalaan khusus
g.       Pertobatan
h.       Perkunjungan
i.         Pelayanan kasih

6.       Pelaksanaan Pemeliharan Keselamatan
Pelaksanaan pemeliharan keselamatan dilakukan oleh warga gereja dan Majelis Gereja.

7.       Pertanggungjawaban Pemeliharan Keselamatan
Pertanggungjawaban pemeliharan keselamatan dilakukan oleh warga gereja atas dasar kesadaran imannya dan oleh Majelis Gereja dalam persidangan Majelis Gereja.


BAB IV
KEPEMIMPINAN GEREJA 

Pasal 9
Kepemimpinan GKJ

1.   Hakikat Kepemimpinan GKJ
GKJ dipimpin oleh Allah sendiri yang oleh karya penyelamatan-Nya ke atas manusia dan dunia menjadikan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat sekaligus Kepala Gereja. Ia juga yang telah memanggil orang-orang percaya sebagai rekan sekerja Allah dalam melanjutkan karya penyelamatan-Nya, untuk menjadi pelayan bagi-Nya dan bagi gereja-Nya, dengan menganugerahkan jabatan-jabatan gerejawi yang dipercayakan kepada orang-orang tertentu yang dikehendaki-Nya. Atas dasar pemahaman tersebut, hakikat kepemimpinan GKJ adalah kepemimpinan pelayan atau kepemimpinan yang melayani.

2.   Fungsi Kepemimpinan GKJ
Kepemimpinan GKJ berfungsi sebagai alat untuk melayani kehendak Allah bagi gereja-Nya, sehingga GKJ dapat melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja.

3.   Tujuan Kepemimpinan GKJ
Kepemimpinan GKJ bertujuan untuk memberdayakan segenap warga GKJ, sehingga GKJ dapat melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja.

4.   Bentuk Kepemimpinan GKJ
Kepemimpinan GKJ dilakukan secara kolektif yang terdiri dari orang-orang yang secara khusus dipilih, dipanggil, dan ditahbiskan atau diteguhkan ke dalam jabatan-jabatan gerejawi sebagai Penatua, Pendeta, dan Diaken, yang dalam kebersamaannya disebut Majelis Gereja.


Pasal 10
Majelis GKJ

1.   Penatua
Penatua adalah jabatan gerejawi yang dianugerahkan kepada seseorang yang dipanggil, dipilih dan diteguhkan untuk melayani jemaat setempat dengan tugas utama mengatur kehidupan gereja.

2.   Pendeta
Pendeta adalah jabatan gerejawi, baik yang bersifat fungsional maupun struktural, yang dianugerahkan kepada seseorang yang dipanggil, dipilih, dan ditahbiskan/diteguhkan untuk melayani jemaat penuh waktu dengan tugas utama mengajar dan melayankan sakramen dengan keluasan pelayanan aras Jemaat, Klasis, Sinode, dan Gereja-gereja lain dalam ikatan oikumene.

3.   Diaken
Diaken adalah jabatan gerejawi yang dianugerahkan kepada seseorang yang dipanggil, dipilih, dan diteguhkan untuk melayani jemaat setempat dengan tugas utama melakukan pelayanan kasih.


Pasal 11
Persidangan Majelis GKJ

1.   Persidangan Majelis Gereja
Persidangan Majelis Gereja adalah persidangan para pemangku jabatan gerejawi yang dilaksanakan secara rutin untuk membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan gereja dan tugas panggilannya.

2.   Persidangan Majelis Gereja Istimewa
Persidangan Majelis Gereja Istimewa adalah persidangan para pemangku jabatan gerejawi yang dilaksanakan secara tidak rutin untuk membicarakan masalah-masalah tertentu.

3.   Keputusan Persidangan Majelis Gereja
a.       Keputusan persidangan Majelis Gereja dan/atau keputusan persidangan Majelis Gereja Istimewa ditetapkan berdasarkan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ, serta keputusan-keputusan persidangan Klasis dan Sinode.
b.       Keputusan persidangan Majelis Gereja dan/atau keputusan persidangan Majelis Gereja Istimewa bersifat mengikat dan berlaku umum bagi segenap warga GKJ yang bersangkutan.

Pasal 12
Pendeta Konsulen

1.   Pendeta Konsulen
Pendeta Konsulen adalah Pendeta yang diperbantukan ke gereja yang belum memiliki pendeta atau pendetanya sudah emeritus atau pendetanya tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya.

2.   Tugas Pendeta Konsulen
a.       Melaksanakan tugas-tugas kependetaan sebagaimana tugas Pendeta yang tercantum dalam Pasal 10 Ayat 2 Tata Gereja ini.
b.       Memotivasi dan mendampingi gereja yang dibantu pelayanannya.
c.       Melaporkan pelaksanaan tugas konsulensi kepada Sidang Klasis berikutnya.


Pasal 13
Pendeta Emeritus

1.   Pendeta Emeritus
Pendeta Emeritus adalah Pendeta yang diberi penghargaan oleh Gereja karena telah mencapai usia 60 tahun atau karena alasan khusus yang dapat dipertanggungjawabkan.

2.   Status Pendeta Emeritus
a.       Pendeta Emeritus tetap melaksanakan fungsi kependetaannya.
b.       Pendeta Emeritus  tidak masuk dalam struktur kemajelisan.

Pasal 14
Pendeta Pelayanan Khusus

1.   Pendeta Pelayanan Khusus (PPK)
PPK adalah Pendeta yang dipilih, ditahbiskan/diteguhkan dan diutus untuk tugas-tugas khusus sesuai kebutuhan Gereja, Klasis, Sinode atau atas permintaan lembaga tertentu.

2.   Tugas Pendeta Pelayanan Khusus
a.       Melaksanakan tugas sesuai dengan kebutuhan pelayanan khusus Gereja, Klasis dan Sinode atau lembaga yang membutuhkan.
b.       Menjaga hubungan baik dengan Gereja Pengutus melalui keterlibatan kegiatan-kegiatan gereja sepanjang tidak mengganggu tugas pokok sebagai PPK.
c.       Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada Gereja atau Klasis atau Sinode yang mengutus dengan tembusan kepada lembaga yang dilayani.


Pasal 15
Tenaga Pelayanan Khusus

1.   Tenaga Pelayanan Khusus (TPK)
TPK adalah tenaga bukan pendeta yang dipilih, dipanggil dan diutus untuk tugas-tugas khusus sesuai kebutuhan Gereja, Klasis, Sinode atau atas permintaan lembaga tertentu.

2.   Tugas Tenaga Pelayanan Khusus
a.       Melaksanakan tugas sesuai dengan kebutuhan pelayanan khusus Gereja, Klasis dan Sinode atau lembaga yang membutuhkan.
b.       Menjaga hubungan baik dengan Gereja Pengutus melalui keterlibatan kegiatan-kegiatan gereja sepanjang tidak mengganggu tugas pokok sebagai TPK.
c.       Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada Gereja atau Klasis atau Sinode yang mengutus dengan tembusan kepada lembaga yang dilayani.


Pasal 16
Peletakan Jabatan Pendeta

Peletakan jabatan Pendeta dilakukan apabila:
1.    Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat diterima oleh Majelis Gereja, Klasis, dan Sinode.
2.    Pindah ke Gereja lain di luar Sinode GKJ, atau alih tugas ke lembaga lain, yang tidak membutuhkan jabatan kependetaan orang tersebut.
3.    Tidak menerima Alkitab sebagai dasar-dasar etik dan ajaran GKJ


BAB V
Ikatan Kebersamaan GKJ

Pasal 17
Klasis

1.   Hakikat Klasis
a.       Klasis adalah ikatan kebersamaan beberapa GKJ di wilayah tertentu yang secara geografis saling berdekatan.
b.       Ikatan kebersamaan tersebut didasarkan pada pengakuan akan keesaan gereja sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.

2.       Fungsi Klasis
  1. Membantu GKJ di wilayahnya sehingga masing-masing dan bersama-sama mampu menjaga dan memelihara keberadaannya, melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja, serta mengusahakan berkembangnya GKJ di wilayah tersebut.
  2. Dalam kebersamaan dengan Klasis-klasis lain, setiap Klasis menjaga dan memelihara keberadaan Klasis-klasis dan Sinode, melaksanakan tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Klasis, serta mengembangkan GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.

3.   Tujuan Klasis
a.       Terjaga dan terpeliharanya keberadaan GKJ, terlaksananya tugas panggilan gereja, serta berkembangnya GKJ di wilayah tersebut.
b.       Terjaga dan terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis dan Sinode dalam melaksanakan tugas panggilan gereja yang disepakati bersama sehingga GKJ berkembang secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanan.

4.   Wujud Kebersamaan Klasis
a.       Wujud kebersamaan Klasis dinyatakan dalam persidangan Klasis, visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya.
b.       Pelaksanaan persidangan Klasis, visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya ditentukan oleh masing-masing Klasis.

5.   Pengorganisasian Klasis
  1. Pengorganisasian Klasis diperlukan untuk menjamin berfungsinya Klasis dan tercapainya tujuan Klasis.
  2. Pengorganisasian Klasis dilakukan oleh Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis yang ditentukan berdasarkan keputusan persidangan Klasis.
  3. Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis bertugas melaksanakan keputusan-keputusan persidangan Klasis dan mengelola sumberdaya yang ada untuk mendukung pelayanan Klasis.
  4. Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis berkedudukan hukum di tempat dan alamat tertentu yang disepakati bersama dalam persidangan Klasis.
  5. Klasis dapat menjadi badan hukum untuk mengelola harta bersama (aset-aset) milik klasis.
  6. Dalam pelaksanaan tugasnya, Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis bertanggung jawab kepada GKJ se-Klasis tersebut melalui persidangan Klasis.

6.   Pembiakan Klasis
a.       Pembiakan Klasis dapat dilakukan apabila fungsi dan tujuan Klasis dirasa tidak lagi efektif  karena jumlah GKJ di Klasis tersebut terlalu banyak, cakupan wilayah yang terlalu luas dan/atau karena alasan lain yang dapat diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Klasis.
b.       Pembiakan Klasis hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dan ditetapkan dalam persidangan Sinode.

7.   Penyatuan Klasis
  1. Penyatuan Klasis dapat dilakukan apabila fungsi dan tujuan Klasis dirasa tidak lagi efektif  karena jumlah GKJ di Klasis tersebut terlalu sedikit, cakupan wilayah yang tidak terlalu luas dan/atau karena alasan lain yang dapat diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Klasis.
  2. Penyatuan Klasis hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dan ditetapkan dalam persidangan Sinode.


Pasal 18
Sinode

1.   Hakikat Sinode
a.   Sinode adalah ikatan kebersamaan semua GKJ dari Klasis-klasis.
b.   Ikatan kebersamaan tersebut dasarnya adalah pengakuan akan keesaan gereja sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.

2.   Fungsi Sinode
  1. Membantu Klasis-klasis dalam menjaga dan memelihara keberadaannya dan keberadaan GKJ di wilayahnya dalam melaksanakan fungsinya sebagai Klasis, serta mengusahakan berkembangnya GKJ di semua Klasis.
  2. Menjaga dan memelihara keberadaannya sebagai Sinode, melaksanakan tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Sinode, serta membantu pengembangan Klasis-klasis dan GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.

3.   Tujuan Sinode
  1. Terjaga dan terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis dan GKJ di wilayahnya, terlaksananya fungsi Klasis, serta berkembangnya GKJ di semua Klasis.
  2. Terjaga dan terpeliharanya keberadaan Sinode, terlaksananya tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Sinode, serta berkembangnya Klasis-klasis dan GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.

4.   Wujud Kebersamaan Sinode
a.       Wujud kebersamaan Sinode dinyatakan dalam persidangan Sinode, visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode, dan kegiatan kebersamaan lainnya dalam aras Sinode.
b.       Pelaksanaan persidangan Sinode, visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode, dan kegiatan kebersamaan lainnya dalam aras Sinode yang ditentukan berdasarkan keputusan persidangan Sinode.

5.   Pengorganisasian Sinode
  1. Pengorganisasian Sinode diperlukan untuk menjamin berfungsinya Sinode dan tercapainya tujuan Sinode
  2. Pengorganisasian Sinode dilakukan berdasarkan Tata Sinode yang diputuskan oleh persidangan Sinode.
  3. Pengorganisasian Sinode dilakukan oleh Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode yang ditentukan berdasarkan keputusan persidangan Sinode.
  4. Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode bertugas melaksanakan keputusan-keputusan persidangan Sinode dan mengelola sumberdaya yang ada untuk mendukung pelayanan Sinode.
  5. Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode berkedudukan hukum di Salatiga, dengan alamat Sinode GKJ, Jl. Dr. Sumardi 8 dan 10, Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia.
  6. Dalam pelaksanaan tugasnya, Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode tunduk pada Tata Sinode dan  bertanggungjawab kepada GKJ se-Sinode melalui persidangan Sinode.

