renungan PSAK
Renungan
bulan September 2012
Sabtu, 1 September 2012
Matius
5 : 41
"Dan
siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia
sejauh dua mil."
Dalam
bekerja kita sering berhadapan dengan deadline, yaitu masa dimana apa
yang kita kerjakan harus sudah rampung. Ini adalah realita yang akan dihadapi
ketika seseorang masuk ke dalam dunia pekerjaan profesional, dan hal ini selalu
saya tekankan kepada para siswa-siswi saya. Dan saya pun melatih mereka agar
serius memandang deadline lewat syarat pengumpulan tugas yang tepat
waktu, tidak molor sedikitpun. Tidak semua siswa patuh terhadap hal ini, karena
seperti kebiasaan banyak manusia, mereka selalu bersantai-santai dahulu,
kemudian kalang kabut mengerjakan ketika waktu sudah mepet. Akibatnya
seringkali tugas itu belum rampung pada saatnya. Ketika seharusnya tugas itu
sudah dikumpulkan, mereka kedapatan masih sibuk mengerjakan.
Sudah
menjadi sifat kebanyakan manusia untuk tidak serius mengerjakan sesuatu sejak
awal. Kesibukan dan keseriusan baru akan muncul ketika deadline sudah mepet,
dan akhirnya apa yang dikerjakan pun seringkali tidak sempurna alias hanya seadanya,
ala kadarnya. Padahal firman Tuhan menegaskan bahwa kita haruslah melakukan
segala sesuatu dengan serius. Tidak hanya serius, bahkan dikatakan bahwa kita
harus melakukan lebih dari yang seharusnya. Dan inilah yang dikenal dengan
sebutan "going the extra mile".
Yesus
berkata "Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil,
berjalanlah bersama dia sejauh dua mil." (Matius 7:41). Bagi kita
mungkin berjalan satu mil saja sudah berat, kalau bisa setengahnya saja atau
tidak usah sama sekali. Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk melakukan lebih
dari itu, menambah satu mil lagi.
Bagaimana
caranya? Ada banyak contoh yang mungkin bisa kita pakai sebagai bentuk aplikasi
dari going extra mile ini. Misalnya jika dahulu mencuri, setelah menerima Yesus
bukan saja berhenti mencuri, tetapi tingkatkan hingga memberi. Jika dahulu
mudah marah dan membenci, sekarang bukan saja berhenti membenci dan mengurangi
emosi, tetapi tingkatkan hingga bisa mengasihi. Ini baru dua contoh dari sekian
banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai aplikasi nyata dari going extra mile
dalam kehidupan kita sehari-hari.
Mengapa
kita harus berjalan lebih dari yang diharuskan? Ayat 48 memberikan alasannya.
"Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga
adalah sempurna.". Untuk menjadi sempurna kita tidak bisa
setengah-setengah, tidak cukup melakukan ala kadarnya, tetapi keseriusan yang
sungguh-sungguh haruslah menjadi gaya hidup kita. Tanpa itu niscaya kita tidak
akan pernah bisa menjadi sempurna. Salah satu gambaran yang jelas mengenai
going extra mile ini bisa kita lihat dalam hal menghadapi musuh, seperti yang
tertulis dalam Lukas 6:27-36. Perhatikan firman Tuhan berikut: "Dan
jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena
orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab
jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah
jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan
sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya,
apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa,
supaya mereka menerima kembali sama banyak." (ay 32-34). Kalau kita
puas dan berhenti sampai disitu saja, lantas apa bedanya kita dengan orang
lain? Ada seruan penting yang harus kita ingat bahwa dalam perjalanan hidup
kita ini, kita harus berjalan menuju kesempurnaan seperti halnya Bapa. We
are going towards it, and for that we are told to walk extra mile.
Dalam
Efesus kita bisa melihat aplikasi dalam dunia pekerjaan. "Hai
hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan
tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan
mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus
yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela
menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan
manusia." (Efesus 6:5-7). Jangan cuma rajin ketika diperhatikan, atau
ketika diiming-imingi bonus saja, tetapi lakukanlah apapun yang kita kerjakan
dengan sebaik-baiknya seperti untuk Tuhan. Ini contoh lain dari menjalani mil
kedua. Bagaimana dalam hal rohani? Kita sudah diselamatkan, oleh karena itu
kita harus menjaga diri kita agar tetap berjalan dalam koridor firman Tuhan,
sesuai dengan apa yang dikehendakiNya. Tetapi kita tidak berhenti disana,
karena seharusnya kita pun terpanggil untuk peduli kepada keselamatan orang
lain. Membawa orang yang tersesat kembali kepada Tuhan, membawa jiwa-jiwa untuk
bertobat, memberi kepada yang membutuhkan dengan sifat murah hati berdasarkan
kasih dan sebagainya.
Terlalu
cepat puas dengan usaha ala kadarnya tidak akan pernah membawa kita untuk
menapak ke arah kesempurnaan seperti yang dikehendaki Tuhan. Melakukan sesuatu
setengah-setengah tidak akan membuat kita mampu menjadi terang di dunia. Yesus
mengajarkan murid-muridNya termasuk kita untuk mau berjalan lebih, to go the
extra mile. Dan inilah yang seharusnya membedakan kita dari kehidupan orang
dunia. Ketika mil pertama mengacu kepada kewajiban, mil kedua itu mengacu
kepada kasih. Orang-orang yang berjalan hingga mil kedua adalah orang yang
mau melakukan lebih dari sekedar kewajiban dan meneruskannya dengan melakukan
atas dasar kasih. Siapkah anda? Let's move on to the next mile!
Senin, 3 September 2012
Matius
5:7
"Berbahagialah
orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan."
Sebuah
karakter yang wajib dimiliki oleh kita pengikut Kristus adalah murah hati.
