Bahan PA tgl 21 & 23 November 2017 GKJ Ambarawa

Bahan PA tgl 21 & 23 November 2017
GKJ Ambarawa

Jangan Mengental Seperti Anggur di atas Endapannya


DAFTAR BACAAN KITAB SUCI           
Bacaan I                           : Zefanya 1 : 7,12-18           
Mazmur Antar Bacaan   : Mazmur 90 : 1-8 (9-11) 12          
Bacaan II                          : 1 Tesalonika 5 : 1-11         
Bacaan Injil                     : Matius 25 : 14-30

TUJUAN
Berangkat  dari  refleksi  bangsa  Israel  yang  terkekang  namun  tetap berpengharapan,  seperti  itu  jugalah  kiranya  posisi  iman  umat  dalam peziarahan iman ini. 


DASAR PEMIKIRAN
Hidup dalam kenyamanan bisa saja membuat orang menjadi lupa akan Tuhan.  Kenyamanan  tidak  hanya  bersifat  materi  tetapi  juga  kondisi psikologis  dan  iman.  Dalam  kosakata populer sering  disebut  dengan comfort zone              atau zona nyaman dan aman. Zona ini bisa berakibat pada enggannya seseorang untuk berubah karena perubahan selalu membawa pada ketidakpastian. Memaksa  seseorang untuk beranjak  dari  zona nyaman  tidaklah  mudah. Seperti  itulah  anggur  yang  berdiam  di atas endapan. Sebuah ungkapan di Perjanjian Lama untuk bangsa yang tidak mau berubah mendengar pengertian dari Tuhan.
Keberadaan dalam zona nyaman ini perlu disadari karena hakikat injil sebagai berita sukacita  senantiasa mengandung nilai-nilai perubahan. Memaksa pendengar dan pengikutnya untuk  introspeksi  diri dan mengubah diri sebelum mengubah dunia. Allah yang menyejarah dalam perubahan kehidupan perlu dimaknai sejalan dengan hakikat manusia. Makhluk yang dinamis dan terus menantang perubahan zaman. Talenta yang dimiliki pun juga tidak untuk dinikmati bak sebuah pajangan yang indah, namun sebagai bahan dasar perubahan diri dan sosial.

KETERANGAN TIAP BACAAN
Zefanya 1 : 7, 12-18
Sebagai Nabi yang berkarya pada zaman Raja Yosia, Zefanya mencoba mengingatkan  bangsa  Yehuda  dan  keluarga  kerajaan  secara  khusus, bahwa  reformasi  iman  perlu  terus  dijalankan.  Zefanya  menyaksikan bahwa  pasca  pembuangan  di  Babel,  Bangsa  Yehuda  belumlah  secara lengkap melepaskan dirinya dari bayang-bayang struktur iman dan ibadah bangsa Babel. Bahkan Bangsa Yehuda seakan enggan untuk mengubah dirinya  keluar  dari  kebiasaan  buruk  itu.  Pada  titik  inilah  ungkapan “mengental seperti anggur di atas endapannya” muncul. 
Anggur adalah minuman penting pada zaman itu. Beberapa literatul bahkan menyebutkan  lebih  sehat  meminum  anggur  daripada  minum  air  sumur. Orang-orang  zaman  itu  belum  mengenal  kebiasaan  memasak  air  demi menghilangkan cacing dan bakteri. Untuk itu, anggur adalah pilihan utama mereka.  Dalam  proses  fermentasi  selalu  ada  endapan  yang  tertinggal  di bawah cairan anggur. Endapan atau ampas bersama dengan anggur biasanya dibiarkan hingga beberapa lama agar aroma dan kualitas anggur tetap terjaga dengan baik.
Mengental seperti anggur adalah sebuah ungkapan sarkastik untuk setiap individu  yang  sudah  menikmati  begitu  banyak  kebaikan  hidup  namun enggan  untuk  mengakui  kebesaran  TUHAN  bahkan  berubah  (bdk.  Yer 48:11).  Simak  ay  12b,  “TUHAN  tidak  berbuat  baik  dan  tidak  berbuat jahat!” – tidak ada pengakuan dari bangsa Yehuda. Dan pada saatnya, anggur  ini  akan  tercerai  berai,  dituang  ke  dalam  berbagai  gelas  dan tempayan  yang  lain.  Hari  ini  adalah  hari  penghakiman  dari  TUHAN. Anggur  memang  adalah  minuman  yang  penting,  sama  seperti  umat Yehuda sebagai bangsa yang terpilih. Namun keengganan mereka untuk berubah akan membawa mereka kepada malapetaka. 
Anggur  sebagai  minuman  penting  pada  zaman  itu,  perlu  dirasakan  oleh banyak orang. Ketika anggur itu dituang disajikan kepada para tamu, pada saat itulah sebetulnya anggur itu bermakna. Anggur yang mengental di atas endapannya adalah gambaran bangsa yang tak berguna, berdiam diri, bahkan melupakan Allah. 

