Bahan PA sem 1
Bahan
Pemahaman Alkitab, 22 Januari 2013
Sebab Pada-Mu Ada Kehidupan
Bacaan I : Yesaya 62:1-5; Tanggapan: Mazmur
36:5-10;
Bacaan II: 1 Korintus
12:1-11; Bacaan III: Injil Yohanes 2:1-11
Tujuan:
Mengingatkan kepada
umat bahwa sumber kehidupan adalah
Tuhan yang menciptakan
langit dan bumi.
Mengajak umat untuk
bersyukur atas kehidupan yang telah dilimpahkan.
Mendorong umat untuk
menyatakan kasih yang memulihkan sebagai bagian dari rencana Allah yang memperhatikan kehidupan
menurut karunia
yang diberikan secara
khas.
v
Dasar
Pemikiran:
Saat ini gereja memasuki Minggu kedua setelah Epifania. Tuhan
Yesus yang telah dibaptis mengawali karya pelayananNya di dunia. Telah tiba
saatnya Ia hadir sebagai sumber kehidupan menyatakan sinar kasih kepada manusia
melalui tanda-tanda-Nya. Bacaan Injil dari Yohanes 2:1-11, mengajak umat untuk
juga turut merasakan keluarga di Kana yang menerima kasih Allah. Allah yang
menolong keluarga di Kana adalah Allah
yang juga dinantikan oleh Sion di dalam penggenapan janji keselamatan
yang telah dinubuatkan oleh Yesaya yang dapat kita lihat pada bacaan I. Allah
menolong orang-orang yang sedang dalam kesulitan hidup karena pada-Nya ada
sumber kehidupan (hayat). Sumber kehidupan ini adalah Roh yang telah memberikan
karunia umat untuk mengerjakan tugas panggilannya.
v Keterangan Tiap Bacaan:
Nabi yang diutus membawa kabar baik kepada Sion diperhadapkan
dengan suatu kota yang tidak aman dan umat yang telah jemu menantikan
penggenapan keselamatan yang dijanjikan. Keadaan Sion seperti seseorang yang
ditinggalkan suami, merasakan kesendirian dan kesunyian dalam menghadapi
pergumulan hidup. Kehadiran suami adalah seperti terbitnya sinar kebenaran.
Namun, saat Tuhan belum bertindak, nabi akan terus-menerus
berkarya ”sampai
kebenarannya bersinar seperti cahaya, dan keselamatannya menyala seperti
suluh”. Apa yang dilakukan oleh nabi digerakkan oleh cintanya kepada Yerusalem,
dan ia pun juga senantiasa menantikan saat Tuhan membenarkan dan memuliakan Sion. Kedatangan Tuhan melibatkan
nabi yang terus-menerus menyuarakan suara kenabiannya.
Pemazmur menghayati bahwa kasih setia Tuhan akan
melindunginya dari kejahatan yang telah dirancang oleh orang-orang fasik. Kasih
setia Tuhan tampak dalam
keadilan-Nya yang kokoh seperti gunung-gunung Allah. Artinya keadilan Tuhan
tidak pernah lembek dan selalu tegak berdiri. Kasih setia yang demikian
tentulah sangat bernilai bagi manusia karena dengan demikian manusia mampu untuk berlindung dalam naungan
sayapNya. Di dalam naungan sayap Tuhan, manusia menerima pemeliharaan. Gambaran
kasih Tuhan yang demikian besar: ”Anak-anak manusia berlindung dalam naungan sayap-Mu. Mereka
mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu; Engkau memberi mereka minum
dari sungai kesenangan-Mu” (ayat 8b-9). Mengapa pemeliharaan Tuhan terjadi? ”Sebab pada-Nya ada sumber
hayat” (lih.Ayat 10).
Rasul Paulus memberi penjelasan tentang karunia-karunia Roh.
Karunia Roh akan menuntun seseorang untuk mengaku: ”Yesus adalah Tuhan”. Dengan karunia
Roh, seseorang juga akan memiliki karya yang sesuai dengan karya Allah
dengan cara yang khas. Karya itu dapat berupa kata-kata hikmat, pengetahuan,
penyembuhan, mujizat, nubuat, berbahasa roh, dan menafsirkan bahasa roh.
Seseorang yang dikaruniai Roh mengerjakan berbagai-bagai perbuatan ajaib
berdasarkan kehendak Allah karena Allah sendiri yang mengerjakannya. Semuanya
dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama.
Ibu Yesus berkata kepada Yesus, “Mereka kehabisan anggur”. Perkataan itu menunjukkan kepekaan terhadap situasi krisis yang sedang dialami oleh
penyelenggara pesta perkawinan. Saat Yesus memang belum tiba, tetapi hal yang dilakukan oleh Ibu Yesus setidaknya menjadi upaya dalam menantikan
karya Allah yang akan dilakukan oleh Yesus. Penantian ini tidak hanya bersifat
pasif, diam, dan hanya menantikan Yesus bertindak. Penantian ini dikerjakan
secara aktif dalam tindakan nyata saat Ibu Yesus berkata kepada
pelayan-pelayan: ”Apa yang
dikatakan kepadamu, buatlah itu!”
Injil Yohanes menyebut bahwa apa yang dibuat oleh Yesus di
Kana sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya. Dengan tanda itu, Ia telah menyatakan
kemuliaan-Nya dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya. Pengubahan air menjadi
anggur bukan sekadar sebuah tindakan sosial, melainkan juga sebagai tindakan
simbolik. Simbol dari transisi dari masa Perjanjian Lama ke masa Perjanjian
Baru. Tuhan yang merintis transisi itu. Waktu Tuhan telah datang.
Atas dasar perenungan terhadap semua bacaan hari ini,
penggenapan penantian umat yang sedang dalam krisis hidup begitu kuat terasa.
Umat menantikan pertolongan Tuhan sebagai sumber kehidupan. Berharap datangnya
pertolongan dari sumber kehidupan berarti menyerahkan diri sepenuhnya sekaligus
terbuka terhadap karya Tuhan bagi hidup. Gereja juga dipanggil untuk menyatakan
sinar kemuliaan Tuhan melalui kehadirannya bagi sesama yang sedang
mengalami krisis kehidupan. Gereja, sebagai perwujudan kehadiran Kristus
dan pekerjaan Roh Kudus, mengubah
dari krisis menuju hidup.
”Mau apakah
engkau dari pada-Ku, Ibu? Saat-Ku belum tiba.” Kata-kata Yesus itu
menunjukkan bahwa Ia
mengetahui segala pergumulan manusia. Hidup manusia dalam
kuasa Tuhan, baik dalam keadaan krisis maupun nyaman. Pemulihan manusia dari
keadaan krisis menunjukkan kepada kita penolong manusia. Ia adalah Tuhan yang berkuasa dan sebagai sumber
hidup.
Yesus menyatakan kuasa saat tuan rumah pesta perkawinan di
Kana sedang mengalami krisis. Kuasa Yesus hadir pada saat yang tepat. Tuan rumah berada pada titik terendah dengan habisnya persediaan anggur
perjamuan.
Ungkapan Maria membangkitkan harapan akan datangnya pertolongan. Oleh karena itu perlu persiapan untuk datangnya Sang
Penolong. Di sinilah pentingnya kita
senantiasa menyuarakan suara-suara kenabian, seperti halnya Yesaya, yaitu untuk tetap menantikan sinar kekuasaan Tuhan. Mengapa
harus selalu bergantung harap hanya kepada Tuhan di tengah-tengah krisis hidup?
Sebab padaNya ada kehidupan.
Dalam situasi krisis, gereja diajak untuk ambil bagian dalam
proses pemulihan yang dikerjakan oleh Allah. Selain itu gereja, sebagai tubuh
Kristus yang di dalamnya Roh bekerja, dipanggil untuk menyinarkan kasih dalam
karya sesuai karunia yang telah diberikan-Nya bagi kita.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Pernahkah saudara mengalami masa
krisis? Apa definisi masa krisis menurut saudara?
2.Bagaimana saudara mengatasi masa
krisis saudara? Apa yang saudara lakukan?
3.Apa fungsi Alkitab, pimpinan Roh
Kudus di dalam saudara menghadapi masa krisis?
Bahan Pemahaman
Alkitab, 29 Januari 2013
KRISTUS,
SANG PEMBEBAS
Bacaan I: Nehemia 8:1-10; Tanggapan:
Mazmur 19;
Bacaan II: I Korintus 12:12-31a; Bacaan
III: Injil Lukas 4:14-21
Tujuan:
Jemaat dapat menghayati karya pembebasan
dalam Tuhan Yesus Kristus.
v
Dasar Pemikiran:
Tema
minggu ini masih berkaitan dengan perayaan epifania (petampakan Tuhan
Yesus/permulaan pelayanan Tuhan). Minggu-minggu setelah epifania terus
menyuarakan penyataan diri Tuhan Yesus, salah satunya sebagai Pembebas seperti
tema hari ini.
v Keterangan Tiap Bacaan:
Nehemia
berasal dari suku Yehuda. Ia dibesarkan di pembuangan dan bekerja di istana
kerajaan Persia sebagai juru minuman raja Artahsasta Longimanus dan permaisuri
Damaspia. Nehemia dipakai Tuhan untuk membangun tembok Yerusalem yang telah
menjadi reruntuhan.
Bacaan
ini menceritakan keadaan Yerusalem yang sudah dibangun kembali. Ayat 1
menyebutkan: ”orang Israel telah menetap di kota-kotanya”. Hal ini menunjukkan
dampak positif dari pembangunan tembok Yerusalem, yaitu keamanan mulai
dirasakan oleh orang Israel. Nehemia, Ezra, dan orang-orang Israel meyakini
bahwa semua itu berkat pertolongan Tuhan (6:16). Tuhan telah membebaskan umat
yang selama ini menjadi tawanan di negeri asing.
Orang-orang
Israel merayakan karya pembebasan Tuhan pada Hari Raya Pondok Daun. Orang-orang
Israel meminta Ezra membacakan dan mengajarkan Taurat Musa yang mereka sambut
dengan tangis bahagia. Orang-orang Israel merindukan Taurat. Mereka membutuhkan
pengajaran Taurat. Suatu hal yang tidak mereka dapatkan di negeri pembuangan.
