TATA GEREJA GEREJA KRISTEN JAWA
TATA GEREJA
GEREJA KRISTEN JAWA
sinode gkj
2015
Daftar Isi
Tata Gereja & tata laksana
GKJ
PENGANTAR
MUKADIMAH
PENJELASAN ISTILAH
BAB I :
GEREJA DAN SISTEM GEREJA
Pasal 1 : Gereja Kristen Jawa
Pasal 2 : Status, Nama dan Kedudukan Hukum GKJ
1. Status GKJ
2. Nama GKJ
3. Kedudukan Hukum GKJ
Pasal 3 : Logo,
Mars dan Hymne GKJ
1. Logo GKJ
2. Mars GKJ
3. Hymne GKJ
Pasal 4 : Wilayah
Pelayanan GKJ
1. Wilayah Pelayanan
2. Pembagian Wilayan Pelayanan
Pasal 5 : Pembiakan
dan Penyatuan GKJ
1. Pembiakan GKJ
2. Penyatuan GKJ
BAB II : KEANGGOTAAN
GEREJA
Pasal 6 : Keanggotaan
GKJ
1. Warga GKJ
2. Hak dan Tanggung Jawab Warga GKJ
BAB III : TUGAS
PANGGILAN GEREJA
Pasal 7 : Pemberitaan Penyelamatan Allah
1. Hakikat Pemberitaan Penyelamatan Allah
2. Fungsi Pemberitaan Penyelamatan Allah
3. Tujuan Pemberitaan Penyelamatan Allah
4. Strategi Pemberitaan Penyelamatan Allah
5. Bentuk-bentuk Pemberitaan Penyelamatan Allah
6. Pelaksanaan Pemberitaan Penyelamatan Allah
7. Pertanggungjawaban Pemberitaan Penyelamatan Allah
Pasal 8 : Pemeliharaan Keselamatan
1. Hakikat Pemeliharaan Keselamatan
2. Fungsi Pemeliharaan Keselamatan
3. Tujuan Pemeliharaan Keselamatan
4. Strategi Pemeliharaan Keselamatan
5. Bentuk-bentuk Pemeliharaan Keselamatan
6. Pelaksanaan Pemeliharaan Keselamatan
7. Pertanggungjawaban Pelaksanaan Pemeliharaan
Keselamatan
BAB IV : KEPEMIMPINAN
GEREJA
Pasal 9 : Kepemimpinan GKJ
1. Hakikat Kepemimpinan GKJ
2. Fungsi Kepemimpinan GKJ
3. Tujuan Kepemimpinan GKJ
4. Bentuk Kepemimpinan GKJ
Pasal 10: Majelis GKJ
1. Penatua
2. Pendeta
3. Diaken
Pasal 11: Persidangan Majelis GKJ
1. Persidangan Majelis Gereja
2. Persidangan Majelis Gereja Istimewa
3. Keputusan Persidangan Majelis Gereja
Pasal 12: Pendeta Konsulen
1. Pendeta Konsulen
2. Tugas Pendeta Konsulen
Pasal 13: Pendeta Emeritus
1. Pendeta Emeritus
2. Status Pendeta Emeritus
Pasal 14: Pendeta Pelayan Khusus
1. Pendeta Pelayanan Khusus
2. Tugas Pendeta Pelayanan Khusus
Pasal 15: Tenaga Pelayanan Khusus
1. Tenaga Pelayanan Khusus
2. Tugas Tenaga Pelayanan Khusus
Pasal 16: Peletakan Jabatan Pendeta
BAB V : Ikatan Kebersamaan GKJ
Pasal 17: Klasis
1. Hakikat Klasis
2. Fungsi Klasis
3. Tujuan Klasis
4. Wujud Kebersamaan Klasis
5. Pengorganisasian Klasis
6. Pembiakan Klasis
7. Penyatuan Klasis
Pasal 18: Sinode
1. Hakikat Sinode
2. Fungsi Sinode
3. Tujuan Sinode
4. Wujud Kebersamaan Sinode
5. Pengorganisasian Sinode
6. Pembiakan Sinode
7. Penyatuan Sinode
BAB VI : PENGELOLAAN
HARTA GEREJA, KLASIS DAN SINODE
Pasal 19: Pengelolaan Harta Gereja,
Klasis dan Sinode
1. Hakikat Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
2. Fungsi Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
3. Tujuan Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
4. Strategi Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
5. Bentuk-bentuk Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan
Sinode
6. Pelaksanaan Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan
Sinode
7. Pertanggungjawaban Pengelolaan Harta Gereja, Klasis
dan Sinode
BAB
VII: HUBUNGAN KERJASAMA
Pasal 20: Hubungan Kerjasama dengan
Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat
1. Hakikat Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,
Pemerintah dan Masyarakat
2. Fungsi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,
Pemerintah dan Masyarakat
3. Tujuan Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,
Pemerintah dan Masyarakat
4. Strategi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,
Pemerintah dan Masyarakat
5.
Bentuk-bentuk Hubungan
Kerjasama dengan Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat
6. Pelaksanaan Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,
Pemerintah dan Masyarakat
7.
Pertanggungjawaban Hubungan
Kerjasama dengan Gereja lain, Pemerintah dan Masyarakat
BAB VIII: PENUTUP
Pasal 21:
Perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana
Pasal 22:
Pemberlakuan Tata Gereja dan Tata Laksana
PENGANTAR
GKJ sebagai bagian dari masyarakat yang berhadapan dengan
kompleksitas tantangan dan perkembangan zaman menyadari kebutuhan Tata Gereja
yang aktual, mampu berpartisipasi, dan memberi harapan bagi kehidupan bersama
yang lebih baik. Tata gereja yang dimaksud merupakan alat dan cara bagi GKJ
bersaksi, berefleksi, dan berkomunikasi dengan konteks sosialnya secara terus
menerus. Tata gereja juga menjadi sarana bagi GKJ untuk mewujudkan pelayanan
yang menyeluruh, berintegritas, dan memiliki karakter Kristus yang membangun
harapan bagi siapa pun yang dijumpainya.
Tata Gereja dimaksudkan sebagai tatanan dan kesepakatan
bersama GKJ dalam memahami diri dan dalam perjumpaannya dengan setiap elemen
kultural yang ada. Oleh karena itu, pendekatan yang ditekankan dalam tata
gereja ini bersifat terbuka terhadap kepelbagaian, tidak
legalistik-formalistik, memberikan ruang kepada setiap GKJ untuk secara kreatif
dan bertanggung jawab menjalankan kehidupan bergereja sesuai kondisi
masing-masing, tanpa meninggalkan kesadaran dan kesepakatan sebagai gereja yang
berjalan bersama-sama (syn-hodos).
Tujuan yang ingin dicapai melalui tata gereja ini adalah
membangun kesadaran mandiri seiring dengan kesadaran kesatuan tubuh Kristus
bagi pencapaian pelayanan gereja yang pastoral-transformatif. Artinya,
keputusan dan cara bertindak setiap GKJ harus menghasilkan kemampuan bagi
setiap warga gereja untuk saling menginspirasikan panggilan bagi pertobatan dan
perbaikan hidup, serta kemampuan untuk mengampuni, menerima, memulihkan,
melengkapi, memberdayakan, demi melanjutkan harapan bagi upaya membangun dan
mencapai dambaan eskatologis masyarakat damai-sejahtera sebagaimana ditunjukkan
dan diperjuangkan oleh Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja.
Tata Gereja tidak dimaksudkan sebagai hukum yang digunakan
untuk menghakimi atau memberikan sanksi pada posisi lain yang berbeda.
Penilaian terhadap sebuah keputusan gerejawi dapat saja diberikan sebagai
sebuah proses berteologi dan beriman secara dialektis dalam komunitas, tetapi
hal ini tidak boleh membawa gereja dan warga gereja pada pemahaman sempit
kebenaran. Tata gereja diharapkan dapat menjadi orientasi yang disepakati
bersama untuk berjalan maju dalam pelayanan yang menghasilkan buah-buah rohani
yang bebas dari kepentingan pribadi atau kelembagaan semata. Tata Gereja juga
dipahami sebagai pijakan yang memberi inspirasi untuk mewujudkan keteraturan
lembaga, warga gereja dan para pelayan gerejawi berdasarkan pemahaman teologi
jabatan yang dikembangkan bersama sebagai imamat am orang percaya sehingga dapat
mengarahkan masing-masing menuju spiritualitas yang menghamba pada kekudusan,
ketaatan, dan ketulusan sebagaimana tuntunan Roh Kudus sendiri.
MUKADIMAH
Gereja merupakan umat milik Allah yang percaya kepada Yesus
Kristus dan menanggapi panggilan Allah untuk memberitakan karya kasih
penyelamatan-Nya ke atas manusia dan dunia (1 Petrus
2:9). Dalam kesadaran sebagai umat
Allah, gereja merupakan komunitas yang berkumpul untuk beribadah dan berbagi
kehidupan sebagai “garam dan terang dunia” (Matius 5:13-14). Komunitas ini
selanjutnya menjadi persekutuan hidup yang terus tumbuh dan berkembang hingga
penjuru dunia sebagaimana dinyatakan di dalam Alkitab.
Gereja dipanggil untuk menanggapi panggilan Allah dengan
berbagai sudut pandang sesuai dengan pengalaman kontekstual masing-masing. Oleh
karena itu diperoleh pemahamantentang gereja antara lain: gereja sebagai
komunitas pembelajar atau komunitas para murid Kristus, gereja sebagai keluarga
Allah, gereja sebagai paguyuban umat beriman, gereja sebagai arak-arakan
peziarahan dalam kebersamaan dengan umat beriman yang lain, dan gereja sebagai
komunitas pembaru dalam gerakan sesuai nilai-nilai yang dikehendaki Allah.
Atas dasar kesadaran yang demikian, Gereja-gereja Kristen
Jawa (GKJ) merupakan bagian dari keluasan karya kasih penyelamatan Allah kepada
seluruh ciptaan yang dijiwai oleh nilai-nilai budaya Jawa serta warisan tradisi
teologis sesuai konteksnya yang tidak bertentangan dengan Alkitab. GKJ memahami
diri sebagai kehidupan bersama orang percaya yang berpusat pada Yesus Kristus
dan sekaligus jawaban manusia terhadap karya kasih penyelamatan Allah yang di
dalamnya Roh Kudus bekerja. GKJ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
menerima dan merangkul keragaman yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
GKJ mengakui keluasan karya kasih penyelamatan Allah di
dalam sejarah yang dinyatakan melalui bermacam cara yang unik dan otentik.
Perbedaan dipahami dan diterima sebagai hal wajar yang secara positif untuk
memberi manfaat saling memperkaya, saling menguatkan dalam kebersamaan. GKJ
dalam kesadaran sebagai salah satu keluasan penyelamatan Allah berusaha
mewujudkan kehidupan bersama dengan gereja-gereja lain dan semua komunitas
melalui partisipasi aktif mewujudkan keadilan, kesetaraan, perdamaian, dan
kesejahteraan demi pemulihan martabat manusia sebagai gambar Allah (Kejadian
1:26-27; Kolose 1:15-20).
Dalam
melaksanakan tugas panggilannya, GKJ menata diri secara bertanggung jawab demi
kemuliaan Allah dan martabat manusia. Tatanan kehidupan bersama ini memberi
ruang kemandirian gereja setempat, sekaligus mewujudkan kebersamaan secara
klasikal dan sinodal dalam rangka mewujudkan karya Allah yang hidup berdasarkan
pada Alkitab, Pokok Pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
yang berwatak pastoral transformatif.
PENJELASAN ISTILAH
1.
Pastoral Transformatif
Yang dimaksud dengan pastoral
transformatif adalah segala bentuk penggembalaan yang dilakukan secara setara
dan saling mengubah oleh gereja bersama dengan sesama demi terwujudnya
pemulihan, pemberdayaan, dan pembaharuan kehidupannya sebagai gambar Allah.
2.
Kedudukan Hukum
Yang dimaksud dengan kedudukan hukum
GKJ adalah keberadaan GKJ dalam wilayah kekuasaan hukum di mana gereja tersebut
berada.
3.
Pembiakan GKJ
Yang disebut dengan pembiakan adalah
pengembangan sebuah GKJ dari proses pendewasaan pepanthan, wilayah atau
blok/kring/kelompok.
4.
Gereja Induk, Wilayah,
Blok/Kring/Kelompok, dan Pepanthan
-
Gereja Induk adalah Gereja yang
menjadi kedudukan hukum sebuah GKJ
-
Wilayah adalah bagian dari gereja
induk yang meliputi beberapa Blok/Kring/Kelompok
-
Blok/Kring/Kelompok adalah bagian
dari wilayah sebuah GKJ
-
Pepanthan
adalah sekelompok warga GKJ di wilayah tertentu yang menyelenggarakan kebaktian
sendiri di bawah pengampuan Gereja Induk.
5.
Katekisasi
Yang dimaksud dengan Katekisasi
adalah pengajaran tentang iman kristen yang dilakukan oleh gereja
6.
Keberatan yang sah
Yang dimaksud dengan keberatan yang sah
adalah pernyataan ketidaksetujuan dari warga Gereja atau sekelompok warga
Gereja atas keputusan Majelis Gereja yang disampaikan kepada persidangan
Majelis, yang memenuhi prinsip sebagai berikut:
-
Diajukan secara tertulis dengan
mencantumkan nama dan tanda tangan, serta alamat yang jelas.
-
Keberatan tersebut terbukti benar,
setelah diadakan penelitian oleh Majelis Gereja.
BAB I
GEREJA DAN SISTEM GEREJA
Pasal 1
Identitas Gereja Kristen Jawa dan Sistem
Gereja
- Identitas Gereja Kristen Jawa
Gereja Kristen Jawa
(GKJ) adalah Gereja yang berada di suatu tempat tertentu yang bertumbuh dan
berkembang dengan tradisi teologis
kristiani yang berjumpa dengan nilai-nilai budaya Jawa.
- Sistem Gereja
GKJ dipimpin oleh
Majelis Gereja, dan yang telah mampu mengatur dirinya sendiri, mengembangkan
dirinya sendiri, membiayai dirinya sendiri, serta mengikatkan diri dengan
GKJ yang lain dalam aras Klasikal dan Sinodal, sehingga GKJ memilih
sistem gereja Presbiterial Sinodal.
Pasal 2
Status, Nama dan Kedudukan Hukum GKJ
1.
Status GKJ
GKJ adalah badan hukum yang
didasarkan pada:
a. SK. Menteri Agama No. 19 tahun 1966 yang menyatakan bahwa,
“Geredja-geredja Kristen Djawa masing-masing dan semuanja setjara keseluruhan
selaku lembaga keagamaan jang bersifat dan berbentuk Geredja menurut peraturan
dalam Staatsblad th. 1927 No. 156, 352.”
b. SK. Dirjen. Bimas. (Kristen) Protestan No. 126 tahun 1988
yang menyatakan bahwa, “Gereja-gereja Kristen Jawa yang berkedudukan/berpusat
di Jl. Dr. Sumardi No. 10 Salatiga sebagai lembaga keagamaan Kristen Protestan
yang bersifat Gereja.”
2.
Nama GKJ
Setiap GKJ memiliki nama yang jelas
dan pasti.
3.
Kedudukan Hukum GKJ
Setiap GKJ memiliki kedudukan hukum
yang jelas dan pasti.
Pasal 3
Logo, Mars dan Hymne GKJ
1.
Logo GKJ
GKJ memiliki logo GKJ yang ditentukan dan ditetapkan oleh
persidangan Sinode.
2.
Mars GKJ
GKJ memiliki mars GKJ yang ditentukan dan ditetapkan oleh
persidangan Sinode.
3.
Hymne GKJ
GKJ memiliki hymne GKJ yang ditentukan dan ditetapkan oleh
persidangan Sinode.
Pasal 4
Wilayah Pelayanan GKJ
1. Wilayah Pelayanan
Pada dasarnya
wilayah pelayanan GKJ tidak dibatasi berdasarkan letak geografis atau wilayah
administratif pemerintahan di mana GKJ tersebut berada. Meskipun demikian,
dalam rangka menjaga kebersamaan dengan GKJ se-Klasis dan Sinode, setiap GKJ
perlu menentukan wilayah pelayanannya.
2. Pembagian Wilayah Pelayanan
Berdasarkan
persebaran anggotanya, setiap GKJ perlu melakukan pembagian wilayah pelayanan.
Pasal 5
Pembiakan dan
Penyatuan GKJ
1. Pembiakan GKJ
a. Pembiakan GKJ dapat
dilakukan dalam rangka pengembangan gereja antara lain dengan memperhatikan
jumlah warga, cakupan wilayah pelayanan, dan/atau karena alasan lain yang dapat
diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Majelis Gereja.
b. Pembiakan GKJ
dilakukan setelah memperoleh persetujuan dan ditetapkan dalam persidangan
Klasis.
