Bahan PA tgl 28 & 30 November 2017 GKJ Ambarawa

Bahan PA tgl 28 & 30 November  2017
GKJ Ambarawa


Teladan Jalan Turun
(Memuliakan Allah, Mengangkat Manusia)

DAFTAR BACAAN
Bacaan 1       : Yehezkiel 34:11-16, 20-24      
Tangapan      : Mazmur 95:1-7a          
Bacaan 2       : Efesus 1:15-23
Bacaan Injil   : Matius 25:31-46

TUJUAN PERAYAAN IMAN
·      Umat dapat memahami dan mengakui kebesaran dan kemaha-kuasaan Allah. 
·      Umat dapat memahami bahwa pengakuan akan kebesaran dan kemahakuasaan Allah harus diwujudkan dalam tindakan menerima dan peduli pada sesama yang tersisih dan terpinggirkan.


DASAR PEMIKIRAN
Di dalam kemahakuasaan-Nya, Allah justru menyatakan penerimaan dan kepedulian-Nya pada manusia. Meskipun perilaku manusia sering membangkitkan kemarahan Allah, namun itu semua tidak menutupi penerimaan dan kepedulian-Nya. Penerimaan dan kepedulian Allah dinyatakan  di  dalam  tindakan-Nya  untuk  menolong, menyelamatkan, memelihara, dan memberikan jaminan kehidupan yang lebih baik. Hal ini membawa kita pada pemahaman bahwa mengakui kemaha-kuasaan Allah harus disertai dengan tindakan penerimaan dan kepedulian kepada manusia. Jika Allah mau menerima dan peduli kepada kita, maka pun harus membangun penerimaan dan kepedulian kepada orang lain, terlebih mereka yang tersisih dan terpinggirkan.

KETERANGAN BACAAN 
Yehezkiel 34:11-16,20-24
Yehezkiel dipanggil sebagai nabi ketika kerajaan Yehuda (kerajaan Selatan) terperangkap dalam persaingan kekuasaan antara Mesir dan Babel. Kerajaan Babel  muncul sebagai pemenang  dan  kemudian  menaklukkan Yerusalem pada tahun 597 SM. Beberapa pemimpin Yehuda, diantaranya raja Yoyakhin dan  nabi  Yehezkiel dibuang ke Babel. Sepuluh tahun kemudian, Yehuda memberontak  terhadap Babel. Nebukadnezar, raja Babel kemudian menghancurkan Yerusalem beserta dengan Bait Suci, sekaligus mengangkut pendudukknya untuk dibuang ke Babel. Jumlah penduduk yanng dibuang kali ini lebih banyak daripada pembuangan pertama. Yehezkiel dipanggil sebagai nabi pada kisaran tahun 593 SM, saat ia berada di Babel. Ia dipanggil untuk menjadi nabi bagi umat Allah yang tidak setia (2:3). Oleh karena itu, jikalau kita membaca 24 pasal pertama kitab Yehezkiel ini, kita  akan  menemukan  bahwa  sebagian  besar  isi  kitab  ini  adalah  tentang penghukuman Tuhan atas Yehuda dan Yerusalem karena penduduknya telah berpaling dari Tuhan. Bahkan ada saat ketika Yehezkiel sendiri menjadi bisu (3:26-27).Namun  demikian,  Yehezkiel  juga diutus untuk menyampaikan nubuat yang membangkitkan harapan akan masa depan yang lebih baik, yaitu tentang  janji  Tuhan  yang  akan  memulihkan dan mengemballikan bangsa Yehuda ke Yerusalem. Yehezkiel 34:11-16,20-24 berada dalam konteks janji Tuhan yang akan memulihkan Yerusalem dan Yehuda. Janji pemulihan ini menjadi pesan yang kuat karena pada saat itu Yehezkiel telah mendengar kabar bahwa Yerusalem  telah hancur (33:21). Yehezkiel pun mengalami pemulihan itu ketika ia pulih dari kebisuannya (33:22).
Di awal tugasnya sebagai nabi, Yehezkiel dipanggil Tuhan untuk menjadi penjaga yang bertugas mengingatkan bangsa Yehuda agar berbalik dari dosa-dosa  mereka  (3:17-21). Ia  memberikan  kritik  bagi  para  pemimpin Yehuda  yang  disebut  sebagai  gembala  yang  jahat.  Namun  ia  juga menegaskan bahwa Tuhan adalah gembala sejati bagi mereka. Di dalam bacaan kita, Yehezkiel menegaskan kembali bahwa Tuhan adalah gembala sejati  yang  memperhatikan  dombanya. Hal  ini  menunjukkan  bahwa sesungguhnya Tuhan kecewa dengan gembala-gembala jahat, yaitu para pemimpin  Yehuda  yang  telah  menyebabkan  kehancuran  bangsanya. Sebagai gembala yang baik, Tuhan berjanji akan:
1.                   Memperhatikan domba-Nya (34:11).
2.                   Mencari dan menyelamatkan domba-Nya (34:12).
3.     Membawa keluar, mengumpulkan, menggembalakan, dan memelihara kehidupan domba-Nya (34:13-14).
4.     Memulihkan dan menjamin kehidupan domba-Nya (34:16).
5.     Menjadi hakim, menolong, dan memimpin domba-Nya (34:20-24)
6.     Melalui janji-Nya, Tuhan menyatakan kekuasaan-Nya dan menegaskan kepada umat Yehuda bahwa diri-Nyalah satu-satunya pemimpin sejati yang memperhatikan umat milik-Nya.