Seperti apa yang dikatakan costumer sercvice di atas, kita pun seharusnya tetap
peka dalam melihat permasalahan orang-orang yang berada di sekitar kita dan
siap menanyakan hal yang sama: "Ada yang bisa saya bantu?" We have to
be ready to lend a hand, to help. Kemurahan hati merupakan sebuah karakter atau
sikap yang harus hidup dan bertumbuh subur dalam diri kita.
Ada
banyak orang rela memberi, tetapi tidak semua berasal dari karakter kemurahan
hati. Perhatikanlah ada banyak orang yang memberi dengan mengharapkan imbalan
atau balas jasa. Ada orang yang memberi demi agendanya pribadi, demi tujuan
tertentu yang memberikan keuntungan bagi dirinya secara pribadi atau golongan.
Ada pula yang ketika memberi mereka berharap mereka dapat menguasai atau
mengubah orang yang diberi sesuai dengan keinginan mereka, membantu seseorang
untuk menjadikannya boneka yang bisa diatur sekehendak hati. Yang seperti ini
bukanlah sebuah pemberian yang didasari sebuah sikap kemurahan hati yang
berasal dari kasih. Apa yang mendasari sebuah uluran tangan untuk membantu
haruslah murni dari kemurahan hati, dan kemurahan hati ini harus pula
berlandaskan kasih. Inilah yang dikehendaki Tuhan untuk kita miliki.
Kemurahan
hati mutlak harus kita miliki sebagai pengikut Yesus. Dia telah menyampaikan
hal ini dalam kotbah di atas bukit yang sangat terkenal itu.
"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh
kemurahan." (Matius 5:7). Hal ini sejalan dengan apa yang tertulis jauh
sebelumnya, yaitu dalam Amsal: "Orang yang murah hati berbuat baik kepada
diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri." (Amsal
11:17). Hanya dengan bersikap murah hati yang benar-benar tuluslah kita akan
beroleh kemurahan. Jika kita hanya berpura-pura baik dalam membantu atau
memberi padahal kita punya begitu banyak agenda terselubung dibelakangnya, maka
hal itu bukanlah sesuatu yang berkenan dimata Tuhan.
Cukupkah murah hati itu diwakili oleh sebuah perasaan kasihan, ungkapan simpati yang hanya berhenti hingga kata-kata yang keluar dari mulut saja? Tentu tidak. Perhatikan firman Tuhan berikut: "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Bagaimana mungkin kita mengaku memiliki kasih Allah, mengaku sebagai anak Allah, tetapi kita tidak melakukan apa-apa secara nyata dan hanya bergumam kasihan saja kepada orang lain? Maka apa yang harus kita lakukan pun hadir dalam ayat berikutnya. "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (ay 18). Bukan hanya dengan perkataan, bukan sebatas di bibir atau lidah saja, tetapi haruslah lewat perbuatan nyata dan dalam kebenaran.
Jika
kita mengaplikasikan kasih dan kemurahan hati berdasarkan sebab akibat, itupun
tidak tepat. Memberi hanya karena membalas pemberian orang, atau berharap
diberi kembali, berbuat baik karena orang baik kepada kita, mengasihi orang
karena mereka mengasihi kita, itu semua masih terlalu dangkal. Yesus mengatakan
"Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah
pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam
kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain?
Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?" (Matius
5:46-47). Dan inilah yang dituntut dari kita: "Karena itu haruslah kamu
sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (ay 48).
Seperti halnya Bapa di surga mengasihi semua orang dengan sempurna, seperti itu
pula kita dituntut untuk berlaku. Membantu, memberi tanpa pamrih, tergerak dan
terpanggil untuk melakukan sesuatu secara nyata bukan karena mengharap imbalan
atau memiliki tujuan tersembunyi di belakangnya, tapi murni karena belas
kasihan, sebuah kemurahan hati yang berdasarkan kasih. Bukan sembarang kasih,
tetapi seperti kasih Allah yang tinggal diam di dalam diri kita.
Sesungguhnya
kasih memiliki posisi yang sangat tinggi dalam kekristenan. Itu adalah sebuah
esensi dasar Kekristenan. Sudahkah kita memilikinya? Sudahkah kita peka terhadap
kesulitan orang di sekeliling kita dan bergerak untuk memberikan bantuan nyata?
Atau kita masih berhenti pada rasa iba tanpa perbuatan, masih berhitung untung
rugi, memikirkan manfaat apa yang bisa kita peroleh dibaliknya, atau malah
tidak peduli sama sekali? Simpati atau iba itu baik, tapi tidak akan ada
hasilnya jika tidak diikuti dengan perbuatan nyata. Dan itu haruslah berasal
dari hati yang mengasihi. Itulah sebuah kemurahan hati yang selayaknya dimiliki
oleh kita. Kehidupan secara global semakin berat, itu artinya semakin banyak
orang yang butuh uluran tangan saudara-saudaranya. Siapkah anda untuk datang
kepada mereka dan berkata, "adakah yang bisa saya bantu?"
Amin.
Kemurahan
hati berdasarkan kasih akan mampu membuat perbedaan nyata dalam kehidupan
Sabtu, 8 September 2012
Kolose
3 : 23
"Apapun
juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan
dan bukan untuk manusia."
Kerja ya kerja, spiritual ya spiritual. Ada banyak orang yang membagi kedua hal ini menjadi bagian yang benar-benar terpisah dan berbeda. Bekerja itu murni dan mutlak untuk menyambung hidup, mencari nafkah, memenuhi kebutuhan keluarga dan diri sendiri. Artinya, tidak ada makna spiritual apapun yang bisa dikaitkan dengan pekerjaan atau profesi kita sehari-hari. Bicara soal spiritual beda lagi, yang dipikirkan adalah doa, pujian dan penyembahan, saat teduh dan kegiatan rohani lainnya. Menjadi pendeta, misionaris, diaken atau worship leader dan tim musik, itulah urusan rohani, sedangkan dalam bekerja tidak ada kaitan sama sekali dengan spiritual. Ini adalah sebuah misconcept, sebuah pemikiran yang keliru.