6.   Pembiakan Sinode
a.       Pembiakan Sinode dapat dilakukan apabila fungsi dan tujuan Sinode dirasa tidak lagi efektif  karena jumlah GKJ se-Sinode yang terlalu banyak, cakupan wilayah yang terlalu luas dan/atau karena alasan lain yang dapat diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Sinode.
b.       Pembiakan Sinode hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dan ditetapkan dalam persidangan Sinode.

7.   Penyatuan Sinode
  1. Penyatuan Sinode GKJ dengan Sinode Gereja lain dapat dilakukan apabila fungsi dan tujuan Sinode GKJ dirasa tidak lagi efektif karena jumlah GKJ se-Sinode GKJ yang terlalu sedikit, cakupan wilayah yang tidak terlalu luas dan/atau karena alasan lain yang dapat diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Sinode.
  2. Penyatuan Sinode GKJ dengan Sinode Gereja lain hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari persidangan Sinode GKJ dan persidangan Sinode Gereja lain tersebut, serta ditetapkan dalam persidangan Sinode GKJ dan persidangan Sinode Gereja lain tersebut.


BAB VI
PENGELOLAAN HARTA GEREJA, KLASIS DAN SINODE

Pasal 19
Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode

1.   Hakikat Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Hakikat pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode adalah segala upaya gereja, klasis dan sinode dalam merencanakan, menggunakan, dan mempertanggungjawabkan harta dari dan milik Tuhan Yesus Kristus, Raja Gereja, yang dipercayakan kepada gereja, klasis dan sinode.

2.   Fungsi Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Fungsi pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode adalah untuk mendukung pelaksanaan tugas panggilan gereja, baik pada aras gereja setempat, klasis dan sinode.

3.   Tujuan Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Tujuan pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode adalah agar semua kekayaan gereja, klasis dan sinode dapat diatur penggunaannya, dijaga keutuhan dan keamanannya, serta diupayakan pengembangannya. 

4.   Strategi Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Strategi pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode adalah pengelolaan bersih dan transparan.

5.   Bentuk-bentuk Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Bentuk-bentuk pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode dinyatakan melalui pengelolaan langsung dan tidak langsung.

6.   Pelaksanaan Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Pelaksanaan pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode dilakukan dengan cara yang efektif, efisien, dan akuntabel di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis serta Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode.

7.     Pertanggungjawaban Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Pertanggungjawaban pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode dilakukan secara periodik dalam persidangan Majelis Gereja, persidangan Klasis dan persidangan Sinode.


BAB VII
HUBUNGAN KERJASAMA

Pasal 20
Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, Pemerintah, dan Masyarakat

1.   Hakikat Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, Pemerintah dan Masyarakat
Hakikat hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat adalah kesadaran dan kebutuhan gereja untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

2.       Fungsi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, Pemerintah dan Masyarakat
Fungsi hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat adalah untuk bersinergi, saling mendukung, menginspirasi, dan memberdayakan.

3.       Tujuan Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, Pemerintah dan Masyarakat
Tujuan hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat adalah saling mendukung, menguatkan, dan meningkatkan kesejahteraan bersama.

4.   Strategi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain,  Pemerintah dan Masyarakat
Strategi hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat dilaksanakan dengan pola kemitraan.

5.       Bentuk-bentuk Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, Pemerintah dan Masyarakat
Bentuk-bentuk hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat adalah bilateral atau multilateral yang dapat bersifat tetap atau tidak tetap.

6.   Pelaksanaan Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, Pemerintah dan Masyarakat
Hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.

7.       Pertanggungjawaban Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain,  Pemerintah dan Masyarakat
Pertanggungjawaban hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat dilaksanakan atas dasar keputusan bersama-sama.


BAB VIII
PENUTUP

Pasal 21
Perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana

Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ hanya dapat diubah oleh persidangan Sinode GKJ.


Pasal 22
Pemberlakuan Tata Gereja dan Tata Laksana

1.       Dengan ditetapkannya Tata Gereja dan Tata Laksana ini, maka Tata Gereja dan Tata Laksana yang selama ini digunakan, yaitu Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ Tahun 2005 dinyatakan tidak berlaku.
2.       Tata Gereja ini berlaku sejak ditetapkan dan hal-hal lain yang sedang berjalan, sedapat mungkin segera menyesuaikan.
3.       Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ akan diatur dalam bentuk Pedoman-pedoman dan Peraturan-peraturan GKJ yang tidak bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Laksana ini.

Ditetapkan oleh  :    Sidang Sinode Istimewa GKJ 2015
Di                       :    Hotel Galuh, Prambanan, Klaten
Tanggal              :    28 Mei 2015

















Tata LAKSANA GKJ

BAB I
GEREJA DAN SISTEM GEREJA

Pasal 1
Identitas Gereja Kristen Jawa dan Sistem Gereja

  1. Identitas Gereja Kristen Jawa
Gereja Kristen Jawa (GKJ) sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 1 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    GKJ mengembangkan teologi dalam berjumpaan dengan budaya jawa.
b.    Setiap GKJ merupakan gereja mandiri yang berfungsi sebagai mitra Allah dengan tujuan menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah.
c.    Dalam menjalankan tugas panggilannya, GKJ senantiasa terbuka terhadap perjumpaan dengan pihak-pihak di luar dirinya yang berlatar belakang denominasi, budaya dan agama yang berbeda.

  1. Sistem Gereja
a.    Setiap GKJ berjalan bersama dan mengikatkan diri dengan GKJ lain yang diwujudkan dalam persidangan, visitasi dan kegiatan kebersamaan lainnya baik dalam aras Klasis maupun Sinode.
b.    Pengambilan keputusan tertinggi oleh persidangan majelis dan persidangan majelis yang lebih luas, yaitu Klasis dan Sinode.
c.    Yang berhak mewakili tindakan hukum ke luar dan ke dalam gereja setempat adalah majelis, aras Klasis adalah Badan Pelaksana Klasis, aras Sinode adalah Badan pelaksana Sinode.

Pasal 2
Status, Nama dan Kedudukan Hukum GKJ

1.       Status GKJ
Status GKJ sebagai badan hukum dicantumkan pada papan nama, kop surat dan dokumen-dokumen resmi GKJ.

2.       Nama GKJ
Pemberian dan penggunaan nama GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 2, Ayat 2 diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Nama GKJ ditentukan oleh GKJ itu sendiri.
  2. Nama GKJ ditulis pada papan nama, stempel, kop surat dan dokumen-dokumen resmi GKJ tersebut.
  3. Nama GKJ dinyatakan dan dipergunakan secara resmi sejak GKJ tersebut mandiri.

3.       Kedudukan Hukum GKJ
Kedudukan hukum GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 2, Ayat 3 diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Kedudukan hukum setiap GKJ ditentukan oleh GKJ itu sendiri berdasarkan tempat di mana GKJ tersebut berada.
  2. Kedudukan hukum GKJ ditulis pada papan nama, kop surat dan dokumen-dokumen resmi GKJ tersebut.
  3. Kedudukan hukum GKJ dinyatakan dan dipergunakan sejak GKJ tersebut mandiri.


Pasal 3
Logo, Mars, dan Hymne GKJ

1.       Logo GKJ
Logo GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 3, Ayat 1 dipergunakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Logo GKJ yang benar dan sah adalah sebagaimana ditetapkan berdasarkan keputusan Sidang Sinode XIX GKJ Artikel 147.
  2. Logo GKJ dicantumkan pada papan nama, cap, kop surat dan dokumen-dokumen resmi GKJ.
  3. Logo GKJ dipergunakan dengan baik, benar dan bertanggung jawab.

2.       Mars GKJ
Mars GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 3, Ayat 2 dipergunakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Mars GKJ yang benar dan sah adalah sebagaimana ditetapkan berdasarkan keputusan Sidang Sinode Antara 2000 GKJ Artikel 59.
  2. Mars GKJ dinyanyikan khususnya pada persidangan Klasis, persidangan Sinode, dan kegiatan-kegiatan lainnya.
  3. Mars GKJ dinyanyikan dengan baik dan benar serta dipergunakan untuk kepentingan gerejawi secara bertanggung jawab.

3.       Hymne GKJ
Hymne GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 3, Ayat 3 dipergunakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Hymne GKJ yang benar dan sah adalah sebagaimana ditetapkan berdasarkan keputusan Sidang Sinode XXIII GKJ Artikel 31.
  2. Hymne GKJ dinyanyikan khususnya pada persidangan Klasis, persidangan Sinode, dan kegiatan-kegiatan lainnya.
  3. Hymne GKJ dinyanyikan dengan baik dan benar, serta dipergunakan untuk kepentingan gerejawi secara bertanggung jawab.


Pasal 4
Wilayah Pelayanan GKJ

1.         Wilayah Pelayanan
       Penentuan batas-batas wilayah pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 4, Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.          Wilayah pelayanan GKJ berbatasan dengan wilayah pelayanan GKJ lain.
b.         Pelayanan GKJ di perbatasan dua atau lebih GKJ perlu didukung dan dilayani bersama supaya dapat berkembang dengan baik.
c.          Batas-batas wilayah pelayanan GKJ ditentukan oleh GKJ itu sendiri bersama dengan GKJ lain yang berdekatan.

2.         Pembagian Wilayah Pelayanan 
       Pembagian wilayah pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 4, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.          GKJ dapat terdiri dari: Gereja Induk dan Pepanthan.
b.         Gereja Induk dan Pepanthan dapat terdiri dari: Wilayah, Blok/Kring/Kelompok.
c.          Pembagian wilayah pelayanan GKJ baik Gereja Induk maupun Pepanthan ditentukan oleh GKJ itu sendiri.


Pasal 5
Pembiakan dan Penyatuan GKJ

1.         Pembiakan GKJ
a.          Pembiakan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 5, Ayat 1.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                              i.          Persidangan Majelis Gereja perlu membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus tersebut untuk melakukan studi kelayakan.
                             ii.          Tim atau panitia khusus tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Majelis Gereja dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan pada persidangan Majelis Gereja yang telah ditentukan.
                           iii.          Persidangan Majelis Gereja melakukan pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan selanjutnya.
                           iv.          Jika persidangan Majelis Gereja bersepakat untuk melakukan pembiakan GKJ tersebut, hal itu wajib disampaikan kepada Badan Pelaksana Klasis agar dilakukan visitasi atau perkunjungan gerejawi guna memperoleh persetujuan.

b.         Pembiakan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 5, Ayat 1.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                              i.          Persidangan Klasis menerima dan mempertimbangkan keinginan GKJ yang bersangkutan untuk melakukan pembiakan dengan memperhatikan laporan hasil visitasi atau perkunjungan gerejawi istimewa yang dilakukan oleh Badan Pelaksana Klasis beserta rekomendasi yang diberikan.
                             ii.          Jika persidangan Klasis memutuskan menyetujui untuk dilakukan pembiakan GKJ tersebut, pembiakan GKJ dapat dilaksanakan.
                           iii.          Pelaksanaan pembiakan GKJ ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara GKJ dan Klasis yang bersangkutan disertai kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.

2.         Penyatuan GKJ
a.          Penyatuan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 5, Ayat 2.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                              I.          Persidangan Majelis Gereja perlu membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus tersebut untuk melakukan studi kelayakan.
                            II.          Tim atau panitia khusus tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Majelis Gereja dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan pada persidangan Majelis Gereja yang telah ditentukan.
                          III.          Persidangan Majelis Gereja melakukan pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan selanjutnya.
                         IV.          Jika persidangan Majelis Gereja tersebut bersepakat melakukan penyatuan GKJ, hal itu perlu disampaikan kepada Majelis Gereja terkait untuk dilakukan pembicaraan bersama.
                           V.          Jika pembicaraan bersama dengan GKJ terkait menghasilkan kesepakatan bersama untuk dapat dilakukan penyatuan GKJ, hal itu perlu disampaikan kepada Badan Pelaksana Klasis agar dilakukan visitasi atau perkunjungan gerejawi istimewa guna memperoleh persetujuan.

b.   Penyatuan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 5 Ayat 2.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Klasis menerima dan mempertimbangkan usulan GKJ yang bersangkutan untuk melakukan penyatuan GKJ dengan memperhatikan laporan hasil visitasi atau perkunjungan gerejawi istimewa yang dilakukan oleh Badan Pelaksana Klasis beserta rekomendasi yang diberikan.
                        ii.          Jika persidangan Klasis memutuskan menyetujui untuk dilakukan penyatuan GKJ tersebut, penyatuan GKJ tersebut dapat dilaksanakan.
                       iii.          Pelaksanaan penyatuan GKJ ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara GKJ dan Klasis yang bersangkutan disertai kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.