Dengan dibangunnya kembali tembok Yerusalem, orang-orang Israel berharap dapat
kembali membangun kehidupan mereka yang telah porak-poranda karena mengabaikan
Hukum Tuhan. Orang-orang Israel menyadari pentingnya Taurat sebagai pedoman
hidup umat Tuhan.
Mazmur
ini mengungkapkan tentang kemuliaan Tuhan yang nyata dalam pekerjaan tangan dan
Taurat-Nya. Semua ini merupakan buah perenungan Pemazmur. Pemazmur sungguh
melihat dan merasakan keagungan Tuhan dalam hidup ini. Bagi Pemazmur, alam di
sekitarnya menjadi bukti keagungan Tuhan. Keindahan alam memancarkan kemuliaan
Tuhan. Alam bersaksi tentang karya Sang Pencipta. ”Suara mereka tidak
terdengar”, kata Pemazmur, tetapi keberadaan mereka menjadi bukti dan saksi
dari karya besar yang telah dilakukan Tuhan.
Pemazmur
juga merasakan perjumpaan dengan Tuhan melalui Taurat-Nya. Dalam Taurat itu
Tuhan menyatakan diri dan kehendak-Nya atas kehidupan ini. Betapa berharganya
Taurat itu bagi mereka yang takut akan Tuhan, karena memberi petunjuk yang
tepat untuk menjalani kehidupan.
I Korintus 12:12-31a
Bukan
rahasia bahwa jemaat Korintus terancam perpecahan karena ada anggapan bahwa
perbedaan adalah jurang pemisah. Baik perbedaan golongan (golongan Paulus,
Apolos, Kefas, Kristus), maupun perbedaan karunia (masing-masing merasa lebih
unggul dan tidak saling membutuhkan) telah membawa keretakan dalam jemaat.
Rasul
Paulus menekankan bahwa semua orang percaya telah dipersatukan dalam Kristus.
Orang-orang percaya adalah anggota-anggota Tubuh Kristus. Tuhan memberikan
karunia dan peran yang berbeda kepada orang-orang percaya. Pemberian karunia
yang berbeda itu bertujuan ”supaya jangan
terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda
itu saling memperhatikan”. Sekilas kita menduga bahwa persamaan akan membawa
persatuan. Tetapi sebetulnya persamaan bisa membuat manusia hidup
sendiri-sendiri, tidak saling membutuhkan karena tidak bisa saling melengkapi.
Sebaliknya, perbedaan bisa dipakai Tuhan untuk mempersatukan. Perbedaan
menghadirkan kebutuhan untuk saling melengkapi dan saling mengisi.
”Tidak
ada nabi yang dihargai di tempat asalnya”, demikian dikatakan Tuhan Yesus
menanggapi perkataan dan sikap orang-orang Nazaret yang menolak diriNya.
Orang-orang Nazaret sebetulnya bukan menolak Yesus sebagaimana mereka kenal
selama ini, tetapi menolak Yesus sebagai Mesias.
Sudah
sejak lama bangsa Israel mengharapkan kedatangan Mesias sebagai seorang
Pembebas yang kuat dan berkuasa. Pembebas yang akan melepaskan bangsa Yahudi
dari belenggu penjajah. Pembebas itu tidak mungkin seorang pemuda Nazaret yang
sederhana seperti Yesus.
Orang-orang
Nazaret tidak memahami makna Mesias yang sesungguhnya. Peran dan karya Mesias
hanya dipandang dari sisi manusiawi. Arti terdalam kehadiran Mesias sebagai
Pembebas atas belenggu dosa tidak mereka pahami. Kehadiran Mesias dalam diri
Yesus yang menyadarkan umat akan dosa tidak diterima. Mereka justru ingin
menyingkirkan Yesus jauh-jauh dari kehidupan mereka
Pada
dasarnya manusia menginginkan kebebasan. Manusia ingin bebas sebebas-bebasnya,
tidak suka diatur atau dibatasi, sehingga peraturan atau hukum dianggap
membelenggu dan layak untuk dilanggar. Tuhan Yesus, Sang Pembebas, menyatakan
karya pembebasanNya. Pembebasan itu bermakna:
1.
Pembebasan atas belenggu dosa.
Di dalam Kristus
Yesus, Allah menebus manusia dari dosa
dan membuat kita hidup di bawah kasih karunia Allah. Kebebasan yang diterima
manusia berada dalam pimpinan Allah dan harus dipertanggung-jawabkan di hadapan
Allah.
2.
Pembebasan dari kungkungan tembok-tembok
keakuan yang memisahkan manusia dengan Allah dan sesamanya.
Di dalam Yesus
Kristus, Allah mempersatukan manusia dengan diri-Nya dan dengan sesama. Tuhan
Yesus memberikan karunia yang berbeda-beda kepada setiap orang supaya setiap
talenta dapat digunakan untuk mempersatukan.
3.
Pembebasan yang berarti menyadarkan
manusia akan kehadiran dan karya Allah di dalam hidupnya.
Tuhan Yesus
hidup bersama dengan orang-orang Nazaret, tetapi mereka gagal melihat kehadiran
Kristus dan tidak mampu merasakan karya-Nya. Kita pun sering tidak mampu
merasakan kehadiran Kristus. Kesadaran akan kehadiran Kristus akan menguatkan
dan memampukan kita menjalani kehidupan yang berkenan di hadapan-Nya.
Melalui
Taurat, Tuhan memperkenalkan diri dan menyatakan kehendak-Nya atas umat
(Nehemia). Pemazmur memuliakan Tuhan yang menyatakan diri melalui alam semesta
dan TauratNya (Mazmur). Tuhan menyatakan kasih dan kehendak-Nya melalui
berbagai karunia dan talenta (Korintus). Yesus menyatakan diri kepada
orang-orang Nazaret sebagai ”yang diurapi Allah” (Lukas). Keempatnya
mengungkapkan penyataan diri Tuhan
Mewartakan karya pembebasan dan kasih Tuhan dalam diri
Tuhan Yesus Kristus
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Kebebasan seperti apa yang
didapatkan oleh percaya di dalam YESUS Kristus?
2.Apakah konflik yang terjadi dalam
jemaat Korintus merupakan dampak pengunaan kebebasan yang salah? Bagaimana menurut saudara?
3.Mengapa orang Nasaret tidak dapat
menerima Yesus Kristus?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 12 Pebruari 2013
Cahaya
kemuliaan kristus
di
dalam umat-nya
Bacaan I: Keluaran 34:29-35;
Tanggapan: Mazmur 99
Bacaan II: 2 Korintus
3:12-4:2; Bacaan III: Lukas 9:28-36, (37-43)
Tujuan:
Warga Jemaat memahami arti dan makna
Transfigurasi Kristus.
Warga Jemaat menghayati panggilannya
memancarkan cahaya kemuliaan Kristus di dalam kehidupan sehari-hari.
v Dasar
Pemikiran:
Peristiwa
transfigurasi merupakan penyataan jati diri Kristus selaku Anak Allah sehingga
manusia mengenal Dia selaku Tuhan dan Juruselamat umat manusia. Salah satu
pertanyaan teologis yang sering dikemukakan adalah, ”Apakah kemuliaan Yesus
Kristus sebagai suatu yang telah ada sejak kekal atau kemuliaan yang
dianugerahkan Allah karena ketaatan, kesalehan, dan kesucian yang berhasil
dicapai oleh Yesus?” Pemahaman teologis yang kita terima mengajarkan bahwa
kemuliaan Kristus telah ada sejak kekal karena Roh Kristus telah ada sebelum
Dia menjadi manusia. Dengan demikian Kristus sejak kekal telah mulia sebab
sehakikat dengan Allah.
Perlu
disadari bahwa setiap orang percaya senantiasa mendapat perhatian dari
masyarakat di sekitarnya. Oleh sebab itu, setiap orang Kristen harus dapat
memberikan teladan yang baik bagi masyarakat di sekitarnya. Jadi, setiap orang
percaya memiliki panggilan untuk memancarkan cahaya kemuliaan Kristus
dalam kehidupan sehari-hari.
v Keterangan
Tiap Bacaan:
Keluaran 34:29-35
Secara
pribadi, Musa pernah mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Perjumpaan itu membuat
Musa mengalami kehadiran Tuhan dalam dirinya, ditandai dengan wajah yang
bersinar yaitu suatu kemuliaan, ketenteraman, dan semangat hidup. Oleh sebab
itu, ketika menyadari bahwa Tuhan telah hadir dalam diri Musa, Harun dan
orang-orang Israel yang tidak setia dan berdosa menjadi takut untuk mendekati
Musa.
Cahaya
kemuliaan Allah yang dipancarkan oleh Musa sebenarnya lebih tepat disebut
sebagai hasil pantulan dari perjumpaan Musa dengan Allah saat dia berada di
gunung Sinai. Ketakutan umat Israel melihat wajah Musa yang bersinar bukan
disebabkan oleh pancaran keilahian Musa, tetapi karena kasih karunia Allah yang
memungkinkan Musa berhadapan muka dengan-Nya.
Saat
Musa kembali dengan dua loh batu yang baru, Harun dan orang-orang Israel sangat
ketakutan. Mereka menyadari apabila Tuhan hadir maka mereka tidak mungkin
bersembunyi dari dosa mereka. Agaknya manusia memang belum siap untuk menerima
kehadiran Tuhan.
Pemazmur mengungkapkan
penghayatannya bahwa Tuhan adalah Raja. Itu terbukti dari kekuasaan-Nya yang
luar biasa melebihi kuasa apapun di dunia ini hingga ”membuat bangsa-bangsa
gemetar”. Tuhan mendasarkan kekuasaan-Nya dengan hukum, keadilan, dan
kebenaran. Dalam kekuasaan-Nya, Tuhan sebagai Raja senantiasa mendengar seruan
permohonan umat dan memperhatikan kehidupan umat-Nya. Pemazmur juga menegaskan
bahwa Tuhan itu Mahakudus.
Di
dalam ayat 14-15, rasul Paulus berkata: ”Tetapi pikiran mereka telah menjadi
tumpul, sebab sampai pada hari ini selubung itu masih tetap menyelubungi
mereka, jika mereka membaca perjanjian lama itu tanpa disingkapkan, karena
hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya. Bahkan sampai pada hari ini,
setiap kali mereka membaca kitab Musa, ada selubung yang menutupi hati mereka”.
Sikap manusia yang utama sering kali bukan mencari bukti kebenaran, tetapi
selalu berupaya meragukan setiap kebenaran dan bukti yang tersedia. Dengan
demikian, walaupun begitu banyak bukti kebenaran yang tersedia, tidak berarti
manusia selalu mempercayainya.
