Untuk apa kita diciptakan?.

Pemahaman Alkitab
Gereja Kristen Jawa Ambarawa
20 Januari 2009.

Bacaan:
I Samuel 3:1-10; Mazmur 139:1-6;13-18; Yohanes 1:43-51

Untuk apa kita diciptakan?.

Pengantar.
Apabila kita mencermati beberapa tokoh di dalam Alkitab, ada satu pertanyaan besar yang tersisa. Kita ambil contoh tokoh Daud. Tidak ada yang tidak tahu siapa Daud. Ia adalah raja besar Israel. Ia terkenal karena dapat mengalahkan Goliat. Ia telah berhasil mempersatukan Israel. Namun ada sejarah hitam yang juga kita ingat tentang Daud. Yaitu persoalannya dengan Betseba istri Uria. Mengapa harus ada sejarah hitam tersebut? Tetapi mengapa ia tetap tercatat dalam kitab suci? Hal yang sama juga kita dapati pada tokoh Yakub, bapa orang Israel. Siapa dari kita yang tidak ingat akan tipu dayanya yang licik sehingga ia dapat mengelabui bapaknya Ishak sehingga berkat yang semestinya diberikan pada Esau akhirnya jatuh pada Yakub. Sejarah kelam tidak berhenti; kita juga mendapati sejarah kelam Musa yaitu dengan pembunuhan yang ia lakukan ketika ia masih di Mesir. Demikian pula dengan Saulus sebelum berganti nama menjadi Paulus. Ia adalah penganiaya jemaat. Mengapa mereka semua dipilih oleh Allah? Bukankah mereka bukan orang-orang yang bersih sepanjang hidupnya? Sejarah-sejarah gelap itu menyadarkan kita bahwa mereka yang dipilih oleh Allah bukanlah orang-orang yang sempurna pada dirinya. Allah berkenan memakai mereka untuk suatu panggilan khusus. Lalu bagaimana dengan panggilan kita?

Panggilan Samuel dan murid Yesus.
Hari ini kita membaca dua cerita tentang panggilan. Pertama di PL kita mendengar tentang Samuel yang dipanggil Allah. Samuel dipanggil untuk menjadi seorang nabi di Israel. Tetapi ketika Samuel dipanggil ia tidak serta merta mengerti arti panggilan yang ia dengarkan. Tiga kali berturut-turut ia menyangka bahwa Imam Eli yang telah memanggil dirinya. Hingga akhirnya Imam Eli membimbingnya untuk dapat mengerti dan menjawab panggilan itu.

Kita mungkin bisa meraba-raba mengapa Samuel tidak dapat segera mengerti dan menjawab panggilan itu karena ia belum pernah bertemu dengan Allah sendiri. Atau kalau kita mengutip dari apa yang tertulis, dikatakan bahwa memang firman Tuhan pada saat itu jarang terdengar. Dari sini kita bisa melihat bagaimana peran besar yang dilakukan oleh Imam Eli. Imam Eli telah enjadi sumber petunjuk bagi Samuel sehingga akhirnya Samuel dapat merespon panggilan itu dengan benar.

Di dalam Injil kita juga mendapati peran mentor/pembimbing yang telah dilakukan oleh Filipus. Ia telah berhasil mengantar Natanael pada Yesus. Ini dapat terjadi ketika Yesus berfirman kepada Filipus untuk mengikuti Dia. Filipus menjawab panggilan itu dan ia segera meneruskan panggilan itu pada Natanael dengan mengatakan bahwa ia telah bertemu dengan nabi yang dijanjikan Allah pada Musa (Ulangan 18;18). Usaha meneruskan panggilan itu ternyata tidak segera serta merta dijawab secara positip oleh Natanael. Mungkin dengan sedikit curiga Natanael malah bertanya:”Dapatkah sesuatu yang baik dating dari Nasaret?” Namun Filipus dengan sabar membimbing dan mengarahkan Natanael dengan berkata:”Marilah dan lihat sendiri”. Lalu terjadilah pertemuan dan percakapan langsung antara Natanael dan Yesus. Dan cerita berujung pada kebersediaan Natanael untuk mengikut Yesus.

Dari dua panggilan itu kita bisa melihat panggilan kita masing-masing. Kita mungkin termasuk orang yang perlu bukti seperti Natanael bahwa memang kita benar-benar dipanggil oleh Tuhan. Sampai akhirnya kita benar-benar dapat diyakinkan bahwa memang Allah menginginkan kita untuk mengikuti Dia.

Dari semua uraian di atas masih tersisa satu pertanyaan: mengapa Allah memanggil Samuel, Filipus dan Natanael? Apakah yang membuat mereka berbeda dengan kita? Satu hal yang menyatukan mereka bahwa mereka semua adalah orang-orang kebanyakan sepeti kita, orang-orang sederhana. Namun ada satu yang istimewa dari mereka, meskipun harus melalui proses yang tidak serta merta mudah pada akhirnya mereka menjawab positip atas panggilan Allah terhadap mereka. Itulah yang membuat mereka menjadi istimewa.

Jadi memang ada proses yang harus terjadi. Ada proses seperti Samuel yang menjadi bingung dan salah sangka sehingga ia perlu klarifikasi. Atau kadang seperti Natanael yang mulai dengan sikap skeptis/ragu terlebih dahulu. Atau kadang seperti Musa yang mengeluh dan merengek karena merasa tidak bisa bicara sehingga akhirnya Allah bersedia membuat penyesuaian. Atau kadang juga seperti Daud yang telah merasa dipanggil namun tetap juga melakukan dosa dan berbuat kesalahan dulu. Atau seperti Filipus yang langsung bangkit dan mengikuti Yesus serta yakin bahwa nantinya Yesus akan melakukan sesuatu untuk dirinya.

Kesadaran dan kepekaan rohani yang disampaikan oleh pemazmur sangat banyak membantu kita untuk menyadarkan kita akan arti sebuah panggilan.

Pertanyaan untuk diskusi:
1.Bagikan pengalaman saudara berkenaan dengan panggilan Allah serta jawaban yang saudara berikan. Apakah anda juga mengalami sebuah proses? Proses seperti apa?
2.Hambatan-hambatan seperti apa yang membuat kita tidak dapat menjawab panggilan Tuhan secara benar?
3.Menurut saudara kepekaan rohani seperti apa yang diajarkan oleh Mazmur 139?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013