BAB II
KEANGGOTAAN GEREJA

Pasal 6
Keanggotaan GKJ

1.       Warga GKJ
Kewargaan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 6, Ayat 1 ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    Yang dapat dicatat dalam Buku Induk Warga Gereja dan menjadi warga GKJ adalah:
                          i.          Orang yang dibaptis di GKJ.
                        ii.          Orang yang pindah dari gereja lain masuk menjadi warga GKJ.

b.   Warga GKJ dibedakan dalam 2 (dua) kategori:
                          i.          Warga anak, yaitu anak-anak atau orang yang sudah dibaptis pada waktu masih kanak-kanak namun belum mengaku percaya/sidi.
                        ii.          Warga dewasa, yaitu orang yang sudah dibaptis pada waktu masih kanak-kanak dan mengaku percaya/sidi; serta orang dewasa yang dibaptis dan mengaku percaya/sidi.

c.    Simpatisan GKJ, yaitu:
                          i.          Orang yang menyatakan simpati dan bergereja di GKJ namun belum dibaptis atau belum mengakui percaya/sidi.
                        ii.          Warga dari gereja lain yang bergereja di GKJ.

d.   Status kewargaan GKJ tidak berlaku jika:
                          i.          Pindah ke gereja lain.
                        ii.          Meninggalkan iman Kristen.

2.   Hak dan Tanggung Jawab Warga GKJ
Hak dan tanggung jawab warga GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 6, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    Hak Warga GKJ
                          i.          Hak Warga Anak
1.      Mendapatkan pelayanan dan perlindungan agar keselamatannya terpelihara.
2.      Berpartisipasi aktif dalam kegiatan dan pelayanan gereja.
3.      Dipilih sebagai anggota Komisi, Kelompok Kerja, Panitia, Tim, atau badan pelayanan gereja lainnya.
4.      Didengar pendapatnya dan/atau menyatakan keberatan yang sah atas keputusan/kebijakan Majelis Gereja.

                        ii.          Hak Warga Dewasa
1.      Mendapatkan pelayanan agar keselamatannya terpelihara.
2.      Memilih dan dipilih sebagai anggota Majelis Gereja.
3.      Dipilih sebagai anggota Komisi, Kelompok Kerja, Panitia, Tim, atau badan pelayanan gereja lainnya.
4.      Didengar pendapatnya dan/atau menyatakan keberatan yang sah atas keputusan/kebijakan Majelis Gereja.

b.   Tanggung Jawab Warga GKJ
                          i.          Menjaga adeg/keberadaan GKJ.
                        ii.          Bertanggung jawab atas keberlangsungan kehidupan GKJ.
                       iii.          Mengambil bagian dalam pelaksanaan tugas panggilan Gereja.
                      iv.          Menjalankan kehidupan etis selaku orang percaya.



BAB III
TUGAS PANGGILAN GEREJA
                                                                                           
Pasal 7
Pemberitaan Penyelamatan Allah

1.       Hakikat Pemberitaan Penyelamatan Allah
  1. Pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 1.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Setiap pemberitaan penyelamatan Allah merupakan upaya kreatif untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
                        ii.        Setiap pemberitaan penyelamatan Allah menyatakan suara kenabian.
                       iii.        Setiap pemberitaan penyelamatan Allah merupakan karya pemulihan dan pemberdayaan.

b.       Pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 1.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Pemberitaan penyelamatan Allah dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
                        ii.        Semua aktivitas dalam pemberitaan penyelamatan Allah menunjuk pada karakter Kristus.
                       iii.        Pemberitaan penyelamatan Allah dilakukan bersama dengan masyarakat dan lingkungannya.

c.       Pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7 Ayat 1.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Dasar pemberitaan penyelamatan Allah adalah penghayatan atas anugerah keselamatan dari Allah.
                        ii.          Motivasi pemberitaan penyelamatan Allah adalah sebagai tanggapan atas keselamatan dari Allah.

2.       Fungsi Pemberitaan Penyelamatan Allah
  1. Fungsi pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 2.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Berani menjadi pemrakarsa dan teladan perbuatan baik.
                        ii.          Mendorong dan bekerjasama dengan semua pihak yang memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah, antara lain: kesetaraan, penghargaan terhadap keutuhan ciptaan, perdamaian dan kemanusiaan.

  1. Fungsi pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 2.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Berpihak dan menyatakan solidaritas kepada mereka yang menjadi korban ketidakadilan.
                        ii.        Aktif terlibat dalam upaya mewujudkan kebenaran dan keadilan.

  1. Fungsi pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 2.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Mewujudkan karya yang mampu memberi dampak luas terkait dengan isu-isu lokal maupun global.
                        ii.        Menumbuhkan harapan dan optimisme bagi dunia.

  1. Fungsi pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 2.d. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Membuka diri terhadap keterlibatan pihak lain.
                        ii.        Bersama-sama dengan pihak lain memperjuangkan hadirnya damai sejahtera di masyarakat.

3.       Tujuan Pemberitaan Penyelamatan Allah
  1. Tujuan pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 3.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Menerima keberadaan yang lain sebagai bagian dari dirinya yang nampak dalam pengampunan, pertobatan dan rekonsiliasi.
                        ii.        Mengembangkan sikap saling percaya, saling bergantung dan saling menjamin kelangsungan hidup dengan yang lain.
                       iii.        Mewujudkan sikap untuk saling belajar, bekerjasama dan merayakan kehidupan dengan yang lain.

  1. Tujuan pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 3.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Menerapkan karakter Kristus dalam kehidupan bersama.
                        ii.        Menghubungkan prinsip imannya dengan realitas dunia sehingga pihak-pihak lain mampu berbagi pengalaman iman untuk pembaharuan kehidupan.

4.       Strategi pemberitaan penyelamatan Allah
Strategi pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 4 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Gereja dan orang percaya memberitakan penyelamatan Allah dengan didasarkan pada penghargaan terhadap perbedaan serta potensi positif yang dapat dikembangkan.
  2. Gereja dan orang percaya bersikap kritis terhadap diri sendiri dan lingkungannya.
  3. Gereja dan orang percaya mempertemukan pengalaman dan perspektifnya dengan pihak lain untuk menemukan kesadaran baru.

5.       Bentuk-bentuk pemberitaan penyelamatan Allah dilakukan dengan:
  1. Bentuk-bentuk pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 5.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Menggunakan bahasa yang membangun dan menguatkan.
                        ii.        Bertujuan untuk memulihkan dan memperbaiki kesalahan.

  1. Bentuk-bentuk pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 5.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Mengembangkan pelayanan kasih bersama dengan masyarakat dan lingkungannya.
                        ii.        Pelayanan yang dilakukan berdasarkan kasih dan diterapkan dalam program-program yang menjawab kebutuhan bersama masyarakat.

  1. Bentuk-bentuk pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 5.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persekutuan orang percaya yang dijiwai semangat berbagi.
                        ii.          Persekutuan orang percaya yang saling memberdayakan.
                       iii.          Persekutuan orang percaya yang diperbarui dan memperbarui.
                      iv.          Persekutuan orang percaya yang menjadi berkat bagi lingkungan sekitar.

6.       Pelaksanaan Pemberitaan Penyelamatan Allah
a.       Pelaksanaan pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 6.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Menempatkan seluruh pemberitaan penyelamatan Allah dalam kesadaran adanya misteri Ilahi.
                        ii.        Dilakukan dengan menghormati sesama yang memiliki latar belakang suku, agama, ras dan budaya yang berbeda.
                       iii.        Dilakukan dengan tetap mengingat dan menjaga hubungan antar gereja.
                      iv.        Dilakukan dengan tetap memperhatikan norma dan etika sopan santun yang berlaku di dalam masyarakat.
                        v.        Dilakukan dengan cara yang sesuai dengan kesucian gereja.

b.      Pelaksanaan pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 6.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Bersama-sama mengambil bagian dalam tugas pemberitaan penyelamatan Allah di lingkungannya.
                        ii.        Membuka diri dan berdialog dalam penemuan kebenaran bersama yang lain.
                       iii.        Bersama-sama mengambil bagian dalam tugas yang diorganisasikan oleh Gereja, Klasis, dan Sinode atau suatu Yayasan atau Lembaga yang didirikan oleh Gereja/Klasis/Sinode atau oleh orang-orang percaya untuk keperluan itu.
                      iv.        Bekerja bersama dengan masyarakat dan pihak lain dengan menggunakan semua potensi yang dimiliki.
                        v.        Dilakukan dengan arif, bijaksana,dan kerendahan hati.
                      vi.        Berani keluar dari batas-batas primordial (agama, suku, denominasi gereja, golongan etnis, bangsa, budaya, dll.).

c.       Pelaksanaan pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 6.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Setiap pemberitaan penyelamatan Allah mendatangkan berkat bagi sesama.
                        ii.        Setiap pemberitaan penyelamatan Allah didasarkan pada kesadaran akan tanggung jawab yang dilakukan dalam kesucian, ketulusan dan kesukacitaan.

7.       Pertanggungjawaban pemberitaan penyelamatan Allah
Pertanggungjawaban pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 7 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Pemberitaan penyelamatan Allah terjadi dari Allah, oleh Allah dan untuk kemuliaan Allah.
  2. Pemberitaan penyelamatan Allah dilakukan secara transparan dan berkelanjutan.
  3. Pemberitaan penyelamatan Allah memberi manfaat dan kebaikan bagi semua pihak.


Pasal 8
Pemeliharaan Keselamatan

1.       Hakikat Pemeliharaan Keselamatan
Hakikat pemeliharaan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Setiap warga gereja adalah gembala bagi dirinya sendiri dan bagi sesamanya.
  2. Penggembalaan dilaksanakan sebagaimana diteladankan oleh Gembala Agung, yaitu Tuhan Yesus Kristus.
  3. Majelis Gereja bersama warga gereja melakukan pemeliharaan iman dalam pemahaman imamat am orang percaya.
                 
2.       Fungsi Pemeliharaan Keselamatan
Fungsi pemeliharaan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pemeliharaan keselamatan yang dilakukan setiap warga gereja maupun institusi gereja berfungsi untuk menolong warga gereja agar tetap dapat mempertahankan imannya, mampu mengatasi masalah dan godaan, serta mengembangkan diri.

3.       Tujuan Pemeliharaan Keselamatan
Tujuan pemeliharaan keselamatansebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 3 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Setiap warga gereja dan institusi gereja memiliki tanggung jawab untuk mencapai kesempurnaan keselamatan yang ditunjukkan antara lain dengan sikap saling mengingatkan, menegur dalam kasih, memberi teladan dalam kerendahan hati.

4.       Strategi Pemeliharaan Keselamatan
a.       Pembagian wilayah pelayanan
Pembagian wilayah pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 4.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Strategi pemeliharaan keselamatan berdasarkan wilayah pelayanan adalah cara yang ditempuh oleh gereja untuk melaksanakan pemeliharaan keselamatan dengan membagi warga gereja ke dalam wilayah pelayanan berdasarkan letak geografis atau tempat tinggal warga gereja.
                        ii.        Pembagian ke dalam wilayah pelayanan tersebut diatur oleh dan melalui kebijakan Majelis Gereja dengan memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 Tata Laksana ini.

b.       Pembagian kategorial
Pembagian kategorial sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 4.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.        Strategi pemeliharaan keselamatan kategorial adalah cara yang ditempuh oleh gereja untuk melaksanakan pemeliharaan keselamatan dengan membagi warga gereja ke dalam kategori-kategori tertentu sesuai kebutuhan dan kondisi gereja masing-masing.
                        ii.        Pembagian ke dalam kategori tersebut antara lain:
1.     Kategori usia: anak, remaja, pemuda, dewasa, dan adiyuswa/lansia
2.     Kategori minat: seni dan budaya, olah raga, diskusi teologi, dll.
3.     Kategori profesi: pendidik, paramedis, politisi, ekonom, pengusaha, dll.
4.     Kategori berkebutuhan khusus.

c.       Keluarga
Strategi pemeliharaan keselamatan yang didasarkan pada keluargasebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 4.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Keluarga merupakan gereja kecil.
                        ii.          Keluarga merupakan tempat persemaian iman, pengharapan, dan kasih.
                       iii.          Keluarga merupakan basis kehidupan sosial.

5.       Bentuk-bentuk Pemeliharaan Keselamatan
Bentuk-bentuk pemeliharaan keselamatansebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 5 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Ibadah adalah cara orang-orang percaya bersama-sama mengungkapkan, menghayati dan merayakan hubungan dengan Allah berdasarkan penyelamatan yang telah mereka alami.
                          i.          Peribadatan terdiri dari:
1.       Ibadah hari Minggu, yaitu ibadah yang diselenggarakan pada setiap hari Minggu, baik bagi warga gereja anak maupun dewasa.
2.       Ibadah khusus atau istimewa, yaitu ibadah yang diselenggarakan berdasarkan kebutuhan dalam rangka kehidupan bergereja dan bernegara, antara lain: ibadah hari-hari raya gerejawi, ibadah peneguhan pernikahan dan pemberkatan perkawinan, ibadah pelayanan pertobatan, ibadah hari-hari besar nasional, ibadah penghiburan.