Rasul
Paulus memaknai Kitab Keluaran 34 dalam hubungannya dengan pengenalan kepada
Kristus. Menurut Paulus, Musa menyelubungi mukanya yang bersinar merupakan
tindakan simbolik, bahwa manusia tidak memahami sinar kemuliaan Tuhan. Selubung
Musa adalah penghalang untuk melihat kebenaran TUHAN. Selubung itu juga yang
menghalangi manusia sehingga tidak mengenal kebenaran di dalam Kristus Yesus
yang adalah Mesias. Dan jika hati manusia berbalik kepada Tuhan, maka selubung itu dibuka.
Injil Lukas 9:28-36, (37-43)
Ayat
29 menyaksikan: ”Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan
pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan”. Cahaya kemuliaan Allah dalam
peristiwa transfigurasi Kristus adalah sesuatu yang muncul dari diri-Nya
sendiri. Dengan demikian, kemuliaan Ilahi yang dipancarkan oleh Kristus
menunjuk kepada kemuliaanNya yang telah ada sejak kekal. Kemuliaan ilahi dalam
peristiwa transfigurasi Kristus merupakan pancaran kepenuhan Allah yang berdiam
di dalam diriNya.
Ayat
30 menyaksikan bahwa saat tubuh Kristus mengalami transfigurasi, datanglah Musa
dan Elia. Kedatangan Musa dan Elia bukan sekedar percakapan tanpa arti.
Sebaliknya kedatangan Musa dan Elia tersebut hendak membicarakan sesuatu yang
begitu penting dan hakiki bagi karya keselamatan Allah. Ayat 31 menyaksikan isi
atau misi dari kedatangan Musa dan Elia dalam peristiwa transfigurasi Kristus
adalah: ”Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan
kepergianNya yang akan digenapiNya di Yerusalem”.
Dalam
peristiwa transfigurasi inilah kita dapat melihat jati diri Kristus sebagai
Anak Allah. Akhirnya ayat 35 menyaksikan: ”Maka terdengarlah suara dari dalam
awan itu, yang berkata: ’Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia’”.
Cahaya
kemuliaan Allah yang dipancarkan oleh Musa sebenarnya lebih tepat disebut
sebagai hasil pantulan dari perjumpaan Musa dengan Allah saat dia berada di
gunung Sinai. Cahaya wajah Musa yang membuat umat Israel menjadi takut bukan
pancaran keilahian Musa, melainkan karena kasih karunia Allah yang memungkinkan
Musa berhadapan muka denganNya. Namun tidak demikian halnya dengan peristiwa
penyataan jati diri (transfigurasi) Yesus
Kristus seperti yang disaksikan dalam Lukas 9:29: ”Ketika Ia sedang berdoa,
rupa wajah-Nya berubah dan pakaianNya menjadi putih berkilau-kilauan”. Cahaya
kemuliaan Allah dalam peristiwa penyataan jati diri Kristus adalah sesuatu yang
muncul dari diri-Nya sendiri. Dengan demikian, kemuliaan ilahi yang dipancarkan
oleh Kristus menunjuk kepada kemuliaanNya yang telah ada sejak kecil. Kemuliaan
ilahi dalam peristiwa penyataan jati diri Kristus merupakan pancaran kepenuhan
Allah yang berdiam di dalam diri-Nya.
Orang percaya
mengalami perjumpaan dengan Allah dengan mengakui kekuasaan Tuhan dan menyembah-Nya.
Akibatnya orang percaya memiliki cahaya kemuliaan Allah untuk menjadi tanda
kesaksian bagi sesama. Tuhan Yesus telah memberikan keteladanan tentang
bagaimana menyinarkan kemuliaan Allah dalam segenap kehidupan-Nya.
Di
Minggu Transfigurasi ini, kita, selaku umat percaya, diajak untuk merenungkan
makna kemuliaan Kristus di tengah-tengah kenyataan hidup dan penderitaan umat
manusia. Realitas penderitaan kita sehari-hari sering membuat hidup kita berada
dalam belenggu kekelaman. Namun penyataan jati diri Kristus dapat memberikan
kita cahaya pengharapan yang kokoh.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Apa perbedaan cahaya kemuliaan
yang ada pada Musa dan yang ada pada Yesus?
2.Selubung
apa yang ada pada diri kita sehingga kita tidak mampu melihat kemuliaan Allah
dalam hidup kita?
3.Apakah orang lain sudah dapat melihat kemuliaan Allah dalam hidup orang percaya?
3.Apakah orang lain sudah dapat melihat kemuliaan Allah dalam hidup orang percaya?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 19 Pebruari 2013
Tuntunlah Kami
Menurut Rencana-Mu, Menyatakan Keadilan dan Perdamaian
Bacaan I: Ulangan 26: 1-11; Tanggapan: Mazmur 91:1-2;9-16;
Bacaan II: Roma 10:
8b-13:10;
Bacaan III: Injil Lukas
4:1-13
Tujuan:
Bersyukur atas penyertaan Tuhan terhadap
GKJ selama ini
Mewujudkan syukur dengan menyatakan
keadilan dan perdamaian
v
Dasar Pemikiran:
Karya
penyelamatan Allah teranyam dalam sejarah kehidupan manusia. Dengan demikian,
teranyam pula dalam kehidupan GKJ yang berusia 82 tahun. Karya keselamatan itu
sudah selayaknya direspon dengan penuh syukur, bukan hanya dalam bentuk ritual
gerejawi atau ranah spiritual. Ranah sosial pun menjadi hal yang tidak
terpisahkan.
Keadilan
menjadi perhatian utama dunia saat ini sebab tanpa terwujudnya keadilan, tidak
akan ada perdamaian. Dengan demikian keadilan harus terwujud dalam kehidupan
gereja.
v Keterangan
Tiap Bacaan:
Menjelang
masuk ke tanah perjanjian, orang Israel diberi perintah untuk selalu ingat akan
kesetiaan dan karya Tuhan. Cara mengingat yang diperintahkan adalah dengan
mempersembahkan hasil pertama tanah mereka. Cara ini sangat indah sebab dengan
menyisihkan hasil pertama dari tanah, orang Israel akan selalu ingat bahwa
Tuhanlah yang menyediakan tanah itu. Tuhan pula yang memberkati mereka sehingga
dapat menuai hasil tanah itu. Itu berarti orang Israel juga harus selalu ingat
untuk tidak mendaku tanah ataupun hasilnya sebagai semata-mata hasil kerja
mereka.
Di
pihak lain, persembahan itu tidak semata-mata bersifat spiritual. Pada saat
yang sama, persembahan itu dirayakan bersama dalam sukacita bersama dengan
orang Lewi dan orang asing yang tinggal di tempat itu. Itu berarti, relasi
dengan Tuhan secara spiritual, pada saat yang sama memiliki dimensi sosial yang
tidak boleh dilupakan.
Ayat
1-2 merupakan pengakuan awal pemazmur mengenai perlindungan yang diterimanya
dari Tuhan. Pengakuan itu juga mencakup keyakinan akan kepastian pertolongan
dari Tuhan.
Ayat
9-13 menjadi gambaran pertolongan yang diterima oleh orang-orang yang mau
berlindung kepada Tuhan. Bukan berarti tidak akan mengalami hal-hal buruk,
tetapi dalam kondisi apapun, Tuhan menyertai dan menolong. Tuhan menjagai
kemah/tempat tinggal orang yang berserah kepada-Nya. Bahkan Tuhan mengutus
malaikat/utusan-Nya untuk menjaga orang-orang yang percaya kepada-Nya.
Orang-orang yang berada dalam lindungan-Nya juga akan menang melawan musuh/bahaya
yang digambarkan sebagai singa dan ular.
Bagian
terakhir, ayat 14-16, menggambarkan kata-kata Tuhan yang menyatakan
perlindungan Ilahi. Pernyataan ini mengandung jaminan bahwa Tuhan menolong,
memberikan keamanan, menjawab seruan, menyertai dalam kesesakan, meluputkan,
memuliakan, mencukupi kebutuhan dasar, dan mengaruniakan keselamatan. Hal itu
menunjukkan bahwa Tuhan peduli kepada orang yang percaya kepada-Nya.
Pada
bagian ini, Rasul Paulus hendak menekankan pada pentingnya mengakui Yesus
sebagai Tuhan. Pengakuan itu berawal dari pengetahuan yang didapatkan dari
Firman yang diterima. Namun tidak ada gunanya jika firman itu hanya diterima
atau didengarkan. Firman itu harus berdiam dalam mulut dan hati. Rasul Paulus
menggambarkannya dengan menyatakan bahwa dengan berdiamnya firman dalam hati,
seseorang dapat beriman dan dengan demikian dibenarkan. Saat firman itu berdiam
dalam mulut, seseorang dapat mengaku dan diselamatkan. Oleh karena itu tidak
bisa dipisahkan antara iman yang membenarkan dengan pengakuan yang
menyelamatkan.
Oleh
karena iman dan pengakuan itu yang menjadi hal utama saat menerima Yesus
sebagai Tuhan, Rasul Paulus berpendapat bahwa Hukum Taurat bukan menjadi hal
utama dalam keselamatan. Dengan demikian, kabar sukacita keselamatan tidak
hanya diterima oleh orang-orang yang berada di bawah Hukum Taurat.
Konsekuensinya, orang percaya harus mengakui pula bahwa keselamatan itu adalah
untuk semua orang. Baik orang Yahudi maupun Yunani sama-sama berhak atas
keselamatan itu. Tidak ada pembedaan di antara bangsa yang berbeda.
Pencobaan
Yesus terjadi di padang gurun. Agaknya itu adalah Padang Gurun Yudea yang
membentang sepanjang 30 km di sebelah timur dataran tinggi Yerusalem sampai ke
Sungai Yordan dan Laut Mati. Di situ Yesus menjalani puasa selama 40 hari.
Angka empat puluh menjadi salah satu penanda bagi orang Yahudi, yaitu waktu
yang panjang, tetapi terukur. 40 hari juga adalah waktu yang diambil oleh Musa
dan Elia untuk berpuasa sebelum menjalankan tugas yang penting. Urutan
pencobaan yang disajikan Lukas berbeda dengan Matius karena menempatkan
pencobaan terakhir di Yerusalem, tempat Yesus kelak mengalami penderitaan.