Benar
bahwa kita bekerja untuk menyambung hidup. Benar bahwa kita harus bekerja untuk
mencari nafkah, mencukupi kehidupan rumah tangga dan kebutuhan istri dan
anak-anak. Alkitab pun berkata dengan keras mengenai sebuah keharusan untuk
giat bekerja. "Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia
makan." (2 Tesalonika 3:10). Tidak ada kemalasan dalam kamus kehidupan
kekristenan. Jika kita melihat orang-orang yang dipakai Tuhan di sepanjang
alkitab, kita pun akan menemukan bahwa mereka yang dipakai Tuhan adalah
orang-orang yang kedapatan sedang bekerja. Tuhan tidak memakai orang malas, Dia
tidak pernah berkenan kepada sesuatu yang bernama kemalasan ini. Namun ingatlah
bahwa prinsip kekristenan memandang kerja bukan hanya sekedar untuk menyambung
hidup atau mencari nafkah saja, melainkan juga untuk memuliakan Tuhan di
dalamnya. Lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan, bekerja seharusnya juga
memiliki makna spiritual di dalamnya.
Apa
yang menjadi tugas manusia yang diberikan Allah lewat Adam? Dalam Kejadian 2
kita bisa membaca bahwa Adam ditugaskan untuk "mengusahakan dan
memelihara taman Eden" (Kejadian 2:15), lebih lanjut juga ditugaskan
seperti ini: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (1:28). Perhatikan
bahwa Adam bukan ditugaskan untuk berdoa, menyanyi dan menari untuk Tuhan,
tetapi untuk melakukan serangkaian tugas seperti yang tertulis dalam ayat di
atas. Artinya untuk menyenangkan dan memuliakan Tuhan kita bukan hanya terbatas
pada kegiatan-kegiatan kerohanian semata, tapi lewat pekerjaan atau profesi
kita sehari-haripun kita harus memperhatikan untuk melakukan hal-hal yang bisa
menyenangkan hati Tuhan, dimana Tuhan dimuliakan di dalamnya.
Mari
kita lihat sejenak sosok Paulus. Paulus adalah seorang yang radikal dalam
mewartakan berita keselamatan kemanapun ia pergi. Dia tidak takut, dia tidak
bersungut-sungut, dia tidak hitung-hitungan untung rugi, semua dia lakukan
karena ketaatan dan kasih yang besar kepada Kristus. Bahkan nyawanya sekalipun
ia berikan demi menjalankan apa yang telah ditugaskan kepadanya. Namun lihatlah
bahwa Paulus masih tetap bekerja. Paulus bekerja sebagai pembuat kemah (Kisah
Para Rasul 18:2-3), dan itu dia gunakan untuk membiayai keperluan dan
kebutuhannya beserta teman-teman sekerja dalam melayani. (20:34). Paulus
tidak meminta hak khusus untuk tidak bekerja, meskipun waktu dan fisiknya jelas
tersita untuk melayani kemana-mana. Ia mengalami deraan, siksaan dan
sebagainya, namun ia tetap bekerja. Bahkan lebih dari sekedar untuk membiayai
pelayanan, Paulus pun menyatakan bahwa ia bekerja agar bisa memberi, membantu
orang lain. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa
dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan
harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah
lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (ay 35). Dari
rangkaian fakta ini kita bisa menyimpulkan bahwa Paulus menyadari ia bisa
memuliakan Tuhan lewat pekerjaannya. Tidak bersungut-sungut dalam melayani dan
bekerja sekaligus, membiayai pelayanannya dan rekan-rekan, plus memberi bantuan
kepada orang lain, bukankah semua itu merupakan sesuatu yang berharga di mata
Tuhan? Artinya jelas, ada makna spiritual yang harus terkandung di dalam
pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari.
Firman
Tuhan berkata: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan
segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
(Kolose 3:23). Ayat ini mengikuti ayat sebelumnya yang berbunyi "Hai
hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya
di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati
karena takut akan Tuhan." (ay 22). Ada sebuah alasan yang lebih dari
sekedar menyambung hidup dalam bekerja, yaitu untuk menyenangkan hati Tuhan.
Dan karena itulah kita dituntut untuk bekerja dengan serius dan
sungguh-sungguh, bukan seperti untuk manusia melainkan seperti untuk Tuhan.
Tokoh reformasi gereja Martin Luther pernah berkata: "Even if I knew
that tomorrow the world would go to pieces, I would still plant my apple
tree." Ia akan tetap bekerja meski besok dunia hancur lebur. Semua ini
bisa membuka cakrawala pemikiran kita bahwa sudah seharusnya pekerjaan kita
memiliki nilai spiritual yang sama dalamnya dengan segala kegiatan kerohanian
kita seperti berdoa, membaca firman Tuhan, beribadah, bersekutu dan sebagainya.
Bekerja adalah sebuah hal yang sangat penting di mata Tuhan, bukan saja karena
Tuhan tidak menyukai orang malas, tetapi karena ada banyak hal yang bisa kita
lakukan di dalamnya untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Oleh sebab itu kita harus
memandang dan memperlakukan pekerjaan kita sama serius dan dalamnya seperti
segala kegiatan kerohanian kita. Mulai hari ini, mari kita sama-sama pastikan
bahwa kita telah memandang pekerjaan atau profesi kita hari ini seperti apa
yang Tuhan kehendaki. Amin.