                            ii.      Pelayanan peribadahan
1.      Ibadah hari Minggu dan ibadah khusus atau istimewa dilayani oleh dan di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, serta dipimpin para pelayan yang ditunjuk oleh Majelis Gereja.
2.      Sakramen, ibadah peneguhan pernikahan dan pemberkatan perkawinan, pengakuan percaya/sidi, pelayanan pertobatan, peneguhan/ penahbisan/ penanggalan/ pelerehan pejabat gerejawi dipimpin oleh Pendeta dengan mempergunakan pertelaan yang ditentukan dan disahkan dalam persidangan Sinode.
3.      Tata ibadah yang dipergunakan diserahkan kepada kebijakan Majelis Gereja dengan tetap memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam Liturgi GKJ.

b.       Pengajaran merupakan upaya gereja untuk memelihara dan mengembangkan iman warga gereja sebagai komunitas pembelajar.
                          i.          Materi pengajaran antara lain meliputi:
1.      Kesaksian Alkitab
2.       Tradisi Gereja
3.       PPA GKJ
4.       Refleksi atas pengalaman umat dan kearifan lokal.
5.       Perkembangan ilmu pengetahuan.

                        ii.          Macam pengajaran:
1.       Pengajaran untuk warga gereja anak, melalui kegiatan katekisasi, ceramah, pelatihan dan kursus-kursus.
2.       Pengajaran untuk warga gereja dewasa, melalui kegiatan katekisasi lanjutan, ceramah, pelatihan, dan kursus-kursus dalam rangka pendidikan teologi jemaat, dll.
3.       Pengajaran lainnya melalui khotbah, renungan, pemahaman Alkitab, diskusi atau sarasehan, dll.
4.       Pengajaran untuk orang yang ingin belajar iman Kristen dan/atau ingin menjadi warga gereja.

                       iii.          Pelayanan pengajaran
1.      Pengajaran  bagi warga gereja anak, dewasa dan orang yang berkeinginan belajar iman Kristen dan/atau ingin menjadi warga gereja, serta pengajaran lainnya dilayani oleh dan di bawah tangung jawab Majelis Gereja, dengan mempertimbangkan keterlibatan pihak-pihak lain demi memberi ruang bagi keberagaman wacana.
2.      Pengajaran bagi warga gereja anak, dewasa dan orang yang berkeinginan untuk belajar iman Kristen dan/atau ingin menjadi warga gereja, serta pengajaran lainnya dipimpin oleh pendeta dan/atau para pelayan yang ditunjuk oleh Majelis Gereja.

c.       Sakramen adalah alat pelayanan yang dikhususkan di dalam pekerjaan penyelamatan Allah sebagai penyataan dan pemeliharan iman.
                          i.          Macam sakramen ada 2 (dua), yaitu:
1.      Sakramen baptis yang terdiri dari baptis anak atau dewasa yang dilayankan 1 (satu) kali seumur hidup.
2.      Sakramen perjamuan.

                        ii.          Pelayanan Sakramen
1.     Pelayanan sakramen diselenggarakan oleh Majelis Gereja dan dipimpin oleh Pendeta dengan mempergunakan pertelaan yang berlaku.
2.     Prosedur pelaksanaan sakramen ditentukan oleh Majelis Gereja dengan mengacu kepada peraturan/pedoman yang telah ditetapkan dan disahkan dalam persidangan Sinode.

d.       Pengakuan percaya/sidi adalah pengakuan iman yang dinyatakan oleh seseorang yang sebelumnya telah menerima baptis anak dan telah mengikuti katekisasi.
                          i.          Pelaksanaan pengakuan percaya/sidi dilayankan dalam peribadatan di bawah tanggung jawab Majelis Gereja dan dipimpin oleh Pendeta dengan mempergunakan pertelaan yang berlaku.
                        ii.          Prosedur pelaksanaan pengakuan percaya/sidi ditentukan oleh Majelis Gereja dengan mengacu kepada peraturan/pedoman yang telah ditetapkan dan disahkan dalam persidangan Sinode.

e.       Pernikahan adalah peristiwa peneguhan pernikahan dan pemberkatan perkawinan secara gerejawi bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menjadi pasangan seumur hidup dalam ikatan perjanjian yang bersifat monogami berdasarkan kasih dan kesetiaan di hadapan Tuhan dan jemaat.
                          i.          Pelayanan pernikahan gerejawi dilaksanakan dalam ibadah khusus di bawah tanggung jawab Majelis Gereja dengan menggunakan pertelaan yang ditetapkan dan disahkan dalam persidangan Sinode.
                        ii.          Prosedur pelaksaan pernikahan gerejawi ditetapkan oleh Majelis Gereja dengan memperhatikan peraturan/pedoman pernikahan gerejawi yang ditetapkan dan disahkan dalam persidangan Sinode.

f.         Penggembalaan khusus adalah upaya dan wujud kasih yang ditujukan bagi warga gereja yang sikap dan perilakunya bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani sebagaimana diajarkan dalam Alkitab, Ajaran Gereja dan yang perilakunya menjadi batu sandungan.
                          i.          Pelayanan penggembalaan khusus dilayani oleh dan di bawah tanggung jawab Majelis Gereja.
                        ii.          Pelayanan penggembalaan khusus dilakukan sampai yang bersangkutan bertobat dengan menyadari dan mengubah sikap serta perilakunya.

g.       Pelayanan pertobatan adalah pelayanan yang ditujukan kepada warga gereja yang jatuh dalam dosa yang atas kesadarannya sendiri menyatakan keinginannya untuk bertobat.
                          i.          Pelayanan pertobatan dilaksanakan dalam percakapan gerejawi atau ibadah di bawah tanggung jawab Majelis Gereja.
                        ii.          Pelayanan pertobatan dalam ibadah menggunakan pertelaan yang berlaku.

h.       Perkunjungan adalah pelayanan yang ditujukan kepada warga gereja untuk mengembangkan persekutuan dan sebagai salah satu sarana untuk menggembalakan warga gereja.
                          i.          Perkunjungan dilaksanakan oleh sesama warga gereja karena setiap warga gereja bertanggung jawab untuk saling memperhatikan.
                        ii.          Perkunjungan pastoral yang dilakukan oleh Majelis Gereja terkait dengan hal-hal khusus.

i.         Pelayanan kasih adalah pelayanan yang ditujukan kepada warga gereja untuk memberdayakan dan menyejahterakan:
                          i.          Dilaksanakan oleh sesama warga gereja karena setiap warga gereja bertanggung jawab untuk saling memperhatikan.
                        ii.          Dilakukan oleh Majelis Gereja terkait dengan hal-hal khusus, antara lain: pendampingan hukum, pelayanan kesehatan, beasiswa pendidikan.

6.       Pelaksanaan Pemeliharaan Keselamatan
Pelaksanaan pemeliharaan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 6 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Pelaksanaan pemeliharaan keselamatan oleh warga gereja untuk dirinya sendiri dilaksanakan sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing warga gereja.
b.       Pelaksanaan pemeliharaan keselamatan oleh warga gereja untuk sesama dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi warga gereja lain yang dipandang perlu untuk dibantu.
c.       Pelaksanaan pemeliharaan keselamatan oleh Majelis Gereja untuk warga gereja disesuaikan kebutuhan, situasi dan kondisi, serta kebijakan masing-masing gereja.

7.       Pertanggungjawaban Pemeliharaan Keselamatan
Pertanggungjawaban pemeliharaan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 7 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Pertanggungjawaban pemeliharaan keselamatan oleh warga gereja untuk diri sendiri dilakukan atas dasar kesadaran iman masing-masing warga gereja.
  1. Pertanggungjawaban pemeliharaan keselamatan oleh warga gereja untuk sesama warga gereja yang dipandang perlu dibantu dilakukan dalam semangat persaudaraan kristiani di antara warga gereja yang bersangkutan dengan warga gereja yang dibantu.
  2. Pertanggungjawaban pemeliharaan keselamatan oleh Majelis Gereja untuk warga gereja dilakukan dalam persidangan Majelis Gereja sesuai kebijakan masing-masing.


BAB IV
KEPEMIMPINAN GEREJA 

Pasal 9
Kepemimpinan GKJ

1.   Hakikat Kepemimpinan GKJ
Hakikat kepemimpinan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 9, Ayat 1 dipahami dan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.   GKJ menundukkan diri kepada Allah yang di dalam Yesus Kristus menjadi Pemimpin sekaligus Kepala Gereja.
b.   GKJ menerima panggilan Allah untuk menjadi rekan sekerja dalam melanjutkan karya penyelamatan-Nya, serta menjadi pelayan bagi-Nya dan bagi gereja-Nya, dengan kesediaan menerima dan menghormati anugerah jabatan-jabatan gerejawi yang dipercayakan kepada orang-orang tertentu yang dikehendaki-Nya.
c.   Dalam kesadaran akan panggilan Allah tersebut, GKJ menerapkan prinsip kepemimpinan pelayan dan memberlakukannya dalam seluruh aktivitas pelayanan.

2.   Fungsi Kepemimpinan GKJ
Fungsi kepemimpinan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 9, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.   Setiap orang yang dipercaya untuk memegang jabatan gerejawi dan para pelayan gereja lainnya perlu menyadari bahwa dirinya adalah alat untuk melayani kehendak Allah bagi gereja-Nya.
b.   Sebagai alat untuk melayani kehendak Allah bagi gereja-Nya, setiap orang yang dipercaya untuk memegang jabatan gerejawi, dan para pelayan gereja lainnya pada dasarnya adalah pelayan Allah sekaligus pelayan gereja.
c.   Sebagai pelayan Allah sekaligus pelayan gereja, setiap orang yang dipercaya untuk memegang jabatan gerejawi, dan para pelayan gereja lainnya perlu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk bersama warga gereja mengalami pertumbuhan iman sehingga gereja dapat melaksanakan tugas panggilannya.

3.   Tujuan Kepemimpinan GKJ
Tujuan kepemimpinan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 9, Ayat 3 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.   Setiap orang yang dipercaya untuk memegang jabatan gerejawi, dan para pelayan gereja lainnya perlu memberdayakan segenap warga GKJ sehingga GKJ dapat melaksanakan tugas panggilan gereja.
b.   Pemberdayaan warga gereja tersebut dilakukan melalui berbagai cara dan dalam berbagai bentuk kegiatan gereja dengan melibatkan warga gereja sebagai subjek pelayanan.
c.   Pemberdayaan warga gereja perlu mempertimbangkan aspek keseimbangan antara laki-laki dan perempuan serta generasi tua dan muda.

4.   Bentuk Kepemimpinan GKJ
Bentuk kepemimpinan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 9, Ayat 4 dilaksanakan dengan  ketentuan sebagai berikut:
a.   Setiap GKJ memiliki Majelis Gereja.
b.   Pemilihan, pemanggilan dan penahbisan/peneguhan orang-orang tertentu dari antara warga gereja ke dalam jabatan-jabatan gerejawi sebagai Penatua, Pendeta dan Diaken dilaksanakan melalui proses dan tata cara yang ditetapkan dalam Pasal 10 Tata Laksana ini.
c.   Penatua, Pendeta dan Diaken adalah penanggung jawab segala kegiatan gereja baik dibidang pemberitaan penyelamatan Allah, pemeliharaan iman warga gereja, maupun organisasi gereja.
d.   Dalam penjalankan tugas organisasi gereja, Majelis Gereja dapat menyusun struktur kemajelisan yang sekurang-kurangnya terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota.
e.   Dalam pelaksanaan tugasnya Majelis Gereja dapat membentuk badan-badan pelayanan tertentu berupa Komisi, Kelompok Kerja, Tim, Panitia, dan badan-badan pelayanan lainnya.
f.    Dalam pelaksanaan tugasnya badan-badan pelayanan tersebut bertanggung jawab kepada Majelis Gereja.