Dalam
mencobai Yesus, Iblis menggunakan sapaan Anak Allah. Hal itu menunjukkan bahwa
Iblis hendak menyentuh sisi gengsi manusiawi Yesus, yaitu kebanggaan sebagai
Anak Allah yang memiliki kuasa. Namun upaya itu gagal. Yesus tidak gila hormat,
juga tidak merasa bahwa status-Nya sebagai Anak Allah memberi-Nya hak untuk
menggunakan kuasa itu sekadar untuk membuktikan kehebatan-Nya.
Ketiga
pencobaan yang dilancarkan oleh Iblis menyentuh tiga dimensi hasrat manusia,
yaitu makanan/kebutuhan jasmani, kekuasaan, dan rasa percaya (trust). Yesus mengatasi ketiganya dengan
otoritas firman Allah.
82
tahun yang lalu, di Kebumen diselenggarakan sidang sinode pertama Pasamoewan Gereformeerd Djawi-Tengah, yang
menandai awal perjalanan GKJ sebagai sebuah sinode mandiri. Tuhan telah
membimbing para zendeling berniat dan berminat mengabarkan Injil di tanah Jawa,
membentuk jemaat, dan membimbingnya dewasa. Tuhan menuntun jemaat-jemaat dewasa
itu bergabung dalam klasis dan sinode. Kalau tidak berada dalam naungan
perlindungan Tuhan, tidak akan terwujud.
82
tahun bukan waktu sebentar. Kesukaan berganti kedukaan pasti dialami. Godaan
dan tantangan mewarnai perjalanan sejarah GKJ. Namun Tuhan tetap menjagai.
Sudah selayaknya jika karunia yang sedemikian besar ditanggapi dengan syukur.
Syukur yang seperti apa?
Bersediakah
GKJ (secara lokal, klasikal, dan sinodal) tidak hanya mewujudkan ibadahnya
dalam peribadahan liturgis, tetapi juga menyentuh ranah sosial? Sama seperti
persembahan pertama hasil tanah orang Israel. Bukan hanya bersifat spiritual,
tetapi juga sosial, berbagi dengan yang membutuhkan.
Maukah
GKJ menjadi gereja yang terbuka? Tidak hanya berkutat dalam lingkup GKJ, tapi
juga bersanding dengan gereja dan agama lain, menghargai kesetaraan gender dan
alam ciptaan Tuhan. Sama seperti keselamatan tidak hanya untuk orang Yahudi.
Bisakah
GKJ menjadi gereja yang rendah hati? Tidak mementingkan gengsi dan status
sebagai orang yang telah diselamatkan. Sama seperti Yesus yang tidak
menyalahgunakan status dan kekuasaan-Nya sebagai Anak Allah.
Allah
kita adalah Allah Kehidupan. Kehidupan hanya bisa terwujud dengan baik jika ada
keadilan yang membawa perdamaian di dalamnya. Bagaimana dengan GKJ di usia 82
tahun ini? Mari, dalam sukacita ulang tahun dan memasuki masa pra Paskah ini,
kita bertelut dalam doa, ”Allah Kehidupan, tuntunlah kami
menurut rencana-Mu menyatakan keadilan dan perdamaian”.
Pemazmur
mengajak umat menyadari perlidungan Tuhan dan dengan demikian bersyukur.
Ungkapan syukur mewujud dalam kesediaan berbagi (Ulangan), terbuka kepada orang
lain (Roma), dan rendah hati, tidak menyalahgunakan kekuasaan yang ada atau
mementingkan gengsi (Lukas).
Jemaat
menghayati perjalanan kehidupan GKJ sebagai karya Tuhan yang layak disyukuri.
Bukan hanya oleh GKJ sebagai sinode, tetapi juga oleh setiap bagian dari GKJ,
termasuk gereja lokal dan warga gereja. Ungkapan syukur itu mewujud dalam
penegakan keadilan, yang pada gilirannya membawa perdamaian.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Tunjukkan bukti pemeliharaan
Allah dalam kehidupan GKJ Ambarawa?
2.Apa bentuk rasa syukur yang tepat
dalam kita memperingati HUT Sinode jika kita kaitkan dengan bacaan-bacaan di
atas?
3. ”Allah Kehidupan,
tuntunlah kami menurut rencana-Mu menyatakan keadilan
dan perdamaian”.
Apa arti kalimat di atas bagi hidup
saudara dan bagi hidup GKJ Ambarawa?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 26 Pebruari 2013
Pengorbanan
Kristus
wujud
kesetiaan janji keselamatan dari Allah
Bacaan I: Kejadian 15:1-12,17-18;
Tanggapan: Mazmur 27;
Bacaan II: Filipi 3:17-4 :1 ; Bacaan
III: Injil Lukas 13:31-35
v
Dasar Pemikiran:
Perjanjian
Allah dengan Abraham adalah janji memberikan keturunan bagi Abraham sebagai
bangsa yang besar, mendapat berkat, dan
keselamatan dari Allah. Kesetiaan Allah dalam mewujudkan janji-Nya kepada Abraham dan keturunannya telah terbukti
dalam kehidupan Abraham. Bahkan janji keselamatan menjadi sempurna dengan
pengurbanan Tuhan Yesus di kayu salib.
v Keterangan
Tiap Bacaan:
Kejadian 15:1-12,17-18 (Perjanjian Allah dengan Abram)
Perikop
ini menyajikan janji Tuhan kepada Abram, yaitu:
1.
Abram akan mendapat keturunan yang
banyak seperti bintang di langit.
2.
Abram juga mendapat berkat suatu negeri
yang menjadi miliknya.
3.
Abram akan pergi ke nenek moyangnya
dengan sejahtera dan dikuburkan saat rambutnya
memutih atau dengan kata lain Abram akan berumur panjang.
4.
Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram
dengan memberikan negeri dari sungai Mesir hingga sungai Efrat.
Selain
pemberian, Tuhan pun berfirman mengenai gambaran bahwa keturunan Abram akan
menjadi orang asing di suatu negeri, diperbudak dan dianiaya selama empat ratus
tahun lamanya. Namun Tuhan tidak akan membiarkan keturunan Abram. Tuhan akan
menghukum bangsa asing itu dan sesudahnya keturunan Abram akan keluar dari
bangsa itu dengan membawa harta yang banyak.
Mazmur 27 (Aman dalam Perlindungan Tuhan)
Pemazmur
mengungkapkan pengakuan bahwa Tuhan adalah terang, keselamatan, dan benteng
hidupnya sehingga ia tidak takut menghadapi musuh-musuhnya. Tuhan melindunginya
dari orang-orang yang mengancam dan penuh tipu daya. Tuhan memperhatikan
hambaNya yang meminta tolong, memberi pertolongan, dan menunjukkan jalanNya.
Filipi 3:17-4 :1 (Nasihat-nasihat kepada jemaat)
Paulus
mengingatkan jemaat di Filipi untuk meneladani hidup Rasul Paulus atau para
rasul lainnya. Hal ini disebabkan oleh keperihatinan Rasul Paulus menyaksikan
umat yang hidup sebagai seteru Kristus. Mereka adalah orang yang meributkan
tentang sunat atau berpantang beberapa makanan untuk menunjukkan betapa mereka
mengasihi Tuhan, padahal yang terjadi mereka lebih menekankan perkara duniawi.
Supaya tidak binasa, Rasul Paulus mengingatkan umat akan kewargaan surga.
Kehidupan umat yang senantiasa menantikan Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat
membuat umat selalu berdiri teguh dalam Tuhan.
Injil Lukas 13:31-35 (Yesus
harus mati di Yerusalem, keluhan terhadap Yerusalem)
Dalam
perikop ini dikisahkan beberapa orang Farisi yang mencoba menakut-nakuti Yesus
untuk segera meninggalkan Yudea. Yesus tidak menunjukkan rasa takut-Nya, malah
meminta mereka mengutarakannya kepada Herodes yang disimbolkan sebagai
serigala. Yesus mengungkapkan karyaNya dan menyatakan bahwa pada hari yang
ketiga semuanya selesai. Yesus merujuk akan kebangkitanNya pada hari yang
ketiga. Yesus meratapi Yerusalem yang menjadi tempat para nabi dilempari batu
dan dibunuh. Ia memiliki kerinduan mengumpulkan umatNya bagai induk ayam
mengumpulkan anak-anaknya, namun umat tidak mau menerimaNya. Yesus juga
bernubuat tentang umat yang meninggalkan Bait Allah karena runtuhnya Bait
Allah, hingga mereka menyadari dan berkata:
”Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan”.
Allah
telah memilih Abraham guna mengadakan perjanjian kekal dengan umat-Nya.
Perjanjian kekal itu sempurna melalui pengurbanan Tuhan Yesus. Namun sayang,
pada masa pelayanan Tuhan Yesus di antara bangsa Israel, banyak orang menolak-Nya.
Namun Tuhan Yesus menubuatkan masa saat mereka akan menerima-Nya dan memuliakan
nama-Nya. Oleh karena itu Rasul Paulus mengingatkan jemaat Filipi agar tidak
terlalu merisaukan perkara duniawi, melainkan hidup dengan menekankan perkara
surgawi. Umat dipanggil kokoh berdiri teguh dalam iman kepada Tuhan Yesus.
Melalui
firman Tuhan pada khotbah saat ini, jemaat Tuhan, sebagai umat yang telah
menerima keselamatan dari Tuhan, dipanggil untuk selalu menerima Tuhan Yesus
sebagai Juru Selamat dan tetap teguh memegang keselamatan. Jemaat juga
dipanggil menanggapi kesetiaan Tuhan dalam memberikan janji keselamatan kepada
umat, dengan hidup dalam kesetiaan akan anugerah keselamatan.
Janji
berkat Tuhan kepada Abraham adalah keturunan dan penyertaan. Ada masa ketika
keturunan Abraham akan menderita, tetapi Tuhan tetap menyertai. Janji itu
diteguhkan oleh Pemazmur yang merasakan aman dalam perlindungan Tuhan. Yesus
mengingatkan orang-orang yang tidak menerimaNya bahwa akan datang saatnya
mereka menerima keselamatan melalui pengurbanan-Nya. Dalam pergumulan iman
inilah Rasul Paulus menasihati dan mengajak umat untuk lebih memikirkan perkara
surgawi sehingga mereka tetap ada dalam kesetiaan dan kekuatan iman.
