bidston kelahiran
Yes 48:1-6; Kis 13:22-26;
Luk 1:57-66.80
“Menjadi apakah anak ini nanti?�
Kelahiran anak pertama bagi
para orangtua, lebih-lebih bagi sang ibu kiranya merupakan kebahagiaan luar
biasa. Ketika anak masih berada di dalam rahim atau kandungan pada umumnya calon
orangtua suami-isteri telah merencanakan nama anak yang akan dilahirkan. Di balik nama yang akan diberikan kepada anak tersirat dambaan
atau harapan pada anak yang bersangkutan, agar anak kelak menjadi pribadi yang
baik dan berbudi pekerti luhur. Elisabeth, yang lanjut usia, melahirkan seorang
anak laki-laki dan menurut tradisi anak yang dilahirkan tersebut ditandai atau
diberi nama seperti ayahnya, Zakharia. Namun Zakharia menerima wahyu dari Allah
agar anaknya diberi nama �Yohanes�, dan dengan demikian
menyimpang dari tradisi. Maka sahabat dan kenalannya pun heran atas pemberian nama
Yohanes tersebut, namun, karena mereka percaya kepada Allah, mereka tidak
melehkannya melainkan bertanya-tanya �*Menjadi apakah anak ini nanti?�. * Pertanyaan yang demikian mungkin sering muncul dalam diri kita
masing-masing ketika melihat seorang anak yang istimewa, atau
para orangtua terhadap anaknya. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan
Kelahiran St.Yohanes Pemabaptis hari ini saya mengajak kita semua untuk mawas
diri perihal nama-nama yang kita pakai atau dikenakan pada diri kita
masing-masing, entah yang kita terima dari orangtua atau lembaga dimana kita
berada di dalamnya.
“Menjadi
apakah anak ini nanti?” Sebab tangan Tuhan menyertai dia.� (Luk 1:66)
Hidup kita adalah milik
Tuhan, yang dinugerahkan kepada kita, maka selayaknya kita senantiasa disertai
oleh Tuhan atau berada dalam Tuhan jika mendambakan hidup bahagia dan damai
sejati. Orangtua yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita dengan
cintakasih yang sarat dengan pengorbanan kiranya mendambakan agar kita tumbuh
berkembang sebagai pribadi yang cerdas beriman, maka baiklah melalui cara.hidup
dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun berusaha untuk menjadi pribadi
cerdas beriman.
Hendaknya cara hidup dan
cara bertindak kita tidak memalukan keluarga atau orangtua, dan marilah kita
hayati motto/perihabasa Jawa ini, yaitu �*mikul dhuwur, mendhem jero wong tuo� = �mengangkat tinggi-tinggi dan
mengubur dalam-dalam orangtua�, *yang berarti memuliakan orangtua.
�Adapun anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya� (Luk 1:80), demikian
apa yang terjadi dalam perkembangan Yohanes Pembaptis. Kita semua, sebagai
anak, kiranya bertambah besar tubuh kita, tambah umur, tambah pengalaman, namun
apakah juga �makin kuat
roh kita�. Makin kuat roh berarti
semangat hidup, belajar atau bekerja semakin
kuat, karena kita hidup dalam dan oleh Roh Kudus, dan cara hidup atau bertindak
kita menghasilkan buah-buah Roh, seperti �kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri� (Gal 5:22-23)
Kami berharap agar
anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dibina perihal keutamaan-keutamaan
sebagai buah Roh tersebut di atas dan kemudian diperkembangkan di sekolah-sekolah
maupun masyarakat. Hendaknya di dalam usaha pendidikan, entah di dalam keluarga
maupun sekolah, pertama-tama dan terutama diusahakan agar anak-anak tumbuh
berkembang menjadi pribadi yang baik dan berbudi pekerti luhur daripada pandai,
alias lebih diutamakan agar anak-anak memiliki kecerdasan spiritual daripada
kecerdasan intelektual. Memang mendidik dan membina anak agar menjadi baik atau
cerdas spiritual lebih sulit daripada menjadi pandai atau cerdas intelektual.
Kecerdasan spiritual merupakan dasar dan modal untuk mengusahakan
kecerdasan-kecerdasan lainnya, seperti kecerdasan intelektual, kecerdasan
sosial, kecerdasan
emosional dan kecerdasan phisik.
emosional dan kecerdasan phisik.