Pasal 10
                                                                 MAJELIS GKJ     

1.   Penatua
Penatua sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 10, Ayat 1 dipilih dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Syarat-syarat
                         i.          Warga dewasa dari gereja yang bersangkutan dan tidak berada dalam penggembalaan khusus, serta dipandang layak untuk menjadi seorang Penatua.
                        ii.          Warga gereja yang tempat tinggal dan kehidupan sehari-harinya memungkinkan untuk melaksanakan tugas sebagai Penatua.
                      iii.          Memiliki pengetahuan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata  Laksana GKJ serta menaatinya.
                      iv.          Sikap dan perilaku pribadi dan atau keluarganya tidak menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat.
                       v.          Memiliki talenta di bidang pengorganisasi dan penggembalaan.
                      vi.          Bersedia dan mampu memegang rahasia jabatan.
                    vii.          Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain.

b.       Proses pemilihan dan peneguhan
                          i.          Pencalonan, pemilihan, pemanggilan dan peneguhan Penatua menjadi wewenang dan tanggung jawab Majelis Gereja dengan memperhatikan pertimbangan dari warga gereja.
                        ii.          Majelis Gereja mewartakan bahwa dibutuhkan sejumlah tertentu calon Penatua dan mempersilakan warga gereja untuk bergumul dalam doa serta mengusulkan nama-nama calon Penatua kepada Majelis Gereja. Pewartaan tersebut disampaikan di dalam ibadah hari Minggu dua minggu berturut-turut dengan memberitahukan tentang syarat-syarat calon Penatua.
                       iii.          Berdasarkan usulan sejumlah nama-nama calon yang masuk dari warga gereja, Majelis Gereja memilih dan menetapkan sejumlah nama calon Penatua yang dibutuhkan dalam persidangan Majelis Gereja dengan mempertimbangkan juga faktor potensi warga gereja, kaderisasi, keberlangsungan program-program pelayanan gereja, jenis keahlian dan pelayanan yang dibutuhkan.
                      iv.          Majelis Gereja menghubungi calon-calon yang sudah ditetapkan untuk menanyakan kesediaan mereka, setelah menjelaskan arti dan tugas panggilan Penatua kepada calon-calon tersebut.
                        v.          Setelah nama-nama calon Penatua yang dihubungi menyatakan kesediaannya, maka nama-nama tersebut diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
                      vi.          Majelis Gereja bertanggung jawab menentukan hari dan pelaksanaan pemilihan calon Penatua.
                     vii.          Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga gereja, Majelis Gereja menetapkan calon terpilih Penatua dan diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal peneguhan ke dalam jabatan Penatua.
                   viii.          Selain cara pemilihan seperti yang dimaksud dalam Ayat 1.b. i-vii. di atas, Majelis Gereja juga dapat menempuh penetapan Penatua sebagai berikut:
1.      Setelah nama–nama calon Penatua yang dihubungi menyatakan kesediaannya, maka Majelis Gereja menetapkan nama calon Penatua sesuai dengan kebutuhan dan diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal peneguhan ke dalam jabatan Penatua.
2.      Warga gereja dipersilahkan mempergumulkan dalam doa dan mempertimbangkan kelayakan dari calon Penatua tersebut.
                       ix.          Jika tidak ada keberatan yang sah, Majelis Gereja menyampaikan panggilan kepada calon Penatua.
                        x.          Peneguhan ke dalam jabatan Penatua dilaksanakan dalam ibadah dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku. Dalam ibadah peneguhan tersebut dilakukan penandatanganan pernyataan pejabat gerejawi yang berisi janji setia pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
                       xi.          Peneguhan Penatua dapat dibatalkan jika ada keberatan yang sah. Hal tersebut diberitahukan kepada calon dan kepada yang mengajukan keberatan serta diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.

c.       Masa pelayanan
                          i.          Masa pelayanan Penatua adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diusulkan untuk dipilih kembali sebanyak-banyaknya 2 (dua) periode berturut-turut.
                        ii.          Penatua yang telah menjabat selama 2 (dua) periode berturut-turut dapat diusulkan lagi setelah tidak menjabat sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
                       iii.          Peletakan jabatan Penatua yang berakhir masa pelayanannya dilakukan dalam ibadah hari Minggu dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku.
                      iv.          Peletakan jabatan Penatua dapat dilakukan sebelum masa pelayanannya berakhir karena:
1.      Pindah menjadi anggota gereja lain.
2.      Berada/bertempat tinggal sedemikian jauh sehingga tidak dapat melakukan pelayanannya dengan baik. 
3.      Sengaja tidak aktif melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
4.      Berada dalam penggembalaan khusus.
5.      Sakit sehingga tidak dapat melanjutkan pelayanannya.
6.      Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.      Meninggal dunia.
                        v.          Peletakan jabatan dalam Ayat 1.c.iv.3. Pasal ini dilakukan setelah mendapat pertimbangan Majelis Gereja tetangga.
                      vi.          Peletakan jabatan dalam Ayat 1.c.iv. diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.

2.   Pendeta
Pendeta sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 10, Ayat 2 dipilih dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Syarat-syarat
                          i.          Warga dewasa GKJ atau gereja lain yang seasas, tidak sedang dalam penggembalaan khusus dan dipandang layak untuk menjadi seorang Pendeta.
                        ii.          Telah menamatkan studi teologi sekurang-kurangnya pada jenjang S1 dari pendidikan teologi yang didukung oleh Sinode GKJ.
                       iii.          Bersedia menerima Pokok-pokok Ajaran GKJ serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
                      iv.          Memiliki kemampuan dan bersedia untuk menjadi Pendeta sebagai panggilan spiritual.
                        v.          Syarat tambahan dapat ditentukan Majelis Gereja sesuai dengan konteks kebutuhan setempat sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa syarat-syarat di atas.

b.       Proses pemanggilan, pemilihan dan penahbisan/peneguhan
                          i.          Proses pemanggilan, pemilihan dan penahbisan/peneguhan Pendeta melibatkan Klasis dan Sinode GKJ.
                        ii.          Pemanggilan Pendeta dari seorang yang belum berjabatan Pendeta dilakukan melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon Pendeta, vikariat dan penahbisan sesuai peraturan Sinode GKJ.
                       iii.          Pemanggilan Pendeta dari seorang yang sudah berjabatan Pendeta dari GKJ lain dilakukan melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan dan peneguhan sesuai peraturan Sinode GKJ.
                      iv.          Pemanggilan Pendeta dari seorang yang sudah berjabatan Pendeta dari gereja lain yang seasas dilakukan melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, percakapan gerejawi dan peneguhan sesuai peraturan Sinode GKJ.

c.       Masa pelayanan
Jabatan Pendeta berlaku seumur hidup, kecuali oleh karena suatu sebab jabatan tersebut diletakkan.

3.   Diaken
Diaken sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 10, Ayat 3 dipilih dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Syarat-syarat
                          i.          Warga dewasa dari gereja yang bersangkutan dan tidak berada dalam penggembalaan khusus, serta dipandang layak untuk menjadi seorang Diaken.
                        ii.          Warga gereja yang tempat tinggal dan kehidupan sehari-harinya memungkinkan untuk melaksanakan tugas sebagai Diaken.
                       iii.          Memiliki pengetahuan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata  Laksana GKJ serta menaatinya.
                      iv.          Sikap dan perilaku pribadi dan atau keluarganya tidak menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat.
                        v.          Memiliki talenta di bidang pelayanan kasih baik kepada warga gereja maupun masyarakat.
                      vi.          Bersedia dan mampu memegang rahasia jabatan.
                     vii.          Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain.

b.       Proses pemilihan dan peneguhan
                          i.          Pencalonan, pemilihan, pemanggilan dan peneguhan Diaken menjadi wewenang dan tanggung jawab Majelis Gereja dengan memperhatikan pertimbangan dari warga gereja.
                        ii.          Majelis Gereja mewartakan bahwa dibutuhkan sejumlah tertentu calon Diaken dan mempersilakan warga gereja untuk bergumul dalam doa serta mengusulkan nama-nama calon Penatua kepada Majelis Gereja. Pewartaan tersebut disampaikan di dalam ibadah hari Minggu dua minggu berturut-turut dengan memberitahukan tentang syarat-syarat calon Diaken.
                       iii.          Berdasarkan usulan sejumlah nama-nama calon yang masuk dari warga gereja, Majelis Gereja memilih dan menetapkan sejumlah nama calon Diaken yang dibutuhkan dalam persidangan Majelis Gereja dengan mempertimbangkan juga faktor potensi warga gereja, kaderisasi, keberlangsungan program-program pelayanan gereja, jenis keahlian dan pelayanan yang dibutuhkan.
                      iv.          Majelis Gereja menghubungi calon-calon yang sudah ditetapkan untuk menanyakan kesediaan mereka, setelah menjelaskan arti dan tugas panggilan Diaken kepada calon-calon tersebut.
                        v.          Setelah nama-nama calon Diaken yang dihubungi menyatakan kesediaannya, maka nama-nama tersebut diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
                      vi.          Majelis Gereja bertanggung jawab menentukan hari dan pelaksanaan pemilihan calon Diaken.
                     vii.          Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga gereja, Majelis Gereja menetapkan calon terpilih Diaken dan diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal peneguhan ke dalam jabatan Diaken.
                   viii.          Selain cara pemilihan seperti yang dimaksud dalam Ayat 3.b.i-vii. di atas, Majelis Gereja juga dapat menempuh penetapan Diaken sebagai berikut:
1.      Setelah nama–nama calon Diaken yang dihubungi menyatakan kesediaannya, maka Majelis Gereja menetapkan nama calon Diaken sesuai dengan kebutuhan dan diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal peneguhan ke dalam jabatan Diaken.
2.      Warga Gereja dipersilahkan mempergumulkan dalam doa dan mempertimbangkan kelayakan dari calon Diaken tersebut.
                       ix.          Jika tidak ada keberatan yang sah, Majelis Gereja menyampaikan panggilan kepada calon Diaken.
                        x.          Peneguhan ke dalam jabatan Diaken dilaksanakan dalam ibadah dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku. Dalam ibadah peneguhan tersebut dilakukan penandatanganan pernyataan pejabat gerejawi yang berisi janji setia pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
                       xi.          Peneguhan Diaken dapat dibatalkan jika ada keberatan yang sah. Hal tersebut diberitahukan kepada calon dan kepada yang mengajukan keberatan serta diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.

c.        Masa pelayanan
                          i.          Masa pelayanan Diaken adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diusulkan untuk dipilih kembali sebanyak-banyaknya 2 (dua) periode berturut-turut.
                        ii.          Diaken yang telah menjabat selamat 2 (dua) periode berturut-turut dapat diusulkan lagi setelah tidak menjabat sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
                       iii.          Peletakan jabatan Diaken yang berakhir masa pelayanannya dilakukan dalam ibadah hari Minggu dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku.
                      iv.          Peletakan jabatan Diaken dapat dilakukan sebelum masa pelayanannya berakhir karena:
1.      Pindah menjadi anggota gereja lain.
2.      Berada/bertempat tinggal sedemikian jauh sehingga tidak dapat melakukan pelayanannya dengan baik. 
3.      Sengaja tidak aktif melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
4.      Berada dalam penggembalaan khusus.
5.      Sakit sehingga tidak dapat melanjutkan pelayanannya.
6.      Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.      Meninggal dunia.
                        v.          Peletakan jabatan dalam Ayat 3.c.iv.3. pasal ini dilakukan setelah mendapat pertimbangan Majelis Gereja tetangga.
                      vi.          Peletakan jabatan dalam Ayat 3.c.iv. diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.


Pasal 11
Persidangan Majelis GKJ

1.   Persidangan Majelis Gereja
Persidangan Majelis Gereja sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 11, Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Persidangan Majelis Gereja dilaksanakan secara rutin sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) bulan sekali.
b.       Persidangan Majelis Gereja diikuti oleh para pemangku jabatan gerejawi baik Penatua, Pendeta maupun Diaken.
c.       Persidangan Majelis Gereja membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan gereja dan tugas panggilannya.
d.       Persidangan Majelis Gereja bersifat tertutup (hanya dapat dihadiri oleh para pemangku jabatan gerejawi), kecuali untuk pembahasan masalah khusus dapat menghadirkan parampara/penasihat persidangan yang tidak berjabatan gerejawi.
e.       Persidangan dinyatakan kuorum/sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) anggota Majelis Gereja. Anggota Majelis Gereja yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan hadir.

2.   Persidangan Majelis Gereja Istimewa
Persidangan Majelis Gereja Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 11, Ayat 2 dilaksanakan  dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Persidangan Majelis Gereja Istimewa dilaksanakan sesuai kebutuhan atau sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun sekali dalam rangka evaluasi kinerja gereja dan penyusunan rencana kegiatan dan anggaran gereja.
b.       Persidangan Majelis Gereja Istimewa membicarakan masalah-masalah tertentu yang bersifat khusus, penting dan mendesak.
c.       Persidangan Majelis Gereja Istimewa dapat bersifat tertutup (hanya dapat dihadiri oleh para pemangku jabatan gerejawi), atau bersifat terbuka (dapat dihadiri oleh segenap warga gereja atau orang tertentu yang dikehendaki yang tidak berjabatan gerejawi).

3.   Keputusan Persidangan Majelis Gereja
a.    Keputusan persidangan Majelis Gereja dan/atau keputusan persidangan Majelis Gereja Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 11, Ayat 3.a. diambil dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Majelis Gereja dan/atau persidangan Majelis Gereja Istimewa mengambil keputusan secara bijaksana berdasarkan prinsip kehati-hatian dan musyawarah untuk mufakat.
                        ii.          Keputusan persidangan Majelis Gereja dan/atau persidangan Majelis Gereja Istimewa ditetapkan dengan memperhatikan keputusan-keputusan persidangan yang lebih luas.
                       iii.          Setiap keputusan persidangan Majelis Gereja dirumuskan dan dicatat sebagai Akta Sidang Majelis Gereja untuk dilaksanakan dan disimpan sebagai dokumen gereja.
                      iv.          Dalam hal berurusan dengan persoalan hukum, maka Majelis Gereja yakni ketua dan sekretaris majelis bertindak sebagai wakil gereja tersebut.

b.   Keputusan persidangan Majelis Gereja dan/atau keputusan persidangan Majelis Gereja Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 11 Ayat 3.b. diambil dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Majelis Gereja menindaklanjuti keputusan-keputusan persidangan Majelis Gereja dan/atau persidangan Majelis Gereja Istimewa sebagaimana mestinya.
                        ii.          Dalam hal keputusan persidangan Majelis Gereja dan/atau keputusan persidangan Majelis Gereja Istimewa menimbulkan keberatan dari warga gereja atau sekelompok warga gereja, Majelis Gereja perlu melakukan penelitian untuk menetapkan benar atau tidaknya keberatan tersebut.
                       iii.          Dalam hal keberatan warga gereja atau sekelompok warga gereja terbukti benar, Majelis Gereja dapat memperbaiki keputusan yang telah ditetapkan.
                      iv.          Dalam hal keberatan warga gereja atau sekelompok warga gereja tidak terbukti benar, Majelis Gereja dapat melanjutkan pelaksanaan keputusan tersebut dengan cara yang bijaksana sehingga tidak menimbulkan pertentangan.
                        v.          Dalam hal keberatan warga gereja atau sekelompok warga gereja tidak terbukti benar, namun warga gereja atau sekelompok warga gereja tersebut tidak dapat menerima dan merasa diperlakukan tidak adil, Majelis Gereja dapat meminta pertimbangan kepada Badan Pelaksan Klasis agar mendapat bantuan untuk memperoleh penyelesaian yang baik.
                      vi.          Dalam hal Badan Pelaksana Klasis telah mengusahakan bantuan untuk memperoleh penyelesaian yang baik, namun warga gereja atau sekelompok warga gereja tersebut tetap tidak dapat menerimanya, Majelis Gereja dapat membawa persoalan tersebut kepada persidangan gerejawi yang lebih luas.
                     vii.          Dalam semuanya itu (i-vi), semua pihak wajib untuk tetap menjaga keberadaan GKJ serta kehormatan dan kekudusan gereja sebagai Tubuh Kristus.