2. Penyatuan GKJ
a. Penyatuan GKJ dapat
dilakukan apabila fungsi dan tujuan gereja dirasa tidak lagi efektif karena jumlah warganya terlalu sedikit,
cakupan wilayah yang tidak terlalu luas dan/atau karena alasan lain yang dapat
diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Majelis Gereja.
b. Penyatuan GKJ
dilakukan setelah ditetapkan dalam persidangan Klasis.
BAB II
KEANGGOTAAN GEREJA
Pasal 6
Keanggotaan GKJ
1. Warga GKJ
Warga GKJ adalah orang baik anak-anak maupun orang dewasa yang secara
administratif telah tercatat dalam Buku Induk Warga Gereja.
2. Hak
dan Tanggung Jawab Warga GKJ
Setiap Warga GKJ
memiliki hak dan tanggung jawab atas kehidupan, tugas dan panggilan GKJ.
BAB III
TUGAS PANGGILAN GEREJA
Pasal 7
Pemberitaan Penyelamatan Allah
1.
Hakikat Pemberitaan Penyelamatan Allah
a.
Pemberitaan tentang karya keselamatan yang diwujudkan dalam
karya Allah Tritunggal.
b.
Upaya gereja dan setiap orang percaya bersaksi tentang karya
keselamatan Allah terhadap manusia dan dunia.
c.
Bentuk ucapan syukur gereja dan setiap orang percaya atas
anugerah keselamatan Allah.
2.
Fungsi Pemberitaan Penyelamatan Allah
- Menyatakan keluhuran
nilai-nilai Kerajaan Allah.
- Menyatakan keberpihakan Allah
kepada perjuangan kebenaran dan keadilan.
- Memberi inspirasi bagi
pembangunan dunia.
- Mewujudkan damai sejahtera.
3.
Tujuan Pemberitaan Penyelamatan Allah
- Menyatakan pulihnya relasi
antara Allah dan manusia, antar sesama manusia dan ciptaan lain.
- Mengembangkan dan melestarikan
kehidupan bersama sesuai dengan nilai-nilai yang diteladankan Kristus.
4. Strategi Pemberitaan Penyelamatan Allah
Strategi
pemberitaan penyelamatan Allah terhadap manusia dan dunia menggunakan
pendekatan kontekstual yang tidak bertentangan dengan hakikat pemberitaan penyelamatan
Allah.
5. Bentuk-bentuk Pemberitaan Penyelamatan
Allah
- Dilakukan dengan tutur kata, baik lisan maupun tertulis
yang mencirikan karya penyelamatan Allah dalam semua bidang kehidupan.
- Dilakukan dengan pelayanan kasih yang menyatakan karya
penyelamatan Allah dalam semua bidang kehidupan.
- Dilakukan dengan persekutuan orang percaya yang
menghadirkan damai sejahtera.
6. Pelaksanaan Pemberitaan Penyelamatan Allah
Pelaksanaan pemberitaan penyelamatan
Allah dilakukan dengan memperhatikan hal sebagai berikut:
- Menghormati kebebasan manusia untuk menentukan
pilihannya baik menerima atau menolak pemberitaan penyelamatan Allah.
- Dilakukan secara terbuka.
- Didasarkan pada motivasi yang benar.
7.
Pertanggungjawaban Pemberitaan
Penyelamatan Allah
Pertanggungjawaban pemberitaan
penyelamatan Allah ditujukan kepada Allah dan sesama.
Pasal 8
Pemeliharaan Keselamatan
1.
Hakikat Pemeliharan Keselamatan
Segala upaya gereja dalam
melaksanakan perintah Tuhan Yesus Kristus untuk melakukan penggembalaan kepada
warga gereja dalam rangka pelaksanaan tugas pemberitaan penyelamatan Allah.
2.
Fungsi Pemeliharan Keselamatan
Menjaga,
memelihara dan menumbuhkembangkan iman warga gereja.
3.
Tujuan Pemeliharan Keselamatan
Tercapainya
kesempurnaan keselamatan.
4.
Strategi Pemeliharan Keselamatan
Strategi
pemeliharan keselamatan yang dipergunakan oleh GKJ adalah strategi yang
didasarkan pada:
a.
Pembagian wilayah pelayanan
b.
Pembagian kategorial
c.
Keluarga
5.
Bentuk-bentuk Pemeliharan
Keselamatan
Bentuk-bentuk
pemeliharan keselamatan yang dipergunakan oleh GKJ dinyatakan antara lain
melalui:
a.
Ibadah
b.
Pengajaran
c.
Sakramen
d. Pengakuan percaya/sidi
e.
Pernikahan
f.
Penggembalaan khusus
g. Pertobatan
h. Perkunjungan
i.
Pelayanan kasih
6.
Pelaksanaan Pemeliharan Keselamatan
Pelaksanaan pemeliharan keselamatan dilakukan
oleh warga gereja dan Majelis Gereja.
7.
Pertanggungjawaban Pemeliharan
Keselamatan
Pertanggungjawaban pemeliharan
keselamatan dilakukan oleh warga gereja atas dasar kesadaran imannya dan oleh
Majelis Gereja dalam persidangan Majelis Gereja.
BAB IV
KEPEMIMPINAN GEREJA
Pasal 9
Kepemimpinan GKJ
1. Hakikat Kepemimpinan GKJ
GKJ dipimpin oleh
Allah sendiri yang oleh karya penyelamatan-Nya ke atas manusia dan dunia
menjadikan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat sekaligus Kepala Gereja.
Ia juga yang telah memanggil orang-orang percaya sebagai rekan sekerja Allah
dalam melanjutkan karya penyelamatan-Nya, untuk menjadi pelayan bagi-Nya dan
bagi gereja-Nya, dengan menganugerahkan jabatan-jabatan gerejawi yang
dipercayakan kepada orang-orang tertentu yang dikehendaki-Nya. Atas dasar
pemahaman tersebut, hakikat kepemimpinan GKJ adalah kepemimpinan pelayan atau
kepemimpinan yang melayani.
2. Fungsi Kepemimpinan GKJ
Kepemimpinan GKJ
berfungsi sebagai alat untuk melayani kehendak Allah bagi gereja-Nya, sehingga
GKJ dapat melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja.
3. Tujuan Kepemimpinan GKJ
Kepemimpinan GKJ
bertujuan untuk memberdayakan segenap warga GKJ, sehingga GKJ dapat
melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja.
4. Bentuk Kepemimpinan GKJ
Kepemimpinan GKJ
dilakukan secara kolektif yang terdiri dari orang-orang yang secara khusus
dipilih, dipanggil, dan ditahbiskan atau diteguhkan ke dalam jabatan-jabatan
gerejawi sebagai Penatua, Pendeta, dan Diaken, yang dalam kebersamaannya
disebut Majelis Gereja.
Pasal 10
Majelis GKJ
1. Penatua
Penatua adalah
jabatan gerejawi yang dianugerahkan kepada seseorang yang dipanggil, dipilih
dan diteguhkan untuk melayani jemaat setempat dengan tugas utama mengatur
kehidupan gereja.
2. Pendeta
Pendeta adalah
jabatan gerejawi, baik yang bersifat fungsional maupun struktural, yang dianugerahkan
kepada seseorang yang dipanggil, dipilih, dan ditahbiskan/diteguhkan untuk
melayani jemaat penuh waktu dengan tugas utama mengajar dan melayankan sakramen
dengan keluasan pelayanan aras Jemaat, Klasis, Sinode, dan Gereja-gereja lain
dalam ikatan oikumene.
3. Diaken
Diaken adalah
jabatan gerejawi yang dianugerahkan kepada seseorang yang dipanggil, dipilih,
dan diteguhkan untuk melayani jemaat setempat dengan tugas utama melakukan
pelayanan kasih.
Pasal 11
Persidangan Majelis
GKJ
1. Persidangan Majelis Gereja
Persidangan Majelis Gereja
adalah persidangan para pemangku jabatan gerejawi yang dilaksanakan secara
rutin untuk membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan gereja
dan tugas panggilannya.
2. Persidangan Majelis Gereja Istimewa
Persidangan Majelis Gereja
Istimewa adalah persidangan para pemangku jabatan gerejawi yang dilaksanakan
secara tidak rutin untuk membicarakan masalah-masalah tertentu.
3. Keputusan Persidangan Majelis Gereja
a. Keputusan persidangan Majelis Gereja
dan/atau keputusan persidangan Majelis Gereja Istimewa ditetapkan berdasarkan
Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ, serta
keputusan-keputusan persidangan Klasis dan Sinode.
b. Keputusan persidangan Majelis Gereja
dan/atau keputusan persidangan Majelis Gereja Istimewa bersifat mengikat dan
berlaku umum bagi segenap warga GKJ yang bersangkutan.
Pasal 12
Pendeta Konsulen
1. Pendeta Konsulen
Pendeta Konsulen adalah Pendeta yang
diperbantukan ke gereja yang belum memiliki pendeta atau pendetanya sudah
emeritus atau pendetanya tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya.
2. Tugas Pendeta
Konsulen
a.
Melaksanakan tugas-tugas kependetaan sebagaimana tugas
Pendeta yang tercantum dalam Pasal 10 Ayat 2 Tata Gereja ini.
b. Memotivasi dan mendampingi gereja yang
dibantu pelayanannya.
c. Melaporkan pelaksanaan tugas konsulensi
kepada Sidang Klasis berikutnya.
Pasal 13
Pendeta Emeritus
1. Pendeta Emeritus
Pendeta Emeritus adalah Pendeta yang diberi
penghargaan oleh Gereja karena telah mencapai usia 60 tahun atau karena alasan
khusus yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Status Pendeta
Emeritus
a. Pendeta Emeritus tetap melaksanakan fungsi
kependetaannya.
b. Pendeta Emeritus tidak masuk
dalam struktur kemajelisan.
Pasal 14
Pendeta Pelayanan Khusus
1. Pendeta Pelayanan Khusus (PPK)
PPK adalah Pendeta yang dipilih,
ditahbiskan/diteguhkan dan diutus untuk tugas-tugas khusus sesuai kebutuhan
Gereja, Klasis, Sinode atau atas permintaan lembaga tertentu.
2. Tugas Pendeta
Pelayanan Khusus
a.
Melaksanakan tugas sesuai dengan kebutuhan pelayanan khusus
Gereja, Klasis dan Sinode atau lembaga yang membutuhkan.
b.
Menjaga hubungan baik dengan Gereja Pengutus melalui
keterlibatan kegiatan-kegiatan gereja sepanjang tidak mengganggu tugas pokok
sebagai PPK.
c. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada
Gereja atau Klasis atau Sinode yang mengutus dengan tembusan kepada lembaga
yang dilayani.
Pasal 15
Tenaga Pelayanan Khusus
1. Tenaga Pelayanan Khusus (TPK)
TPK adalah tenaga bukan pendeta yang
dipilih, dipanggil dan diutus untuk tugas-tugas khusus sesuai kebutuhan Gereja,
Klasis, Sinode atau atas permintaan lembaga tertentu.
2. Tugas Tenaga
Pelayanan Khusus
a.
Melaksanakan tugas sesuai dengan kebutuhan pelayanan khusus
Gereja, Klasis dan Sinode atau lembaga yang membutuhkan.
b.
Menjaga hubungan baik dengan Gereja Pengutus melalui
keterlibatan kegiatan-kegiatan gereja sepanjang tidak mengganggu tugas pokok
sebagai TPK.
c. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada
Gereja atau Klasis atau Sinode yang mengutus dengan tembusan kepada lembaga
yang dilayani.
Pasal 16
Peletakan Jabatan
Pendeta
Peletakan jabatan
Pendeta dilakukan apabila:
1. Mengundurkan diri
dengan alasan yang dapat diterima oleh Majelis Gereja, Klasis, dan Sinode.
2. Pindah ke Gereja
lain di luar Sinode GKJ, atau alih tugas ke lembaga lain, yang tidak
membutuhkan jabatan kependetaan orang tersebut.
3. Tidak menerima
Alkitab sebagai dasar-dasar etik dan ajaran GKJ
BAB V
Ikatan Kebersamaan
GKJ
Pasal 17
Klasis
1. Hakikat Klasis
a.
Klasis adalah ikatan kebersamaan
beberapa GKJ di wilayah tertentu yang secara geografis saling berdekatan.
b.
Ikatan kebersamaan tersebut
didasarkan pada pengakuan akan keesaan gereja sebagaimana dinyatakan dalam
Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
2. Fungsi Klasis
- Membantu GKJ di wilayahnya sehingga masing-masing dan
bersama-sama mampu menjaga dan memelihara keberadaannya, melaksanakan
tugas panggilannya sebagai gereja, serta mengusahakan berkembangnya GKJ di
wilayah tersebut.
- Dalam kebersamaan dengan Klasis-klasis lain, setiap
Klasis menjaga dan memelihara keberadaan Klasis-klasis dan Sinode,
melaksanakan tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk
dilakukan oleh Klasis, serta mengembangkan GKJ secara keseluruhan dalam
segala aspek pelayanannya.
3. Tujuan Klasis
a.
Terjaga dan terpeliharanya
keberadaan GKJ, terlaksananya tugas panggilan gereja, serta berkembangnya GKJ
di wilayah tersebut.
b.
Terjaga dan terpeliharanya
keberadaan Klasis-klasis dan Sinode dalam melaksanakan tugas panggilan gereja yang
disepakati bersama sehingga GKJ berkembang secara keseluruhan dalam segala
aspek pelayanan.
4. Wujud Kebersamaan Klasis
a.
Wujud kebersamaan Klasis
dinyatakan dalam persidangan Klasis, visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis
dan kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya.
b.
Pelaksanaan persidangan
Klasis, visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan kegiatan kebersamaan
aras Klasis lainnya ditentukan oleh masing-masing Klasis.
5. Pengorganisasian Klasis
- Pengorganisasian Klasis diperlukan untuk menjamin
berfungsinya Klasis dan tercapainya tujuan Klasis.
- Pengorganisasian Klasis dilakukan oleh Badan Pelaksana
dan Badan Pengawas Klasis yang ditentukan berdasarkan keputusan
persidangan Klasis.
- Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis bertugas
melaksanakan keputusan-keputusan persidangan Klasis dan mengelola
sumberdaya yang ada untuk mendukung pelayanan Klasis.
- Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis berkedudukan
hukum di tempat dan alamat tertentu yang disepakati bersama dalam
persidangan Klasis.
- Klasis dapat menjadi badan hukum untuk mengelola harta
bersama (aset-aset) milik klasis.
- Dalam pelaksanaan tugasnya, Badan Pelaksana dan Badan
Pengawas Klasis bertanggung jawab kepada GKJ se-Klasis tersebut melalui
persidangan Klasis.
6. Pembiakan Klasis
a.
Pembiakan Klasis dapat
dilakukan apabila fungsi dan tujuan Klasis dirasa tidak lagi efektif karena jumlah GKJ di Klasis tersebut terlalu
banyak, cakupan wilayah yang terlalu luas dan/atau karena alasan lain yang dapat
diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Klasis.
b.
Pembiakan Klasis hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh persetujuan dan ditetapkan dalam persidangan
Sinode.
7. Penyatuan Klasis
- Penyatuan Klasis dapat dilakukan apabila fungsi dan
tujuan Klasis dirasa tidak lagi efektif
karena jumlah GKJ di Klasis tersebut terlalu sedikit, cakupan
wilayah yang tidak terlalu luas dan/atau karena alasan lain yang dapat
diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Klasis.
- Penyatuan Klasis hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh persetujuan dan ditetapkan dalam persidangan Sinode.
Pasal 18
Sinode
1. Hakikat Sinode
a. Sinode adalah ikatan kebersamaan
semua GKJ dari Klasis-klasis.
b. Ikatan kebersamaan tersebut
dasarnya adalah pengakuan akan keesaan gereja sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab,
Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
2. Fungsi Sinode
- Membantu Klasis-klasis dalam menjaga dan memelihara
keberadaannya dan keberadaan GKJ di wilayahnya dalam melaksanakan
fungsinya sebagai Klasis, serta mengusahakan berkembangnya GKJ di semua
Klasis.
- Menjaga dan memelihara keberadaannya sebagai Sinode,
melaksanakan tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk
dilakukan oleh Sinode, serta membantu pengembangan Klasis-klasis dan GKJ
secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.
3. Tujuan Sinode
- Terjaga dan terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis dan
GKJ di wilayahnya, terlaksananya fungsi Klasis, serta berkembangnya GKJ di
semua Klasis.
- Terjaga dan terpeliharanya keberadaan Sinode,
terlaksananya tugas panggilan gereja yang disepakati bersama untuk
dilakukan oleh Sinode, serta berkembangnya Klasis-klasis dan GKJ secara
keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.
4. Wujud Kebersamaan Sinode
a.
Wujud kebersamaan Sinode
dinyatakan dalam persidangan Sinode, visitasi atau perkunjungan gerejawi
Sinode, dan kegiatan kebersamaan lainnya dalam aras Sinode.
b.
Pelaksanaan persidangan
Sinode, visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode, dan kegiatan kebersamaan
lainnya dalam aras Sinode yang ditentukan berdasarkan keputusan persidangan
Sinode.