Janji
keselamatan yang diberikan kepada Abraham dan anak keturunannya terjadi di sepanjang hidup.
Bukan hanya untuk keturunan dalam arti makna duniawi, melainkan juga untuk keturunan Abraham secara rohani. Kesetiaan
janji keselamatan diberikan Tuhan melalui pengurbanan Tuhan Yesus bagi semua orang yang menerima Tuhan Yesus
sebagai Juru Selamat dan hidup baru dalam kesetiaan kepada Tuhan.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Abram mendapatkan janji Allah.
Dan dia percaya pada janji tersebut. Apa janji Allah pada setiap orang percaya?
2.Abram mendapati banyak tantangan
dalam percaya kepada janji Allah. Sebutkan apa saja tantangan yang dihadapi?
3. Tantangan
apa saja yang dihadapi orang kristen untuk memegangi janji Allah?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 19 Maret 2013
Pertobatan
Dengan Segenap Hati
Bacaan I: Yesaya 43:16-21; Tanggapan: Mazmur 126;
Bacaan II: Filipi 3:4b-14 ;
Bacaan III: Injil Yohanes 12:1-8
v Dasar Pemikiran:
Hidup sesungguhnya adalah anugerah Tuhan dan
patut dipersembahkan kembali kepada-Nya. Namun karena rupa-rupa sebab, orang
atau sekelompok umat bisa kehilangan orientasi diri dan kehidupannya, bahkan
melupakan Tuhan, sumber kehidupannya. Untuk itulah pertobatan menjadi penting dan
mesti dengan segenap hati.
Teks-teks Alkitab di Minggu kelima Pra-Paskah
ini disediakan untuk menjadi cermin bagi diri dan kehidupan kita. Melaluinya
kita diajak untuk mengumuli kembali tentang diri kita, perjumpaan dengan Tuhan,
dan perubahan hidup sebagai buah dari perjumpaan itu.
v Keterangan Tiap Bacaan:
Konteks
teks ini adalah tentang pembebasan umat Israel dari pembuangan di Babel. Pada
masa itu Deutero-Yesaya mengajak umat untuk kembali menyadari (bertobat) bahwa
Yahwe-lah pencipta mereka. Penghukuman yang mereka alami dan kehancuran
Yerusalem adalah akibat dari dosa-dosa mereka. Umat diajak kembali merenungkan
peristiwa Keluaran bukan sebagai sejarah masa lalu, tetapi sebagai sesuatu yang
sedang terjadi pada masa kini. Karya penyelamatan Allah atas umat-Nya bukan
hanya terjadi pada masa lampau atas nenek moyang mereka, tetapi kini berulang
dan terjadi atas mereka. Untuk itu Allah menghendaki umat-Nya memiliki
perspektif yang luas dan jauh ke depan.
Syair
sederhana, tetapi indah, ini sangat mungkin dinyanyikan oleh umat Israel tidak
lama setelah mereka kembali dari pembuangan di Babel pada tahun 538 sM. Itu
sebabnya mereka memohon supaya Tuhan, sumber pengharapan umat, memulihkan
keadaan mereka.
Ayat
1-3 dengan jelas mengungkapkan kegembiraan besar yang terjadi di Yerusalem.
Ayat 4 mengingatkan umat untuk terus berdoa kepada Tuhan supaya Ia senantiasa
campur tangan di dalam kehidupan umat, antara lain dengan memberikan kesuburan
atas tanah mereka. Ayat 5-6 mengungkapkan bahwa kerja keras yang mereka lakukan
akan diberkati oleh Tuhan.
Pada
bagian ini Paulus mengungkapkan kembali latar belakang kehidupan dan kisah
pertobatannya. Ia seorang Yahudi tulen, setia dan taat pada peraturan
keagamaan, seorang Farisi yang bersemangat dan militan, sehingga ia menganiaya
jemaat. Tetapi perjumpaannya dengan Sang Kristus telah mengubah segalanya. Ia
mengakui bahwa Allah melalui Sang Kristuslah penyelamatnya. Bukan pembenaran
oleh diri sendiri dengan menaati hukum Taurat. Itu pula sebabnya, Paulus
mengajak jemaat untuk mengikuti teladan Sang Kristus dan menjadi serupa
dengan-Nya. Ia tahu bahwa ia belum sempurna, tetapi ia berusaha mengejar
kesempurnaan itu dengan sekuat tenaga.
Kisah
pengurapan ini mirip dengan penuturan di dalam Markus 14:1-11 dan Matius 26:1-6
(Lukas 7:36-50 memiliki kerangka dan alur waktu yang berbeda). Markus dan
Matius menempatkan peristiwa itu di rumah Simon, orang Kusta. Yohanes
menempatkan peristiwa itu di rumah Maria, Marta, dan Lazarus.
Maria
meminyaki kaki Tuhan Yesus dan menyekanya dengan rambutnya (ay. 2-3). Tindakan
Maria itu diprotes oleh Yudas Iskariot sebab minyak narwastu itu seharga 300
dinar (= upah satu tahun seorang pekerja).
Bagi
Maria tindakannya itu merupakan ungkapan kasih dan hormatnya kepada Tuhan
Yesus. Ia tidak memperhitungkan nilai ekonomis minyak narwastu murni itu,
bahkan harga dirinya. Perjumpaannya dengan Tuhan Yesus bukan hanya telah
menyadarkan dan membuka perspektif hidupnya, tetapi juga telah memperbaharui
hidupnya sehingga ia ingin memberikan yang terbaik bagi-Nya.
Sebaliknya,
di hadapan orang banyak Yudas Iskariot tampil sebagai pembela orang miskin.
Namun ia memiliki motif lain. Ia ingin uang dalam kas yang dipegangnya
bertambah sehingga dapat digunakannya untuk kepentingan pribadi.
Tuhan
Yesus menanggapi dengan memakai tindakan Maria sebagai simbolisasi persiapan
pemakaman-Nya yang akan terjadi kemudian (ay. 7).
Hidup di dalam dosa pasti tidak menyenangkan.
Apalagi jika disertai dengan penghukuman dari Tuhan. Dengan kekuatan sendiri,
kita sering kali tidak sanggup mengatasinya. Untuk itulah dibutuhkan penolong
dan penyelamat. Hanya Tuhanlah yang mampu menjadi penolong dan penyelamat
sejati.
Dalam keberdosaannya, umat Israel harus
menanggung penghukuman dan pembuangan di Babel. Masa-masa sulit itu
mengingatkan kembali akan masa lalu yang harus dihadapi oleh nenek moyang
mereka saat ditindas di Mesir. Sejarah pahit itu kembali terulang. Tuhan pun
kembali menunjukkan kasih-Nya yang menyelamatkan.
Ketika kebebasan dan keselamatan benar-benar
diperoleh dan dirasakan, sukacita dan syukurlah yang dirasakan oleh umat
Israel. Mereka pun menyadari bahwa untuk melanjutkan kehidupan, mereka tetap
membutuhkan campur tangan Tuhan supaya kerja keras mereka di tanah yang
diberikan Tuhan terus diberkati.
Paulus pun mengalami pertobatan yang
benar-benar mengubah orientasi diri dan kehidupannya. Ia ingin melupakan masa
lalunya dan mengarahkan diri ke depan dalam iman dan teladan Sang Kristus.
Ketulusan hati Maria dalam menyatakan syukur
kepada Tuhan Yesus, sekalipun menimbulkan kritik/protes dari Yudas Iskariot,
ternyata juga dipakai oleh Tuhan Yesus untuk persiapan penguburan-Nya. Sesuatu
yang sungguh tidak diduga oleh Maria sebab ia hanya ingin memberikan yang
terbaik kepada Tuhan Yesus dari yang ada padanya.
Pertobatan
bisa terjadi dan diperlukan atas sekelompok orang atau seseorang. Dalam
pertobatan, yang dibutuhkan adalah kesungguhan dan ketulusan hati. Jika kita
mampu melakukannya, hal itu semata-mata karena kasih Tuhan. Untuk itu,
bersyukurlah dengan memuji nama-Nya dan memberikan milik kita yang terbaik
kepada Tuhan.
Tuhan menghendaki umat-Nya hidup dalam
pertobatan yang tulus, dengan segenap hati. Pertobatan yang demikian akan
menghasilkan perubahan orientasi diri dan kehidupan. Kehidupan umat Israel dan
Paulus contohnya.
Ketika kasih Tuhan telah dinyatakan, jangan
lupa mengucap syukur dengan segenap hati. Umat Israel dan Maria memberikan contoh
ungkapan syukur itu.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Di dalam PPAG disebutkan ada
Pertobatan Dasar dan ada Pertobatan Senantiasa. Jelaskan hal tersebut berdasar
pengertian saudara!
2.Apa yang terjadi pada Paulus
dalam kesaksiannya dalam kitab Filipi?
3.Apa pendapat
saudara tentang ekspresi pertobatan yang ditunjukkan oleh Maria dalam injil
Yohanes?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 26 Maret 2013
PERJANJIAN
BARU
OLEH
DARAH KRISTUS
Bacaan I: Yesaya 50: 4-9a;
Tanggapan: Mazmur 31: 9-16; Bacaan II: Filipi 2: 5-11; Bacaan III: Injil Lukas
22: 14-23: 56 (*fokus di 22: 14-20)
Tujuan:
Umat turut ambil bagian
dalam sengsara Kristus,
yaitu berkurban demi
kebaikan orang lain
Umat mempercayakan diri
kepada Tuhan ketika menghadapi penderitaan.
v
Dasar Pemikiran:
Hari
ini gereja merayakan Minggu Palmarum yang disebut juga Minggu Sengsara. Gereja
memperingati peristiwa Yesus masuk ke Yerusalem untuk
menggenapi misi-Nya di kayu salib. Ia mengurbankan
nyawa-Nya supaya semua orang bisa hidup. Panggilan ini juga menjadi panggilan
para pengikut-Nya. Pengikut Yesus dipanggil untuk memberi diri bagi sesama. Laksana pelayan, para pengikut-Nya harus mengutamakan kepentingan dan kebutuhan
orang lain. Seperti lilin, ia harus rela
tubuhnya habis terbakar untuk menerangi dan menghangatkan sekitarnya. Tuhan
akan menolong dan membela umat-Nya yang menderita demi orang lain. Mereka juga
akan ditinggikan-Nya.
v
Keterangan Tiap Bacaan:
Orang menderita akibat
kesalahan yang diperbuatnya merupakan hal yang wajar. Namun hamba Tuhan yang diberitakan dalam bacaan ini justru menderita
karena melakukan hal yang
benar. Ketika menyampaikan kebenaran, ia malah dihina dan
disiksa laksana penjahat. Akan tetapi ia tidak melawan siksaan dan penghinaan
yang ditujukan kepadanya.