Mazmur 90 : 1-8 (9-11) 12
“Tuhan  adalah  tempat  perteduhan  kami  turun  temurun”,  demikian Mazmur  ini  dibuka.  Tampaknya  pemazmur  mencoba  menggambarkan secara kontras antara manusia dan Tuhan. Manusia digambarkan seperti debu  –  ringan,  ringkih,  mudah  tertiup  angin.  Jua  digambarkan  seperti rumput yang bertumbuh namun di petang lisut dan layu. Betapa cepatnya hidup  manusia  akan  usai.  Sebuah  gaya  bahasa  yang  mengingatkan pembaca akan kefanaan hidup manusia. Tidak ada manusia yang dapat menantang waktu Tuhan. Untuk itu sebaliknya pemazmur mengingatkan siapa kita dan siapa Tuhan. Petunjuk berikut yang penting juga adalah frase “turun temurun”. Frase ini menunjukkan bahwa Tuhan yang sama disembah oleh para leluhur hingga  saat  ini  pun  masih  menjadikan  diri-Nya  sebagai  Tuhan  yang melindungi umat. Kebesaran dan kesetian Tuhan tidak lekang oleh waktu. Justru  hidup  manusia  yang  digerus  oleh  usia  dan  penuh  dengan penderitaan. Namun dibalik semua itu, Tuhan tidak pernah lalai sebagai pelindung umat-Nya. 

1  Tesalonika 5 : 1-11
Surat Paulus kepada jemaat di Tesalonika adalah surat Paulus yang tertua. Demikian anggapan beberapa ahli. Signifikansi dari surat ini terletak pada aspek tuturan teologis Paulus akan kehidupan umat pasca peralihan iman. Kota Tesalonika sebagai kota besar di provinsi Roma, memiliki karakter heterogen.  Banyak  di  antara  penduduk  kota  ini  adalah  pengikut penyembah  berhala.  Begitu  juga  dengan  beberapa  jemaat  Tesalonika yang dulunya menjadi bagian dari ritus penyembahan berhala. Untuk itu, Paulus menyempatkan diri untuk tinggal di kota ini, membangun jemaat Tuhan dan bekerja sama dengan mereka. Dalam surat ini, Paulus mengingatkan akan betapa pentingnya kesetiaan bersama dengan Tuhan. Cara hidup yang sesuai dengan kehendak Allah pun dituturkan oleh Paulus dalam surat ini. Bagian yang menjadi bacaan kita adalah bagian yang mengingatkan umat akan waktu yang sementara ini. Dimensi waktu diangkat oleh Paulus karena godaan untuk kembali menjadi pengikut penyembahan berhala bisa mendistraksi fokus mereka akan Tuhan. Paulus mengingatkan bahwa hari kedatangan Tuhan tidak ada yang mengetahui. Untuk itu pesan “berjaga-jaga” menjadi penting untuk diingatkan pada umat. Penundaan terhadap pemenuhan pekerjaan Tuhan adalah satu tindakan yang mengingkari kedatangan Tuhan yang seperti pencuri di malam hari itu.
Kerjakanlah  keselamatan  seperti  orang  di  siang  hari.  Jangan  tertidur tampaknya  menyiratkan  bahwa  umat  jangan  sampai  terlena  dengan kehidupan dunia. Paulus secara tegas membedakan siang-malam, terang- gelap.  Ada  satu  posisi  iman  yang  telah  berubah.  Jika  dahulu  umat Tesalonika hidup dalam malam dan gelap kini mereka telah menjadi anak- anak  terang,  orang-orang  siang.  Orang-orang  yang  mengerjakan pekerjaan Tuhan. Menjadi umat untuk yang aktif dan produktif.