5. Pengorganisasian Sinode
- Pengorganisasian Sinode diperlukan untuk menjamin
berfungsinya Sinode dan tercapainya tujuan Sinode
- Pengorganisasian Sinode dilakukan berdasarkan Tata
Sinode yang diputuskan oleh persidangan Sinode.
- Pengorganisasian Sinode dilakukan oleh Badan Pelaksana
dan Badan Pengawas Sinode yang ditentukan berdasarkan keputusan
persidangan Sinode.
- Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode bertugas
melaksanakan keputusan-keputusan persidangan Sinode dan mengelola sumberdaya
yang ada untuk mendukung pelayanan Sinode.
- Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode berkedudukan
hukum di Salatiga, dengan alamat Sinode GKJ, Jl. Dr. Sumardi 8 dan 10,
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia.
- Dalam pelaksanaan tugasnya, Badan Pelaksana dan Badan
Pengawas Sinode tunduk pada Tata Sinode dan bertanggungjawab kepada GKJ se-Sinode
melalui persidangan Sinode.
6. Pembiakan Sinode
a.
Pembiakan Sinode dapat
dilakukan apabila fungsi dan tujuan Sinode dirasa tidak lagi efektif karena jumlah GKJ se-Sinode yang terlalu
banyak, cakupan wilayah yang terlalu luas dan/atau karena alasan lain yang
dapat diterima dan disepakati bersama dalam persidangan Sinode.
b.
Pembiakan Sinode hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh persetujuan dan ditetapkan dalam persidangan
Sinode.
7. Penyatuan Sinode
- Penyatuan Sinode GKJ dengan Sinode Gereja lain dapat
dilakukan apabila fungsi dan tujuan Sinode GKJ dirasa tidak lagi efektif
karena jumlah GKJ se-Sinode GKJ yang terlalu sedikit, cakupan wilayah yang
tidak terlalu luas dan/atau karena alasan lain yang dapat diterima dan
disepakati bersama dalam persidangan Sinode.
- Penyatuan Sinode GKJ dengan Sinode Gereja lain hanya
dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari persidangan Sinode GKJ
dan persidangan Sinode Gereja lain tersebut, serta ditetapkan dalam
persidangan Sinode GKJ dan persidangan Sinode Gereja lain tersebut.
BAB VI
PENGELOLAAN HARTA GEREJA, KLASIS DAN SINODE
Pasal 19
Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
1. Hakikat Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Hakikat pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode adalah segala upaya gereja, klasis dan sinode dalam
merencanakan, menggunakan, dan mempertanggungjawabkan harta dari dan milik
Tuhan Yesus Kristus, Raja Gereja, yang dipercayakan kepada gereja, klasis dan
sinode.
2. Fungsi Pengelolaan Harta Gereja,
Klasis dan Sinode
Fungsi pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode adalah untuk mendukung pelaksanaan tugas panggilan
gereja, baik pada aras gereja setempat, klasis dan sinode.
3. Tujuan Pengelolaan Harta Gereja,
Klasis dan Sinode
Tujuan pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode adalah agar semua kekayaan gereja, klasis dan sinode
dapat diatur penggunaannya, dijaga keutuhan dan keamanannya, serta diupayakan
pengembangannya.
4. Strategi Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Strategi pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode adalah pengelolaan
bersih dan transparan.
5. Bentuk-bentuk Pengelolaan Harta
Gereja, Klasis dan Sinode
Bentuk-bentuk pengelolaan
harta gereja, klasis dan sinode dinyatakan melalui pengelolaan langsung dan
tidak langsung.
6. Pelaksanaan Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Pelaksanaan pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode dilakukan dengan cara yang efektif, efisien, dan
akuntabel di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, Badan Pelaksana dan Badan
Pengawas Klasis serta Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode.
7.
Pertanggungjawaban Pengelolaan Harta Gereja,
Klasis dan Sinode
Pertanggungjawaban
pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode dilakukan secara periodik dalam
persidangan Majelis Gereja, persidangan Klasis dan persidangan Sinode.
BAB VII
HUBUNGAN KERJASAMA
Pasal 20
Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,
Agama dan Kepercayaan lain, Pemerintah, dan Masyarakat
1. Hakikat Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan
Kepercayaan lain, Pemerintah dan Masyarakat
Hakikat hubungan kerjasama
dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat adalah
kesadaran dan kebutuhan gereja untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
2. Fungsi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama
dan Kepercayaan lain, Pemerintah dan Masyarakat
Fungsi hubungan kerjasama
dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat
adalah untuk bersinergi, saling mendukung, menginspirasi, dan memberdayakan.
3. Tujuan Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama
dan Kepercayaan lain, Pemerintah dan Masyarakat
Tujuan hubungan kerjasama
dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat
adalah saling mendukung, menguatkan, dan meningkatkan kesejahteraan bersama.
4. Strategi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan
Kepercayaan lain, Pemerintah dan
Masyarakat
Strategi hubungan kerjasama dengan gereja lain, Agama
dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat dilaksanakan dengan pola
kemitraan.
5. Bentuk-bentuk Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,
Agama dan Kepercayaan lain, Pemerintah dan Masyarakat
Bentuk-bentuk hubungan
kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan
masyarakat adalah bilateral atau multilateral yang dapat bersifat tetap atau
tidak tetap.
6. Pelaksanaan Hubungan Kerjasama
dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, Pemerintah dan Masyarakat
Hubungan kerjasama dengan
gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan masyarakat dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan.
7. Pertanggungjawaban Hubungan Kerjasama dengan Gereja
lain, Agama dan Kepercayaan lain,
Pemerintah dan Masyarakat
Pertanggungjawaban hubungan
kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan lain, pemerintah dan
masyarakat dilaksanakan atas dasar keputusan bersama-sama.
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 21
Perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ hanya dapat diubah
oleh persidangan Sinode GKJ.
Pasal 22
Pemberlakuan Tata Gereja dan Tata Laksana
1. Dengan
ditetapkannya Tata Gereja dan Tata Laksana ini, maka Tata Gereja dan Tata
Laksana yang selama ini digunakan, yaitu Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ Tahun
2005 dinyatakan tidak berlaku.
2.
Tata Gereja ini berlaku sejak
ditetapkan dan hal-hal lain yang sedang berjalan, sedapat mungkin segera
menyesuaikan.
3. Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Gereja dan Tata
Laksana GKJ akan diatur dalam bentuk Pedoman-pedoman dan Peraturan-peraturan
GKJ yang tidak bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Laksana ini.
Ditetapkan oleh : Sidang Sinode Istimewa GKJ 2015
Di : Hotel Galuh, Prambanan, Klaten
Tanggal : 28 Mei 2015
Tata LAKSANA GKJ
BAB I
GEREJA DAN SISTEM GEREJA
Pasal 1
Identitas Gereja Kristen Jawa dan Sistem Gereja
- Identitas Gereja Kristen Jawa
Gereja Kristen Jawa
(GKJ) sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 1 diwujudkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
GKJ mengembangkan teologi dalam
berjumpaan dengan budaya jawa.
b.
Setiap GKJ merupakan gereja mandiri
yang berfungsi sebagai mitra Allah dengan tujuan menghadirkan tanda-tanda
Kerajaan Allah.
c.
Dalam menjalankan tugas
panggilannya, GKJ senantiasa terbuka terhadap perjumpaan dengan pihak-pihak di
luar dirinya yang berlatar belakang denominasi, budaya dan agama yang berbeda.
- Sistem Gereja
a.
Setiap GKJ berjalan bersama dan
mengikatkan diri dengan GKJ lain yang diwujudkan dalam persidangan, visitasi
dan kegiatan kebersamaan lainnya baik dalam aras Klasis maupun Sinode.
b.
Pengambilan keputusan tertinggi oleh
persidangan majelis dan persidangan majelis yang lebih luas, yaitu Klasis dan
Sinode.
c.
Yang berhak mewakili tindakan hukum
ke luar dan ke dalam gereja setempat adalah majelis, aras Klasis adalah Badan
Pelaksana Klasis, aras Sinode adalah Badan pelaksana Sinode.
Pasal 2
Status, Nama dan Kedudukan Hukum GKJ
1.
Status GKJ
Status GKJ sebagai
badan hukum dicantumkan pada papan nama, kop
surat dan dokumen-dokumen resmi GKJ.
2. Nama GKJ
Pemberian dan penggunaan nama GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 2,
Ayat 2 diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Nama GKJ ditentukan oleh GKJ
itu sendiri.
- Nama GKJ ditulis pada papan
nama, stempel, kop surat dan dokumen-dokumen resmi GKJ tersebut.
- Nama GKJ dinyatakan dan
dipergunakan secara resmi sejak GKJ tersebut mandiri.
3. Kedudukan Hukum GKJ
Kedudukan hukum GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 2,
Ayat 3 diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Kedudukan hukum setiap GKJ
ditentukan oleh GKJ itu sendiri berdasarkan tempat di mana GKJ tersebut
berada.
- Kedudukan hukum GKJ ditulis
pada papan nama, kop surat dan dokumen-dokumen resmi GKJ tersebut.
- Kedudukan hukum GKJ dinyatakan
dan dipergunakan sejak GKJ tersebut mandiri.
Pasal 3
Logo, Mars, dan Hymne GKJ
1.
Logo GKJ
Logo GKJ
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 3, Ayat 1 dipergunakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
- Logo GKJ yang benar dan sah
adalah sebagaimana ditetapkan berdasarkan keputusan Sidang Sinode XIX GKJ
Artikel 147.
- Logo GKJ dicantumkan pada papan
nama, cap, kop surat dan dokumen-dokumen resmi GKJ.
- Logo GKJ dipergunakan dengan baik, benar dan
bertanggung jawab.
2.
Mars GKJ
Mars GKJ
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 3, Ayat 2 dipergunakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
- Mars GKJ yang benar dan sah
adalah sebagaimana ditetapkan berdasarkan keputusan Sidang Sinode Antara
2000 GKJ Artikel 59.
- Mars GKJ dinyanyikan khususnya
pada persidangan Klasis, persidangan Sinode, dan kegiatan-kegiatan
lainnya.
- Mars GKJ dinyanyikan dengan
baik dan benar serta dipergunakan untuk kepentingan gerejawi secara
bertanggung jawab.
3.
Hymne GKJ
Hymne GKJ
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 3, Ayat 3 dipergunakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
- Hymne GKJ yang benar dan sah
adalah sebagaimana ditetapkan berdasarkan keputusan Sidang Sinode XXIII
GKJ Artikel 31.
- Hymne GKJ dinyanyikan khususnya
pada persidangan Klasis, persidangan Sinode, dan kegiatan-kegiatan
lainnya.
- Hymne GKJ dinyanyikan dengan
baik dan benar, serta dipergunakan untuk kepentingan gerejawi secara
bertanggung jawab.
Pasal 4
Wilayah Pelayanan GKJ
1.
Wilayah Pelayanan
Penentuan
batas-batas wilayah pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal
4, Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Wilayah pelayanan
GKJ berbatasan dengan wilayah pelayanan GKJ lain.
b.
Pelayanan GKJ di
perbatasan dua atau lebih GKJ perlu didukung dan dilayani bersama supaya dapat
berkembang dengan baik.
c.
Batas-batas wilayah
pelayanan GKJ ditentukan oleh GKJ itu sendiri bersama dengan GKJ lain yang
berdekatan.
2.
Pembagian Wilayah
Pelayanan
Pembagian
wilayah pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 4, Ayat 2
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
GKJ dapat terdiri
dari: Gereja Induk dan Pepanthan.
b.
Gereja Induk dan
Pepanthan dapat terdiri dari: Wilayah, Blok/Kring/Kelompok.
c.
Pembagian wilayah
pelayanan GKJ baik Gereja Induk maupun Pepanthan ditentukan oleh GKJ itu
sendiri.
Pasal 5
Pembiakan dan
Penyatuan GKJ
1.
Pembiakan GKJ
a.
Pembiakan GKJ
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 5, Ayat 1.a. dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Majelis Gereja
perlu membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus
tersebut untuk melakukan studi kelayakan.
ii.
Tim atau panitia khusus
tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Majelis Gereja dan
menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut
yang diperlukan pada persidangan Majelis Gereja yang telah ditentukan.
iii.
Persidangan Majelis Gereja
melakukan pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta
rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan selanjutnya.
iv.
Jika persidangan Majelis
Gereja bersepakat untuk melakukan pembiakan GKJ tersebut, hal itu wajib
disampaikan kepada Badan Pelaksana Klasis agar dilakukan visitasi atau
perkunjungan gerejawi guna memperoleh persetujuan.
b.
Pembiakan GKJ
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 5, Ayat 1.b. dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Klasis menerima
dan mempertimbangkan keinginan GKJ yang bersangkutan untuk melakukan pembiakan
dengan memperhatikan laporan hasil visitasi atau perkunjungan gerejawi istimewa
yang dilakukan oleh Badan Pelaksana Klasis beserta rekomendasi yang diberikan.
ii.
Jika persidangan Klasis
memutuskan menyetujui untuk dilakukan pembiakan GKJ tersebut, pembiakan GKJ
dapat dilaksanakan.
iii.
Pelaksanaan pembiakan GKJ
ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara GKJ dan Klasis yang bersangkutan
disertai kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.
2.
Penyatuan GKJ
a.
Penyatuan GKJ
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 5, Ayat 2.a. dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
I.
Persidangan Majelis Gereja
perlu membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus
tersebut untuk melakukan studi kelayakan.
II.
Tim atau panitia khusus
tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Majelis Gereja dan
menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut
yang diperlukan pada persidangan Majelis Gereja yang telah ditentukan.
III.
Persidangan Majelis Gereja
melakukan pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta
rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan selanjutnya.
IV.
Jika persidangan Majelis
Gereja tersebut bersepakat melakukan penyatuan GKJ, hal itu perlu disampaikan
kepada Majelis Gereja terkait untuk dilakukan pembicaraan bersama.
V.
Jika pembicaraan bersama
dengan GKJ terkait menghasilkan kesepakatan bersama untuk dapat dilakukan
penyatuan GKJ, hal itu perlu disampaikan kepada Badan Pelaksana Klasis agar
dilakukan visitasi atau perkunjungan gerejawi istimewa guna memperoleh
persetujuan.
b. Penyatuan GKJ
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 5 Ayat 2.b. dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Klasis menerima
dan mempertimbangkan usulan GKJ yang bersangkutan untuk melakukan penyatuan GKJ
dengan memperhatikan laporan hasil visitasi atau perkunjungan gerejawi istimewa
yang dilakukan oleh Badan Pelaksana Klasis beserta rekomendasi yang diberikan.
ii.
Jika persidangan Klasis
memutuskan menyetujui untuk dilakukan penyatuan GKJ tersebut, penyatuan GKJ
tersebut dapat dilaksanakan.
iii.
Pelaksanaan penyatuan GKJ
ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara GKJ dan Klasis yang bersangkutan
disertai kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.
BAB II
KEANGGOTAAN GEREJA
Pasal 6
Keanggotaan GKJ
1.
Warga GKJ
Kewargaan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 6, Ayat 1
ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Yang
dapat dicatat dalam Buku Induk Warga Gereja dan menjadi warga GKJ adalah:
i.
Orang yang dibaptis
di GKJ.
ii.
Orang yang pindah
dari gereja lain masuk menjadi warga GKJ.
b. Warga
GKJ dibedakan dalam 2 (dua) kategori:
i.
Warga anak, yaitu
anak-anak atau orang yang sudah dibaptis pada waktu masih kanak-kanak namun
belum mengaku percaya/sidi.
ii.
Warga dewasa, yaitu
orang yang sudah dibaptis pada waktu masih kanak-kanak dan mengaku
percaya/sidi; serta orang dewasa yang dibaptis dan mengaku percaya/sidi.
c. Simpatisan
GKJ, yaitu:
i.
Orang yang
menyatakan simpati dan bergereja di GKJ namun belum dibaptis atau belum
mengakui percaya/sidi.
ii.
Warga dari gereja
lain yang bergereja di GKJ.
d. Status
kewargaan GKJ tidak berlaku jika:
i.
Pindah ke gereja
lain.
ii.
Meninggalkan iman
Kristen.
2. Hak dan Tanggung Jawab Warga GKJ
Hak dan tanggung
jawab warga GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 6, Ayat 2
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Hak
Warga GKJ
i.
Hak Warga Anak
1. Mendapatkan pelayanan dan perlindungan agar
keselamatannya terpelihara.
2. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan dan
pelayanan gereja.
3.
Dipilih sebagai
anggota Komisi, Kelompok Kerja, Panitia, Tim, atau badan pelayanan gereja
lainnya.
4.
Didengar
pendapatnya dan/atau menyatakan keberatan yang sah atas keputusan/kebijakan Majelis
Gereja.
ii.
Hak Warga Dewasa
1. Mendapatkan pelayanan agar keselamatannya
terpelihara.
2. Memilih dan dipilih sebagai anggota Majelis
Gereja.
3.