Mazmur 95:1-7a
Teks  Mazmur  95:1-7a  mengisahkan  ajakan  Sang  Pemazmur  untuk  untuk memuji kebesaran Tuhan. Tuhan digambarkan sebagai “gunung batu” yang merupakan  lambang  kekuatan  dan  kemampuan  Allah  untuk  melindungi umat-Nya (95:1).Kebesaran Tuhan dinyatakan sebagai Raja yang berkuasa atas alam semesta (95:3-5). Pujian akan kebesaran Tuhan ini diungkapkan dalam beberapa pengakuan, pertama: pengakuan akan kekuasaan Tuhan, kedua:  pengakuan  bahwa  manusia  adalah  milik  Tuhan.  Pengakuan- pengakuan ini dilanjutkan dengan ajakan untuk menyembah Tuhan, karena di dalam kebesaran-Nya, umat dituntun dan digembalakan-Nya (95:6-7).Dengan demikian, bacaan ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa di dalam kekuasaan  dan  kebesaran-Nya,  Tuhan  mengangkat manusia menjadi kawanan domba-Nya yang dituntun dan digembalakan-Nya.

Efesus 1:15-23
Dalam teks Efesus  1:15-23, Paulus mengucapkan syukur dan berdoa atas kehidupan  jemaat  Efesus;  baik  kehidupan  iman  maupun  relasi  yang terbangun di antara mereka (1:15-16). Di dalam doanya, Paulus meminta agar Allah  memberikan  hikmat  kepada  jemaat  Efesus  sehingga  mereka  dapat memahami pengharapan dalam panggilan Allah yang telah disediakan untuk umat-Nya (1:18). Melalui hikmat pemberian Allah tersebut, Paulus berhadap agar jemaat Efesus memahami kuasa Allah yang telah menghidupkan Kristus dan memberikan kedaulatan bagi Kristus untuk berkuasa, juga menempatkan mereka menjadi bagian dari tubuh Kristus (1:19-23). Dengan demikian, Paulus menegaskan  bahwa  jemaat  Efesus  adalah  tubuh  Kristus  yang  menjadi kepenuhan Kristus (1:23).