Pasal 12
Pendeta Konsulen

1.   Pendeta Konsulen
Pendeta Konsulen sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 12, Ayat 1 diberlakukan ketentuan sebagai berikut:
a.       Majelis Gereja mengajukan permohonan ke persidangan Klasis untuk mendapatkan Pendeta Konsulen. Dalam kasus khusus Majelis Gereja mengajukan permohonan kepada Badan Pelaksana Klasis.
b.       Sidang Klasis atau Badan Pelaksana Klasis meminta pertimbangan lebih dulu dari calon Pendeta Konsulen dan gereja asal calon Pendeta Konsulen.
c.       Penetapan Pendeta Konsulen oleh Badan Pelaksana Klasis dipertanggungjawabkan pada persidangan Klasis berikutnya.
d.       Bila di Klasis yang bersangkutan tidak ada Pendeta yang memenuhi syarat sebagai Pendeta Konsulen, maka persidangan Klasis atau Badan Pelaksana Klasis dapat meminta Pendeta dari Klasis tetangga.
e.       Masa jabatan Pendeta Konsulen selama satu daur persidangan Klasis dan dapat diangkat lagi sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali.

2.   Tugas Pendeta Konsulen
Tugas Pendeta Konsulen sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 12, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Sudah melayani sebagai Pendeta sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun di lingkup klasis gereja tersebut.
b.       Sedang tidak melayani sebagai Pendeta Konsulen di GKJ lain.
c.       Bukan Pendeta Pelayanan Khusus.
d.       Bukan Pendeta Emeritus.
e.       Mempunyai komitmen melaksanakan tugas.


Pasal 13
Pendeta Emeritus

1.   Pendeta Emeritus
Pemberian penghargaan (emeritus) sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 13, Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. 5 (lima) tahun sebelum seorang Pendeta mencapai usia 60 tahun, Majelis Gereja mengadakan percakapan dengan Pendeta yang bersangkutan perihal rencana pemberian penghargaan (emeritus). Hasil percakapan tersebut diinformasikan kepada Badan Pelaksana Klasis.
  2. Majelis Gereja dapat mempertimbangkan pemberian penghargaan (emeritus) kepada Pendeta yang tidak dapat melaksanakan fungsi kependetaannya karena sakit atau cacat tetap dengan dikuatkan oleh surat keterangan dokter.
  3. Majelis Gereja bertanggung jawab mempersiapkan proses pemberian penghargaan (emeritus) dengan segala konsekuensinya.
  4. Badan Pelaksana Klasis mendampingi gereja yang akan melaksanakan proses pemberian penghargaan (emeritus) agar proses tersebut dapat berlangsung dengan baik.

2.   Status Pendeta Emeritus
Status Pendeta Emeritus sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 13, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Majelis Gereja berkewajiban memberikan kesempatan pelayanan bagi Pendeta Emeritus.
b.       Pendeta Emeritus dapat memberikan nasihat kepada Majelis Gereja.


Pasal 14
Pendeta Pelayanan Khusus

1.   Pendeta Pelayanan Khusus (PPK)
Pemilihan, penahbisan/peneguhan dan pengutusan PPK sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 14, Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Syarat-syarat
                          i.          Warga GKJ baik yang sudah maupun belum berjabatan Pendeta yang memenuhi syarat-syarat sebagai seorang calon Pendeta seperti yang tercantum dalam Pasal 10, Ayat 2 Tata Laksana ini.
                        ii.          Bagi warga GKJ yang belum berjabatan Pendeta sudah mempunyai pengalaman pelayanan dan pemahaman ke-GKJ-an sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
                       iii.          Warga GKJ yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan pelayanan khusus yang dibutuhkan.
                      iv.          Mempunyai kesetiaan dan tanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya terhadap Gereja Pengutus maupun lembaga tempat pelayanan PPK tersebut.

b.       Proses pemilihan, penahbisan/peneguhan dan pengutusan mengikuti Peraturan PPK Sinode GKJ.

c.       Masa pelayanan
Jabatan kependetaan PPK berlaku seumur hidup, kecuali oleh karena suatu sebab melakukan alih pelayanan atau jabatan tersebut ditanggalkan.

2.   Tugas PPK
Tugas PPK sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 14, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Gereja Pengutus, PPK, dan lembaga yang dilayani PPK membuat Akta Kesepahaman Pelayanan yang berisi:
a.       Hak dan tanggung jawab Gereja Pengutus, PPK dan lembaga yang dilayani.
b.       Masa pelayanan, uraian tugas, dukungan fasilitas dan pelayanan PPK.
c.       Tanggung jawab terhadap PPK purna tugas.


Pasal 15
Tenaga Pelayanan Khusus

1.   Tenaga Pelayanan Khusus (TPK)
Pemilihan, pemangggilan dan pengutusan TPK sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 15, Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Syarat-syarat
                          i.          Warga GKJ yang sudah mempunyai pengalaman pelayanan dan pemahaman ke-GKJ-an sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
                        ii.          Warga GKJ yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan pelayanan khusus yang dibutuhkan.
                       iii.          Mempunyai kesetiaan dan tanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya terhadap Gereja Pengutus maupun lembaga tempat pelayanan TPK tersebut.

b.       Proses pemilihan dan pengutusan mengikuti Peraturan TPK Sinode GKJ.

2.   Tugas TPK
Tugas TPK sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 15, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Gereja Pengutus, TPK dan lembaga yang dilayani TPK membuat Akta Kesepahaman Pelayanan yang berisi:
a.       Hak dan tanggung jawab Gereja Pengutus, TPK dan lembaga yang dilayani.
b.       Masa pelayanan, uraian tugas, dukungan fasilitas dan pelayanan TPK.
c.       Tanggung jawab terhadap TPK purna tugas.


Pasal 16
Peletakan Jabatan Pendeta

Peletakan jabatan Pendeta atau Pendeta Emeritus sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 16 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.    Majelis Gereja bersama Klasis mengadakan percakapan untuk mencari kejelasan tentang alasan peletakan jabatan Pendeta atau Pendeta Emeritus kepada semua pihak yang terkait.
2.    Majelis Gereja bersama Klasis mengadakan pendampingan dan atau penggembalaan terhadap Pendeta atau Pendeta Emeritus yang bersangkutan.
3.    Majelis Gereja membawa pergumulan tersebut untuk mendapatkan persetujuan di persidangan Klasis.
4.    Majelis Gereja berkewajiban memenuhi Biaya Hidup Pendeta (BHP) yang sudah diletakkan jabatan kependetaannya:
a.    Memberikan biaya hidup dan bantuan fasilitas selama-lamanya 1 (satu) tahun.
b.    Apabila sebelum 1 (satu) tahun yang bersangkutan sudah mendapat tempat pelayanan/pekerjaan yang baru, maka biaya hidup tersebut dapat dihentikan.
c.    Apabila setelah 1 (satu) tahun yang bersangkutan belum mendapat tempat pelayanan/pekerjaan yang baru, maka hal biaya hidup dan fasilitas yang diberikan diserahkan kepada kebijaksanaan Majelis Gereja.
5.    Majelis Gereja berkewajiban memberikan bantuan biaya hidup dan bantuan fasilitas bagi Pendeta Emeritus yang sudah diletakkan jabatan kependetaannya selama-lamanya 1 (satu) tahun, setelah itu diserahkan kepada kebijaksanaan Majelis Gereja.


BAB V
Ikatan Kebersamaan GKJ

Pasal 17
KLASIS

1.   Hakikat Klasis
a.    Ikatan kebersamaan GKJ se-Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 1.a. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Klasis beranggotakan sekurang-kurangnya 5 (lima) GKJ sampai kurang lebih 15 (lima belas) GKJ.
                        ii.          Klasis yang jumlah anggotanya lebih dari 15 (lima belas) GKJ dapat berbiak, atau sebagian anggotanya bergabung dengan Klasis atau Klasis-klasis terdekat yang jumlah anggotanya kurang dari 15 (lima belas) GKJ.
                       iii.          Klasis yang karena kondisi tertentu jumlah anggotanya kurang dari 5 GKJ diharapkan bergabung dengan Klasis atau Klasis-klasis terdekat yang memungkinkan.
                      iv.          GKJ di wilayah tertentu yang secara geografis jauh dari wilayah pelayanan Klasisnya, dapat bergabung dengan Klasis terdekat.
                        v.          Proses pembiakan dan/atau penggabungan Klasis dan penggabungan GKJ yang secara geografis jauh dari Klasisnya ke Klasis lain yang lebih dekat diatur dalam Pasal 17, Ayat 3 Tata Laksana GKJ ini.

b.   Pengakuan akan keesaan gereja sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 1.b. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Setiap GKJ di masing-masing Klasis menandatangani Piagam Kebersamaan Klasis (dan Sinode) yang berisi pengakuan akan keesaan Gereja sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
                        ii.          Setiap GKJ di masing-masing Klasis bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara keberadaan Klasisnya dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang konsisten sesuai isi Piagam Kebersamaan Klasis (dan Sinode).

2.   Fungsi Klasis
a.    Fungsi Klasis dalam membantu GKJ di wilayahnya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 2.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Klasis memperhatikan dan membantu GKJ di wilayahnya dalam menjaga dan memelihara keberadaannya, melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja dan mengusahakan berkembangnya GKJ di wilayah tersebut.
                        ii.          Setiap GKJ di masing-masing Klasis membuka diri terhadap perhatian dan pembantuan Klasis dalam menjaga dan memelihara keberadaannya, melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja dan mengusahakan berkembangnya GKJ di wilayah tersebut.

b.   Fungsi Klasis dalam kebersamaannya dengan Klasis-klasis lain dan Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 2.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Setiap Klasis menjaga dan memelihara keberadaannya sebagai Klasis, melaksanakan tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Klasis dan mengembangkan dirinya sebagai Klasis.
                        ii.          Setiap Klasis memperhatikan dan membantu Klasis-klasis lain dan Sinode dalam menjaga dan memelihara keberadaan Klasis-klasis lain dan Sinode, melaksanakan tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Klasis-klasis dan mengembangkan GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.
                       iii.          Klasis-klasis dan Sinode membuka diri terhadap perhatian dan pembantuan dari Klasis lainnya dalam keikutsertaannya untuk turut menjaga dan memelihara keberadaan Klasis-klasis lain dan Sinode, melaksanakan tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Klasis dan mengembangkan GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.

3.   Tujuan Klasis
a.    Tujuan Klasis untuk terjaga dan terpeliharanya keberadaan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 3.a. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Klasis memperhatikan dan membantu GKJ di wilayahnya dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan/atau kegiatan lain berdasarkan permintaan GKJ yang bersangkutan.
                        ii.          Setiap GKJ di masing-masing Klasis membuka diri terhadap perhatian dan pembantuan Klasis dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan/atau kegiatan lain berdasarkan permintaan Klasis yang bersangkutan.

b.   Tujuan Klasis untuk terjaga dan terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis dan Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 3.b. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Setiap Klasis memperhatikan dan membantu Klasis-klasis lain dan Sinode dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan kebersamaan antar klasis dan antara Klasis dengan Sinode dan/atau kegiatan lainnya. Hal itu dapat dilakukan berdasarkan permintaan Klasis yang bersangkutan atau atas permintaan Sinode.
                        ii.          Klasis-klasis dan Sinode membuka diri terhadap perhatian dan dukungan dari Klasis tertentu dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan kebersamaan antar Klasis dan antar Klasis dengan Sinode dan/atau kegiatan lainnya. Hal itu dapat dilakukan berdasarkan permintaan Klasis yang bersangkutan atau atas permintaan Sinode.

