PENGABDIAN

Bahan Pemahaman Alkitab
Gereja Kristen Jawa Ambarawa
Tanggal 10 Pebruari 2009.

PENGABDIAN

Bacaan: Yes. 40:21-31; Mzm. 147:1-11; I Kor. 9:16-23; Mark. 1:29-39
Pengantar
Motivasi pengabdian karena pengalaman bersyukur atas kasih-karunia Allah tentu sangat berbeda dengan seseorang yang melakukan suatu pelayanan sekedar sebagai kewajiban belaka. Sebab tugas pelayanan yang dilakukan karena sekedar suatu kewajiban akan dihayati sebagai suatu beban. Tugas tersebut tidak akan dilakukan dengan sepenuh hati. Karena itu mereka yang menghayati tugas pelayanan sebagai suatu beban tidak akan pernah mampu bersukacita, mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan dan tantangan, serta tidak akan memiliki ide-ide yang kreatif untuk mengembangkan tugas pelayanan yang dipercayakan kepadanya.
Walau dari sudut ukuran kita sama sekali tidak berarti, tetapi sangat ajaib Allah berkenan memandang kita begitu berarti bagiNya. Firman Tuhan: “Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau” (Yes. 43:4a). Tetapi pengalaman hidup sehari-hari justru kita sering merasa Allah tidak peduli dengan diri kita, sebab kita terus-menerus didera oleh berbagai macam persoalan dan penderitaan. Demikian pula sikap umat Israel yang merasa Allah tidak peduli dan membiarkan mereka dihancurkan oleh kerajaan Babel dan dibuang di Babel selama 50 tahun lebih. Di Yes. 40:27, mereka mengungkapkan kekesalannya kepada Tuhan: Mengapakah engkau berkata demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai Israel: "Hidupku tersembunyi dari TUHAN, dan hakku tidak diperhatikan Allahku?" Mereka melupakan satu kenyataan, yaitu dosa dan pemberontakan mereka melawan Allah yang menyebabkan Allah kemudian menyerahkan mereka kepada kerajaan Babel. Walaupun demikian Allah tetap menyayangi mereka dengan kasih yang tidak pernah putus-putusnya. Anugerah Allah senantiasa menopang mereka sehingga Dia terus-menerus memberi kekuatan dan semangat baru bagi umat yang kehilangan harapan. Allah yang perkasa dan maha-kuasa ternyata sangat peduli dengan umat yang hidupnya seperti rumput (Yes. 40:6). Dengan keadaan umat yang berkeluh-kesah dan merasa haknya tidak diperhatikan oleh Allah, maka Allah kemudian berfirman: “Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya. Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya” (Yes. 40:28-29). Dengan pemahaman teologis ini, nabi Yesaya memberikan orientasi dan pemaknaan hidup yang baru terhadap umat Israel agar mereka sungguh-sungguh mempermuliakan nama Allah dan menjadi para hambaNya yang setia. Sehingga dalam keadaan yang sangat sulit dan penuh derita mereka tidak akan pernah tergoda untuk mengabdikan dirinya atau menyembah kepada “ilah lain” seperti dewa Marduk yang sangat dipuja oleh penduduk kerajaan Babel. Allah menantang umatNya: “Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus” (Yes. 40:25).

Menjadi Hamba Bagi Semua Orang.
Umat yang menyadari makna pelayanan kepada Allah sebagai suatu kehormatan akan bersedia menjadi pembawa kabar baik bagi sesamanya (bdk. Yes. 40:9). Mereka akan dengan sukacita menjadi seorang abdi Allah untuk senantiasa memberitakan pekerjaan Allah yang sungguh ajaib dan menyelamatkan kehidupan setiap umatNya (Mzm. 147:3-6). Apalagi mereka kemudian mengenal karya keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus. Maka pastilah mereka akan mencurahkan seluruh waktu, tenaga, pikiran, dan hidup mereka untuk memberitakan karya keselamatan Allah yang agung itu. Alasan inilah yang mendasari rasul Paulus untuk memberitakan Injil Kristus. Bagi rasul Paulus tugas memberitakan Injil pada hakikatnya suatu kehormatan dan kemuliaan yang telah dipercayakan oleh Allah kepadanya. Sehingga dia melakukan tugas pemberitaan Injil sebagai suatu keharusan yang datang dari lubuk hatinya yang paling dalam: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (I Kor. 9:16). Pengabdian diri itulah yang menyebabkan rasul Paulus tidak ingin memperoleh kehormatan dan pujian apapun selain dipercaya oleh Allah untuk memberitakan Injil Kristus. Bahkan rasul Paulus sama sekali tidak pernah mengharapkan upah untuk kerja kerasnya dalam memberitakan Injil. Padahal kita tahu bahwa rasul Paulus telah mencurahkan seluruh tenaga, pemikiran yang sangat mendalam dan mempertaruhkan hidupnya selama dia mengabdikan diri sebagai pelayan Kristus. Tetapi sama sekali haknya untuk memperoleh upah dilepaskan oleh rasul Paulus dengan penuh kerelaan. Sebab bagi rasul Paulus makna upah yang paling mulia dalam kehidupan ini adalah: “Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil” (I Kor. 9:18).
Selaku abdi Kristus, selain rasul Paulus tidak pernah menuntut upah, dia juga ingin menjadikan dirinya sangat efektif untuk membawa sesama bagi Kristus. Itu sebabnya secara sadar dan sukarela rasul Paulus mau menjadikan dirinya hamba bagi semua orang supaya dia dapat memenangkan sebanyak mungkin orang (I Kor. 9:19). Di manapun rasul Paulus berada dia ingin menyelami seseorang sesuai dengan keberadaan orang tersebut agar dia dapat memberitakan Injil yang sesuai dengan konteksnya. Tepatnya dalam tugasnya untuk memberitakan Injil rasul Paulus berupaya untuk senantiasa berempati dan mengindentifikasi dirinya di tempat sesamanya berada sehingga dia dapat membawa mereka kepada Kristus. Itu sebabnya rasul Paulus berkata: “Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka” ( I Kor. 9:22). Dengan demikian makna pengabdian bagi rasul Paulus bukan sekedar suatu kemungkinan untuk tidak memperoleh upah yang bersifat materi; tetapi lebih dari pada itu yaitu suatu spiritualitas yang bersedia menjadikan dirinya hamba bagi semua orang agar mereka memperoleh keselamatan di dalam Yesus Kristus. Jadi makna pengabdian sejati tidak pernah menuntut tetapi selalu bersedia melepaskan apa yang menjadi haknya secara sukarela, dan juga bersedia melepaskan kepentingan diri sehingga dia melayani setiap sesamanya dengan segenap hati.

