Hidup adalah pilihan
Bahan Pemahaman Alkitab
GKJ Ambarawa, 25/27 Agustus 2009
Hidup adalah Pilihan
Yos. 24:1-2, 14-18; Mzm. 34:16-23; Ef. 6:10-20; Yoh. 6:56-69
Benang merah bacaan Leksionari
Yos. 24:1-2, 14-18
Bacaan kita merupakan penutup dari kitab Yosua yang menampilkan puncak karya dari Yosua.
Setelah berhasil meneruskan perjuangan Musa memimpin bangsa Israel menuju tanah perjanjian, diceritakan Yosua mengumpulkan segenap bangsa Israel dan menantang bangsa Israel untuk menentukan pilihan hidup mereka berkenaan dengan hubungannya dengan Allah. Dalam ayat 15 Yosua mengatakan : “Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (Yos. 24:15). Terlihat di sini bahwa Yosua sadar bahwa manusia adalah manusia yang otonom dan mandiri. Artinya tidak dapat dipaksa untuk berbuat sesuatu yang tidak ia pilih dan inginkan. Model kepemimpinan cara Yosua yang menghargai kebebasan kehendak bangsa Israel justru menghasilkan keputusan yang tepat dari seluruh bangsa Israel bahwa mereka tidak akan meninggalkan Allah (ayat 16).
Mzm. 34:16-23
Memaparkan tentang bagaimana manusia dapat mengekspresikan pilihan bebas mereka yaitu bersedia menjadi orang yang takut akan Tuhan atau menjadi orang fasik. Dalam bacaan dipaparkan keuntungan serta kelebihan dari masing-masing pilihan. Dari paparan ini pemamzmur juga berharap agar pembaca menentukan sikap secara tepat yaitu memilih untuk menjadi orang yang takut akan Tuhan.
Ef. 6:10-20
Rasul Paulus sadar bahwa kebebasan manusia ternyata tidak dapat digunakan oleh manusia dengan baik dan maksimal. Setiap umat percaya pada hakikatnya terdorong untuk selalu memilih yang terbaik, yang benar dan suci. Namun pada sisi lain juga disadari bahwa pilihan tersebut dalam praktek hidup sering gagal. Kita sering bergulat secara rohani seperti yang diungkapkan oleh rasul Paulus, yaitu: “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat” (Rom. 7:17). Jika demikian pilihan atau keputusan etis yang harus kita ambil tidaklah mudah seperti seseorang membalikkan tangan walapun dia seorang yang beriman dan mengasihi Tuhan. Pilihan etis-iman kita perlu ditopang oleh perlengkapan senjata rohani. Sebab pilihan etis-iman dalam kehidupan sehari-hari menempatkan diri kita dalam peperangan rohani. Rasul Paulus berkata: “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef. 6:12).
Yoh. 6:56-69
Kuasa kegelapan sering berupaya membutakan mata-rohani kita untuk menerima Kristus selaku Juru-selamat. Mungkin kebanyakan orang di dunia ini bersedia menerima dan mengakui Yesus Kristus sebagai seorang guru, nabi atau orang yang berhikmat. Tetapi saat mereka diminta untuk memilih Kristus selaku Tuhan dan Juru-selamat, maka mereka memilih untuk menolak dan meninggalkanNya. Demikian pula yang terjadi dengan para murid Yesus yang disaksikan di Yoh. 6 saat Dia menyatakan diriNya sebagai Roti Hidup. Mereka berkata: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" (Yoh. 6:60). Kemudian disebutkan di Yoh. 6:66, yaitu: “Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia”.
Pilihan yang tepat hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang telah memperoleh pencerahan dari Roh Kudus. Sikap iman yang demikian dinyatakan oleh Petrus, saat Tuhan Yesus menantang Petrus apakah dia juga akan meninggalkanNya. Petrus menjawab: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah" (Yoh. 6:68-69). Keberanian orang-orang seperti Petrus untuk mengaku bahwa Yesus sebagai satu-satunya Yang Kudus dari Allah dapat terjadi bilamana kehidupan mereka selalu diperlengkapi dengan senjata rohani. Di Ef. 6:13 rasul Paulus berkata: “Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu”.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Mengapa Allah menciptakan manusia dengan memiliki kehendak bebas? Apa maksud-Nya?
2.Mengapa manusia seringkali tidak benar dalam menggunakan kehendak bebasnya?
3.Bagaimana upaya yang harus ditempuh supaya manusia dapat menggunakan kehendak bebasnya secara benar sesuai dengan maksud Allah?
4.Apa akibat atau resiko ketika manusia salah dalam menggunakan kehendak bebasnya?
5.Baca Yoh 3:16. Apakah dalam memberikan keselamatan Allah juga mempertimbangkan kehendak bebas manusia?