Dipilih sebagai
anggota Komisi, Kelompok Kerja, Panitia, Tim, atau badan pelayanan gereja
lainnya.
4.
Didengar pendapatnya
dan/atau menyatakan keberatan yang sah atas keputusan/kebijakan Majelis Gereja.
b. Tanggung
Jawab Warga GKJ
i.
Menjaga adeg/keberadaan GKJ.
ii.
Bertanggung jawab
atas keberlangsungan kehidupan GKJ.
iii.
Mengambil bagian
dalam pelaksanaan tugas panggilan Gereja.
iv.
Menjalankan
kehidupan etis selaku orang percaya.
BAB III
TUGAS PANGGILAN GEREJA
Pasal 7
Pemberitaan Penyelamatan Allah
1.
Hakikat Pemberitaan Penyelamatan Allah
- Pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 1.a.
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Setiap pemberitaan penyelamatan
Allah merupakan upaya kreatif untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
ii.
Setiap pemberitaan penyelamatan
Allah menyatakan suara kenabian.
iii.
Setiap pemberitaan penyelamatan
Allah merupakan karya pemulihan dan pemberdayaan.
b.
Pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7,
Ayat 1.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Pemberitaan penyelamatan Allah
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
ii.
Semua aktivitas dalam pemberitaan
penyelamatan Allah menunjuk pada karakter Kristus.
iii.
Pemberitaan penyelamatan Allah
dilakukan bersama dengan masyarakat dan lingkungannya.
c.
Pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 7
Ayat 1.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Dasar pemberitaan penyelamatan Allah
adalah penghayatan atas anugerah keselamatan dari Allah.
ii.
Motivasi pemberitaan penyelamatan
Allah adalah sebagai tanggapan atas keselamatan dari Allah.
2.
Fungsi Pemberitaan Penyelamatan Allah
- Fungsi pemberitaan penyelamatan
Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 2.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
i.
Berani menjadi pemrakarsa dan
teladan perbuatan baik.
ii.
Mendorong dan bekerjasama dengan
semua pihak yang memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah, antara lain:
kesetaraan, penghargaan terhadap keutuhan ciptaan, perdamaian dan kemanusiaan.
- Fungsi pemberitaan penyelamatan
Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 2.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
i.
Berpihak dan menyatakan solidaritas
kepada mereka yang menjadi korban ketidakadilan.
ii.
Aktif terlibat dalam upaya
mewujudkan kebenaran dan keadilan.
- Fungsi pemberitaan penyelamatan
Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 2.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
i.
Mewujudkan karya yang mampu memberi
dampak luas terkait dengan isu-isu lokal maupun global.
ii.
Menumbuhkan harapan dan optimisme
bagi dunia.
- Fungsi pemberitaan penyelamatan
Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 2.d. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
i.
Membuka diri terhadap keterlibatan
pihak lain.
ii.
Bersama-sama dengan pihak lain
memperjuangkan hadirnya damai sejahtera di masyarakat.
3.
Tujuan Pemberitaan Penyelamatan Allah
- Tujuan pemberitaan penyelamatan
Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 3.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Menerima keberadaan yang lain
sebagai bagian dari dirinya yang nampak dalam pengampunan, pertobatan dan
rekonsiliasi.
ii.
Mengembangkan sikap saling percaya,
saling bergantung dan saling menjamin kelangsungan hidup dengan yang lain.
iii.
Mewujudkan sikap untuk saling
belajar, bekerjasama dan merayakan kehidupan dengan yang lain.
- Tujuan pemberitaan penyelamatan
Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 3.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
i.
Menerapkan karakter Kristus dalam
kehidupan bersama.
ii.
Menghubungkan prinsip imannya dengan
realitas dunia sehingga pihak-pihak lain mampu berbagi pengalaman iman untuk
pembaharuan kehidupan.
4.
Strategi pemberitaan penyelamatan Allah
Strategi pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ
Pasal 7, Ayat 4 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Gereja dan orang percaya memberitakan
penyelamatan Allah dengan didasarkan pada penghargaan terhadap perbedaan
serta potensi positif yang dapat dikembangkan.
- Gereja dan orang percaya bersikap
kritis terhadap diri sendiri dan lingkungannya.
- Gereja dan orang percaya mempertemukan
pengalaman dan perspektifnya dengan pihak lain untuk menemukan kesadaran
baru.
5.
Bentuk-bentuk pemberitaan
penyelamatan Allah dilakukan dengan:
- Bentuk-bentuk pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal
7, Ayat 5.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Menggunakan bahasa yang membangun
dan menguatkan.
ii.
Bertujuan untuk memulihkan dan
memperbaiki kesalahan.
- Bentuk-bentuk pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal
7, Ayat 5.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Mengembangkan pelayanan kasih
bersama dengan masyarakat dan lingkungannya.
ii.
Pelayanan yang dilakukan berdasarkan
kasih dan diterapkan dalam program-program yang menjawab kebutuhan bersama
masyarakat.
- Bentuk-bentuk pemberitaan penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal
7, Ayat 5.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Persekutuan orang percaya yang
dijiwai semangat berbagi.
ii.
Persekutuan orang percaya yang
saling memberdayakan.
iii.
Persekutuan orang percaya yang
diperbarui dan memperbarui.
iv.
Persekutuan orang percaya yang
menjadi berkat bagi lingkungan sekitar.
6.
Pelaksanaan Pemberitaan Penyelamatan
Allah
a.
Pelaksanaan pemberitaan penyelamatan
Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ
Pasal 7, Ayat 6.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Menempatkan seluruh pemberitaan
penyelamatan Allah dalam kesadaran adanya misteri Ilahi.
ii.
Dilakukan dengan menghormati sesama
yang memiliki latar belakang suku, agama, ras dan budaya yang berbeda.
iii.
Dilakukan dengan tetap mengingat dan
menjaga hubungan antar gereja.
iv.
Dilakukan dengan tetap memperhatikan
norma dan etika sopan santun yang berlaku di dalam masyarakat.
v.
Dilakukan dengan cara yang sesuai
dengan kesucian gereja.
b.
Pelaksanaan pemberitaan penyelamatan
Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ
Pasal 7, Ayat 6.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Bersama-sama mengambil bagian dalam
tugas pemberitaan penyelamatan Allah di lingkungannya.
ii.
Membuka diri dan berdialog dalam
penemuan kebenaran bersama yang lain.
iii.
Bersama-sama mengambil bagian dalam
tugas yang diorganisasikan oleh Gereja, Klasis, dan Sinode atau suatu Yayasan
atau Lembaga yang didirikan oleh Gereja/Klasis/Sinode atau oleh orang-orang
percaya untuk keperluan itu.
iv.
Bekerja bersama dengan masyarakat
dan pihak lain dengan menggunakan semua potensi yang dimiliki.
v.
Dilakukan dengan arif, bijaksana,dan
kerendahan hati.
vi.
Berani keluar dari batas-batas
primordial (agama, suku, denominasi gereja, golongan etnis, bangsa, budaya,
dll.).
c.
Pelaksanaan pemberitaan penyelamatan
Allah sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ
Pasal 7, Ayat 6.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Setiap pemberitaan penyelamatan
Allah mendatangkan berkat bagi sesama.
ii.
Setiap pemberitaan penyelamatan
Allah didasarkan pada kesadaran akan tanggung jawab yang dilakukan dalam
kesucian, ketulusan dan kesukacitaan.
7.
Pertanggungjawaban pemberitaan
penyelamatan Allah
Pertanggungjawaban pemberitaan
penyelamatan Allah sebagaimana dimaksud dalam
Tata Gereja GKJ Pasal 7, Ayat 7 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Pemberitaan penyelamatan Allah
terjadi dari Allah, oleh Allah dan untuk kemuliaan Allah.
- Pemberitaan penyelamatan Allah
dilakukan secara transparan dan berkelanjutan.
- Pemberitaan penyelamatan Allah
memberi manfaat dan kebaikan bagi semua pihak.
Pasal 8
Pemeliharaan Keselamatan
1.
Hakikat Pemeliharaan Keselamatan
Hakikat pemeliharaan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8,
Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Setiap warga gereja adalah
gembala bagi dirinya sendiri dan bagi sesamanya.
- Penggembalaan dilaksanakan
sebagaimana diteladankan oleh Gembala Agung, yaitu Tuhan Yesus Kristus.
- Majelis Gereja bersama warga
gereja melakukan pemeliharaan iman dalam pemahaman imamat am orang
percaya.
2.
Fungsi Pemeliharaan Keselamatan
Fungsi
pemeliharaan keselamatan sebagaimana dimaksud
dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
Pemeliharaan
keselamatan yang dilakukan setiap warga gereja maupun institusi gereja
berfungsi untuk menolong warga gereja agar tetap dapat mempertahankan imannya,
mampu mengatasi masalah dan godaan, serta mengembangkan diri.
3.
Tujuan Pemeliharaan Keselamatan
Tujuan
pemeliharaan keselamatansebagaimana dimaksud
dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 3 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
Setiap warga
gereja dan institusi gereja memiliki tanggung jawab untuk mencapai kesempurnaan
keselamatan yang ditunjukkan antara lain dengan sikap saling mengingatkan,
menegur dalam kasih, memberi teladan dalam kerendahan hati.
4.
Strategi Pemeliharaan Keselamatan
a. Pembagian wilayah pelayanan
Pembagian
wilayah pelayanan sebagaimana dimaksud dalam
Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 4.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
i.
Strategi pemeliharaan keselamatan
berdasarkan wilayah pelayanan adalah cara yang ditempuh oleh gereja untuk
melaksanakan pemeliharaan keselamatan dengan membagi warga gereja ke dalam
wilayah pelayanan berdasarkan letak geografis atau tempat tinggal warga gereja.
ii.
Pembagian ke dalam wilayah pelayanan
tersebut diatur oleh dan melalui kebijakan Majelis Gereja dengan memperhatikan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 Tata Laksana ini.
b. Pembagian kategorial
Pembagian
kategorial sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 4.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Strategi pemeliharaan keselamatan kategorial
adalah cara yang ditempuh oleh gereja untuk melaksanakan pemeliharaan
keselamatan dengan membagi warga gereja ke dalam kategori-kategori tertentu
sesuai kebutuhan dan kondisi gereja masing-masing.
ii.
Pembagian ke dalam kategori tersebut
antara lain:
1.
Kategori usia: anak, remaja, pemuda,
dewasa, dan adiyuswa/lansia
2.
Kategori minat: seni dan budaya,
olah raga, diskusi teologi, dll.
3.
Kategori profesi: pendidik,
paramedis, politisi, ekonom, pengusaha, dll.
4.
Kategori berkebutuhan khusus.
c.
Keluarga
Strategi pemeliharaan keselamatan
yang didasarkan pada keluargasebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 4.c. dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
i.
Keluarga merupakan gereja
kecil.
ii.
Keluarga merupakan tempat
persemaian iman, pengharapan, dan kasih.
iii.
Keluarga merupakan basis
kehidupan sosial.
5.
Bentuk-bentuk Pemeliharaan
Keselamatan
Bentuk-bentuk pemeliharaan
keselamatansebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 5 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ibadah adalah cara orang-orang percaya bersama-sama
mengungkapkan, menghayati dan merayakan hubungan dengan Allah berdasarkan
penyelamatan yang telah mereka alami.
i.
Peribadatan terdiri dari:
1.
Ibadah hari Minggu, yaitu ibadah
yang diselenggarakan pada setiap hari Minggu, baik bagi warga gereja anak
maupun dewasa.
2.
Ibadah khusus atau istimewa, yaitu
ibadah yang diselenggarakan berdasarkan kebutuhan dalam rangka kehidupan
bergereja dan bernegara, antara lain: ibadah hari-hari raya gerejawi, ibadah
peneguhan pernikahan dan pemberkatan perkawinan, ibadah pelayanan pertobatan,
ibadah hari-hari besar nasional, ibadah penghiburan.
ii.
Pelayanan peribadahan
1. Ibadah hari Minggu dan ibadah khusus atau istimewa dilayani
oleh dan di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, serta dipimpin para pelayan yang
ditunjuk oleh Majelis Gereja.
2. Sakramen, ibadah peneguhan pernikahan dan pemberkatan
perkawinan, pengakuan percaya/sidi, pelayanan pertobatan, peneguhan/
penahbisan/ penanggalan/ pelerehan pejabat gerejawi dipimpin oleh Pendeta
dengan mempergunakan pertelaan yang ditentukan dan disahkan dalam persidangan
Sinode.
3. Tata ibadah yang dipergunakan diserahkan kepada kebijakan
Majelis Gereja dengan tetap memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam
Liturgi GKJ.
b.
Pengajaran merupakan upaya gereja
untuk memelihara dan mengembangkan iman warga gereja sebagai komunitas
pembelajar.
i.
Materi pengajaran antara lain
meliputi:
1.
Kesaksian Alkitab
2.
Tradisi Gereja
3.
PPA GKJ
4.
Refleksi atas pengalaman umat dan
kearifan lokal.
5.
Perkembangan ilmu pengetahuan.
ii.
Macam pengajaran:
1.
Pengajaran untuk warga gereja anak,
melalui kegiatan katekisasi, ceramah, pelatihan dan kursus-kursus.
2.
Pengajaran untuk warga gereja
dewasa, melalui kegiatan katekisasi lanjutan, ceramah, pelatihan, dan
kursus-kursus dalam rangka pendidikan teologi jemaat, dll.
3.
Pengajaran lainnya melalui khotbah,
renungan, pemahaman Alkitab, diskusi atau sarasehan, dll.
4.
Pengajaran untuk orang yang ingin
belajar iman Kristen dan/atau ingin menjadi warga gereja.
iii.
Pelayanan pengajaran
1.
Pengajaran bagi warga gereja anak, dewasa dan orang yang
berkeinginan belajar iman Kristen dan/atau ingin menjadi warga gereja, serta
pengajaran lainnya dilayani oleh dan di bawah tangung jawab Majelis Gereja,
dengan mempertimbangkan keterlibatan pihak-pihak lain demi memberi ruang bagi keberagaman
wacana.
2.
Pengajaran bagi warga gereja anak,
dewasa dan orang yang berkeinginan untuk belajar iman Kristen dan/atau ingin
menjadi warga gereja, serta pengajaran lainnya dipimpin oleh pendeta dan/atau
para pelayan yang ditunjuk oleh Majelis Gereja.
c.
Sakramen adalah alat
pelayanan yang dikhususkan di dalam pekerjaan penyelamatan Allah sebagai
penyataan dan pemeliharan iman.
i.
Macam sakramen ada 2 (dua), yaitu:
1. Sakramen baptis yang terdiri dari baptis anak atau dewasa
yang dilayankan 1 (satu) kali seumur hidup.
2. Sakramen perjamuan.
ii.
Pelayanan Sakramen
1.
Pelayanan sakramen diselenggarakan
oleh Majelis Gereja dan dipimpin oleh Pendeta dengan mempergunakan pertelaan
yang berlaku.
2.
Prosedur pelaksanaan sakramen
ditentukan oleh Majelis Gereja dengan mengacu kepada peraturan/pedoman yang
telah ditetapkan dan disahkan dalam persidangan Sinode.
d. Pengakuan percaya/sidi adalah pengakuan iman yang dinyatakan
oleh seseorang yang sebelumnya telah menerima baptis anak dan telah mengikuti
katekisasi.
i.
Pelaksanaan pengakuan percaya/sidi
dilayankan dalam peribadatan di bawah tanggung jawab Majelis Gereja dan
dipimpin oleh Pendeta dengan mempergunakan pertelaan yang berlaku.
ii.
Prosedur pelaksanaan pengakuan
percaya/sidi ditentukan oleh Majelis Gereja dengan mengacu kepada peraturan/pedoman
yang telah ditetapkan dan disahkan dalam persidangan Sinode.
e.
Pernikahan adalah peristiwa
peneguhan pernikahan dan pemberkatan perkawinan secara gerejawi bagi seorang
laki-laki dan seorang perempuan untuk menjadi pasangan seumur hidup dalam
ikatan perjanjian yang bersifat monogami berdasarkan kasih dan kesetiaan di
hadapan Tuhan dan jemaat.
i.
Pelayanan pernikahan gerejawi
dilaksanakan dalam ibadah khusus di bawah tanggung jawab Majelis Gereja dengan
menggunakan pertelaan yang ditetapkan dan disahkan dalam persidangan Sinode.
ii.
Prosedur pelaksaan pernikahan
gerejawi ditetapkan oleh Majelis Gereja dengan memperhatikan peraturan/pedoman
pernikahan gerejawi yang ditetapkan dan disahkan dalam persidangan Sinode.
f.
Penggembalaan khusus adalah upaya dan
wujud kasih yang ditujukan bagi warga gereja yang sikap dan perilakunya
bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani sebagaimana diajarkan dalam Alkitab,
Ajaran Gereja dan yang perilakunya menjadi batu sandungan.
i.
Pelayanan penggembalaan khusus
dilayani oleh dan di bawah tanggung jawab Majelis Gereja.
ii.