Ada
makna spiritual yang seharusnya terkandung di dalam pekerjaan, karena itu
lakukanlah dengan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan
Senin, 10 September 2012
Belajar Hidup dalam Kerendahan Hati
Mat 11:29
Pikullah
kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah
hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan."
Winkie
Pratney dalam kata sambutannya untuk buku itu mengatakan bahwa kerendahan hati
masih merupakan salah satu kebutuhan terbesar dalam zaman kita.
Begitu
banyak buku yang membahas tentang kunci hidup sukses dan diberkati, tapi hanya
sedikit yang menempatkan kerendahan hati sebagai syarat untuk mencapai
kesuksesan sejati. Kerendahan hati seharusnya menjadi tujuan dan sasaran dalam
hidup kekristenan kita sebab itulah kunci untuk menemukan kebahagiaan dan
kedamaian sejati.
Dalam
bahasa Yunani kerendahan hati dituliskan dengan kata "praios" (
terjemahan b.Ingris : meek ) yang mana berarti juga lemah lembut. Kata praios
juga dipakai dalam salah satu tema kotbah Yesus di bukit ( beatitudes ) yaitu
berbahagialah orang yang lemah lembut ( praios) , karena mereka akan memiliki
bumi. Para teolog yang ahli bahasa aram ( bahasa yang Yesus gunakan )
memperkirakan maksud Yesus dengan lemah lembut ( meek ) di sini adalah
seseorang yang menyerah kepada Allah. Kerendahan hati memang erat kaitannya
dengan peyerahan dan ketergantungan total kepada Allah. Dalam suratnya kepada
jemaat di Galatia, Rasul Paulus menuliskan tentang buah Roh yang salah satunya
adalah kerendahan hati/kelemahlembutan ( praios, praiotes ). Jadi ternyata
kerendahan hati juga merupakan salah satu bagian dari buah Roh. Salah satu
tanda kedewasaan rohani adalah memiliki buah Roh termasuk salah satunya buah
kerendahan hati/kelemahlembutan.
Yesus
merupakan tedadan utama kita dalam mempelajari hidup dalam kerendahan hati.
Selama hidupNya di dunia ini, Yesus selalu berjalan dalam kerendahan hati dan
ketaatan kepada Bapa. Oleh karena itu pelayananNya membawa pengaruh yang begitu
besar dan tidak dapat tertandingi oleh siapapun manusia yang pernah hidup di
dunia. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa maka dunia ini sudah dikuasai oleh
kesombongan dan keangkuhan hidup. Yesus datang dengan bersenjatakan kerendahan
hati untuk mengalahkan dan menaklukkan kesombongan tersebut. Kesombongan hanya
dapat dikalahkan oleh kerendahan hati.
Walaupun
Yesus merupakan anak Raja dari segala Raja namun Ia memilih untuk lahir di
kandang yang hina. Lalu Ia juga memilih untuk dilahirkan sebagai anak tukang
kayu yang mana bukan pekerjaan terhormat. Selama 30 tahun, Ia juga bekerja
sebagai tukang kayu walaupun sebenarnya Ia bisa saja melayani sejak remaja
sebab kemampuan dan hikmatNya sudah memungkinkan untuk itu. Namun dengan sabar
Yesus menunggu dalam kerendahan hati sampai waktunya (kairos) telah tiba bagi
Dia untuk melayani sebagai anak Allah. Salah satu definisi dari kerendahan hati
adalah kerelaan untuk mengalami hinaan dan tidak dikenal.
Pada
masa-masa terakhir hidupNya di dunia ini, Yesus membasuh kaki murid-muridNya
sebagai lambang kerelaanNya untuk melayani dan menjadi hamba bagi orang lain.
Yesus mengatakan kepada para muridNya sebagaimana Aku membasuh kakimu maka kamu
wajib saling membasuh kaki yang mana berarti harus saling melayani dan
merendahkan diri. Selain berarti kerelaan untuk tidak dikenal, kerendahan hati
juga berarti kerelaan untuk melayani dan menjadi hamba bagi orang lain. Kita
wajib saling melayani satu dengan yang lain dalam kerelaan bila ingin hidup
dalam kerendahan hati. Salah satu bentuk saling melayani tersebut adalah dengan
saling mendoakan satu dengan yang lain.
Karena
itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu
ditinggikan-Nya pada waktunya (IPtr 5:6 ). Syarat untuk mendapatkan
promosi/peninggian dari Allah adalah hidup dalam kerendahan hati. Bila kita
hidup dalam kerelaan untuk tidak dikenal dan melayani orang lain maka Tuhan
akan meninggikan kita pada waktunya. Promosi yang sejati datang dari Tuhan
bukan dari manusia. Bila Tuhan sendiri yang mempromosikan kita maka tidak ada
satupun manusia yang dapat menghalangiNya.
Selain
itu hidup dalam kerendahan hati juga akan membuat hidup kita berhasil dan
dipenuhi berkat. Tetapi orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan
bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah ( Mzm 37:11). Walaupun
bangsa kita sedang dirundung krisis yang sepertinya tiada berujung namun bila
kita hidup dalam kerendahan hati maka kita akan mewarisi negeri ini dan
menikmati kesejahteraan yang berlimpah-limpah. Jaminan kita bukan datang dari
manusia tetapi datang dari Allah. Tuhan tidak akan pernah gagal menepati
janjiNya sebab Ia tidak bisa gagal.
Bill
Gothard mengatakan setiap pagi ia membiasakan diri merendahkan dirinya dalam
doa kepada Tuhan. Setiap pagi ia mengakui kelemahan dan ketidaklayakannya
kepada Tuhan. Bill berkata, "Bila Saya tidak merendahkan diri maka akan
ada orang yang dengan senang hati akan merendahkan saya ". Daripada
direndahkan lebih baik kita merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Segala
sesutu yang kita lakukan berulang-ulang akan menjadi kebiasaan kita.