Hamba adalah orang yang bekerja untuk memenuhi kehendak
majikannya. Dalam tradisi Israel saat itu, seorang hamba bekerja bukan demi
upah, melainkan karena ia adalah kepunyaan majikannya. Hamba Tuhan hidup untuk
melaksanakan kehendak-Nya. Dalam sebutan itu ada tuntutan untuk taat mutlak.
Jadi bukan sekadar taat melaksanakan tugas sepanjang tidak merugikan dirinya
atau tidak ada risiko. Seiring dengan itu, terdapat penyerahan diri yang mutlak
kepada Tuhan. Ia tidak perlu membela diri karena Tuhan yang akan membelanya.
Tidak
disebutkan secara eksplisit orang yang disebut sebagai hamba
Tuhan. Orang Israel meyakini ia adalah Mesias. Hamba Tuhan memang harus
menderita. Namun penderitaannya ini justru akan memenangkan banyak orang.
Pengabdian dan penderitaannya akan memberi hidup kepada orang-orang (Yes.
53:4-5,10-11).
Pemazmur
mengadukan kesusahannya kepada Tuhan dalam doa. Tidak disebutkan dengan jelas
penderitaan yang dialaminya. Ia hanya menggambarkan bahwa penderitaannya
membuatnya sakit, baik sakit fisik, psikis (jadi bahan omongan orang), maupun
rohani. Penderitaan tersebut melumpuhkannya, membuatnya bagaikan orang mati; seperti bejana yang
rusak, sudah tidak bisa dipakai lagi, tidak ada
gunanya selain dibuang. Ia menyampaikan keluhan kepada Tuhan (ay. 10-14). Ia
datang kepada-Nya meminta kelepasan dan perlindungan dari sumber
penderitaannya.
Berikutnya
tampak
peralihan dari putus asa kepada keyakinan. Pemazmur mengeluh sekaligus percaya
kepada Tuhan. Tuhan mengetahui penderitaannya dan pasti akan bertindak. Ia
belum melihat perbuatan Tuhan itu. Dengan kata lain, penderitaan itu masih
berlangsung. Namun ia tetap percaya kepada-Nya. Keyakinan ini bukan bertumpu
pada bukti, melainkan pada perjanjian. Dulu Tuhan telah melepaskan Israel dari
perbudakan di tanah Mesir. Peristiwa itulah yang menjadi dasar perjanjian
antara Tuhan dan Israel. Tuhan bertanggung jawab atas keselamatan umat-Nya.
Sebaliknya, umat mempercayakan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Inilah yang
membuat pemazmur yakin untuk menyerahkan masa depannya ke dalam tangan Tuhan
(ay. 16a).
Paulus mengingatkan
jemaat Filipi bahwa Kristus telah menjadi hamba dan mendorong mereka untuk
meneladani-Nya. Ada bahaya munculnya penyesat di tengah jemaat. Salah satu ciri
penyesat adalah suka menonjolkan diri. Mereka menggebu-gebu bersaksi di depan
umat, tetapi
kesaksiannya malah banyak menceritakan dirinya sendiri.
Paulus menasihati jemaat
supaya mengubah pikiran
dan perasaan lalu meneladani Kristus. Kristus mengosongkan diri-Nya demi
kebaikan bersama. Ia pantas menonjolkan diriNya, tetapi itu tidak dilakukanNya.
Sebaliknya, Ia justru merendahkan diriNya dan menjadi sama dengan manusia yang
hina.
Percaya kepada Kristus
mengubah kehidupan seseorang. Umumnya orang cenderung berpusat pada diri sendiri,
egois, mencari kepentingannya sendiri. Namun Kristus mengubah arah hidupnya menjadi ke luar. Ia tidak mencari
kebaikan untuk diri sendiri. Sebaliknya, Ia mencari kebaikan untuk orang lain. Hal inilah yang
membuat Allah meninggikan Yesus. Orang
yang turut teladan-Nya pun akan ditinggikan-Nya.
Perjamuan
makan malam terakhir yang dilakukan Yesus bersama keduabelas murid-Nya sarat dengan pengajaran. Malam itu
merupakan perjamuan Paskah orang Yahudi. Mereka makan daging domba dan roti tak beragi, serta
minum anggur. Perayaan ini dilakukan untuk memperingati peristiwa pembebasan
Israel dari perbudakan di Mesir. Perjamuan itu menekankan
tulah kesepuluh. Rumah yang di pintunya diolesi darah domba, lolos dari maut.
Yesus mendemonstrasikan hal
yang
akan dialami-Nya di kayu salib dalam lambang roti dan anggur. Ia akan mengalami
siksaan dan kematian. Namun itu semua harus terjadi untuk menyempurnakan Paskah
pembebasan dari tanah Mesir. Roti yang
terpecah dan anggur yang
tercurah menggambarkan tubuh dan darah-Nya yang
dikurbankan demi pembebasan manusia secara
total.
Pengubanan-Nya
bukan sekadar melepaskan manusia dari penindasan, tetapi juga dari dosa dan
kejahatan yang menguasai hati manusia, serta dari kematian.
Pengurbanan darah-Nya
menjadi tanda (meterai) perjanjian baru antara Tuhan dan umat manusia.
Perjanjian baru itu merupakan penggenapan nubuat Yeremia (Yeremia 31:31-34).
Yang diperbarui bukan sesuatu yang ada di luar, melainkan sesuatu yang di
dalam, yaitu inti kehidupan manusia: batin dan hati. Dan Tuhan mengampuni dosa
semua orang.
Bacaan kali ini saling
berkaitan. Pokok pemberitaannya adalah Kristus yang berkurban demi keselamatan
manusia. Ini juga menjadi panggilan para pengikut Kristus, yaitu rela berkurban
demi kebaikan sesamanya. Yesus dan para pengikut-Nya sanggup menjalani
panggilan ini karena mempercayakan diri sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan yang
akan membela dan meninggikan mereka.
Renungan Atas Bacaan
Setiap orang tahu bahwa
ia tidak mampu hidup sendiri sehingga membutuhkan sesama. Namun orang juga sanggup ”memangsa” sesama demi
kepentingannya sendiri. Ada yang mencuri milik sesama, mulai dari mencuri ide
sampai harta benda. Ada juga yang sanggup menyakiti hati dengan menggunjingkan, memaki, meremehkan, atau
menjelek-jelekkan sesama supaya dirinya sendiri tampak baik di hadapan orang
lain. Tidak sedikit juga orang yang
memperalat sesama demi memperoleh keuntungan pribadi. Pendek kata, manusia
sanggup mengorbankan orang lain demi kepentingannya.
Hamba
Tuhan menerima penolakan dan penghinaan dari sesamanya. Ia menderita bukan
karena kesalahannya. Namun, penderitaan dan
pengabdiannya ini di kemudian hari akan memenangkan banyak orang. Itulah
pemberitaan tentang Hamba Tuhan yang cocok dengan kehidupan Yesus. Ia memang
menderita laksana penjahat, tetapi
sesungguhnya
Ia tidak bersalah. Pengurbanan-Nya di kayu salib demi menyelamatkan manusia.
Pengobanan-Nya bukan sekadar melepaskan manusia dari penindasan, tetapi juga
dari dosa dan kejahatan yang menguasai hati manusia, serta dari kematian. Pembebasan
dari dosa dan kejahatan yang menguasai hati manusia tampak dalam pembaruan inti
kehidupan manusia, yaitu batin dan hati. Inilah Perjanjian Baru yang dimeterai
dengan darah-Nya.
Yang
dilakukan oleh Yesus menentang
arus. Di saat orang berlomba-lomba mencapai posisi puncak; bahkan dengan menginjak-injak sesama,
Yesus justru melakukan yang sebaliknya. Ia memberikan nyawaNya untuk
keselamatan orang lain. Ia merendah. Yesus tidak mengedepankan kepentinganNya.
Sebaliknya, Ia mengutamakan kebutuhan dan kepentingan orang lain. Inilah
panggilan hidupNya:
melayani dan memberikan nyawaNya untuk hidup orang lain.
Pengikut Kristus juga
dipanggil untuk menjalani panggilanNya, yaitu berkurban demi kebaikan orang
lain. Tidak ada yang sanggup menjalani panggilan ini tanpa pertolonganNya.
Apa
makna penderitaan dan kematian Yesus bagi perutusanku?
Pertanyaan
di atas mengarahkan pada permenungan untuk bersama-sama mencari konsekuensi
menjadi pengikut Kristus. Menjadi pengikut Kristus memiliki konsekuensi turut
menderita bersama Kristus. Namun penderitaan itu hanya akan bermakna bila untuk
dan demi Kristus. Dari penderitaan dan kematian Kristus, kita mendapatkan
perjanjian baru sebagai milik Tuhan yang kekal. Dari sinilah, untuk selanjutnya
kita bisa kritis pada penderitaan yang kita alami. Terutama setelah menjawab
”ya dengan segenap hati” atas rahmat baptisan, rahmat confessio dei (sidi), rahmat tahbisan sebagai pendeta, rahmat
peneguhan sebagai penatua/diaken, rahmat hidup berkeluarga, pun pula rahmat
perutusan yang menjadi kekhasan kita hidup di dunia. Kekritisan itu akan tampak
dalam kesadaran dan sikap kita terhadap penderitaan yang dialami. Penderitaan
yang dialami bukan karena kesalahan kita, akan mengarahkan kita untuk bersyukur
karena turut ambil bagian dalam penderitaan Kristus. Penderitaan yang dialami
karena kesalahan dan pelanggaran kita, akan mengarahkan kita pada pertobatan
dan percaya pada belas kasih Tuhan.
Pokok dan Arah Pewartaan
Pokok Pewartaan:
Perjanjian Baru
Oleh Darah Kristus
Arah Pewartaan:
1.Umat turut ambil
bagian dalam sengsara Kristus, yaitu berkurban demi kebaikan orang lain
2.Umat mempercayakan
diri kepada Tuhan ketika menghadapi penderitaan
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Berkurban demi kebaikan orang
lain. Itu yang telah dilakukan Kristus. Kalau kita mau mengikuti jejak Kristus,
apa hambatan terbesarnya?