Matius 25:31-46
Narasi  dalam  Matius  25:31-46  memberikan  gambaran  mengenai penghakiman  terakhir.  Di  dalam  penghakiman  itu  Anak  Manusia  akan datang  dalam  kemuliaan  bersama  para  malaikat  (25:31).  Kemudian, seluruh  bangsa  akan  dikumpulkan,  lalu  dipisahkan  seperti  gembala memisahkan domba dengan kambing (25:32). Dalam Alkitab Edisi Studi, dijelaskan bahwa dalam konteks Palestina pada zaman  Yesus,  seorang gembala biasanya menggembalakan domba dan kambing bersama-sama. Biasanya domba membutuhkan lebih banyak perhatian dan perawatan. Itu sebabnya biasanya domba lebih menurut pada gembalanya. Kambing lebih mandiri dari domba. Kambing bisa mencari makan sendiri, bisa memanjat  lereng yang berbatu dan curam demi menemukan makanan. Itu sebabnya, kambing memiliki kecenderungan lebih mandiri dan berani. Selain itu, domba dikenal sebagai hewan yang senang berkelompok sedangkan kambing lebih berkecenderungan berpencar. Meskipun keduanya sama-sama sebagai ternak yang  berguna,  namun  dalam  narasi  di  atas,  domba  diberikan  predikat yang lebih baik dari kambing.
Pesan yang hendak disampaikan sebenarnya bukan soal mengapa domba lebih baik dari kambing, tetapi soal pemisahan yang didasarkan atas kepedulian terhadap the others atau “Sang Liyan.” Kepedulian terhadap Sang Liyan ini menjadi  penanda  apakah  seseorang  menyambut  Anak  Manusia  atau mengabaikan  (25:34-45).  Dalam  narasi  ini  penulis  Injil  Matius  tampak memberikan konsep teologinya mengenai Allah yang hadir dalam sosok Sang Liyan dalam rupa manusia yang hina. Dengan demikian, melakukan sesuatu untuk manusia yang hina (liyan) sama artinya dengan melakukan sesuatu untuk Allah (25:35, 40). Rm. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. pernah menuliskan bahwa “memuliakan Allah berarti mengangkat manusia yang hina  ke  taraf  kemanusiaan  yang  layak  sebagai  mana  sejak  awal penciptaan, namun dihancurkan oleh hukum rimba buatan manusia.”
Pemahaman  ini  terlihat  radikal,  karena  biasanya  penerimaan  dan kepedulian itu ditujukan untuk sosok-sosok yang kita anggap lebih tinggi, atau  paling  tidak  sederajat  dengan  kita. Penerimaan  dan  kepedulian kepada yang hina ini selaras juga dengan pemikiran Martin Buber. Dalam teori Buber, menerima dan peduli kepada Sang Liyan  (25:35-40) adalah bentuk pola relasi “I-Thou,” pola relasi antara manusia dengan manusia. Bentuk  relasi  “I-Thou”  merupakan  lawan  dari  pola  relasi  “I-It”  yang digambarkan dalam bentuk penolakan atas Sang Liyan (25:42-45). Lebih dalam lagi, penerimaan dan kepedulian atas sosok yang hina diwujudkan dengan melakukan sesuatu atas mereka (25:35-36). Hal ini menunjukkan bahwa penulis Injil Matius ingin menegaskan bahwa terhadap keberadaan Sang Liyan dalam diri sosok-sosok yang hina, kita dipanggil untuk tidak sekedar  menerima  mereka  sebagai  sesama  kita,  tetapi  kita  dipanggil untuk – meminjam teorinya Miroslav Volf – merangkul (    embrace) mereka, bukan  menyingkirkan  (            exclusion).  Perangkulan  ini  bermuara  pada tindakan “pemberian diri untuk Sang Liyan” (I for Others).
Teori perangkulan Volf membawa kita pada konsep tentang hospitalitas. Christine. D. Pohl memberikan gambaran bahwa sesungguhnya konsepsi keramahtamahan ini adalah tradisi kekristenan yang sudah ada sejak lama dan mengalami  perkembangan makna. Semua perkembangan pemaknaan hospitalitas bermuara  pada  pemahaman  untuk  memperluas lingkup kebaikan kita.Kebaikan tidak hanya berhenti pada orang-orang yang biasa kita kasihi, tetapi harus diperluas untuk  menjangkau orang asing. Dengan  kata  lain,  hospitalitas  adalah  upaya  untuk  memberi ruang dan menjadi teman bagi orang asing (befriending stranger).

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN
Pengakuan bahwa Allah berkuasa atas segalanya. Kemahakuasaan Allah dinyatakan di dalam tindakan-Nya menerima dan peduli kepada manusia. Pengakuan akan kemahakuasaan dan kebesaran Allah harus diwujudkan dengan menerima dan peduli kepada sesama manusia yang tersisih dan terpinggirkan.


Bahan Diskusi :
1.Minggu tanggal 26 November dalam kalender gereja adalah Minggu Kristus Raja. Minggu Puncak atau Akhir dari Kalender Tahun A (Matius). Minggu depan kita masuk di awal Tahun B (Markus) dengan memasuki Minggu Adven 1. Menarik jika kita perhatikan bahwa di akhir/puncak tahun A ini kita diajak untuk memuliakan Kristus yang me-Raja dengan cara Menerima sesama (Sang Liyan = yang lain). Tingkat upaya memuliakan diukur dari seberapa kita mau mengikuti Jalan Turun Yesus. Sementara itu dalam beberapa pemahaman yang lain Memuliakan Yesus adalah soal spritual pribadi dan tidak terkait dengan Sesama. Apa pendapat saudara mengenai ajakan untuk meneladan Jalan Turun Yesus ini?


2.Masih ada yang berpendapat bahwa Kita masih suka memandang orang. Kita masih suka membeda-bedakan dan melihat status sosial orang. Apa yang akan terjadi jika kita terus menerus melakukan hal itu?

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013