Kebiasaan-kebiasaan dalam hidup kita itulah yang disebut karakter kita. Bila
kita membiasakan diri untuk hidup dalam kerendahan hati maka lambat laun kita
akan memiliki karakter kerendahan hati. Kerendahan hati bukanlah sebuah karunia
Roh melainkan karakter yang harus terus dilatih.
Beberapa
waktu belakangan ini saya mulai membiasakan diri merendahkan diri setiap pagi
dihadapan Tuhan. Setiap pagi saya mengakui kepada Tuhan semua kelemahan dan
ketidakberdayaan saya. Saya mengakui dalam doa betapa saya ini lemah dan rentan
terhadap dosa karena masih tersusun dari darah dan daging. Saya memohon kasih
karunia dan kekuatan kepada Tuhan agar sepanjang hari bisa hidup dalam
kekudusan dan kebenaran. Setelah melakukan kebiasaan itu, saya merasakan adanya
sebuah kemenangan dan lebih mudah untuk hidup dalam kekudusan sepanjang hari.
Bukan berarti setelah itu tidak ada lagi pencobaan dan godaan tetapi tersedia
anugerahNya yang memberikan kekuatan untuk mengatasi setiap pencobaan yang
datang.
Kita
semua sebenarnya layak binasa karena dosa namun oleh anugerahNya saja kita
dibenarkan dan diselamatkan. Semuanya memang hanya karena anugerahNya bukan
karena kuat kita. Marilah kita hidup dalam kerendahan hati seperti Tuhan kita,
Yesus Kristus ! Amin.
Sabtu, 15 September 2012
Berbuat Baik
Efesus
2:10.
"Karena
kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan
baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."
Sering
kita mendengar pernyataan bahwa perbuatan baik itu belum tentu dibalas dengan
kebaikan pula. Pertanyaannya adalah apakah lantas kita memilih untuk tidak
berbuat baik kepada orang lain? Tentu jawabannya adalah tidak.
Perbuatan
baik adalah kewajiban bagi semua orang tanpa harus mempertimbangkan alasannya
apa, kalau berbuat baik itu memiliki alasan tertentu berarti perbuatan baik
yang kita lalukan tersebut bukanlah perbuatan yang tulus. Jika perbuatan baik
itu diikuti dengan “pamrih”, maka perbuatan baik itu bukanlah tindakan yang
utuh.
Seperti
kata pepatah di atas, ketika kita akan melakukan perbuatan yang baik kepada
orang lain tetapi di sertai dengan pemikiran bahwa apakah nanti kebaikan saya
juga akan mendapatkan balasan yang baik? Apakah ada keuntungannya buat saya
ketika saya melakukan kebaikan bagi orang lain? dan apakah orang lain tersebut
mau menerima kebaikan saya? Jika kita berpikir demikian, maka selamanya kita
tidak bisa melakukan hal yang baik kepada orang lain.
Melalui
Efesus 2:10 kita diingatkan kembali bahwa kita diselamatkan Tuhan bukan untuk
menjadi orang yang pasif, melainkan kita dituntut untuk menjadi orang yang
aktif. Aktif dalam hal apa? Aktif dalam hal melakukan pekerjaan baik. Melakukan
perbuatan yang baik kepada orang lain adalah perwujudan iman yang aktif seperti
yang dikehendaki oleh Tuhan.
Yang
menjadi pertanyaannya adalah bagaimana dengan tindakan kita di dalam kehidupan
sehari-hari sebagai orang yang sudah diselamatkan Tuhan?
Sudahkah
kita melakukan tindakan atau perbuatan yang baik? Ataukah sebaliknya, kita
seringkali menjadi batu sandungan dan tidak menjadi berkat bagi orang lain.
Marilah
kita senantiasa melakukan perbuatan yang baik bagi kehidupan orang lain dengan
terus mengingat bahwa Tuhan telah terlebih dahulu melakukan kebaikan dalam
hidup kita dan telah menyelamatkan kita.
Dimanapun
kita berada, baik di lingkungan tempat kita belajar, tempat kita bekerja, dan
bahkan di manapun tempat kita bersosialisasi/berkomunikasi dengan orang lain,
tebarkanlah benih-benih perbuatan yang baik. Sehingga dengan kehadiran kita di
manapun, dalam situasi apapun, orang lain diberkati.
Bersikaplah
ramah dan berbuat baik kepada semua orang. Sebab, barangkali di balik
pakaiannya yang sederhana mereka menyimpan sayapnya yang perkasa. Amin
Senin, 17 September 2012
Jangan Menunda Kesempatan!
"Karena
itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada
semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman."
Ada
seorang pengusaha muda yang pagi itu terburu-buru berangkat kantor karena ia
bangun rada kesiangan. Sementara pagi itu ia ada meeting dengan rekan
bisnis-nya. Karena terburu-buru, ia tidak sempat menikmati sarapan pagi buatan
isterinya. Ia lalu memutuskan untuk mampir ke sebuah toko untuk membeli roti
sebagai ganti sarapan pagi. Pikirnya, "nanti roti ini dimakan di kantor
saja". Ketika ia sedang memilih roti yang hendak dibelinya, matanya
tertarik mengamati seorang anak kecil berusia kira-kira sepuluh tahun yang
sedang memilih bunga di toko sebelah. Anak kecil ini terlihat sedang tawar
menawar harga bunga dengan pelayan toko tersebut.
"Mbak,
harga bunga ini berapa?" tanyanya kepada pelayan toko. "Lima puluh
ribu rupiah", jawab sang pelayan. Kemudian ia memilih bunga yang lain dan
bertanya kembali,
"Kalau
bunga yang ini berapa?".