4.   Wujud Kebersamaan Klasis
a.    Wujud kebersamaan Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 4.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Setiap Klasis menyelenggarakan persidangan Klasis, visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya yang disepakati bersama.
                        ii.          Setiap GKJ di wilayah Klasis mengikuti persidangan Klasis, visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya yang disepakati bersama.

b.   Pelaksanaan persidangan Klasis, visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 4.b. dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Klasis
1.     Persidangan Klasis adalah persidangan gerejawi GKJ se-Klasis.
2.     Persidangan Klasis terdiri dari persidangan Klasis dan persidangan Klasis Istimewa.
3.     Persidangan Klasis membahas masalah-masalah kehidupan bergereja secara umum dan bersifat rutin, yang dilaksanakan setiap tahun sekali atau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali.
4.     Persidangan Klasis dihadiri oleh:
a.     Utusan GKJ se-Klasis terdiri dari 2 (dua) orang utusan utama dan 1 (satu) utusan pengganti yang berjabatan gerejawi dinyatakan dengan surat kredensi.
b.    Anggota Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis, Tim/Panitia yang diangkat oleh persidangan sebelumnya.
c.     Utusan dari Yayasan-yayasan dan Lembaga-lembaga yang dibentuk oleh Klasis.
d.    Visitator Sinode GKJ.
e.     Utusan dari Klasis Tetangga.
f.      Undangan yang dianggap perlu.
5.     Persidangan Klasis Istimewa membahas masalah-masalah tertentu yang bersifat khusus dan mendesak, yang waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
6.     Persidangan Klasis istimewa dihadiri oleh:
a.     Utusan GKJ se-Klasis terdiri dari 2 (dua) orang utusan utama dan 1 (satu) utusan pengganti yang berjabatan gerejawi dinyatakan dengan surat kredensi.
b.    Anggota Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis, Tim/Panitia yang terkait.
c.     Visitator Sinode GKJ.
d.    Utusan dari Klasis Tetangga.
e.     Undangan yang dianggap perlu.
7.     Keputusan persidangan Klasis perlu memperhatikan keputusan-keputusan persidangan Sinode dan bersifat mengikat GKJ se-Klasis tersebut.
8.     Persoalan-persoalan yang tidak dapat diselesaikan dalam Persidangan Klasis dapat dibawa ke persidangan Sinode.
9.     Dalam rangka kebersamaan dengan Klasis-klasis lain dan GKJ secara keseluruhan, Persidangan Klasis wajib dihadiri oleh visitator atau pengunjung gerejawi Sinode.

                        ii.          Visitasi atau Perkunjungan Gerejawi Klasis
1.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis terdiri dari visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis Istimewa.
2.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis bertujuan membantu GKJ di wilayahnya dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program yang dilakukan demi terjaganya dan terpeliharanya keberadaannya, melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja, dan mengusahakan berkembangnya GKJ di wilayah tersebut.
3.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis sekurang-kurangnya dilaksanakan setiap 1 (satu) tahun sekali.
4.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis Istimewa bertujuan membantu GKJ tertentu atau semua GKJ di wilayah tersebut dalam mengatasi persoalan-persoalan khusus yang dihadapi atau untuk tujuan tertentu yang oleh Klasis dianggap perlu.
5.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis Istimewa dilaksanakan sesuai kebutuhan Klasis atau berdasarkan permintaan GKJ tertentu di wilayahnya.
6.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dilakukan oleh visitator atau pengunjung gerejawi Klasis yang terdiri dari para pejabat gerejawi (Pendeta, Penatua atau Diaken) yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dimaksud.
7.    Dalam hal visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis membutuhkan narasumber khusus, Klasis dapat melibatkan orang-orang tertentu yang dipandang perlu dan mampu membantu tercapainya tujuan visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dimaksud.

                       iii.          Kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya
1.     Yang dimaksud kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan di bawah koordinasi Klasis dan diikuti oleh GKJ se-Klasis untuk tujuan kebersamaan GKJ se-Klasis dan/atau kebersamaan Klasis/GKJ se-Klasis dengan Klasis/GKJ Klasis-klasis lain.
2.     Bentuk kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya yang dimaksud dapat berupa kegiatan-kegiatan pemberitaan keselamatan, pemeliharaan iman warga gereja, pengembangan kapasitas kelembagaan, dll.

5.   Pengorganisasian Klasis
a.    Pengorganisasian Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 5.a. dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Klasis memiliki Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis
                        ii.          Nama, bentuk, struktur dan tata kerja Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis ditentukan oleh dan berdasarkan kebutuhan Klasis serta ditetapkan dalam persidangan Klasis yang bersangkutan.

b.   Pengorganisasian Klasis oleh Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 5.b. dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Klasis membentuk tim atau panitia khusus yang bertugas melakukan evaluasi kinerja sistem, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis dari perspektif manajemen organisasi.
                        ii.          Atas dasar hasil evaluasi tersebut, tim atau panitia khusus menyampaikan draf usulan tentang bentuk, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan badan Pengawas Klasis yang baru kepada persidangan Klasis yang bersangkutan.
                       iii.          Persidangan Klasis mempertimbangkan hasil pekerjaan tim atau panitia khusus yang berupa draf usulan tentang bentuk, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis yang baru.
                      iv.          Persidangan Klasis memutuskan dan menetapkan bentuk, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Badan Klasis yang baru untuk kemudian menindaklajutinya dengan kelengkapan administrasi yang diperlukan.

c.    Tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 5.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis menjalankan fungsinya berdasarkan keputusan persidangan Klasis yang dinyatakan dalam bentuk Surat Keputusan yang ditandatangani oleh pimpinan persidangan Klasis.
                        ii.          Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis  berkewajiban melaksanakan keputusan persidangan Klasis yang dipercayakan kepadanya dan mengelola sumberdaya yang ada untuk mendukung pelayanan Klasis.

d.   Kedudukan hukum Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17 Ayat 5.d. diberlakukan dengan  ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Klasis menetapkan kedudukan hukum Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis dengan menunjuk tempat dan alamat tertentu yang disepakati bersama.
                        ii.          Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis mempergunakan kedudukan hukumnya di tempat dan alamat tertentu yang ditetapkan oleh persidangan Klasis.

e.    Klasis dapat menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 5.e. diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
                                   i.          Klasis yang membutuhkan status sebagai badan hukum mengajukan kepada persidangan Sinode.
                                  ii.          Badan Pelaksana Sinode mengajukan revisi ke pihak-pihak terkait  berkenaan dengan keputusan bahwa klasis dapat berbadan hukum.

f.    Pelaksanaan tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas  Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 5.f. dipertanggungjawabkan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Badan Pelaksana dan Badan Pengawas  Klasis menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya kepada GKJ se-Klasis melalui persidangan Klasis.
                        ii.          Jika dipandang perlu dan memungkinkan untuk dilaksanakan, Badan Pelaksana dan Badan Pengawas  Klasis dapat menyampaikan informasi pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada GKJ se-Klasis.

6.   Pembiakan Klasis
a.     Pembiakan Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 6.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Klasis perlu membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus tersebut untuk melakukan studi kelayakan.
                        ii.          Tim atau panitia khusus tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Klasis dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan pada persidangan Klasis yang telah ditentukan.
                       iii.          Persidangan Klasis melakukan pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan selanjutnya.
                      iv.          Jika persidangan Klasis tersebut bersepakat untuk melakukan pembiakan Klasis, hal itu disampaikan kepada Badan Pelaksana Sinode agar dilakukan visitasi atau perkunjungan gerejawi dan kepada persidangan Sinode yang akan datang guna memperoleh persetujuan.

b.   Pembiakan Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 6.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Sinode menerima dan mempertimbangkan keinginan Klasis yang bersangkutan untuk melakukan pembiakan Klasis dengan memperhatikan laporan hasil visitasi atau perkunjungan gerejawi yang dilakukan oleh Badan Pelaksa Sinode beserta rekomendasi yang diberikan.
                        ii.          Jika persidangan Sinode memutuskan menyetujui untuk dilakukan pembiakan Klasis tersebut, pembiakan Klasis dapat dilaksanakan.
                       iii.          Pelaksanaan pembiakan Klasis ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara Klasis yang bersangkutan disertai kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.

7.   Penyatuan Klasis
a.    Penyatuan Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 7.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Klasis perlu membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus tersebut untuk melakukan studi kelayakan termasuk menghubungi Klasis atau Klasis-klasis terdekat guna menjajagi kemungkinan dilakukannya penyatuan Klasis.
                        ii.          Tim atau panitia khusus tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Klasis dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan pada persidangan Klasis yang telah ditentukan.
                       iii.          Persidangan Klasis melakukan pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan selanjutnya.
                      iv.          Jika persidangan Klasis tersebut bersepakat untuk melakukan penyatuan Klasis, hal itu perlu disampaikan kepada Klasis atau Klasis-klasis terkait untuk dilakukan pembicaraan bersama.
                        v.          Jika pembicaraan bersama dengan Klasis atau Klasis-klasis terkait menghasilkan kesepakatan bersama untuk dapat dilakukan penyatuan Klasis, hal itu perlu disampaikan kepada Badan Pelaksana Sinode agar dilakukan visitasi atau perkunjungan gerejawi dan kepada persidangan Sinode yang akan datang guna memperoleh persetujuan.

b.   Penyatuan Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 7.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Sinode menerima dan mempertimbangkan usulan Klasis yang bersangkutan untuk melakukan penyatuan Klasis dengan memperhatikan laporan hasil visitasi atau perkunjungan gerejawi Istimewa yang dilakukan oleh Badan Pelaksana Sinode beserta rekomendasi yang diberikan.
                        ii.          Jika persidangan Sinode memutuskan menyetujui untuk dilakukan penyatuan Klasis tersebut, penyatuan Klasis dapat dilaksanakan.
                       iii.          Pelaksanaan penyatuan Klasis ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara Klasis-klasis yang bersangkutan disertai kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.


Pasal 18
Sinode

1.   Hakikat Sinode
Hakikat Sinode adalah:
a.    Ikatan kebersamaan semua GKJ dari Klasis-klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 1.a. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Setiap GKJ berjalan bersama dan mengikatkan diri dengan GKJ lain dalam ikatan kebersamaan Klasis.
                        ii.          Setiap Klasis berjalan bersama dan mengikatkan diri dengan Klasis lain dalam ikatan kebersamaan Sinode.

b.   Pengakuan keesaan gereja sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 1.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Setiap GKJ di masing-masing Klasis menandatangani Piagam Kebersamaan (Klasis dan) Sinode yang berisi pengakuan akan keesaan gereja sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
                        ii.          Setiap GKJ di masing-masing Klasis dan setiap Klasis di seluruh wilayah pelayanan Sinode bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara keberadaan Sinode dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang konsisten sesuai isi Piagam Kebersamaan (Klasis dan) Sinode.

2.  Fungsi Sinode
a.    Fungsi Sinode dalam membantu Klasis-klasis dan GKJ di wilayahnya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 2.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Sinode bertanggung jawab memperhatikan dan membantu Klasis-klasis dan GKJ di wilayahnya dalam menjaga dan memelihara keberadaannya melaksanakan tugas sebagai Klasis dan Gereja, serta mengusahakan berkembangnya GKJ di wilayah Klasis tersebut.
                        ii.          Setiap Klasis dan GKJ di wilayahnya membuka diri terhadap perhatian dan pembantuan Sinode dalam menjaga dan memelihara keberadaannya melaksanakan tugas sebagai Klasis dan Gereja, serta mengusahakan berkembangnya Klasis dan GKJ di wilayah tersebut.

b.   Fungsi Sinode dalam menjaga dan memelihara keberadaannya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18 Ayat 2.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Sinode bertanggung jawab menjaga dan memelihara keberadaannya sebagai Sinode, melaksanakan tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Sinode, dan mengembangkan Klasis-klasis serta GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.
                        ii.          Sinode membuka diri terhadap perhatian dan dukungan dari Klasis-klasis dan GKJ secara keseluruhan dalam keikutsertaannya untuk turut menjaga dan memelihara keberadaan Sinode, melaksanakan tugas yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Sinode, dan mengembangkan Klasis-klasis serta GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.

3.   Tujuan Sinode
a.    Tujuan Sinode untuk terjaga dan terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis dan GKJ di wilayahnya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 3.a. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Sinode bertanggung jawab memperhatikan dan membantu Klasis-klasis dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dan/atau melalui kegiatan lain berdasarkan permintaan Klasis-klasis, demi terjaganya dan terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis, terlaksananya tugas Klasis-klasis, dan berkembangnya GKJ di Klasis-klasis.
                        ii.          Klasis-klasis membuka diri terhadap perhatian dan pembantuan Sinode dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dan/atau melalui kegiatan lain berdasarkan permintaan Sinode, demi terjaganya dan terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis, terlaksananya tugas Klasis-klasis, dan berkembangnya GKJ di Klasis-klasis.

b.   Tujuan Sinode untuk terjaga dan terpeliharanya keberadaan Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 3.b. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Klasis-klasis bertanggung jawab memperhatikan dan membantu Sinode dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan kebersamaan antar Klasis dan Sinode dan/atau melalui kegiatan lain berdasarkan permintaan Sinode, demi terjaganya dan terpeliharanya keberadaan Sinode, terlaksananya tugas yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Sinode, dan berkembangnya GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.
                        ii.          Sinode membuka diri terhadap perhatian dan dukungan dari Klasis-klasis dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan kebersamaan Sinode dengan Klasis dan/atau kegiatan lainnya berdasarkan permintaan Klasis-klasis, demi terjaganya dan terpeliharanya keberadaan Sinode, terlaksananya tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Sinode, dan berkembangnya GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.