�Menjelang kedatangan-Nya Yohanes telah menyerukan kepada seluruh
bangsa Israel supaya mereka bertobat dan memberi diri dibaptis.Dan ketika
Yohanes hampir selesai menunaikan tugasnya, ia berkata: Aku bukanlah Dia yang kamu sangka, tetapi Ia akan
datang kemudian dari padaku. Membuka kasut dari kaki-Nya pun aku tidak layak.� (Kis 13:24-25)
Yohanes Pembaptis adalah �bentara Yesus Kristus�, orang yang mempersiapkan
jalan bagi kedatangan Yesus Kristus. Rasanya kita semua orang beriman juga dipanggil
untuk menjadi �bentara
kedatangan Allah�, artinya
cara hidup dan cara bertindak kita mengundang dan memotivasi siapapun untuk
semakin beriman atau bersembah-sujud kepada Allah sepenuhnya di dalam hidup
sehari-hari. Maka baiklah kita meneladan sikap Yohanes Pembaptis yang
menyatakan diri bahwa �*membuka
kasut dari kaki-Nya pun aku tidak layak�, *yang berarti senantiasa bersikap rendah hati.
“Rendah hati adalah sikap
dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan
menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang
lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya� *(Prof Dr Edi Sedyawati/edit:
Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997,
hal 24). Kami berharap kepada para orangtua, pejabat, pemimpin atau atasan
dalam bidang kehidupan atau pelayanan dimanapun dapat menjadi teladan dalam hal
rendah hati bagi anak-anak atau yang dipimpin dan dilayani. Kami juga berharap
kepada siapapun: hendaknya semakin kaya, semakin pandai/cerdas, semakin tambah
usia/tua, semakin tinggi jabatan atau kedudukan dst.. juga semakin rendah hati,
sebagaimana pepatah mengatakan �bulir/butir padi semakin berisi
semakin menunduk� . Ingatlah dan hayati bahwa kekayaan, kepandaian/kecerdasan, kedudukan/ jabatan, usia panjang dst�adalah anugerah Tuhan yang kita terima melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita; maka jika semakin kaya, pandai/cerdas, berkedudukan, tua, dst.. tidak rendah hati berarti tidak beriman.
semakin menunduk� . Ingatlah dan hayati bahwa kekayaan, kepandaian/kecerdasan, kedudukan/ jabatan, usia panjang dst�adalah anugerah Tuhan yang kita terima melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita; maka jika semakin kaya, pandai/cerdas, berkedudukan, tua, dst.. tidak rendah hati berarti tidak beriman.
“Terlalu sedikit bagimu
hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk
mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan
membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari
pada-Ku sampai ke ujung bumi.” (Yes 49:6), demikian kesaksian nabi Yesaya.
Sebagai orang beriman kita juga memiliki dimensi kenabian, dan dengan demikian kita
juga dipanggil untuk �menjadi
terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang datang dari padaKu
sampai ke ujung bumi�. * Cara
hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapan pun hendaknya menjadi terang
bagi sesama atau saudara-saudari kita. Hendaknya kita dapat menjadi fasilitator
bagi siapapun untuk semakin beriman, bersembah-sujud seutuhnya kepada
Tuhan. Kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapan pun hendaknya
memperjelas jati diri sesama, dan dengan demikian mereka dapat menikmati panggilan
mereka masing-masing. Marilah
meneladan St.Fransiskus Assisi, yang antara lain semangat hidupnya tercermin dalam doa �Jadikanlah aku pembawa damai�, yang antara lain berisi �dimana ada kegelapan kubawa terang�. Hendaknya kehadiran dan sepak terjang kita membuat yang amburadul menjadi teratur, yang ngawur menjadi tepat sasaran, dst..
meneladan St.Fransiskus Assisi, yang antara lain semangat hidupnya tercermin dalam doa �Jadikanlah aku pembawa damai�, yang antara lain berisi �dimana ada kegelapan kubawa terang�. Hendaknya kehadiran dan sepak terjang kita membuat yang amburadul menjadi teratur, yang ngawur menjadi tepat sasaran, dst..
�TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui,
kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau
memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi*� (Mzm 139:1-3)