"Ini
lebih mahal lagi, seratus lima puluh ribu rupiah!" jawab sang pelayan.
"Kalau yang ini berapa?" tanyanya sambil menunjukkan bunga yang lebih
bagus lagi. "Ini harganya dua ratus lima puluh ribu, nak!" jawab sang
pelayan. Anak ini terlihat bingung karena harga bunganya bertambah tinggi,
sementara ia tidak menyadari bahwa bunga yang ia tunjuk itu bunga yang paling
bagus. Dengan sedih ia bertanya, "Adakah bunga yang harganya lima
ribu?" .
Anak
ini ternyata hanya memiliki uang lima ribu rupiah walau keinginannya untuk
mendapatkan bunga itu sangat besar. Belum sempat pelayan toko itu menjawab,
pengusaha muda ini segera bertanya kepada sang anak, "Nak, kamu mau beli
bunga buat siapa?"
Kemudian
anak ini menjawab, "Saya mau beli bunga buat mama, karena hari ini mama
ulang tahun!" Pengusaha muda ini tersentak, dalam hatinya ia berkata,
"Wah... mati aku, aku lupa! Hari ini isteriku ulang tahun. Aku belum
mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Kalau sampai aku lupa, ia bisa
marah!"
Segera
ia berkata kepada pelayan toko, "Mbak, saya beli bunga ini. Saya beli 2
ikat. Satunya buat anak ini. Tolong nanti antar bunga ini ke alamat rumah
saya," katanya sambil memberikan kartu namanya. Kemudian pengusaha muda
itu memberikan bunga tersebut kepada sang anak dan mengucapkan terima kasih
sudah mengingatkannya bahwa hari ini ternyata isterinya juga berulang tahun. Anak
itu kemudian pergi.
Pengusaha
ini segera bergegas ke mobilnya dan melanjutkan perjalanan ke kantor. Ketika ia
sedang mengendarai mobil, ia melewati anak kecil tadi sedang berjalan. Iapun
berhenti dan bertanya apakah ia satu jurusan dengannya. Anak kecil itu
mengiyakan dan kemudian masuk ke dalam mobilnya. Sampai di suatu tempat yang
agak sepi anak ini minta turun. Pengusaha muda tersebut heran melihat anak
kecil ini masuk melewati sebuah lorong kecil.
Karena
penasaran, ia mengikuti sang anak dari belakang. Betapa terkejutnya ia ketika
melihat anak kecil ini menaruh bunganya di sebuah gundukan tanah kuning yang
masih basah.
Kemudian
ia bertanya, " Nak, ini kuburan siapa? " Anak kecil itu kemudian
menjawab, " Oom, hari ini mama ulang tahun. Tetapi sayang, mama baru saja
meninggal dua hari yang lalu. Oleh sebab itu saya datang ke tempat ini untuk
membawakan mama bunga dan mengucapkan selamat ulang tahun." Pengusaha muda
begitu tersentak dengan perkataan anak ini.
"Apakah
isteriku masih hidup saat ini? " tanyanya dalam hati. Segeralah ia berlari
masuk ke mobil, mengendarainya dengan kecepatan tinggi dan menuju ke toko tadi.
Dengan terengah-engah ia berkata kepada pelayan toko, "Mana bunga yang
tadi saya beli? Bunganya tidak usah dikirim, biar saya saja yang langsung
memberikannya ke tangan isteri saya. " Dengan cepat ia menyambar bunga
tersebut dan menyetir pulang.Sampai di rumah, ia segera berlari mendapatkan
isterinya. "Puji Tuhan! Isteriku masih hidup! " Sambil memberikan
bunga ia berkata, " Isteriku, selamat ulang tahun". Kemudian ia
mencium dan memeluk isterinya kuat-kuat sambil mengucap syukur kepada Tuhan.
Sambil menangis ia berkata, " Terima kasih, Tuhan.Engkau masih memberikan
kesempatan kedua kepadaku. "
Banyak
diantara kita terlalu sibuk dengan aktifitas sehari-hari. Aktifitas dan
rutinitas ternyata sudah membunuh perhatian dan momen-momen penting yang harus
dinikmati bersama orang-orang yang kita kasihi; orang tua, suami, isteri,
anak-anak, dan saudara-saudara kita. Demi mengejar karier, uang dan jabatan
bahkan pelayanan banyak orang melupakan keluarga.
Seorang
businessman hanya berpikir bahwa memenuhi kebutuhan materi isteri dan anak-anak
sudah membuatnya merasa menjadi ayah yang baik. Seorang pelayan Tuhan berpikir
bahwa dengan sibuk dalam pelayanan dan dikenal di mana-mana sudah membuatnya
merasa menjadi orang yang benar di dalam keluarganya.
Kita
tidak sadar, kita sudah salah jika berpikir demikian. Hari ini, kalau kita
masih diberi kesempatan untuk hidup semua hanyalah kasih karunia Tuhan. Oleh sebab
itu, jangan tunggu sampai besok untuk menunjukkan kasih dan sayang kita kepada
orang-orang disekitar kita, terutama orang-orang yang paling dekat dengan kita.
Jangan tunggu mereka mati kita baru menyadarinya. Jangan tunggu sampai besok!
Karena
kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengan hari esok. Jika kita masih hidup
pada hari ini berarti ini kesempatan kedua buat kita. Ambil kesempatan kedua
yang Tuhan anugrahkan buat kita hari ini. Amin.
Sabtu, 22 September 2012
Kata-kata yang Ramah
Bacaan
: Efesus 4:29-32
“
Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan
yang baik untuk membangun.” (Efesus 4:29)
Salah
satu kehormatan paling besar yang pernah ditawarkan kepada saya datang di tengah
salah satu peristiwa hidup yang paling menyedihkan.