GKJ Ambarawa, 25/27 Agustus 2009
Hidup adalah Pilihan
Yos. 24:1-2, 14-18; Mzm. 34:16-23; Ef. 6:10-20; Yoh. 6:56-69
Benang merah bacaan Leksionari
Yos. 24:1-2, 14-18
Bacaan kita merupakan penutup dari kitab Yosua yang menampilkan puncak karya dari Yosua.
Setelah berhasil meneruskan perjuangan Musa memimpin bangsa Israel menuju tanah perjanjian, diceritakan Yosua mengumpulkan segenap bangsa Israel dan menantang bangsa Israel untuk menentukan pilihan hidup mereka berkenaan dengan hubungannya dengan Allah. Dalam ayat 15 Yosua mengatakan : “Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (Yos. 24:15). Terlihat di sini bahwa Yosua sadar bahwa manusia adalah manusia yang otonom dan mandiri. Artinya tidak dapat dipaksa untuk berbuat sesuatu yang tidak ia pilih dan inginkan. Model kepemimpinan cara Yosua yang menghargai kebebasan kehendak bangsa Israel justru menghasilkan keputusan yang tepat dari seluruh bangsa Israel bahwa mereka tidak akan meninggalkan Allah (ayat 16).
Mzm. 34:16-23
Memaparkan tentang bagaimana manusia dapat mengekspresikan pilihan bebas mereka yaitu bersedia menjadi orang yang takut akan Tuhan atau menjadi orang fasik. Dalam bacaan dipaparkan keuntungan serta kelebihan dari masing-masing pilihan. Dari paparan ini pemamzmur juga berharap agar pembaca menentukan sikap secara tepat yaitu memilih untuk menjadi orang yang takut akan Tuhan.
Ef. 6:10-20
Rasul Paulus sadar bahwa kebebasan manusia ternyata tidak dapat digunakan oleh manusia dengan baik dan maksimal. Setiap umat percaya pada hakikatnya terdorong untuk selalu memilih yang terbaik, yang benar dan suci. Namun pada sisi lain juga disadari bahwa pilihan tersebut dalam praktek hidup sering gagal. Kita sering bergulat secara rohani seperti yang diungkapkan oleh rasul Paulus, yaitu: “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat” (Rom. 7:17). Jika demikian pilihan atau keputusan etis yang harus kita ambil tidaklah mudah seperti seseorang membalikkan tangan walapun dia seorang yang beriman dan mengasihi Tuhan. Pilihan etis-iman kita perlu ditopang oleh perlengkapan senjata rohani. Sebab pilihan etis-iman dalam kehidupan sehari-hari menempatkan diri kita dalam peperangan rohani. Rasul Paulus berkata: “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef. 6:12).
Yoh. 6:56-69
Kuasa kegelapan sering berupaya membutakan mata-rohani kita untuk menerima Kristus selaku Juru-selamat. Mungkin kebanyakan orang di dunia ini bersedia menerima dan mengakui Yesus Kristus sebagai seorang guru, nabi atau orang yang berhikmat. Tetapi saat mereka diminta untuk memilih Kristus selaku Tuhan dan Juru-selamat, maka mereka memilih untuk menolak dan meninggalkanNya. Demikian pula yang terjadi dengan para murid Yesus yang disaksikan di Yoh. 6 saat Dia menyatakan diriNya sebagai Roti Hidup. Mereka berkata: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" (Yoh. 6:60). Kemudian disebutkan di Yoh. 6:66, yaitu: “Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia”.
Pilihan yang tepat hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang telah memperoleh pencerahan dari Roh Kudus. Sikap iman yang demikian dinyatakan oleh Petrus, saat Tuhan Yesus menantang Petrus apakah dia juga akan meninggalkanNya. Petrus menjawab: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah" (Yoh. 6:68-69). Keberanian orang-orang seperti Petrus untuk mengaku bahwa Yesus sebagai satu-satunya Yang Kudus dari Allah dapat terjadi bilamana kehidupan mereka selalu diperlengkapi dengan senjata rohani. Di Ef. 6:13 rasul Paulus berkata: “Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu”.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Mengapa Allah menciptakan manusia dengan memiliki kehendak bebas? Apa maksud-Nya?
2.Mengapa manusia seringkali tidak benar dalam menggunakan kehendak bebasnya?
3.Bagaimana upaya yang harus ditempuh supaya manusia dapat menggunakan kehendak bebasnya secara benar sesuai dengan maksud Allah?
4.Apa akibat atau resiko ketika manusia salah dalam menggunakan kehendak bebasnya?
5.Baca Yoh 3:16. Apakah dalam memberikan keselamatan Allah juga mempertimbangkan kehendak bebas manusia?
Komentar