Hati dan mulut yang tidak menajiskan.
Bahan Pemahaman Alkitab.
GKJ Ambarawa, 1/3 September 2009.
Hati dan mulut yang tidak menajiskan.
Bacaan: Ul 4:1-2, 6-9; Mzm. 45:1-2, 6-9; Yak. 1:17-27; Mark. 7:1-8, 14-15, 21-23
Benang merah:
Ul 4:1-2, 6-9
Berupa nasihat Musa kepada bangsa Israel untuk menjadi bekal dalam hidup baru di tanah perjanjian pemberian Tuhan. Harapan Musa agar bangsa Israel tetap setia pada setiap ajaran dan nasihat Musa. Kesetiaan diwujudkan dengan tidak menambah dan mengurangi ketetapan pemberian Allah (ayat 1-2). Dengan berlaku demikian bangsa Israel akan terkenal sebagai bangsa yang berakal budi dan bijaksana di depan bangsa lain (ayat 6). Namun yang lebih utama lagi adalah selalu mengingat apa yang sudah Allah kerjakan bagi bangsa Israel, yaitu perbuatan-perbuatan besar-Nya (ayat 9).
Mzm. 45:1-2, 6-9
Ini merupakan Mazmur untuk pernikahan seorang raja. Melalui Mazmur ini penulis mengingankan agar lidahnya seperti sebuah pena dari seorang jurutulis yang mahir (ayat 2). Selanjutnya penulis menyampaikan harapannya tentang seorang raja yang ideal yang ditandai oleh:
a.Mampu melindungi bangsanya dari musuh (ayat 6).
b.Takhtanya milik Allah sehingga langgeng selamanya (ayat 7a).
c.Tongkat kerajaannya adalah tongkat kebenaran (ayat 7b)
d.Mencintai keadilan dan membenci kefasikan (ayat 8)
Yak. 1:17-27
Yakobus mendorong agar jemaat dapat mewujudkan kedewasaannya sebagai orang percaya. Kedewasaan itu diwujudkan dengan:
a.Pengertian bahwa pencobaan dan ujian itu datangnya dari keinginan hati manusia sendiri (ayat 14-16).
b.Allah merancang sesuatu yang sempurna bagi orang percaya, yaitu menjadi yang sulung dari segala ciptaan (ayat 17-18)
c.Oleh karena itu orang percaya harus belajar dari hal yang sederhana, yaitu dengan pengendalian atas lidah (ayat 19,26), amarah (ayat 20). Tapi dalam hal Firman Allah, orang percaya tidak cukup dengan mendengarkan saja namun ia harus menjadi pelaku Firman (22-25).
Mark. 7:1-8, 14-15, 21-23
Bercerita tentang pertanyaan orang Farisi dan Ahli Taurat tentang para murid yang tidak melakukan adat-istiadat bangsa Israel (dhi: mencuci tangan sebelum makan). Berikutnya Tuhan Yesus menjelaskan bahwa yang terutama adalah hati manusia (ayat 7-8). Sebab bukan apa yang masuk dalam mulut manusia yang membuat manusia berada dalam kondisi najis tetapi justru perkataan dan perbuatan yang merupakan perwujudan dari hati, itulah yang menajiskan manusia (ayat 14-15). Sebab hati yang najis yang membuat manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang najis (ayat 21-23).
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Dari empat bacaan di atas ada pokok-pokok penting yaitu: Ingat akan kasih dan perbuatan Allah (Ulangan), mencintai kebenaran dan keadilan (Mazmur), pengendalian atas lidah dan amarah (Yakobus), hati yang tidak najis (Markus). Apakah keempat hal di atas mudah dikerjakan orang percaya? Kala sulit, apa sebabnya?
2.Dalam melakukan adat istiadat serta kebiasaan di tengah-tengah masyarakat, apakah setiap orang yang melakukan adapt-istiadat tersebut selalu mengerti apa yang menjadi nilai (terdalam) dari adat istiadat yang dilakukan? Mengapa?
3.Pernahkah kita berpikir seperti jemaat yang menerima surat Yakobus, mencari siapa dalang dari adanya pencobaan dan ujian dalam kehidupan manusia? Ceritakan hasil pengalaman saudara.