Tahun
lalu hati saya hancur ketika teman baik dan rekan sekerja saya, Kurt De Haan,
meninggal secara tiba-tiba saat ia sedang keluar untuk lari-lari pada jam makan
siang seperti biasanya. Kurt adalah redaktur pelaksana Our Daily Bread sejak
tahun 1989 sampai ia meninggal. Kepergiannya merupakan pukulan hebat bagi kami
masing-masing di RBC Ministries. Namun, Mary istrinya dan keempat anak mereka
mengalami duka yang jauh lebih dalam.
Beberapa
hari sebelum pemakaman, Mary menelepon dan meminta saya untuk menyampaikan
pidato tentang Kurt. Saya terharu mendapat hak istimewa ini.
Ketika
saya merenungkan kehidupan Kurt, ada salah satu sifat yang terus-menerus muncul
ke permukaan. Sifat itu merupakan karakteristik yang luar biasa, dan itu
menjadi inti dari kata-kata penghormatan saya bagi almarhum. Selama 22 tahun
saya mengenal, bekerja bersama, dan bercakap-cakap dengannya, saya tidak pernah
sekalipun mendengar Kurt mengatakan sesuatu yang negatif tentang orang lain.
Benar-benar
warisan luar biasa dari hati seorang kristiani yang sejati! Kurt telah hidup
sesuai dengan standar Efesus 4:29-32. Ia selalu berusaha untuk membangun orang
lain, dengan menunjukkan keramahan serta kasih mesra, bukannya kepahitan atau kejahatan.
Apakah
orang lain juga akan dapat mengatakan hal yang sama tentang kita? --Dave
Branon. Amin.
PERKATAAN YANG RAMAH MENJADI MINYAK
PELUMAS YANG MENGHILANGKAN GESEKAN DARI KEHIDUPAN
Senin, 24 September 2012
Memberikan Pujian
Seorang
pengemis duduk mengulurkan tangannya di sudut jalan. Tolstoy, penulis besar
Rusia yang kebetulan lewat di depannya, langsung berhenti dan mencoba mencari
uang logam di sakunya. Ternyata tak ada. Dengan amat sedih ia berkata,
"Janganlah marah kepadaku, hai Saudaraku. Aku tidak bawa uang."
Mendengar
kata-kata itu, wajah pengemis berbinar-binar, dan ia menjawab, "Tak
apa-apa Tuan. Saya gembira sekali, karena Anda menyebut saya saudara. Ini
pemberian yang sangat besar bagi saya."
Setiap
manusia, apapun latar belakangnya, memiliki kesamaan yang mendasar: ingin
dipuji, diakui, didengarkan dan dihormati.
Kebutuhan
ini sering terlupakan begitu saja. Banyak manajer yang masih beranggapan bahwa
orang hanya termotivasi uang. Mereka lupa, nilai uang hanya bertahan sampai
uang itu habis dibelanjakan. Ini sesuai dengan teori Herzberg yang mengatakan
bahwa uang tak akan pernah mendatangkan kepuasan dalam bekerja.
Manusia
bukan sekadar makhluk fisik, tapi juga makhluk spiritual yang membutuhkan
sesuatu yang jauh lebih bernilai. Mereka butuh penghargaan dan pengakuan atas
kontribusi mereka. Tak perlu sesuatu yang sulit atau mahal, ini bisa
sesederhana pujian yang tulus.
Namun,
memberikan pujian ternyata bukan mudah. Jauh lebih mudah mengritik orang lain.
Seorang
kawan pernah mengatakan, "Bukannya saya tak mau memuji bawahan, tapi saya
benar-benar tak tahu apa yang perlu saya puji. Kinerjanya begitu buruk."
"Tahukah Anda kenapa kinerjanya begitu buruk?" saya balik bertanya.
"Karena Anda sama sekali tak pernah memujinya!"
Persoalannya,
mengapa kita begitu sulit memberi pujian pada orang lain?
Menurut
saya, ada tiga hal penyebabnya, dan kesemuanya berakar pada cara kita memandang
orang lain.
Kita
tidak tulus mencintai mereka. Cinta kita bukanlah unconditional love, tetapi
cinta bersyarat. Kita mencintai pasangan kita karena ia mengikuti kemauan kita,
kita mencintai anak-anak kita karena mereka berprestasi di sekolah, kita
mengasihi bawahan kita karena mereka memenuhi target pekerjaan yang telah
ditetapkan.
Perhatikanlah
kata-kata di atas: cinta bersyarat. Artinya, kalau syarat-syarat tidak
terpenuhi, cinta kita pun memudar. Padahal, cinta yang tulus seperti pepatah
Perancis: L`amour n`est pas parce que mais malgre. Cinta adalah bukan
"cinta karena", tetapi "cinta walaupun". Inilah cinta yang
tulus, yang tanpa kondisi dan persyaratan apapun.
Cinta
tanpa syarat adalah penjelmaan sikap Tuhan yang memberikan rahmat-Nya tanpa
pilih kasih. Cinta Tuhan adalah "cinta walaupun". Walaupun Anda
mengingkari nikmat-Nya, Dia tetap memberikan kepada Anda. Lihatlah bagaimana
Dia menumbuhkan bunga-bunga yang indah untuk dapat dinikmati siapa saja tak
peduli si baik atau si jahat. Dengan paradigma ini, Anda akan menjadi manusia
yang tulus, yang senantiasa melihat sisi positif orang lain. Ini bisa
memudahkan Anda memberi pujian.