Pelayanan penggembalaan khusus
dilakukan sampai yang bersangkutan bertobat dengan menyadari dan mengubah sikap
serta perilakunya.
g. Pelayanan pertobatan adalah pelayanan yang ditujukan kepada
warga gereja yang jatuh dalam dosa yang atas kesadarannya sendiri menyatakan
keinginannya untuk bertobat.
i.
Pelayanan pertobatan dilaksanakan
dalam percakapan gerejawi atau ibadah di bawah tanggung jawab Majelis Gereja.
ii.
Pelayanan pertobatan dalam ibadah
menggunakan pertelaan yang berlaku.
h. Perkunjungan adalah pelayanan yang ditujukan kepada warga
gereja untuk mengembangkan persekutuan dan sebagai salah satu sarana untuk
menggembalakan warga gereja.
i.
Perkunjungan dilaksanakan oleh
sesama warga gereja karena setiap warga gereja bertanggung jawab untuk saling
memperhatikan.
ii.
Perkunjungan pastoral yang dilakukan
oleh Majelis Gereja terkait dengan hal-hal khusus.
i.
Pelayanan kasih adalah
pelayanan yang ditujukan kepada warga gereja untuk memberdayakan dan
menyejahterakan:
i.
Dilaksanakan oleh sesama
warga gereja karena setiap warga gereja bertanggung jawab untuk saling
memperhatikan.
ii.
Dilakukan oleh Majelis Gereja
terkait dengan hal-hal khusus, antara lain: pendampingan hukum, pelayanan
kesehatan, beasiswa pendidikan.
6.
Pelaksanaan Pemeliharaan Keselamatan
Pelaksanaan pemeliharaan keselamatan
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal
8, Ayat 6 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Pelaksanaan pemeliharaan keselamatan
oleh warga gereja untuk dirinya sendiri dilaksanakan sesuai kebutuhan, situasi
dan kondisi masing-masing warga gereja.
b.
Pelaksanaan pemeliharaan keselamatan
oleh warga gereja untuk sesama dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, situasi
dan kondisi warga gereja lain yang dipandang perlu untuk dibantu.
c.
Pelaksanaan pemeliharaan keselamatan
oleh Majelis Gereja untuk warga gereja disesuaikan kebutuhan, situasi dan
kondisi, serta kebijakan masing-masing gereja.
7.
Pertanggungjawaban Pemeliharaan
Keselamatan
Pertanggungjawaban pemeliharaan
keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 8, Ayat 7 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Pertanggungjawaban pemeliharaan
keselamatan oleh warga gereja untuk diri sendiri dilakukan atas dasar kesadaran
iman masing-masing warga gereja.
- Pertanggungjawaban pemeliharaan
keselamatan oleh warga gereja untuk sesama warga gereja yang dipandang
perlu dibantu dilakukan dalam semangat persaudaraan kristiani di antara
warga gereja yang bersangkutan dengan warga gereja yang dibantu.
- Pertanggungjawaban pemeliharaan
keselamatan oleh Majelis Gereja untuk warga gereja dilakukan dalam
persidangan Majelis Gereja sesuai kebijakan masing-masing.
BAB IV
KEPEMIMPINAN GEREJA
Pasal 9
Kepemimpinan GKJ
1. Hakikat Kepemimpinan GKJ
Hakikat
kepemimpinan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 9, Ayat 1
dipahami dan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. GKJ menundukkan
diri kepada Allah yang di dalam Yesus Kristus menjadi Pemimpin sekaligus Kepala
Gereja.
b. GKJ menerima
panggilan Allah untuk menjadi rekan sekerja dalam melanjutkan karya
penyelamatan-Nya, serta menjadi pelayan bagi-Nya dan bagi gereja-Nya, dengan
kesediaan menerima dan menghormati anugerah jabatan-jabatan gerejawi yang
dipercayakan kepada orang-orang tertentu yang dikehendaki-Nya.
c. Dalam kesadaran
akan panggilan Allah tersebut, GKJ menerapkan prinsip kepemimpinan pelayan dan
memberlakukannya dalam seluruh aktivitas pelayanan.
2. Fungsi Kepemimpinan GKJ
Fungsi kepemimpinan
GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 9, Ayat 2 dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap orang yang
dipercaya untuk memegang jabatan gerejawi dan para pelayan gereja lainnya perlu
menyadari bahwa dirinya adalah alat untuk melayani kehendak Allah bagi
gereja-Nya.
b. Sebagai alat untuk
melayani kehendak Allah bagi gereja-Nya, setiap orang yang dipercaya untuk
memegang jabatan gerejawi, dan para pelayan gereja lainnya pada dasarnya adalah
pelayan Allah sekaligus pelayan gereja.
c. Sebagai pelayan
Allah sekaligus pelayan gereja, setiap orang yang dipercaya untuk memegang
jabatan gerejawi, dan para pelayan gereja lainnya perlu berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk bersama warga gereja mengalami pertumbuhan iman sehingga
gereja dapat melaksanakan tugas panggilannya.
3. Tujuan Kepemimpinan GKJ
Tujuan kepemimpinan
GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 9, Ayat 3 dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap orang yang
dipercaya untuk memegang jabatan gerejawi, dan para pelayan gereja lainnya
perlu memberdayakan segenap warga GKJ sehingga GKJ dapat melaksanakan tugas
panggilan gereja.
b. Pemberdayaan warga
gereja tersebut dilakukan melalui berbagai cara dan dalam berbagai bentuk
kegiatan gereja dengan melibatkan warga gereja sebagai subjek pelayanan.
c. Pemberdayaan warga
gereja perlu mempertimbangkan aspek keseimbangan antara laki-laki dan perempuan
serta generasi tua dan muda.
4. Bentuk Kepemimpinan GKJ
Bentuk kepemimpinan
GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 9, Ayat 4 dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap GKJ memiliki
Majelis Gereja.
b. Pemilihan,
pemanggilan dan penahbisan/peneguhan orang-orang tertentu dari antara warga
gereja ke dalam jabatan-jabatan gerejawi sebagai Penatua, Pendeta dan Diaken
dilaksanakan melalui proses dan tata cara yang ditetapkan dalam Pasal 10 Tata
Laksana ini.
c. Penatua, Pendeta
dan Diaken adalah penanggung jawab segala kegiatan gereja baik dibidang
pemberitaan penyelamatan Allah, pemeliharaan iman warga gereja, maupun
organisasi gereja.
d. Dalam penjalankan
tugas organisasi gereja, Majelis Gereja dapat menyusun struktur kemajelisan
yang sekurang-kurangnya terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota.
e. Dalam pelaksanaan
tugasnya Majelis Gereja dapat membentuk badan-badan pelayanan tertentu berupa
Komisi, Kelompok Kerja, Tim, Panitia, dan badan-badan pelayanan lainnya.
f. Dalam pelaksanaan
tugasnya badan-badan pelayanan tersebut bertanggung jawab kepada Majelis
Gereja.
Pasal 10
MAJELIS
GKJ
1. Penatua
Penatua sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 10, Ayat 1 dipilih dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Syarat-syarat
i.
Warga dewasa dari gereja yang bersangkutan dan tidak berada
dalam penggembalaan khusus, serta dipandang layak untuk menjadi seorang
Penatua.
ii.
Warga gereja yang tempat tinggal dan kehidupan sehari-harinya
memungkinkan untuk melaksanakan tugas sebagai Penatua.
iii.
Memiliki pengetahuan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ serta
menaatinya.
iv.
Sikap dan perilaku pribadi dan atau keluarganya tidak menjadi
batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat.
v.
Memiliki talenta di bidang pengorganisasi dan penggembalaan.
vi.
Bersedia dan mampu memegang rahasia jabatan.
vii.
Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain.
b. Proses pemilihan dan peneguhan
i.
Pencalonan, pemilihan, pemanggilan dan peneguhan Penatua
menjadi wewenang dan tanggung jawab Majelis Gereja dengan memperhatikan
pertimbangan dari warga gereja.
ii.
Majelis Gereja mewartakan bahwa dibutuhkan sejumlah tertentu
calon Penatua dan mempersilakan warga gereja untuk bergumul dalam doa serta
mengusulkan nama-nama calon Penatua kepada Majelis Gereja. Pewartaan tersebut
disampaikan di dalam ibadah hari Minggu dua minggu berturut-turut dengan
memberitahukan tentang syarat-syarat calon Penatua.
iii.
Berdasarkan usulan sejumlah nama-nama calon yang masuk dari
warga gereja, Majelis Gereja memilih dan menetapkan sejumlah nama calon Penatua
yang dibutuhkan dalam persidangan Majelis Gereja dengan mempertimbangkan juga
faktor potensi warga gereja, kaderisasi, keberlangsungan program-program
pelayanan gereja, jenis keahlian dan pelayanan yang dibutuhkan.
iv.
Majelis Gereja menghubungi calon-calon yang sudah ditetapkan
untuk menanyakan kesediaan mereka, setelah menjelaskan arti dan tugas panggilan
Penatua kepada calon-calon tersebut.
v.
Setelah nama-nama calon Penatua yang dihubungi menyatakan
kesediaannya, maka nama-nama tersebut
diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
vi.
Majelis Gereja bertanggung jawab menentukan hari dan
pelaksanaan pemilihan calon Penatua.
vii.
Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga gereja,
Majelis Gereja menetapkan calon terpilih Penatua dan diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu
berturut-turut.Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal
peneguhan ke dalam jabatan Penatua.
viii.
Selain cara pemilihan seperti yang dimaksud dalam Ayat 1.b. i-vii. di atas, Majelis Gereja juga dapat
menempuh penetapan Penatua sebagai berikut:
1.
Setelah nama–nama calon Penatua yang dihubungi menyatakan
kesediaannya, maka Majelis Gereja menetapkan nama calon Penatua sesuai dengan
kebutuhan dan diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu
berturut-turut. Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal
peneguhan ke dalam jabatan Penatua.
2.
Warga gereja dipersilahkan mempergumulkan dalam doa dan
mempertimbangkan kelayakan dari calon Penatua tersebut.
ix.
Jika tidak ada keberatan yang sah, Majelis Gereja
menyampaikan panggilan kepada calon Penatua.
x.
Peneguhan ke dalam jabatan Penatua dilaksanakan dalam ibadah
dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku. Dalam ibadah peneguhan tersebut
dilakukan penandatanganan pernyataan pejabat gerejawi yang berisi janji setia
pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
xi.
Peneguhan Penatua
dapat dibatalkan jika ada keberatan yang sah. Hal tersebut diberitahukan kepada
calon dan kepada yang mengajukan keberatan serta diwartakan dalam ibadah hari
Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
c. Masa pelayanan
i.
Masa pelayanan Penatua adalah 3 (tiga) tahun dan dapat
diusulkan untuk dipilih kembali sebanyak-banyaknya 2 (dua) periode
berturut-turut.
ii.
Penatua yang telah menjabat selama 2 (dua) periode
berturut-turut dapat diusulkan lagi setelah tidak menjabat sekurang-kurangnya
selama 1 (satu) tahun.
iii.
Peletakan jabatan Penatua yang berakhir masa pelayanannya
dilakukan dalam ibadah hari Minggu dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku.
iv.
Peletakan jabatan Penatua dapat dilakukan sebelum masa
pelayanannya berakhir karena:
1.
Pindah menjadi anggota gereja lain.
2.
Berada/bertempat tinggal sedemikian jauh sehingga tidak dapat
melakukan pelayanannya dengan baik.
3.
Sengaja tidak aktif melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan.
4.
Berada dalam penggembalaan khusus.
5.
Sakit sehingga tidak dapat melanjutkan
pelayanannya.
6.
Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7.
Meninggal dunia.
v.
Peletakan jabatan dalam Ayat 1.c.iv.3. Pasal ini dilakukan
setelah mendapat pertimbangan Majelis Gereja tetangga.
vi.
Peletakan jabatan
dalam Ayat 1.c.iv. diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu
berturut-turut.
2. Pendeta
Pendeta sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 10, Ayat 2 dipilih dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Syarat-syarat
i.
Warga dewasa GKJ atau gereja lain yang seasas, tidak sedang dalam
penggembalaan khusus dan dipandang layak untuk menjadi seorang Pendeta.
ii.
Telah menamatkan studi teologi sekurang-kurangnya pada
jenjang S1 dari pendidikan teologi yang didukung oleh Sinode GKJ.
iii.
Bersedia menerima Pokok-pokok Ajaran GKJ serta Tata Gereja
dan Tata Laksana GKJ.
iv.
Memiliki kemampuan dan bersedia untuk menjadi Pendeta sebagai
panggilan spiritual.
v.
Syarat tambahan
dapat ditentukan Majelis Gereja sesuai dengan konteks kebutuhan setempat
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa syarat-syarat di atas.
b. Proses pemanggilan, pemilihan dan
penahbisan/peneguhan
i.
Proses pemanggilan, pemilihan dan penahbisan/peneguhan
Pendeta melibatkan Klasis dan Sinode GKJ.
ii.
Pemanggilan Pendeta dari seorang yang belum berjabatan
Pendeta dilakukan melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan,
pembimbingan, pendampingan, ujian calon Pendeta, vikariat dan penahbisan sesuai
peraturan Sinode GKJ.
iii.
Pemanggilan Pendeta dari seorang yang sudah berjabatan
Pendeta dari GKJ lain dilakukan melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan
dan peneguhan sesuai peraturan Sinode GKJ.
iv.
Pemanggilan Pendeta
dari seorang yang sudah berjabatan Pendeta dari gereja lain yang seasas
dilakukan melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan,
pendampingan, percakapan gerejawi dan peneguhan sesuai peraturan Sinode GKJ.
c. Masa pelayanan
Jabatan Pendeta
berlaku seumur hidup, kecuali oleh karena suatu sebab jabatan tersebut diletakkan.
3. Diaken
Diaken sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 10, Ayat 3 dipilih dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Syarat-syarat
i.
Warga dewasa dari gereja yang bersangkutan dan tidak berada
dalam penggembalaan khusus, serta dipandang layak untuk menjadi seorang Diaken.
ii.
Warga gereja yang tempat tinggal dan kehidupan sehari-harinya
memungkinkan untuk melaksanakan tugas sebagai Diaken.
iii.
Memiliki pengetahuan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ serta
menaatinya.
iv.
Sikap dan perilaku pribadi dan atau keluarganya tidak menjadi
batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat.
v.
Memiliki talenta di bidang pelayanan kasih baik kepada warga
gereja maupun masyarakat.
vi.
Bersedia dan mampu memegang rahasia jabatan.
vii.
Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain.
b. Proses pemilihan dan peneguhan
i.
Pencalonan, pemilihan, pemanggilan dan peneguhan Diaken
menjadi wewenang dan tanggung jawab Majelis Gereja dengan memperhatikan
pertimbangan dari warga gereja.
ii.
Majelis Gereja mewartakan bahwa dibutuhkan sejumlah tertentu
calon Diaken dan mempersilakan warga gereja untuk bergumul dalam doa serta
mengusulkan nama-nama calon Penatua kepada Majelis Gereja. Pewartaan tersebut
disampaikan di dalam ibadah hari Minggu dua minggu berturut-turut dengan
memberitahukan tentang syarat-syarat calon Diaken.
iii.
Berdasarkan usulan sejumlah nama-nama calon yang masuk dari
warga gereja, Majelis Gereja memilih dan menetapkan sejumlah nama calon Diaken
yang dibutuhkan dalam persidangan Majelis Gereja dengan mempertimbangkan juga
faktor potensi warga gereja, kaderisasi, keberlangsungan program-program
pelayanan gereja, jenis keahlian dan pelayanan yang dibutuhkan.
iv.
Majelis Gereja menghubungi calon-calon yang sudah ditetapkan
untuk menanyakan kesediaan mereka, setelah menjelaskan arti dan tugas panggilan
Diaken kepada calon-calon tersebut.
v.
Setelah nama-nama calon Diaken yang dihubungi menyatakan
kesediaannya, maka nama-nama tersebut
diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
vi.
Majelis Gereja bertanggung jawab menentukan hari dan
pelaksanaan pemilihan calon Diaken.
vii.
Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga gereja,
Majelis Gereja menetapkan calon terpilih Diaken dan diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu
berturut-turut.Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal
peneguhan ke dalam jabatan Diaken.
viii.
Selain cara pemilihan seperti yang dimaksud dalam Ayat 3.b.i-vii. di atas, Majelis Gereja juga dapat menempuh
penetapan Diaken sebagai berikut:
1.
Setelah nama–nama calon Diaken yang dihubungi menyatakan
kesediaannya, maka Majelis Gereja menetapkan nama calon Diaken sesuai dengan
kebutuhan dan diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu
berturut-turut. Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal
peneguhan ke dalam jabatan Diaken.
2.
Warga Gereja dipersilahkan mempergumulkan dalam doa dan
mempertimbangkan kelayakan dari calon Diaken tersebut.
ix.
Jika tidak ada keberatan yang sah, Majelis Gereja
menyampaikan panggilan kepada calon Diaken.
x.