2.Menurut saudara mengapa Kristus
mampu berkurban demi kebaikan orang lain?
3.Kita belajar dalam kehidupan
berkeluarga. Kurban apa saja yang telah dilakukan setiap anggota keluarga bagi
anggota keluarga yang lain? Sebutkan!
Bahan
Pemahaman Alkitab, 9 April 2013
Yesus
yang Bangkit Itu,
Yesus
yang Disalibkan
Bacaan I: Kisah Para Rasul
5:27-32; Tanggapan: Mazmur 118:14-29;
Bacaan II: Wahyu 1:4-8; Bacaan III: Injil Yohanes 20:19-31
Tujuan:
Jemaat yakin bahwa Yesus
yang bangkit adalah Yesus yang disalib
Jemaat mendapat teladan
mengenai kesaksian berdasar iman.
v
Dasar Pemikiran:
Keraguan bahwa Yesus benar-benar bangkit
dari antara orang mati bisa menggoyahkan iman. Namun melalui bukti-bukti yang
diberikan sendiri oleh Yesus dan kesaksian para rasul, kita bisa yakin bahwa
yang kita imani adalah kebenaran. Jika hidup dijalani dalam iman yang benar,
tentunya juga harus disertai perbuatan-perbuatan dalam kebenaran.
v Keterangan
Tiap Bacaan:
Allah nenek moyang
kita telah membangkitkan Yesus, ....
Ini adalah kali ke dua Petrus dan rasul
yang lain berada di hadapan Mahkamah Agama. Kembali mereka diperhadapkan pada
perintah untuk tidak mengajar dalam Nama Yesus. Hanya saja, pada pertemuan kali
ini larangan yang diberikan disertai perasaan bahwa dengan pengajaran itu,
Petrus dan kawan-kawan hendak menanggungkan kesalahan pada diri Mahkamah Agama.
Menanggapi hal itu Petrus menegaskan
bahwa pengajaran dalam Nama Yesus bukan dalam rangka membalas dendam atau
membuat para pemimpin agama merasa bersalah. Petrus mengutarakan bahwa tindakan
mereka mengajar adalah wujud ketaatan kepada Allah, yang melebihi ketaatan kepada
manusia. Berikutnya, Petrus mengungkapkan bahwa yang diajarkan semata-mata
kenyataan bahwa Allah telah membangkitkan Yesus yang telah disalibkan. Petrus
bahkan menyebut Allah sebagai Allah nenek moyang kita. Dengan demikian Petrus
hendak menunjukkan bahwa janji Allah kepada Abraham tergenapi dalam diri Yesus.
Selain itu, Petrus mengungkapkan bahwa Yesus ditinggikan. Kini jabatan-Nya
adalah Pemimpin dan Juruselamat. Kata yang dipakai untuk menyebut Juruselamat
adalah Sōter yang berarti Pembebas.
Batu
yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru.
Mazmur 118 ini merupakan nyanyian pujian
yang mengungkapkan ungkapan syukur kepada Tuhan. Ayat 14-18 merupakan ungkapan
kemenangan oleh karena Tuhan melepaskan umat-Nya dari kematian. Ayat 19-29
tampak seperti nyanyian kesukaan saat memasuki Bait Allah. Pintu gerbang
kebenaran menjadi jalan masuk ke Bait Allah. Istilah itu menunjukkan bahwa
orang yang hendak masuk ke Bait Allah harus hidup dengan benar.
Satu ayat yang sering dikaitkan dengan
Yesus adalah ayat 22. Orang yang hendak dibunuh oleh lawan diumpamakan sebagai
batu yang telah dibuang. Namun dalam kasih Tuhan, dia menerima kehidupan
kembali, diumpamakan sebagai batu penjuru. Dari hal yang dianggap tidak
berguna, berubah menjadi penjuru. Ayat ini diasosiasikan dengan Yesus karena
dalam iman Kristen, Yesus adalah contoh terpenting dalam karya keselamatan.
...
dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara
orang mati ....
Kitab Wahyu sering dianggap sebagai
kitab yang sulit. Itu disebabkan oleh karena sifatnya yang merupakan sastra
apokaliptik. Dalam tulisan berjenis apokaliptik, penulis menyingkapkan sedikit
dari peristiwa yang akan datang. Karena hanya disingkapkan sedikit, tentu
menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pembaca, terlebih jika terentang jarak
dan waktu yang cukup panjang. Namun sebenarnya kitab Wahyu adalah sebuah surat
untuk tujuh jemaat di Asia Kecil. Ketujuh jemaat itu mewakili semua masalah
yang dihadapi oleh jemaat Kristen di Asia Kecil pada waktu itu. Bentuk surat
itu tampak dari salam yang tercantum dalam ayat 4-5.
Salam ini bersifat trinitarian dan
merupakan salah satu bentuk tertua dalam jemaat Kristen. Salam itu mendoakan
kasih dan damai bagi jemaat. Sumber kasih dan damai itu adalah Allah, yang di
situ digambarkan seperti saat Allah menampakkan diri kepada Musa, tetapi dalam
bentuk yang dimodifikasi. Yang pertama ini menggambarkan Bapa. Ketujuh Roh
menunjuk kepada Roh Kudus. Yang terakhir, disebutkan Kristus.
Pemahaman mengenai Kristus di sini
menunjukkan pernyataan iman mengenai kebangkitan-Nya dari orang mati. Hal ini
menjadi inti dari iman Kristen.
Dan
sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada
mereka.
Apa yang bisa menjadi bukti bahwa Yesus
benar-benar bangkit dari kematian? Kubur kosong tidak bisa membuktikan itu
karena bisa saja mayat Yesus hilang karena dicuri atau disembunyikan.
Penampakan Yesus juga bisa disanggah karena bisa saja yang disalib bukan Yesus
atau Yesus hanya berpura-pura mati. Namun penampakan Yesus dengan bekas paku di
tangan dan bekas tombak di lambung, tidak terbantahkan lagi. Semua orang tahu
bahwa dalam proses penyaliban, Yesus dipaku tangan-Nya dan ditusuk lambung-Nya.
Ia yang menampakkan diri kepada para murid, adalah sungguh-sungguh Yesus yang
telah disalib tiga hari yang lalu. Bukan rekayasa.
Kebangkitan Yesus yang terjadi sekitar
2000 tahun yang lalu masih sering menjadi sumber pertanyaan bagi banyak orang.
Bagaimana mungkin seorang yang sudah mati tiga hari bisa bangkit lagi?
Jangan-jangan hanya bualan para murid-Nya? Atau sebenarnya Yesus hanya
pura-pura mati atau yang disalib bukan Yesus?
Penampakan Yesus kepada murid-murid-Nya
menunjukkan bahwa Ia benar-benar Yesus yang tiga hari sebelumnya mati di salib.
Bekas paku di tangan-Nya dan bekas tombak di lambung-Nya menjadi bukti bahwa
itu sungguh-sungguh Dia.
Selain itu, rasanya tidak mungkin Petrus
dan kawan-kawannya berani dengan lantang bersaksi di hadapan Mahkamah Agama
kalau yang diungkapkan bukan kebenaran. Pada masa kitab Wahyu ditulis pun sudah
terwujud salam yang menyebutkan iman kepada Kristus yang bangkit.
Itu semua mengarahkan ingatan kita
kepada batu yang telah dibuang oleh tukang bangunan, tetapi digunakan oleh
tukang bangunan yang lain sebagai batu penjuru. Yesus yang ditolak oleh orang
Yahudi telah menerima kemuliaan dari Bapa-Nya. Bagaimana respon kita yang
percaya kepada Yesus yang bangkit?
Mazmur 118 menuntun kita dengan mengajak
memasuki pintu gerbang kebenaran. Pintu gerbang kebenaran menggambarkan pintu
Bait Allah. Dengan sebutan itu berarti seharusnya orang yang masuk beribadah
dalam Bait Allah adalah orang-orang yang melakukan kebenaran. Sudahkah kita
lakukan?
Petrus bersaksi mengenai Yesus yang
telah bangkit setelah mati disalib. Pemazmur mengingatkan bahwa Tuhan
menyelamatkan umat-Nya, sehingga yang dianggap tidak berharga menjadi penjuru.
Salam dalam Wahyu menunjukkan iman kepada Kristus yang pertama bangkit dari
kematian. Yohanes menceritakan bahwa yang bangkit sungguh-sungguh Yesus, karena
Ia dapat menunjukkan bekas luka-Nya.
Jemaat diingatkan bahwa kebangkitan
Yesus bukan sekadar dongeng. Selain itu Jemaat juga didorong untuk menjadi
saksi, seperti Petrus dan para rasul.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Apa yang anda lakukan jika ada
orang yang tidak percaya kepada kebangkitan Kristus?
2.Menurut saudara apa bukti utama
kebangkitan Kristus? Sebutkan!
3.Bagaimana wujud hidup yang
bersaksi tentang kebangkitan Kristus?
Bahan Pemahaman
Alkitab, 16 April 2013
INDAHNYA
KASIH KRISTUS MEMBERI KEKUATAN BARU
Bacaan I: Kisah Para Rasul
9:1-6; Tanggapan: Mazmur 30
Bacaan II: Wahyu 5:11-14;
Bacaan III: Injil Yohanes 21:1-19
Tujuan:
Jemaat diajak menyadari
bahwa menerima kasih Kristus
dengan sungguh-sungguh akan
berdampak terhadap kebaruan hidup
baik bagi
diri sendiri maupun bagi sesama manusia.
v Dasar
Pemikiran:
Hari ini adalah Minggu Paskah III. Minggu Paskah III
merupakan bagian dari penantian para murid akan karya Roh Kudus yang akan
tercurah. Roh Kudus berkarya secara dinamis dan mengubah kepribadian seseorang
secara ajaib. Sebagaimana karya Roh Kudus pada diri Saulus, seorang penghujat,
penganiaya jemaat Tuhan dan seorang yang ganas perilakunya. Kini dia telah
menjadi pengikut Kristus melalui peristiwa penglihatan di jalan menuju Damsyik.
Pribadi
yang telah berubah membutuhkan kekuatan dan dukungan, agar perubahan yang sudah
terjadi tidak mengalami penurunan. Dalam rangka itulah, raja Daud berseru
kepada Tuhan: ”TUHAN, Allahku, kepada-Mu
aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan aku. TUHAN, Engkau
mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di antara mereka
yang turun ke liang kubur” (Mazmur 30:3-4).