GKJ Ambarawa, 1/3 September 2009.
Hati dan mulut yang tidak menajiskan.
Bacaan: Ul 4:1-2, 6-9; Mzm. 45:1-2, 6-9; Yak. 1:17-27; Mark. 7:1-8, 14-15, 21-23
Benang merah:
Ul 4:1-2, 6-9
Berupa nasihat Musa kepada bangsa Israel untuk menjadi bekal dalam hidup baru di tanah perjanjian pemberian Tuhan. Harapan Musa agar bangsa Israel tetap setia pada setiap ajaran dan nasihat Musa. Kesetiaan diwujudkan dengan tidak menambah dan mengurangi ketetapan pemberian Allah (ayat 1-2). Dengan berlaku demikian bangsa Israel akan terkenal sebagai bangsa yang berakal budi dan bijaksana di depan bangsa lain (ayat 6). Namun yang lebih utama lagi adalah selalu mengingat apa yang sudah Allah kerjakan bagi bangsa Israel, yaitu perbuatan-perbuatan besar-Nya (ayat 9).
Mzm. 45:1-2, 6-9
Ini merupakan Mazmur untuk pernikahan seorang raja. Melalui Mazmur ini penulis mengingankan agar lidahnya seperti sebuah pena dari seorang jurutulis yang mahir (ayat 2). Selanjutnya penulis menyampaikan harapannya tentang seorang raja yang ideal yang ditandai oleh:
a.Mampu melindungi bangsanya dari musuh (ayat 6).
b.Takhtanya milik Allah sehingga langgeng selamanya (ayat 7a).
c.Tongkat kerajaannya adalah tongkat kebenaran (ayat 7b)
d.Mencintai keadilan dan membenci kefasikan (ayat 8)
Yak. 1:17-27
Yakobus mendorong agar jemaat dapat mewujudkan kedewasaannya sebagai orang percaya. Kedewasaan itu diwujudkan dengan:
a.Pengertian bahwa pencobaan dan ujian itu datangnya dari keinginan hati manusia sendiri (ayat 14-16).
b.Allah merancang sesuatu yang sempurna bagi orang percaya, yaitu menjadi yang sulung dari segala ciptaan (ayat 17-18)
c.Oleh karena itu orang percaya harus belajar dari hal yang sederhana, yaitu dengan pengendalian atas lidah (ayat 19,26), amarah (ayat 20). Tapi dalam hal Firman Allah, orang percaya tidak cukup dengan mendengarkan saja namun ia harus menjadi pelaku Firman (22-25).
Mark. 7:1-8, 14-15, 21-23
Bercerita tentang pertanyaan orang Farisi dan Ahli Taurat tentang para murid yang tidak melakukan adat-istiadat bangsa Israel (dhi: mencuci tangan sebelum makan). Berikutnya Tuhan Yesus menjelaskan bahwa yang terutama adalah hati manusia (ayat 7-8). Sebab bukan apa yang masuk dalam mulut manusia yang membuat manusia berada dalam kondisi najis tetapi justru perkataan dan perbuatan yang merupakan perwujudan dari hati, itulah yang menajiskan manusia (ayat 14-15). Sebab hati yang najis yang membuat manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang najis (ayat 21-23).
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Dari empat bacaan di atas ada pokok-pokok penting yaitu: Ingat akan kasih dan perbuatan Allah (Ulangan), mencintai kebenaran dan keadilan (Mazmur), pengendalian atas lidah dan amarah (Yakobus), hati yang tidak najis (Markus). Apakah keempat hal di atas mudah dikerjakan orang percaya? Kala sulit, apa sebabnya?
2.Dalam melakukan adat istiadat serta kebiasaan di tengah-tengah masyarakat, apakah setiap orang yang melakukan adapt-istiadat tersebut selalu mengerti apa yang menjadi nilai (terdalam) dari adat istiadat yang dilakukan? Mengapa?
3.Pernahkah kita berpikir seperti jemaat yang menerima surat Yakobus, mencari siapa dalang dari adanya pencobaan dan ujian dalam kehidupan manusia? Ceritakan hasil pengalaman saudara.
Komentar