Peneguhan ke dalam jabatan Diaken dilaksanakan dalam ibadah
dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku. Dalam ibadah peneguhan tersebut
dilakukan penandatanganan pernyataan pejabat gerejawi yang berisi janji setia
pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
xi.
Peneguhan Diaken
dapat dibatalkan jika ada keberatan yang sah. Hal tersebut diberitahukan kepada
calon dan kepada yang mengajukan keberatan serta diwartakan dalam ibadah hari
Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
c. Masa
pelayanan
i.
Masa pelayanan Diaken adalah 3 (tiga) tahun dan dapat
diusulkan untuk dipilih kembali sebanyak-banyaknya 2 (dua) periode
berturut-turut.
ii.
Diaken yang telah menjabat selamat 2 (dua) periode
berturut-turut dapat diusulkan lagi setelah tidak menjabat sekurang-kurangnya
selama 1 (satu) tahun.
iii.
Peletakan jabatan Diaken yang berakhir masa pelayanannya
dilakukan dalam ibadah hari Minggu dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku.
iv.
Peletakan jabatan Diaken dapat dilakukan sebelum masa
pelayanannya berakhir karena:
1.
Pindah menjadi anggota gereja lain.
2.
Berada/bertempat tinggal sedemikian jauh sehingga tidak dapat
melakukan pelayanannya dengan baik.
3.
Sengaja tidak aktif melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan.
4.
Berada dalam penggembalaan khusus.
5.
Sakit sehingga tidak dapat melanjutkan
pelayanannya.
6.
Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7.
Meninggal dunia.
v.
Peletakan jabatan dalam Ayat 3.c.iv.3. pasal ini dilakukan
setelah mendapat pertimbangan Majelis Gereja tetangga.
vi.
Peletakan jabatan dalam
Ayat 3.c.iv. diwartakan dalam ibadah hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
Pasal 11
Persidangan Majelis
GKJ
1. Persidangan Majelis Gereja
Persidangan Majelis Gereja
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 11, Ayat 1 dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
Persidangan Majelis Gereja
dilaksanakan secara rutin sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) bulan sekali.
b.
Persidangan Majelis Gereja
diikuti oleh para pemangku jabatan gerejawi baik Penatua, Pendeta maupun
Diaken.
c.
Persidangan Majelis Gereja
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan gereja dan tugas
panggilannya.
d.
Persidangan Majelis Gereja
bersifat tertutup (hanya dapat dihadiri oleh para pemangku jabatan gerejawi),
kecuali untuk pembahasan masalah khusus dapat menghadirkan parampara/penasihat
persidangan yang tidak berjabatan gerejawi.
e.
Persidangan dinyatakan kuorum/sah apabila dihadiri
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) anggota Majelis Gereja. Anggota Majelis
Gereja yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan hadir.
2. Persidangan Majelis Gereja Istimewa
Persidangan Majelis Gereja
Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 11, Ayat 2
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Persidangan Majelis Gereja Istimewa dilaksanakan sesuai
kebutuhan atau sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun sekali dalam rangka
evaluasi kinerja gereja dan penyusunan rencana kegiatan dan anggaran gereja.
b.
Persidangan Majelis Gereja
Istimewa membicarakan masalah-masalah tertentu yang bersifat khusus, penting
dan mendesak.
c.
Persidangan Majelis Gereja
Istimewa dapat bersifat tertutup (hanya dapat dihadiri oleh para pemangku
jabatan gerejawi), atau bersifat terbuka (dapat dihadiri oleh segenap warga
gereja atau orang tertentu yang dikehendaki yang tidak berjabatan gerejawi).
3. Keputusan Persidangan Majelis Gereja
a. Keputusan
persidangan Majelis Gereja dan/atau keputusan persidangan Majelis Gereja
Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 11, Ayat 3.a. diambil
dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Majelis
Gereja dan/atau persidangan Majelis Gereja Istimewa mengambil keputusan secara
bijaksana berdasarkan prinsip kehati-hatian dan musyawarah untuk mufakat.
ii.
Keputusan
persidangan Majelis Gereja dan/atau persidangan Majelis Gereja Istimewa
ditetapkan dengan memperhatikan keputusan-keputusan persidangan yang lebih
luas.
iii.
Setiap keputusan
persidangan Majelis Gereja dirumuskan dan dicatat sebagai Akta Sidang Majelis
Gereja untuk dilaksanakan dan disimpan sebagai dokumen gereja.
iv.
Dalam hal berurusan dengan persoalan
hukum, maka Majelis Gereja yakni ketua dan sekretaris majelis bertindak sebagai
wakil gereja tersebut.
b. Keputusan
persidangan Majelis Gereja dan/atau keputusan persidangan Majelis Gereja
Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 11 Ayat 3.b. diambil
dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Majelis Gereja
menindaklanjuti keputusan-keputusan persidangan Majelis Gereja dan/atau
persidangan Majelis Gereja Istimewa sebagaimana mestinya.
ii.
Dalam hal keputusan
persidangan Majelis Gereja dan/atau keputusan persidangan Majelis Gereja
Istimewa menimbulkan keberatan dari warga gereja atau sekelompok warga gereja,
Majelis Gereja perlu melakukan penelitian untuk menetapkan benar atau tidaknya
keberatan tersebut.
iii.
Dalam hal keberatan
warga gereja atau sekelompok warga gereja terbukti benar, Majelis Gereja dapat
memperbaiki keputusan yang telah ditetapkan.
iv.
Dalam hal keberatan
warga gereja atau sekelompok warga gereja tidak terbukti benar, Majelis Gereja
dapat melanjutkan pelaksanaan keputusan tersebut dengan cara yang bijaksana
sehingga tidak menimbulkan pertentangan.
v.
Dalam hal keberatan
warga gereja atau sekelompok warga gereja tidak terbukti benar, namun warga
gereja atau sekelompok warga gereja tersebut tidak dapat menerima dan merasa
diperlakukan tidak adil, Majelis Gereja dapat meminta pertimbangan kepada Badan
Pelaksan Klasis agar mendapat bantuan untuk memperoleh penyelesaian yang baik.
vi.
Dalam hal Badan
Pelaksana Klasis telah mengusahakan bantuan untuk memperoleh penyelesaian yang
baik, namun warga gereja atau sekelompok warga gereja tersebut tetap tidak
dapat menerimanya, Majelis Gereja dapat membawa persoalan tersebut kepada
persidangan gerejawi yang lebih luas.
vii.
Dalam semuanya itu
(i-vi), semua pihak wajib untuk tetap menjaga keberadaan GKJ serta kehormatan
dan kekudusan gereja sebagai Tubuh Kristus.
Pasal 12
Pendeta Konsulen
1. Pendeta Konsulen
Pendeta Konsulen
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 12, Ayat 1 diberlakukan
ketentuan sebagai berikut:
a. Majelis Gereja mengajukan permohonan ke
persidangan Klasis untuk mendapatkan Pendeta Konsulen. Dalam kasus khusus
Majelis Gereja mengajukan permohonan kepada Badan Pelaksana Klasis.
b. Sidang Klasis atau Badan Pelaksana Klasis
meminta pertimbangan lebih dulu dari calon Pendeta Konsulen dan gereja asal
calon Pendeta Konsulen.
c. Penetapan Pendeta Konsulen oleh Badan
Pelaksana Klasis dipertanggungjawabkan pada
persidangan Klasis berikutnya.
d. Bila di Klasis yang bersangkutan tidak ada
Pendeta yang memenuhi syarat sebagai Pendeta Konsulen, maka persidangan Klasis
atau Badan Pelaksana Klasis dapat meminta Pendeta dari Klasis tetangga.
e.
Masa jabatan
Pendeta Konsulen selama satu daur persidangan Klasis dan dapat diangkat lagi
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali.
2. Tugas Pendeta
Konsulen
Tugas Pendeta Konsulen sebagaimana dimaksud
dalam Tata Gereja GKJ Pasal 12, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a.
Sudah melayani
sebagai Pendeta sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun di lingkup klasis
gereja tersebut.
b.
Sedang tidak melayani
sebagai Pendeta Konsulen di GKJ lain.
c.
Bukan Pendeta
Pelayanan Khusus.
d.
Bukan Pendeta
Emeritus.
e.
Mempunyai komitmen
melaksanakan tugas.
Pasal 13
Pendeta Emeritus
1. Pendeta Emeritus
Pemberian
penghargaan (emeritus) sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 13,
Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
- 5 (lima) tahun
sebelum seorang Pendeta mencapai usia 60 tahun, Majelis Gereja mengadakan
percakapan dengan Pendeta yang bersangkutan perihal rencana pemberian
penghargaan (emeritus). Hasil percakapan tersebut diinformasikan kepada
Badan Pelaksana Klasis.
- Majelis Gereja
dapat mempertimbangkan pemberian penghargaan (emeritus) kepada Pendeta
yang tidak dapat melaksanakan fungsi
kependetaannya karena sakit atau cacat tetap dengan dikuatkan oleh surat keterangan
dokter.
- Majelis Gereja bertanggung jawab
mempersiapkan proses pemberian penghargaan (emeritus) dengan segala
konsekuensinya.
- Badan Pelaksana
Klasis mendampingi gereja yang akan melaksanakan proses pemberian penghargaan
(emeritus) agar proses tersebut dapat berlangsung dengan baik.
2. Status Pendeta
Emeritus
Status Pendeta Emeritus sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 13, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a.
Majelis Gereja
berkewajiban memberikan kesempatan pelayanan bagi Pendeta Emeritus.
b.
Pendeta Emeritus dapat memberikan nasihat kepada Majelis Gereja.
Pasal 14
Pendeta Pelayanan Khusus
1. Pendeta Pelayanan Khusus (PPK)
Pemilihan,
penahbisan/peneguhan dan pengutusan PPK sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja
GKJ Pasal 14, Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Syarat-syarat
i.
Warga GKJ baik yang sudah maupun belum berjabatan Pendeta
yang memenuhi syarat-syarat sebagai seorang calon Pendeta seperti yang
tercantum dalam Pasal 10, Ayat 2 Tata Laksana ini.
ii.
Bagi warga GKJ yang belum berjabatan Pendeta sudah mempunyai
pengalaman pelayanan dan pemahaman ke-GKJ-an sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
iii.
Warga GKJ yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan pelayanan
khusus yang dibutuhkan.
iv.
Mempunyai kesetiaan dan tanggung jawab mengenai pelaksanaan
tugasnya terhadap Gereja Pengutus maupun lembaga tempat pelayanan PPK tersebut.
b. Proses pemilihan, penahbisan/peneguhan dan
pengutusan mengikuti Peraturan PPK Sinode GKJ.
c. Masa pelayanan
Jabatan kependetaan PPK berlaku seumur
hidup, kecuali oleh karena suatu sebab melakukan alih pelayanan atau jabatan
tersebut ditanggalkan.
2. Tugas PPK
Tugas PPK sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 14, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Gereja Pengutus,
PPK, dan lembaga yang dilayani PPK membuat Akta Kesepahaman Pelayanan yang
berisi:
a.
Hak dan tanggung jawab Gereja Pengutus, PPK dan lembaga yang
dilayani.
b.
Masa pelayanan, uraian tugas, dukungan fasilitas dan
pelayanan PPK.
c. Tanggung jawab terhadap PPK purna tugas.
Pasal 15
Tenaga Pelayanan Khusus
1. Tenaga Pelayanan Khusus (TPK)
Pemilihan,
pemangggilan dan pengutusan TPK sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ
Pasal 15, Ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Syarat-syarat
i.
Warga GKJ yang sudah mempunyai pengalaman pelayanan dan
pemahaman ke-GKJ-an sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
ii.
Warga GKJ yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan pelayanan
khusus yang dibutuhkan.
iii.
Mempunyai kesetiaan dan tanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya
terhadap Gereja Pengutus maupun lembaga tempat pelayanan TPK tersebut.
b. Proses pemilihan dan pengutusan mengikuti
Peraturan TPK Sinode GKJ.
2. Tugas TPK
Tugas TPK sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 15, Ayat 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Gereja Pengutus,
TPK dan lembaga yang dilayani TPK membuat Akta Kesepahaman Pelayanan yang
berisi:
a.
Hak dan tanggung jawab Gereja Pengutus, TPK dan lembaga yang
dilayani.
b.
Masa pelayanan, uraian tugas, dukungan fasilitas dan
pelayanan TPK.
c. Tanggung jawab terhadap TPK purna tugas.
Pasal 16
Peletakan Jabatan
Pendeta
Peletakan jabatan Pendeta atau Pendeta
Emeritus sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 16 dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Majelis Gereja bersama
Klasis mengadakan percakapan untuk mencari kejelasan tentang alasan peletakan
jabatan Pendeta atau Pendeta Emeritus kepada semua pihak yang terkait.
2. Majelis Gereja
bersama Klasis mengadakan pendampingan dan atau penggembalaan terhadap Pendeta
atau Pendeta Emeritus yang bersangkutan.
3. Majelis Gereja
membawa pergumulan tersebut untuk mendapatkan persetujuan di persidangan
Klasis.
4. Majelis Gereja
berkewajiban memenuhi Biaya Hidup Pendeta (BHP) yang sudah diletakkan jabatan
kependetaannya:
a. Memberikan biaya
hidup dan bantuan fasilitas selama-lamanya 1 (satu) tahun.
b. Apabila sebelum 1
(satu) tahun yang bersangkutan sudah mendapat tempat pelayanan/pekerjaan yang
baru, maka biaya hidup tersebut dapat dihentikan.
c. Apabila setelah 1
(satu) tahun yang bersangkutan belum mendapat tempat pelayanan/pekerjaan yang baru, maka hal biaya hidup dan fasilitas yang
diberikan diserahkan kepada kebijaksanaan Majelis Gereja.
5. Majelis
Gereja berkewajiban memberikan bantuan biaya hidup dan bantuan fasilitas bagi
Pendeta Emeritus yang sudah diletakkan jabatan kependetaannya selama-lamanya 1
(satu) tahun, setelah itu diserahkan kepada kebijaksanaan Majelis Gereja.
BAB V
Ikatan Kebersamaan
GKJ
Pasal 17
KLASIS
1. Hakikat Klasis
a. Ikatan
kebersamaan GKJ se-Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17,
Ayat 1.a. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Klasis beranggotakan
sekurang-kurangnya 5 (lima) GKJ sampai kurang lebih 15 (lima belas) GKJ.
ii.
Klasis yang jumlah anggotanya
lebih dari 15 (lima belas) GKJ dapat berbiak, atau sebagian anggotanya
bergabung dengan Klasis atau Klasis-klasis terdekat yang jumlah anggotanya
kurang dari 15 (lima belas) GKJ.
iii.
Klasis yang karena kondisi
tertentu jumlah anggotanya kurang dari 5 GKJ diharapkan bergabung dengan Klasis
atau Klasis-klasis terdekat yang memungkinkan.
iv.
GKJ di wilayah tertentu yang
secara geografis jauh dari wilayah pelayanan Klasisnya, dapat bergabung dengan
Klasis terdekat.
v.
Proses pembiakan dan/atau
penggabungan Klasis dan penggabungan GKJ yang secara geografis jauh dari
Klasisnya ke Klasis lain yang lebih dekat diatur dalam Pasal 17, Ayat 3 Tata
Laksana GKJ ini.
b. Pengakuan akan keesaan gereja
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 1.b. diwujudkan
dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Setiap GKJ di masing-masing
Klasis menandatangani Piagam Kebersamaan Klasis (dan Sinode) yang berisi
pengakuan akan keesaan Gereja sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, Pokok-pokok
Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
ii.
Setiap GKJ di masing-masing
Klasis bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara keberadaan Klasisnya
dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang konsisten sesuai isi Piagam
Kebersamaan Klasis (dan Sinode).
2. Fungsi Klasis
a. Fungsi Klasis dalam membantu
GKJ di wilayahnya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat
2.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Klasis memperhatikan dan
membantu GKJ di wilayahnya dalam menjaga dan memelihara keberadaannya,
melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja dan mengusahakan berkembangnya
GKJ di wilayah tersebut.
ii.
Setiap GKJ di masing-masing
Klasis membuka diri terhadap perhatian dan pembantuan Klasis dalam menjaga dan
memelihara keberadaannya, melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja dan
mengusahakan berkembangnya GKJ di wilayah tersebut.
b. Fungsi Klasis dalam
kebersamaannya dengan Klasis-klasis lain dan Sinode sebagaimana dimaksud dalam
Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 2.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
i.
Setiap Klasis menjaga dan memelihara
keberadaannya sebagai Klasis, melaksanakan tugas panggilan gereja yang
disepakati bersama untuk dilakukan oleh Klasis dan mengembangkan dirinya
sebagai Klasis.
ii.
Setiap Klasis memperhatikan
dan membantu Klasis-klasis lain dan Sinode dalam menjaga dan memelihara
keberadaan Klasis-klasis lain dan Sinode, melaksanakan tugas panggilan gereja
yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Klasis-klasis dan mengembangkan
GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.
iii.