Efisien Waktu Dan Efektivitas Tugas.
Ciri khas dari kesaksian Injil Markus adalah mengisahkan pelayanan Tuhan Yesus dengan keterangan “euthus” yang artinya: “dengan segera”, “sekarang juga” (immediately). Artinya Injil Markus mau menjelaskan bahwa pelayanan Yesus ditandai oleh kesadaran akan waktu yang serba terbatas sehingga dilakukan oleh Tuhan Yesus secara efisien. Di Mark. 1:29 dimunculkan perkataan “euthus” yang tidak terlihat dalam terjemahan Alkitab terbitan LAI. Padahal seharusnya bunyi terjemahan Mark. 1:29 adalah: “Dan dengan segera sekeluarnya Yesus dari rumah ibadat itu Yesus dengan Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah Simon dan Andreas”. Sehingga dalam Mark. 1:29-39 kita dapat menyaksikan karya penyelamatan Kristus yang beraneka-ragam hanya dalam satu hari saja! Tuhan Yesus dalam mengabdikan diriNya selaku Messias yang kudus dari Allah sungguh-sungguh efektif dalam menyatakan karya keselamatan Allah. Dia menyembuhkan ibu mertua Petrus, lalu Dia menyembuhkan semua orang yang datang dengan berbagai macam penyakit dan kerasukan setan, kemudian pagi-pagi benar saat hari masih gelap Yesus berdoa, setelah itu Yesus pergi memberitakan Injil ke kota-kota terdekat. Semua tugas pelayanan itu diselesaikan oleh Tuhan Yesus secara efektif namun tetap efisien dalam waktu. Jadi Injil Markus mau menyaksikan Tuhan Yesus tidak memiliki waktu untuk bersenang-senang bagi diriNya sendiri. Tetapi pada sisi lain Dia juga bukan tipe orang yang mudah dikejar-kejar oleh waktu dan pekerjaan. Itu sebabnya di tengah-tengah pelayanan yang selalu dikerumuni oleh orang banyak, Tuhan Yesus tetap menyisihkan waktu yang khusus untuk berdoa kepada BapaNya. Tuhan Yesus tahu secara persis kapan Dia harus bertindak untuk menyembuhkan atau melepaskan seseorang dari kuasa setan, dan kapan Dia harus berdiam diri dan berkontemplasi. Dengan demikian, dalam mengabdikan diriNya Tuhan Yesus tidak sekedar melakukan suatu tindakan yang sifatnya “aktivisme” (yang penting beraktivitas), tetapi semuanya ditempatkan dalam kerangka waktu dan perencanaan Allah. Efisiensi waktu dalam pelayananNya didasarkan kepada ketaatan Dia melakukan kehendak BapaNya yang di sorga. Dengan demikian Tuhan Yesus sungguh-sungguh telah memerankan tugas pelayananNya dengan pengabdian yang sempurna kepada Allah.
Makna pengabdian diri yang seutuhnya kepada Allah terkait langsung dengan pola pengelolaan waktu secara efisien namun tetap menghasilkan pelayanan yang efektif yaitu pelayanan yang berdaya guna bagi banyak orang. Ketika pelayanan kita selalu fokus, yaitu tertuju hanya kepada kemuliaan Kristus dan kehendak Allah maka kita tidak akan mudah menyia-nyiakan waktu untuk bermanja diri dan memikirkan kepentingan diri sendiri. Dengan sikap demikian, kehidupan kita akan selalu fokus untuk melakukan karya keselamatan Kristus.

Pertanyaan:
1.Di ranah/wilayah apa saja kita harus mengabdi?
2.Pengabdian yang seperti apa yang dikehendaki Tuhan kepada kita?
3.Bagaimana caranya agar kita tetap setia dalam mengabdi?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013