4.   Wujud Kebersamaan Sinode
a.    Wujud kebersamaan Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 4.a. dilaksanakan dengan  ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Sinode menyelenggarakan persidangan Sinode, visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dan kegiatan kebersamaan aras Sinode lainnya yang disepakati bersama.
                        ii.          Klasis-klasis mengikuti persidangan Sinode, visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dan kegiatan kebersamaan aras Sinode lainnya yang disepakati bersama.

b.   Pelaksanaan persidangan Sinode, visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dan kegiatan kebersamaan aras Sinode lainnya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 4.b. dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Sinode
1.    Persidangan Sinode adalah persidangan gerejawi GKJ se-Sinode.
2.    Persidangan Sinode terdiri dari persidangan Sinode dan persidangan Sinode Istimewa.
3.    Persidangan Sinode membahas masalah-masalah kehidupan bergereja secara umum dan bersifat rutin, yang dilaksanakan setiap 4 (empat) tahun sekali.
4.    Persidangan Sinode Istimewa membahas masalah-masalah tertentu yang bersifat khusus dan mendesak, yang waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
5.    Persidangan Sinode dihadiri oleh utusan GKJ se-Sinode yang berasal dari perwakilan Klasis-klasis terdiri dari 3 (tiga) orang utusan utama dan 2 (dua) orang utusan pengganti yang dinyatakan dengan surat kredensi.
6.    Persidangan Sinode dapat dihadiri peninjau dengan jumlah dan kategori utusan serta kentuan teknis lainnya yang disepakati bersama oleh GKJ se-Sinode.
7.    Keputusan persidangan Sinode memperhatikan keputusan-keputusan persidangan oikumenis dan bersifat mengikat Klasis-klasis dan Gereja-gereja.
8.    Dalam rangka kebersamaan oikumenis, persidangan Sinode mengundang lembaga-lembaga oikumenis baik nasional, regional, maupun internasional.

                        ii.          Visitasi atau Perkunjungan Gerejawi Sinode
1.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode terdiri dari visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dan visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode Istimewa.
2.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode bertujuan membantu Klasis-klasis dalam penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi program yang dilakukan demi terjaganya dan terpeliharanya keberadaannya, melaksanakan tugasnya sebagai Klasis, serta mengusahakan berkembangnya Klasis-klasis dan GKJ di wilayahnya.
3.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dilaksanakan bertepatan waktu dengan persidangan Klasis dan dalam persidangan Klasis.
4.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode Istimewa bertujuan membantu GKJ tertentu atau semua GKJ di wilayah tersebut dalam mengatasi persoalan-persoalan khusus yang dihadapi atau untuk tujuan tertentu yang oleh Sinode dianggap perlu.
5.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode Istimewa dilaksanakan bertepatan waktu dengan persidangan Klasis Istimewa dan dalam persidangan Klasis Istimewa, atau sesuai kebutuhan Sinode, atau berdasarkan permintaan Klasis yang membutuhkan.
6.    Visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dilakukan oleh visitator atau pengunjung gerejawi Sinode yang terdiri dari para pejabat Gerejawi (Pendeta, Penatua atau Diaken) yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dimaksud.
7.    Dalam hal visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode membutuhkan narasumber khusus, Sinode dapat melibatkan orang-orang tertentu yang dipandang perlu dan mampu membantu tercapainya tujuan visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dimaksud.

                       iii.          Kegiatan Kebersamaan aras Sinode lainnya
1.    Yang dimaksud kegiatan kebersamaan aras Sinode lainnya adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan di bawah koordinasi Sinode dan diikuti oleh Klasis-klasis/GKJ se-Sinode untuk tujuan kebersamaan Klasis-klasis/GKJ se-Sinode dan/atau kebersamaan Sinode/Klasis-klasis/GKJ se Sinode dengan Sinode/Klasis-klasis/Gereja-gereja Sinode Gereja lain.
2.    Bentuk kegiatan kebersamaan aras Sinode lainnya dimaksud dapat berupa kegiatan-kegiatan pemberitaan keselamatan, pemeliharaan iman warga gereja, pengembangan kapasitas kelembagaan, dll.

5.   Pengorganisasian Sinode
a.    Pengorganisasian Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.a. dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Sinode memiliki  Badan Pelaksana dan Badan Pengawas.
                        ii.          Nama, bentuk, struktur, dan tata kerja Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode ditentukan oleh dan berdasarkan kebutuhan Sinode serta ditetapkan dalam persidangan Sinode.

b.   Pengorganisasian Sinode dilakukan berdasarkan Tata Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.b. dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     i.   Tata Sinode diputuskan dalam persidangan sinode.
ii.  Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode dalam melaksanakan tugasnya wajib   memperhatikan Tata Sinode.


c.   Pengorganisasian Sinode oleh Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.c. dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Sinode membentuk tim atau panitia khusus yang bertugas melakukan evaluasi kinerja, sistem, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode dari perspektif manajemen organisasi.
                        ii.          Atas dasar hasil evaluasi tersebut, tim atau panitia khusus menyampaikan draf usulan tentang bentuk, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode yang baru kepada persidangan Sinode yang bersangkutan.
                       iii.          Persidangan Sinode mempertimbangkan hasil pekerjaan tim atau panitia khusus yang berupa draf usulan tentang bentuk, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksan dan Badan Pengawas Sinode yang baru.
                      iv.          Persidangan Sinode memutuskan dan menetapkan bentuk, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode yang baru untuk kemudian menindaklajuti dengan kelengkapan administrasi yang diperlukan.

d.   Tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.d. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode menjalankan fungsinya berdasarkan keputusan persidangan Sinode yang dinyatakan dalam bentuk Surat Keputusan yang ditandatangani oleh pemimpin persidangan Sinode.
                        ii.          Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode berkewajiban melaksanakan keputusan persidangan Sinode yang dipercayakan kepadanya dan mengelola sumberdaya yang ada untuk mendukung pelayanan Sinode.
                       iii.          Setiap tahun Badan pelaksana dan Badan Pengawas Sinode bersama Utusan Klasis-Klasis mengadakan pertemuan untuk koordinasi dan evaluasi kerja Badan Pelaksana Sinode.

e.    Kedudukan hukum Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.e. diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Sinode menetapkan kedudukan hukum Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode dengan menunjuk tempat dan alamat tertentu yang disepakati bersama.
                        ii.          Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode mempergunakan kedudukan hukumnya di tempat dan alamat tertentu yang ditetapkan oleh persidangan Sinode.

f.    Pelaksanaan tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.f. dipertanggungjawabkan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode wajib menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya kepada Klasis-klasis dan GKJ se-Sinode melalui persidangan Sinode.
                        ii.          Jika dipandang perlu dan memungkinkan untuk dilaksanakan, Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode dapat menyampaikan informasi pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Klasis-klasis dan GKJ se-Sinode.

6.   Pembiakan Sinode.
a.    Pembiakan Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 6.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Sinode perlu membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus tersebut untuk melakukan studi kelayakan.
                        ii.          Tim atau panitia khusus tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Sinode dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan pada persidangan Sinode yang telah ditentukan.
                       iii.          Persidangan Sinode melakukan pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan selanjutnya.

b.   Pembiakan Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 6.b.  dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Apabila persidangan Sinode memutuskan menyetujui untuk dilakukan pembiakan Sinode, pembiakan Sinode dapat dilaksanakan.
                        ii.          Pelaksanaan pembiakan Sinode ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara Sinode disertai kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.

7.   Penyatuan Sinode
a.    Penyatuan Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 7.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Persidangan Sinode perlu membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus tersebut untuk melakukan studi kelayakan termasuk menghubungi Sinode/Sinode-sinode lain yang terkait guna menjajagi kemungkinan dilakukannya penyatuan Sinode.
                        ii.          Tim atau panitia khusus tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Sinode dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan pada persidangan Sinode yang telah ditentukan.
                       iii.          Persidangan Sinode melakukan pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan selanjutnya.

b.   Penyatuan Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 7.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
                          i.          Jika persidangan Sinode tersebut bersepakat untuk melakukan penyatuan Sinode, hal itu perlu disampaikan kepada Sinode/Sinode-sinode lain yang terkait untuk dilakukan pembicaraan bersama.
                        ii.          Jika pembicaraan bersama dengan Sinode/Sinode-Sinode lain yang terkait menghasilkan kesepakatan untuk penyatuan Sinode, penyatuan Sinode dapat dilakukan.
                       iii.          Pelaksanaan penyatuan Sinode ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara Sinode-Sinode yang bersangkutan disertai kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.


BAB VI
PENGELOLAAN HARTA GEREJA, KLASIS DAN SINODE

Pasal 19
Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode

1.   Hakikat Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Hakikat pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19, Ayat 1 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Harta gereja, klasis dan sinode adalah uang dan segala barang yang bergerak atau tidak bergerak yang merupakan milik Tuhan yang dipercayakan kepada gereja, klasis dan sinode.
b.       Harta gereja, klasis dan sinode diperoleh dari:
                          i.          Persembahan warga gereja.
                        ii.          Sumbangan-sumbangan yang tidak mengikat dan tidak pertentangan dengan nilai-nilai Alkitabiah.
                       iii.          Usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Alkitabiah.
                      iv.          Untuk klasis dan sinode harta juga diperoleh dari Iuran Dana Kemandirian dan Kebersamaan (IDKK)
c.       Pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode harus dilengkapi dengan bukti-bukti kepemilikan yang sah.
d.       Harta gereja, klasis dan sinode harus dikelola dengan baik dan bertanggung jawab.
e.       Pengurusan aset gereja, klasis dan sinode menggunakan SK. Menteri Dalam Negeri No. 144tahun 1987 dan SK. Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 144 tahun 1987.

2.   Fungsi Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Fungsi pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19, Ayat 2 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode adalah sarana untuk menopang kehidupan dan pelayanan, bukan tujuan pelayanan gereja, klasis dan sinode.

3.   Tujuan Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Tujuan pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19, Ayat 3 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode menggunakan sistem administrasi yang baik, benar dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor. 45, tentang pelaporan keuangan organisasi nirlaba.

4.   Strategi Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Strategi pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19, Ayat 4 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, Badan Pelaksana Klasis, dan Badan Pelaksana Sinode.

5.   Bentuk-bentuk Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Bentuk-bentuk pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19, Ayat 5 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Bentuk-bentuk pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode tidak bertentangan dengan nilai-nilai Alkitabiah.

6.   Pelaksanaan Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Pelaksanaan pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19, Ayat 6 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Pelaksanaan pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode dapat dipercayakan kepada tim atau panitia khusus yang ditunjuk oleh Majelis Gereja, Badan Pelaksana Klasis, dan Badan Pelaksana Sinode.
b.       Penunjukkan tim atau panitia khusus disertai Surat Keputusan Majelis Gereja, Badan Pelaksana Klasis dan Badan Pelaksana Sinode.

7.   Pertanggungjawaban Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Pertanggungjawaban pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19, Ayat 7 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Laporan pertanggungjawaban disampaikan secara periodik.
b.       Pemeriksaan atas laporan pertanggungjawaban meliputi aspek-aspek keabsahan (legal audit), pengelolaan (management audit) dan keuangan (financial audit).


BAB VII
HUBUNGAN KERJASAMA

Pasal 20
Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,Agama dan kepercayaan lain, Pemerintah, dan Masyarakat

1.   Hakikat Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Hakikat hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 1 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat merupakan kemestian yang tak terhindarkan dari kehidupan gereja sebagai bagian dari masyarakat.
b.       Kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat dilakukan supaya gereja dapat menjalankan tugas panggilannya.

2.       Fungsi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Fungsi hubungan kerjasama dengan gereja lain, pemerintah dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 2 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Fungsi kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat untuk memperkuat hubungan sosial dan solidaritas.

3.       Tujuan Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Tujuan hubungan kerjasama dengan gereja lain, pemerintah dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 3 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Tujuan hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat dilandasi sikap tulus demi kesejahteraan bersama.

4.   Strategi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Strategi hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 4 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Strategi kerjasama dengan gereja lain, Agama dan kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat bersifat kemitraan; artinya tidak ada pihak yang menguasai atau dikuasai.

f.         Bentuk-bentuk Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Bentuk-bentuk hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 5 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Hubungan kerjasama dengan gereja lain,Agama dan kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat dapat bersifat tetap atau tidak tetap; artinya secara tetap dapat dilembagakan atau bersifat tidak tetap sesuai dengan kesepakatan.

6.   Pelaksanaan Hubungan kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Pelaksanaan hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 6 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat dilaksanakan dalam tanggung jawab bersama.

7.   Pertanggungjawaban Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Pertanggungjawaban hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 7 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pertanggungjawaban hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat dilakukan secara periodik, baik, benar dan transparan.














Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013