Klasis-klasis dan Sinode
membuka diri terhadap perhatian dan pembantuan dari Klasis lainnya dalam
keikutsertaannya untuk turut menjaga dan memelihara keberadaan Klasis-klasis
lain dan Sinode, melaksanakan tugas panggilan gereja yang disepakati bersama
untuk dilakukan oleh Klasis dan mengembangkan GKJ secara keseluruhan dalam
segala aspek pelayanannya.
3. Tujuan Klasis
a. Tujuan Klasis untuk terjaga dan
terpeliharanya keberadaan GKJ sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal
17, Ayat 3.a. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Klasis memperhatikan dan
membantu GKJ di wilayahnya dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi
program/kegiatan yang dilakukan melalui visitasi atau perkunjungan gerejawi
Klasis dan/atau kegiatan lain berdasarkan permintaan GKJ yang bersangkutan.
ii.
Setiap GKJ di masing-masing
Klasis membuka diri terhadap perhatian dan pembantuan Klasis dalam penyusunan,
pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui visitasi atau
perkunjungan gerejawi Klasis dan/atau kegiatan lain berdasarkan permintaan
Klasis yang bersangkutan.
b. Tujuan Klasis untuk terjaga dan
terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis dan Sinode sebagaimana dimaksud dalam
Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 3.b. diwujudkan dengan ketentuan sebagai
berikut:
i.
Setiap Klasis memperhatikan
dan membantu Klasis-klasis lain dan Sinode dalam penyusunan, pelaksanaan dan
evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan kebersamaan antar
klasis dan antara Klasis dengan Sinode dan/atau kegiatan lainnya. Hal itu dapat
dilakukan berdasarkan permintaan Klasis yang bersangkutan atau atas permintaan
Sinode.
ii.
Klasis-klasis dan Sinode
membuka diri terhadap perhatian dan dukungan dari Klasis tertentu dalam
penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui
kegiatan kebersamaan antar Klasis dan antar Klasis dengan Sinode dan/atau
kegiatan lainnya. Hal itu dapat dilakukan berdasarkan permintaan Klasis yang
bersangkutan atau atas permintaan Sinode.
4. Wujud Kebersamaan Klasis
a. Wujud kebersamaan Klasis
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 4.a. dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Setiap Klasis
menyelenggarakan persidangan Klasis, visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis
dan kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya yang disepakati bersama.
ii.
Setiap GKJ di wilayah Klasis
mengikuti persidangan Klasis, visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan
kegiatan kebersamaan aras Klasis lainnya yang disepakati bersama.
b. Pelaksanaan persidangan Klasis,
visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan kegiatan kebersamaan aras Klasis
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 4.b.
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Klasis
1.
Persidangan Klasis adalah
persidangan gerejawi GKJ se-Klasis.
2.
Persidangan Klasis terdiri
dari persidangan Klasis dan persidangan Klasis Istimewa.
3.
Persidangan Klasis membahas
masalah-masalah kehidupan bergereja secara umum dan bersifat rutin, yang
dilaksanakan setiap tahun sekali atau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun
sekali.
4.
Persidangan Klasis dihadiri
oleh:
a. Utusan GKJ se-Klasis terdiri dari 2 (dua) orang
utusan utama dan 1 (satu) utusan pengganti yang berjabatan gerejawi dinyatakan
dengan surat kredensi.
b. Anggota Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis, Tim/Panitia yang diangkat oleh persidangan sebelumnya.
c. Utusan dari Yayasan-yayasan dan Lembaga-lembaga yang
dibentuk oleh Klasis.
d. Visitator Sinode GKJ.
e. Utusan dari Klasis Tetangga.
f. Undangan yang dianggap perlu.
5.
Persidangan Klasis Istimewa
membahas masalah-masalah tertentu yang bersifat khusus dan mendesak, yang waktu
pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
6. Persidangan Klasis istimewa dihadiri oleh:
a. Utusan GKJ se-Klasis terdiri dari 2 (dua) orang
utusan utama dan 1 (satu) utusan pengganti yang berjabatan gerejawi dinyatakan
dengan surat kredensi.
b. Anggota Badan Pelaksana dan
Badan Pengawas Klasis, Tim/Panitia yang terkait.
c. Visitator Sinode GKJ.
d. Utusan dari Klasis Tetangga.
e. Undangan yang dianggap perlu.
7.
Keputusan persidangan Klasis
perlu memperhatikan keputusan-keputusan persidangan Sinode dan bersifat
mengikat GKJ se-Klasis tersebut.
8.
Persoalan-persoalan yang
tidak dapat diselesaikan dalam Persidangan Klasis dapat dibawa ke persidangan
Sinode.
9.
Dalam rangka kebersamaan
dengan Klasis-klasis lain dan GKJ secara keseluruhan, Persidangan Klasis wajib
dihadiri oleh visitator atau pengunjung gerejawi Sinode.
ii.
Visitasi atau Perkunjungan
Gerejawi Klasis
1.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Klasis terdiri dari visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dan
visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis Istimewa.
2.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Klasis bertujuan membantu GKJ di wilayahnya dalam penyusunan,
pelaksanaan dan evaluasi program yang dilakukan demi terjaganya dan
terpeliharanya keberadaannya, melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja,
dan mengusahakan berkembangnya GKJ di wilayah tersebut.
3.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Klasis sekurang-kurangnya dilaksanakan setiap 1 (satu) tahun sekali.
4.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Klasis Istimewa bertujuan membantu GKJ tertentu atau semua GKJ di
wilayah tersebut dalam mengatasi persoalan-persoalan khusus yang dihadapi atau
untuk tujuan tertentu yang oleh Klasis dianggap perlu.
5.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Klasis Istimewa dilaksanakan sesuai kebutuhan Klasis atau berdasarkan
permintaan GKJ tertentu di wilayahnya.
6.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Klasis dilakukan oleh visitator atau pengunjung gerejawi Klasis yang
terdiri dari para pejabat gerejawi (Pendeta, Penatua atau Diaken) yang memiliki
kompetensi sesuai kebutuhan visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis
dimaksud.
7.
Dalam hal visitasi atau
perkunjungan gerejawi Klasis membutuhkan narasumber khusus, Klasis dapat
melibatkan orang-orang tertentu yang dipandang perlu dan mampu membantu
tercapainya tujuan visitasi atau perkunjungan gerejawi Klasis dimaksud.
iii.
Kegiatan kebersamaan aras
Klasis lainnya
1.
Yang dimaksud kegiatan
kebersamaan aras Klasis lainnya adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan di
bawah koordinasi Klasis dan diikuti oleh GKJ se-Klasis untuk tujuan kebersamaan
GKJ se-Klasis dan/atau kebersamaan Klasis/GKJ se-Klasis dengan Klasis/GKJ
Klasis-klasis lain.
2.
Bentuk kegiatan kebersamaan
aras Klasis lainnya yang dimaksud dapat berupa kegiatan-kegiatan pemberitaan
keselamatan, pemeliharaan iman warga gereja, pengembangan kapasitas
kelembagaan, dll.
5. Pengorganisasian Klasis
a. Pengorganisasian Klasis
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 5.a. dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Klasis
memiliki Badan
Pelaksana dan Badan
Pengawas Klasis
ii.
Nama, bentuk, struktur dan
tata kerja Badan
Pelaksana dan Badan
Pengawas Klasis ditentukan
oleh dan berdasarkan kebutuhan Klasis serta ditetapkan dalam persidangan Klasis
yang bersangkutan.
b. Pengorganisasian Klasis oleh Badan
Pelaksana dan Badan
Pengawas Klasis sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 5.b. dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
i.
Persidangan Klasis membentuk
tim atau panitia khusus yang bertugas melakukan evaluasi kinerja sistem,
struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis dari perspektif manajemen organisasi.
ii.
Atas dasar hasil evaluasi
tersebut, tim atau panitia khusus menyampaikan draf usulan tentang bentuk,
struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan badan Pengawas
Klasis yang baru kepada persidangan Klasis yang bersangkutan.
iii.
Persidangan Klasis
mempertimbangkan hasil pekerjaan tim atau panitia khusus yang berupa draf
usulan tentang bentuk, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan
Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis yang baru.
iv.
Persidangan Klasis memutuskan
dan menetapkan bentuk, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan
Pelaksana dan Badan Pengawas Badan Klasis yang baru untuk kemudian
menindaklajutinya dengan kelengkapan administrasi yang diperlukan.
c. Tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja
GKJ Pasal 17, Ayat 5.c. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Klasis menjalankan
fungsinya berdasarkan keputusan persidangan Klasis yang dinyatakan dalam bentuk
Surat Keputusan yang ditandatangani oleh pimpinan persidangan Klasis.
ii.
Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Klasis berkewajiban melaksanakan keputusan
persidangan Klasis yang dipercayakan kepadanya dan mengelola sumberdaya yang
ada untuk mendukung pelayanan Klasis.
d. Kedudukan hukum Badan
Pelaksana dan Badan
Pengawas Klasis sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17 Ayat 5.d. diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Klasis menetapkan
kedudukan hukum Badan Pelaksana dan Badan
Pengawas Klasis dengan
menunjuk tempat dan alamat tertentu yang disepakati bersama.
ii.
Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Klasis mempergunakan
kedudukan hukumnya di tempat dan alamat tertentu yang ditetapkan oleh persidangan
Klasis.
e. Klasis
dapat menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17,
Ayat 5.e. diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Klasis yang membutuhkan
status sebagai badan hukum mengajukan kepada persidangan Sinode.
ii.
Badan Pelaksana Sinode
mengajukan revisi ke pihak-pihak terkait
berkenaan dengan keputusan bahwa klasis dapat berbadan hukum.
f.
Pelaksanaan tugas Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja
GKJ Pasal 17, Ayat 5.f. dipertanggungjawabkan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Klasis menyusun dan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya kepada GKJ se-Klasis melalui
persidangan Klasis.
ii.
Jika dipandang perlu dan memungkinkan
untuk dilaksanakan, Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Klasis dapat menyampaikan informasi
pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada GKJ se-Klasis.
6. Pembiakan Klasis
a. Pembiakan Klasis sebagaimana dimaksud dalam
Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 6.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
i.
Persidangan Klasis perlu
membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus tersebut
untuk melakukan studi kelayakan.
ii.
Tim atau panitia khusus
tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Klasis dan
menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut
yang diperlukan pada persidangan Klasis yang telah ditentukan.
iii.
Persidangan Klasis melakukan
pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta rekomendasi
tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
selanjutnya.
iv.
Jika persidangan Klasis
tersebut bersepakat untuk melakukan pembiakan Klasis, hal itu disampaikan
kepada Badan Pelaksana Sinode agar dilakukan visitasi atau perkunjungan
gerejawi dan kepada persidangan Sinode yang akan datang guna memperoleh
persetujuan.
b. Pembiakan Klasis sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 6.b. dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Sinode menerima
dan mempertimbangkan keinginan Klasis yang bersangkutan untuk melakukan
pembiakan Klasis dengan memperhatikan laporan hasil visitasi atau perkunjungan
gerejawi yang dilakukan oleh Badan Pelaksa Sinode beserta rekomendasi yang
diberikan.
ii.
Jika persidangan Sinode
memutuskan menyetujui untuk dilakukan pembiakan Klasis tersebut, pembiakan
Klasis dapat dilaksanakan.
iii.
Pelaksanaan pembiakan Klasis
ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara Klasis yang bersangkutan disertai
kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.
7. Penyatuan Klasis
a. Penyatuan Klasis sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 7.a. dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Klasis perlu
membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus tersebut
untuk melakukan studi kelayakan termasuk menghubungi Klasis atau Klasis-klasis
terdekat guna menjajagi kemungkinan dilakukannya penyatuan Klasis.
ii.
Tim atau panitia khusus
tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Klasis dan
menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut
yang diperlukan pada persidangan Klasis yang telah ditentukan.
iii.
Persidangan Klasis melakukan
pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta rekomendasi
tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
selanjutnya.
iv.
Jika persidangan Klasis
tersebut bersepakat untuk melakukan penyatuan Klasis, hal itu perlu disampaikan
kepada Klasis atau Klasis-klasis terkait untuk dilakukan pembicaraan bersama.
v.
Jika pembicaraan bersama
dengan Klasis atau Klasis-klasis terkait menghasilkan kesepakatan bersama untuk
dapat dilakukan penyatuan Klasis, hal itu perlu disampaikan kepada Badan
Pelaksana Sinode agar dilakukan visitasi atau perkunjungan gerejawi dan kepada
persidangan Sinode yang akan datang guna memperoleh persetujuan.
b. Penyatuan Klasis sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 17, Ayat 7.b. dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Sinode menerima
dan mempertimbangkan usulan Klasis yang bersangkutan untuk melakukan penyatuan
Klasis dengan memperhatikan laporan hasil visitasi atau perkunjungan gerejawi
Istimewa yang dilakukan oleh Badan Pelaksana Sinode beserta rekomendasi yang
diberikan.
ii.
Jika persidangan Sinode
memutuskan menyetujui untuk dilakukan penyatuan Klasis tersebut, penyatuan
Klasis dapat dilaksanakan.
iii.
Pelaksanaan penyatuan Klasis
ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara Klasis-klasis yang bersangkutan
disertai kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.
Pasal 18
Sinode
1. Hakikat Sinode
Hakikat Sinode adalah:
a. Ikatan kebersamaan semua GKJ
dari Klasis-klasis sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat
1.a. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Setiap GKJ berjalan
bersama dan mengikatkan diri dengan GKJ lain dalam ikatan kebersamaan Klasis.
ii.
Setiap Klasis berjalan
bersama dan mengikatkan diri dengan Klasis lain dalam ikatan kebersamaan
Sinode.
b. Pengakuan keesaan gereja
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 1.b. dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Setiap GKJ di masing-masing
Klasis menandatangani Piagam Kebersamaan (Klasis dan) Sinode yang berisi
pengakuan akan keesaan gereja sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, Pokok-pokok
Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
ii.
Setiap GKJ di masing-masing
Klasis dan setiap Klasis di seluruh wilayah pelayanan Sinode bertanggung jawab
untuk menjaga dan memelihara keberadaan Sinode dengan menunjukkan sikap dan
perilaku yang konsisten sesuai isi Piagam Kebersamaan (Klasis dan) Sinode.
2. Fungsi
Sinode
a. Fungsi Sinode dalam membantu
Klasis-klasis dan GKJ di wilayahnya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ
Pasal 18, Ayat 2.a. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Sinode bertanggung jawab
memperhatikan dan membantu Klasis-klasis dan GKJ di wilayahnya dalam menjaga
dan memelihara keberadaannya melaksanakan tugas sebagai Klasis dan Gereja,
serta mengusahakan berkembangnya GKJ di wilayah Klasis tersebut.
ii.
Setiap Klasis dan GKJ di
wilayahnya membuka diri terhadap perhatian dan pembantuan Sinode dalam menjaga
dan memelihara keberadaannya melaksanakan tugas sebagai Klasis dan Gereja,
serta mengusahakan berkembangnya Klasis dan GKJ di wilayah tersebut.
b. Fungsi Sinode dalam menjaga dan
memelihara keberadaannya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18
Ayat 2.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Sinode bertanggung jawab
menjaga dan memelihara keberadaannya sebagai Sinode, melaksanakan tugas
panggilan gereja yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Sinode, dan
mengembangkan Klasis-klasis serta GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek
pelayanannya.
ii.
Sinode membuka diri terhadap
perhatian dan dukungan dari Klasis-klasis dan GKJ secara keseluruhan dalam keikutsertaannya
untuk turut menjaga dan memelihara keberadaan Sinode, melaksanakan tugas yang
disepakati bersama untuk dilakukan oleh Sinode, dan mengembangkan Klasis-klasis
serta GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.
3. Tujuan Sinode
a. Tujuan Sinode untuk terjaga dan
terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis dan GKJ di wilayahnya sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 3.a. diwujudkan dengan ketentuan
sebagai berikut:
i.
Sinode bertanggung jawab
memperhatikan dan membantu Klasis-klasis dalam penyusunan, pelaksanaan dan
evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui visitasi atau perkunjungan
gerejawi Sinode dan/atau melalui kegiatan lain berdasarkan permintaan
Klasis-klasis, demi terjaganya dan terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis,
terlaksananya tugas Klasis-klasis, dan berkembangnya GKJ di Klasis-klasis.
ii.
Klasis-klasis membuka diri
terhadap perhatian dan pembantuan Sinode dalam penyusunan, pelaksanaan dan
evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui visitasi atau perkunjungan
gerejawi Sinode dan/atau melalui kegiatan lain berdasarkan permintaan Sinode,
demi terjaganya dan terpeliharanya keberadaan Klasis-klasis, terlaksananya
tugas Klasis-klasis, dan berkembangnya GKJ di Klasis-klasis.
b. Tujuan Sinode untuk terjaga dan
terpeliharanya keberadaan Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ
Pasal 18, Ayat 3.b. diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Klasis-klasis bertanggung
jawab memperhatikan dan membantu Sinode dalam penyusunan, pelaksanaan dan
evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan kebersamaan antar
Klasis dan Sinode dan/atau melalui kegiatan lain berdasarkan permintaan Sinode,
demi terjaganya dan terpeliharanya keberadaan Sinode, terlaksananya tugas yang
disepakati bersama untuk dilakukan oleh Sinode, dan berkembangnya GKJ secara
keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.
ii.