Kita
lupa bahwa setiap manusia itu unik. Ada cerita mengenai seorang turis yang
masuk toko barang unik dan antik. Ia berkata, "Tunjukkan pada saya barang
paling unik dari semua yang ada di sini!" Pemilik toko memeriksa ratusan
barang: binatang kering berisi kapuk, tengkorak, burung yang diawetkan, kepala
rusa, lalu berpaling ke turis dan berkata, "Barang yang paling unik di
toko ini tak dapat disangkal adalah saya sendiri!"
Setiap
manusia adalah unik, tak ada dua orang yang persis sama. Kita sering
menyamaratakan orang, sehingga membuat kita tak tertarik pada orang lain.
Padahal, dengan menyadari bahwa tiap orang berbeda, kita akan berusaha mencari
daya tarik dan inner beauty setiap orang. Dengan demikian, kita akan mudah
sekali memberi pujian.
Paradigma
paralysis. Kita sering gagal melihat orang lain secara apa adanya, karena kita
terperangkap dalam paradigma yang kita buat sendiri mengenai orang itu. Tanpa
disadari kita sering mengotak-ngotakkan orang. Kita menempatkan mereka dalam
label-label: orang ini membosankan, orang itu menyebalkan, orang ini egois,
orang itu mau menang sendiri. Inilah persoalannya: kita gagal melihat setiap
orang sebagai manusia yang "segar dan baru". Padahal, pasangan, anak,
kawan, dan bawahan kita yang sekarang bukanlah mereka yang kita lihat kemarin.
Mereka berubah dan senantiasa baru dan segar setiap saat.
Penyakit
yang kita alami, apalagi menghadapi orang yang sudah bertahun-tahun
berinteraksi dengan kita adalah 4 L (Lu Lagi, Lu Lagi -- bahasa Jakarta). Kita
sudah merasa tahu, paham dan hafal mengenai orang itu. Kita menganggap tak ada
lagi sesuatu yang baru dari mereka. Maka, di hadapan kita mereka telah
kehilangan daya tariknya.
Sewaktu
membuat tulisan ini, istri saya pun menyindir saya dengan mengatakan bahwa saya
tak terlalu sering lagi memujinya setelah kami menikah. Sebelum menikah dulu,
saya tak pernah kehabisan bahan untuk memujinya. Sindiran ini, tentu, membuat
saya tersipu-sipu dan benar-benar mati kutu.
Pujian
yang tulus merupakan penjelmaan Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Maka, ia mengandung energi positif yang amat dahsyat. Saya telah mencoba
menerapkan pujian dan ucapan terima kasih kepada orang-orang yang saya jumpai:
istri, pembantu yang membukakan pagar setiap pagi, bawahan di kantor,
resepsionis di kantor klien, tukang parkir, satpam, penjaga toko, maupun
petugas di jalan tol.
Efeknya
ternyata luar biasa. Pembantu bahkan menjawab ucapan terima kasih saya dengan
doa, "Hati-hati di jalan, Pak!" Orang-orang yang saya jumpai juga
senantiasa memberi senyuman yang membahagiakan. Sepertinya mereka terbebas dari
rutinitas pekerjaan yang menjemukan.
Pujian
memang mengandung energi yang bisa mencerahkan, memotivasi, membuat orang
bahagia dan bersyukur. Yang lebih penting, membuat orang merasa dimanusiakan.
Amin.
Sabtu, 29 September 2012
Bacaan
: Matius 25 : 1-13.
JADILAH BIJAKSANA
Banyak
pepetah yang mengajarkan kita untuk berlaku bijak sana, seperti sedia payung
sebelum hujan. Nasihat bijak ini kadang malas untuk diikuti, kenapa ? tidak
praktis. Manusia lebih senang yang praktis dan pasti. Kalau hujan baru cari
payung. Sudah sedia payung ternyata tidak hujan, kan rugi, dan tidak praktis.
Masalahnya
adalah bukan masalah praktis atau pasti, tetapi kita tidak tahu apa yang
akan terjadi. Sehingga nasihat yang diberikan kepada kita adalah berjaga-jaga.
Itupun manusia juga ingin cari mudahnya, yaitu mencari tahu apa yang akan
terjadi sehingga persiapannya jelas. Untuk itu mereka mencari tahu apa yang
akan terjadi dengan ramalan-ramalan.
Tuhan
Yesus, memberi nasihat agar kita menjadi bijaksana, dengan perumpamaan tentang
gadis bijaksana dan gadis bodoh. Dikatakan :
1. Gadis bijaksana, mereka membawa
persiapan minyak yang ditaruh dalam buli-buli. Mereka berjaga-jaga untuk
sesuatu yang tidak bisa diperkirakan. Ternyata benar, rombongan mempelai
laki-laki datang terlambat dan tak terduga. Tetapi tidak menjadi masalah karena
persediaan ada. Sehingga mereka bisa menyambut rombongan, dan masuk dalam
perjamuan kawin.
2. Gadis bodoh, mereka tidak
memikirkan kemungkinan yang akan terjadi. Mereka merasa semua akan berjalan
sesuai rencana, sehingga tidak melakukan persiapan dengan membawa cadangan
minyak (mungkin dianggap merepotkan). Apa yang dipikirkan ternyata meleset,
rombongan datang terlambat, minyak habis dan pelita mati. Mereka berusaha untuk
mendapatkan minyak, tetapi semua terlambat.
Saudara-saudara
yang dikasihi Tuhan Yesus,
Tuhan
Yesus tidak ingin kita nanti menyesal, hanya karena kita tidak berlaku
bijaksana. Hidup di dunia hanya sekali setelah itu manusia akan dihakimi. Untuk
itu marilah kita berlaku bijaksana, karena kita tidak tahu kapan waktunya tiba,
dan tidak ada seorangpun yang tahu. Jangan berjudi dan menganggap remeh hidup
ini. Berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun saatnya.
Tetaplah bekerja didalam Tuhan Yesus, berjalan dan hiduplah bersama Dia. Amin.