Matius 25 : 14-30
Perumpamaan  tentang  hamba  yang  diberikan  talenta  oleh  Sang  Tuan adalah  perumpamaan  yang  cukup  sering  di  dengar.  Beberapa  tafsiran tampaknya  sepakat  bahwa  mengusahakan  talenta  adalah  satu keniscayaan yang tidak terhindarkan untuk orang percaya. Tidak cukup dengan mengubur (menjaga) namun lebih dari itu, mengusahakan dan melipatgandakan. Etos kerja dan hidup umat Allah menjadi nyata disini. Bukan bicara hasil tentunya, namun proses yang menjadi penting disini. Salah satu titik dalam proses itu adalah melawan ketakutan. Sayangnya, hamba dengan satu talenta kalah dengan ketakutannya. Mengusahakan talenta tentu ada resiko, namun resiko itu layak untuk diperjuangkan. Perhatian kita tertuju secara khusus pada ayat 26, “Hai kamu, hamba yang jahat dan malas…” Kata jahat yang dipakai adalah                 poneros (Yunani). Kata ini tidak semata-mata berarti kejahatan kriminal, namun lebih luas, yaitu tindakan yang buruk, tindakan yang merugikan. Pada titik ini tampaknya Yesus ingin menggambarkan bahwa hamba yang jahat adalah hamba yang merugikan karena apa yang diberikan tidak berkembang. Pada titik ini Makna rugi tidak sama dengan hilang (                lost         ) namun ketidak berhasilan sang hamba pun telah disamakan dengan kerugian. 
Kata yang juga penting adalah malas. Kata Yunani yang dipakai adalah okneros yang tidak hanya berarti malas namun juga berarti manusia yang lambat, menyedihkan, dan (gemar) menunda pekerjaan. Kata malas ini tampaknya  menggambarkan  karakter  manusia  yang  mana  Tuhan  tidak berkenan.  Hamba  itu  tidak  hanya  malas  namun  itu  juga  menunda pekerjaan dan pada akhirnya pekerjaan itu tidak selesai sama sekali. Hal ini  akhirnya  membawa  pada  kondisi  yang  menyedihkan.  Suatu  kondisi yang sangat disayangkan. 

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN
Jadilah umat yang berkarya dalam nama Allah. Nampaknya inilah yang menjadi inti pewartaan pada minggu ini. Kalimat ajakan yang sederhana ini tidaklah mudah karena kondisi kehidupan manusia yang seakan tarik menarik antara keinginan diri dan kehendak Allah. Kenyamanan dalam satu posisi bisa menjadi penghalang terbesar bagi umat untuk berkarya.
Kondisi yang nyaman dan aman (comfort zone) adalah satu keadaan yang perlu  diamati.  Apakah  iman  saya  dan  persekutuan  saya  berada  dalam zona aman dan nyaman sehingga sukar untuk keluar darinya? Apakah hidup saya telah seperti anggur yang dituang dan dinikmati oleh banyak orang, ataukah hanya berdiam diri dalam ritual kesalehan individu tanta tahu menahu dengan kondisi riil disekitar? Gereja dan umat diajak untuk mendalami  kembali  peran  dan  panggilannya  sebagai  umat  Allah  di tengah-tengah dunia. 

Pertanyaan :
1. Ecclesia sempre reformanda  est  ( frase Latin untuk "gereja harus selalu direformasi", sering disingkat menjadi Ecclesia semper reformanda ) adalah frase yang pertama-tama dipopulerkan oleh Karl Barth pada tahun 1947. Frase  Ini mengacu pada keyakinan para teolog Protestan bahwa gereja harus terus-menerus memeriksa kembali dirinya sendiri untuk menjaga kemurnian doktrin dan praktiknya.
Setujukah saudara atas frase tersebut bahwa Gereja harus terus menerus diperbarui? Mengapa?

2.Perumpamaan akan Talenta pertama-tama mengingatkan akan besarnya anugerah yang telah diberikan oleh Allah dalam hidup setiap manusia. Lihat pengertian Talenta dalam kamus KBBI :“ talenta/ta·len·ta/ /talénta/ n pembawaan seseorang sejak lahir; bakat: Allah telah menganugerahkan -- , memberi kekuatan dan petunjuk” .

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Talenta adalah ukuran timbangan di Timur Tengah pada zaman Alkitab sebesar 3000 syikal (sekitar 34 kilogram). Dalam zaman Perjanjian Baru satu talenta merupakan ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya, yaitu enam ribu dinar  (Matius 18:24Matius 25:15-28).


Kalau kita dapati ada satu orang yang menguburkan/memendam talenta pemberian-Nya, apa yang dimaksudkan dengan pernyataan tersebut?

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013