Sinode membuka diri terhadap
perhatian dan dukungan dari Klasis-klasis dalam penyusunan, pelaksanaan dan
evaluasi program/kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan kebersamaan Sinode
dengan Klasis dan/atau kegiatan lainnya berdasarkan permintaan Klasis-klasis,
demi terjaganya dan terpeliharanya keberadaan Sinode, terlaksananya tugas
panggilan gereja yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh Sinode, dan
berkembangnya GKJ secara keseluruhan dalam segala aspek pelayanannya.
4. Wujud Kebersamaan Sinode
a. Wujud kebersamaan Sinode
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 4.a. dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Sinode menyelenggarakan persidangan
Sinode, visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dan kegiatan kebersamaan
aras Sinode lainnya yang disepakati bersama.
ii.
Klasis-klasis mengikuti
persidangan Sinode, visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dan kegiatan
kebersamaan aras Sinode lainnya yang disepakati bersama.
b. Pelaksanaan persidangan Sinode,
visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dan kegiatan kebersamaan aras Sinode
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 4.b.
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Sinode
1.
Persidangan Sinode adalah
persidangan gerejawi GKJ se-Sinode.
2.
Persidangan Sinode terdiri
dari persidangan Sinode dan persidangan Sinode Istimewa.
3.
Persidangan Sinode membahas
masalah-masalah kehidupan bergereja secara umum dan bersifat rutin, yang
dilaksanakan setiap 4 (empat) tahun sekali.
4.
Persidangan Sinode Istimewa
membahas masalah-masalah tertentu yang bersifat khusus dan mendesak, yang waktu
pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
5.
Persidangan Sinode dihadiri
oleh utusan GKJ se-Sinode yang berasal dari perwakilan Klasis-klasis terdiri
dari 3 (tiga) orang utusan utama dan 2 (dua) orang utusan pengganti yang
dinyatakan dengan surat kredensi.
6.
Persidangan Sinode dapat
dihadiri peninjau dengan jumlah dan kategori utusan serta kentuan teknis
lainnya yang disepakati bersama oleh GKJ se-Sinode.
7.
Keputusan persidangan Sinode
memperhatikan keputusan-keputusan persidangan oikumenis dan bersifat mengikat Klasis-klasis
dan Gereja-gereja.
8.
Dalam rangka kebersamaan
oikumenis, persidangan Sinode mengundang lembaga-lembaga oikumenis baik
nasional, regional, maupun internasional.
ii.
Visitasi atau Perkunjungan
Gerejawi Sinode
1.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Sinode terdiri dari visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dan
visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode Istimewa.
2.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Sinode bertujuan membantu Klasis-klasis dalam penyusunan, pelaksanaan,
dan evaluasi program yang dilakukan demi terjaganya dan terpeliharanya
keberadaannya, melaksanakan tugasnya sebagai Klasis, serta mengusahakan
berkembangnya Klasis-klasis dan GKJ di wilayahnya.
3.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Sinode dilaksanakan bertepatan waktu dengan persidangan Klasis dan
dalam persidangan Klasis.
4.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Sinode Istimewa bertujuan membantu GKJ tertentu atau semua GKJ di
wilayah tersebut dalam mengatasi persoalan-persoalan khusus yang dihadapi atau
untuk tujuan tertentu yang oleh Sinode dianggap perlu.
5.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Sinode Istimewa dilaksanakan bertepatan waktu dengan persidangan
Klasis Istimewa dan dalam persidangan Klasis Istimewa, atau sesuai kebutuhan
Sinode, atau berdasarkan permintaan Klasis yang membutuhkan.
6.
Visitasi atau perkunjungan
gerejawi Sinode dilakukan oleh visitator atau pengunjung gerejawi Sinode yang
terdiri dari para pejabat Gerejawi (Pendeta, Penatua atau Diaken) yang memiliki
kompetensi sesuai kebutuhan visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dimaksud.
7.
Dalam hal visitasi atau
perkunjungan gerejawi Sinode membutuhkan narasumber khusus, Sinode dapat
melibatkan orang-orang tertentu yang dipandang perlu dan mampu membantu
tercapainya tujuan visitasi atau perkunjungan gerejawi Sinode dimaksud.
iii.
Kegiatan Kebersamaan aras
Sinode lainnya
1.
Yang dimaksud kegiatan
kebersamaan aras Sinode lainnya adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan di
bawah koordinasi Sinode dan diikuti oleh Klasis-klasis/GKJ se-Sinode untuk
tujuan kebersamaan Klasis-klasis/GKJ se-Sinode dan/atau kebersamaan
Sinode/Klasis-klasis/GKJ se Sinode dengan Sinode/Klasis-klasis/Gereja-gereja
Sinode Gereja lain.
2.
Bentuk kegiatan kebersamaan
aras Sinode lainnya dimaksud dapat berupa kegiatan-kegiatan pemberitaan
keselamatan, pemeliharaan iman warga gereja, pengembangan kapasitas
kelembagaan, dll.
5. Pengorganisasian Sinode
a. Pengorganisasian Sinode
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.a. dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Sinode memiliki Badan Pelaksana dan Badan Pengawas.
ii.
Nama, bentuk, struktur, dan
tata kerja Badan
Pelaksana dan Badan
Pengawas Sinode ditentukan
oleh dan berdasarkan kebutuhan Sinode serta ditetapkan dalam persidangan
Sinode.
b. Pengorganisasian Sinode
dilakukan berdasarkan
Tata Sinode sebagaimana dimaksud dalam
Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.b. dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
i. Tata Sinode diputuskan dalam persidangan
sinode.
ii. Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode dalam melaksanakan tugasnya wajib memperhatikan Tata Sinode.
c. Pengorganisasian Sinode oleh
Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.c. dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Sinode membentuk
tim atau panitia khusus yang bertugas melakukan evaluasi kinerja, sistem,
struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas
Sinode dari perspektif manajemen organisasi.
ii.
Atas dasar hasil evaluasi
tersebut, tim atau panitia khusus menyampaikan draf usulan tentang bentuk,
struktur dan personalia serta uraian tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas
Sinode yang baru kepada persidangan Sinode yang bersangkutan.
iii.
Persidangan Sinode
mempertimbangkan hasil pekerjaan tim atau panitia khusus yang berupa draf
usulan tentang bentuk, struktur dan personalia serta uraian tugas Badan
Pelaksan dan Badan Pengawas Sinode yang baru.
iv.
Persidangan Sinode memutuskan
dan menetapkan bentuk, struktur dan personalia serta uraian tugas
Badan Pelaksana dan Badan
Pengawas Sinode yang baru
untuk kemudian menindaklajuti dengan kelengkapan administrasi yang diperlukan.
d. Tugas Badan Pelaksana dan Badan Pengawas Sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja
GKJ Pasal 18, Ayat 5.d. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
i.
Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Sinode menjalankan
fungsinya berdasarkan keputusan persidangan Sinode yang dinyatakan dalam bentuk
Surat Keputusan yang ditandatangani oleh pemimpin persidangan Sinode.
ii.
Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Sinode berkewajiban
melaksanakan keputusan persidangan Sinode yang dipercayakan kepadanya dan
mengelola sumberdaya yang ada untuk mendukung pelayanan Sinode.
iii.
Setiap tahun Badan pelaksana dan Badan Pengawas Sinode bersama Utusan Klasis-Klasis
mengadakan pertemuan untuk koordinasi dan evaluasi kerja Badan Pelaksana Sinode.
e. Kedudukan hukum Badan
Pelaksana dan Badan
Pengawas Sinode sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.e. diberlakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Sinode menetapkan
kedudukan hukum Badan Pelaksana dan Badan
Pengawas Sinode dengan
menunjuk tempat dan alamat tertentu yang disepakati bersama.
ii.
Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Sinode mempergunakan
kedudukan hukumnya di tempat dan alamat tertentu yang ditetapkan oleh
persidangan Sinode.
f. Pelaksanaan tugas Badan
Pelaksana dan Badan
Pengawas Sinode sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 5.f. dipertanggungjawabkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Sinode wajib menyusun
dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya kepada
Klasis-klasis dan GKJ se-Sinode melalui persidangan Sinode.
ii.
Jika dipandang perlu dan
memungkinkan untuk dilaksanakan, Badan Pelaksana
dan Badan
Pengawas Sinode dapat
menyampaikan informasi pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada
Klasis-klasis dan GKJ se-Sinode.
6. Pembiakan Sinode.
a. Pembiakan Sinode sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 6.a. dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Sinode perlu
membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus tersebut
untuk melakukan studi kelayakan.
ii.
Tim atau panitia khusus
tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Sinode dan
menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut
yang diperlukan pada persidangan Sinode yang telah ditentukan.
iii.
Persidangan Sinode melakukan
pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta rekomendasi
tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
selanjutnya.
b. Pembiakan Sinode sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 6.b. dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
i.
Apabila persidangan Sinode
memutuskan menyetujui untuk dilakukan pembiakan Sinode, pembiakan Sinode dapat
dilaksanakan.
ii.
Pelaksanaan pembiakan Sinode
ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara Sinode disertai kelengkapan
administrasi gerejawi yang diperlukan.
7. Penyatuan Sinode
a. Penyatuan Sinode sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 7.a. dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Persidangan Sinode perlu
membentuk tim atau panitia khusus dan menugasi tim atau panitia khusus tersebut
untuk melakukan studi kelayakan termasuk menghubungi Sinode/Sinode-sinode lain
yang terkait guna menjajagi kemungkinan dilakukannya penyatuan Sinode.
ii.
Tim atau panitia khusus
tersebut melaksanakan tugasnya sesuai keputusan persidangan Sinode dan menyampaikan
laporan pelaksanaan tugasnya disertai rekomendasi tindak lanjut yang diperlukan
pada persidangan Sinode yang telah ditentukan.
iii.
Persidangan Sinode melakukan
pembahasan atas laporan tim atau panitia khusus tersebut beserta rekomendasi
tindak lanjut yang diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
selanjutnya.
b. Penyatuan Sinode sebagaimana
dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 18, Ayat 7.b. dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i.
Jika persidangan Sinode
tersebut bersepakat untuk melakukan penyatuan Sinode, hal itu perlu disampaikan
kepada Sinode/Sinode-sinode lain yang terkait untuk dilakukan pembicaraan
bersama.
ii.
Jika pembicaraan bersama
dengan Sinode/Sinode-Sinode lain yang terkait menghasilkan kesepakatan untuk
penyatuan Sinode, penyatuan Sinode dapat dilakukan.
iii.
Pelaksanaan penyatuan Sinode
ditentukan oleh dan diatur menurut tata cara Sinode-Sinode yang bersangkutan
disertai kelengkapan administrasi gerejawi yang diperlukan.
BAB VI
PENGELOLAAN HARTA GEREJA, KLASIS DAN SINODE
Pasal 19
Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
1. Hakikat Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Hakikat pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19,
Ayat 1 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Harta gereja, klasis dan
sinode adalah uang dan segala barang yang bergerak atau tidak bergerak yang
merupakan milik Tuhan yang dipercayakan kepada gereja, klasis dan sinode.
b.
Harta gereja, klasis dan
sinode diperoleh dari:
i.
Persembahan warga gereja.
ii.
Sumbangan-sumbangan yang
tidak mengikat dan tidak pertentangan dengan nilai-nilai Alkitabiah.
iii.
Usaha-usaha yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai Alkitabiah.
iv.
Untuk klasis dan sinode harta
juga diperoleh dari Iuran Dana Kemandirian dan Kebersamaan (IDKK)
c.
Pengelolaan harta gereja,
klasis dan sinode harus dilengkapi dengan bukti-bukti kepemilikan yang sah.
d.
Harta gereja, klasis dan
sinode harus dikelola dengan baik dan bertanggung jawab.
e.
Pengurusan aset gereja, klasis dan sinode menggunakan
SK. Menteri Dalam Negeri No. 144tahun 1987 dan SK. Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 144 tahun 1987.
2. Fungsi Pengelolaan Harta Gereja,
Klasis dan Sinode
Fungsi pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19,
Ayat 2 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengelolaan harta gereja,
klasis dan sinode adalah sarana untuk menopang kehidupan dan pelayanan, bukan
tujuan pelayanan gereja, klasis dan sinode.
3. Tujuan Pengelolaan Harta Gereja,
Klasis dan Sinode
Tujuan pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19,
Ayat 3 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode menggunakan sistem administrasi yang baik, benar dan
dapat dipertanggungjawabkan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor.
45, tentang pelaporan keuangan organisasi nirlaba.
4. Strategi Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Strategi pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19,
Ayat 4 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, Badan
Pelaksana Klasis, dan Badan Pelaksana Sinode.
5. Bentuk-bentuk Pengelolaan Harta
Gereja, Klasis dan Sinode
Bentuk-bentuk pengelolaan
harta gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ
Pasal 19, Ayat 5 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Bentuk-bentuk pengelolaan
harta gereja, klasis dan sinode tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Alkitabiah.
6. Pelaksanaan Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Pelaksanaan pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 19,
Ayat 6 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Pelaksanaan pengelolaan harta
gereja, klasis dan sinode dapat dipercayakan kepada tim atau panitia khusus
yang ditunjuk oleh Majelis Gereja, Badan Pelaksana Klasis, dan Badan Pelaksana
Sinode.
b.
Penunjukkan tim atau panitia
khusus disertai Surat Keputusan Majelis Gereja, Badan Pelaksana Klasis dan
Badan Pelaksana Sinode.
7. Pertanggungjawaban Pengelolaan Harta Gereja, Klasis dan Sinode
Pertanggungjawaban
pengelolaan harta gereja, klasis dan sinode sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 19, Ayat 7 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Laporan pertanggungjawaban
disampaikan secara periodik.
b.
Pemeriksaan atas laporan
pertanggungjawaban meliputi aspek-aspek keabsahan (legal audit),
pengelolaan (management audit) dan keuangan (financial audit).
BAB VII
HUBUNGAN KERJASAMA
Pasal 20
Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,Agama dan kepercayaan lain, Pemerintah, dan Masyarakat
1. Hakikat Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain, Agama
dan Kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Hakikat hubungan kerjasama
dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan
lain pemerintah dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 1 diwujudkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
Kerjasama dengan gereja lain,
Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat merupakan kemestian yang
tak terhindarkan dari kehidupan gereja sebagai bagian dari masyarakat.
b.
Kerjasama dengan gereja lain,
Agama
dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat dilakukan supaya gereja
dapat menjalankan tugas panggilannya.
2.
Fungsi Hubungan Kerjasama
dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan
lain Pemerintah dan Masyarakat
Fungsi hubungan kerjasama
dengan gereja lain, pemerintah dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 2 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Fungsi kerjasama dengan
gereja lain, Agama
dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat untuk memperkuat hubungan
sosial dan solidaritas.
3.
Tujuan Hubungan Kerjasama
dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan
lain Pemerintah dan Masyarakat
Tujuan hubungan kerjasama
dengan gereja lain, pemerintah dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Tata
Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 3 diwujudkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Tujuan hubungan kerjasama dengan
gereja lain,
Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat dilandasi sikap tulus demi
kesejahteraan bersama.
4. Strategi Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,
Agama dan Kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Strategi hubungan kerjasama
dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan
lain pemerintah dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 4 diwujudkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
Strategi kerjasama dengan
gereja lain,
Agama dan kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat bersifat kemitraan;
artinya tidak ada pihak yang menguasai atau dikuasai.
f.
Bentuk-bentuk Hubungan
Kerjasama dengan Gereja lain, Agama dan Kepercayaan
lain Pemerintah dan Masyarakat
Bentuk-bentuk hubungan
kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan
lain pemerintah dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 5 dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
Hubungan kerjasama dengan
gereja lain,Agama
dan kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat dapat bersifat tetap atau
tidak tetap; artinya secara tetap dapat dilembagakan atau bersifat tidak tetap
sesuai dengan kesepakatan.
6. Pelaksanaan Hubungan kerjasama dengan Gereja lain,
Agama dan Kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Pelaksanaan hubungan
kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan
lain pemerintah dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 6 dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
Hubungan kerjasama dengan
gereja lain,
Agama dan Kepercayaan lain pemerintah dan masyarakat dilaksanakan dalam
tanggung jawab bersama.
7. Pertanggungjawaban Hubungan Kerjasama dengan Gereja lain,
Agama dan kepercayaan lain Pemerintah dan Masyarakat
Pertanggungjawaban hubungan
kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan
lain pemerintah dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja GKJ Pasal 20, Ayat 7 dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
Pertanggungjawaban hubungan
kerjasama dengan gereja lain, Agama dan Kepercayaan
lain pemerintah dan masyarakat dilakukan
secara periodik, baik, benar dan transparan.