Hidup
kita tidak jauh berbeda dengan kedua tokoh tersebut. Bahkan para murid yang
pada waktu itu mengalami ketakutan dan kebingungan setelah ditinggal oleh Tuhan
Yesus, juga membutuhkan dukungan. Kepergian Tuhan seolah-olah menjadikan mereka
patah arang. Akan tetapi kasih Kristus, sungguh-sungguh memberikan kekuatan
baru.
v Keterangan
Tiap Bacaan:
Manusia membutuhkan manusia lain untuk dapat hidup. Hidup perlu
didukung dalam kebersamaan dengan sesama. Dukungan
positif akan menghasilkan sikap dan tindakan positif. Sebaliknya, dukungan
negatif dapat menyuburkan praktik kolusi dan nepotisme yang merugikan. Contoh
nyata kolusi terjadi dalam peristiwa pembantaian pengikut Kristus oleh Saulus.
Sebelum melakukan pembunuhan terhadap murid-murid Tuhan, dinyatakan bahwa ”Saulus menghadap Imam Besar dan meminta
surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik,
supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan,
ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem” (Kisah Para Rasul 9:1-2). Kolusi
tersebut membuat Saulus lebih berani, sebab menerima dukungan resmi dari
pemerintah dan pemimpin agama.
Akan
tetapi selanjutnya dinyatakan bahwa dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia
sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia (Kisah Para Rasul 9:3). Melalui
peristiwa itu, Saulus diubah oleh Tuhan menjadi Paulus yang setia
mengikuti-Nya. Kasih Kristus membuat Paulus memperoleh kekuatan baru, sehingga
dapat menghasilkan karya positif dalam kehidupan. Bahkan lebih dari separuh
bagian Alkitab Perjanjian Baru, merupakan hasil karya pemikiran dan pergumulan
Paulus.
Mazmur
adalah sebuah Kitab yang berisi nyanyian dan
doa. Nyanyian sebagai cara umat mengucap syukur kepada Tuhan, sedangkan
doa adalah permohonan yang dinaikkan umat kepada Tuhan. Dalam Mazmur tanggapan
ini kita diajak untuk melihat ucapan syukur raja Daud atas proses pentahbisan
Bait Allah. Bait Allah adalah tempat Allah hadir memberikan kekuatan dan
berkat. Disanalah Allah berdiam dan berkarya. Setiap orang dipanggil untuk
senantiasa bersyukur di hadapan Tuhan, sebab Dialah Allah yang murah hati:
”Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya, dan
persembahkanlah syukur kepada nama-Nya yang kudus! Sebab sesaat saja Ia murka,
tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi
terdengar sorak-sorai” (Mazmur 30:5-6).
Kemurahan
hati Allah, adalah sumber kekuatan umat. Manusia dapat melanjutkan hidup jika
mendapatkan kemurahan hati Allah. Sebagai contoh, misalnya: kehidupan yang kita
jalani adalah berkat kemurahan Allah melalui kepedulian orang tua, saudara,
teman, sahabat, maupun tetangga dan orang-orang di sekitar kita. Tanpa
kemurahan yang demikian, mustahil kita dapat hidup di dunia ini.
Wahyu 5:11-14
Allah
adalah pribadi yang berkuasa selama-lamanya, di bumi dan di Sorga. Dialah Anak
Domba yang dikorbankan menjadi tebusan bagi dosa-dosa manusia. Dia layak untuk
menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan
kemuliaan, dan puji-pujian (Wahyu
5:12). Sebagai manusia berdosa, kita dipanggil dan diberi kesempatan untuk
menerima kemuliaan sebagaimana diterima oleh Anak Domba Allah. Menerima Anak
Domba Allah sebagai Juru Selamat, berarti juga menerima kekuatan baru sebagai
modal menghadapi beragam tantangan hidup.
Kini
para malaikat menyanyikan kekuatan kuasa dalam kemuliaanNya. Ada tujuh hal
besar yang dimiliki: 1). Kuasa untuk melakukan mujizat dan penebusan;
2). Kekayaan, sebab Ia adalah
khalik langit dan bumi; 3). Hikmat yang menyingkap segala rahasia
kehidupan; 4). Kekuatan untuk mengalahkan segala penguasa udara dan alam
maut; 5). Hormat, sebab
bertekuk lutut segala yang ada di langit, di bumi dan yang ada di bawah bumi,
dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi
kemuliaan Allah, Bapa; 6). Kemuliaan,
sebab Dia adalah Anak Tunggal Allah; 7). Puji-pujian atau ungkapan
syukur, sebab Dialah sumber berkat.
Hidup
ini ibarat perlombaan lari marathon.
Setiap orang adalah pelari yang sedang berjuang mencapai garis akhir. Selain
kecepatan, dibutuhkan juga ketahanan fisik dan konsentrasi. Dalam perikop ini,
nampaknya ketahanan para murid sedang diuji. Mereka telah mencari ikan
sepanjang malam, akan tetapi tidak menangkap apa-apa. ”Ketika hari mulai siang,
Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu
adalah Yesus. Kata Yesus kepada mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu
mempunyai lauk-pauk?" Jawab mereka: "Tidak ada"” (Yohanes
21:4-5). Lalu Tuhan Yesus memerintahkan mereka untuk menebarkan jala ke arah
kanan perahu. Perintah-Nya seolah-olah menyemangati kembali para murid untuk
mencoba sekali lagi. Mujizat pun terjadi! Jala mereka penuh ikan-ikan besar:
seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu
tidak koyak.
Tuhan
Yesus datang tepat waktu ketika menampakkan diri kepada murid-murid-Nya di
pantai danau Tiberias. Mungkin para murid sudah mulai hilang asa ketika bersiap
mendarat. Akan tetapi Tuhan datang memberikan kekuatan baru. Kehadiran-Nya mewarnai
suasana hati para murid. Berdampak nyata dan memberi perubahan berarti.
Hidup yang dijalani manusia, perlu didukung dalam
kebersamaan dengan sesama. Dukungan positif akan menghasilkan tindakan mulia.
Sebaliknya, dukungan negatif dapat menyuburkan kejahatan. Contohnya adalah
peristiwa pembantaian pengikut Kristus oleh Saulus. Sebelum melakukan
pembantaian, Saulus menghadap Imam Besar dan meminta surat kuasa dari padanya
untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia
menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan, ia menangkap
mereka dan membawa mereka ke Yerusalem (Kisah Para Rasul 9:1-2). Kolusi membuat
Saulus lebih berani, sebab menerima dukungan resmi dari pemerintah dan pemimpin
agama.
Akan
tetapi dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu,
tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia (Kisah Para Rasul 9:3). Lalu Saulus diubah oleh Tuhan menjadi
Paulus yang setia mengikutiNya. Kemurahan hati Allah, telah mengubah tindakan
negatif menjadi positif. Dengan demikian, maka manusia patut bersyukur atas
kemurahanNya: Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihiNya,
dan persembahkanlah syukur kepada namaNya yang kudus! Sebab sesaat saja Ia
murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan,
menjelang pagi terdengar sorak-sorai (Mazmur 30:5-6).
Kemurahan
hati Allah terhadap Saulus, ditunjukkan juga kepada para murid di pantai danau
Tiberias. Pada waktu itu mereka telah mencari ikan sepanjang malam, namun tidak
menangkap apa-apa. Kata Yesus kepada
mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?" Jawab
mereka: "Tidak ada" (Yohanes
21:5). Lalu Yesus memerintahkan mereka menebarkan jala ke arah kanan perahu.
Mujizat pun terjadi! Jala mereka penuh ikan-ikan besar: 153 ekor banyaknya.
Kemurahan hati Allah dan kasih Kristus telah membawa dampak positif bagi umat.
Mari kita jadikan sebagai kekuatan baru untuk melanjutkan hidup.
Manusia
membutuhkan manusia lain untuk dapat hidup. Hidup perlu didukung dalam
kebersamaan dengan sesama. Akan tetapi manusia tidak boleh lupa akan kemurahan
hati Allah sebagai sumber kekuatan umat. Kemurahan hati Allah, adalah kekuatan
baru sebagai modal menghadapi beragam tantangan hidup. Mari kita sadari bersama
bahwa Dialah pribadi yang Maha Hadir.
Indahnya
Kasih Kristus Memberi Kekuatan Baru.
1.Menyadari
bahwa manusia membutuhkan makanan untuk bertahan hidup.
2.Mengakui
bahwa hidup ini pun perlu ditunjang dengan makanan rohani, yaitu Firman.
Kesadaran
diri untuk dekat dengan Tuhan dan kemauan untuk senantiasa berusaha
memperbaharui diri.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Saulus telah mengalami pengalaman
disapa Tuhan Yesus sehingga berubah menjadi Paulus. Perubahan apakah yang telah
terjadi pada Saulus?
2.Perubahan apakah yang terjadi
pada para murid ketika Tuhan Yesus menjumpai mereka di pantai danau Tiberias?
3.Menurut kitab Wahyu, mengapa kita
harus percaya bahwa Allah mampu merubah hidup kita?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 23 April 2013
UMAT
YANG MENGENAL
SUARA
SANG GEMBALA
Bacaan I: Kisah Para Rasul
9: 36-43; Tanggapan: Mazmur 23
Bacaan II: Wahyu 7:9-17;
Bacaan III: Injil Yohanes 10:22-30
Tujuan:
Mengingatkan kembali kepada
umat tentang peran Gembala
dalam kehidupan umat sebagai
domba
Mengajak orang percaya mampu
untuk mendengar dan
mengenal suara Sang Gembala
v
Dasar Pemikiran:
Keberadaan
domba-domba tidak akan pernah terlepas dari peran dan bimbingan Sang Gembala.
Untuk menjadi domba yang baik tentunya akan selalu mendengar suara Sang
Gembala. Jika Tuhan Yesus memakai perumpamaan yang menggambarkan umat Tuhan
sebagai domba-domba-Nya, maka Sang Gembala itu tidak lain adalah Allah sendiri
yang akan memimpin dan menuntun domba-domba-Nya agar tidak tersesat. Penting
bagi domba-domba untuk mengenal suara Sang Gembala di tengah keramaian
suara-suara yang seringkali menawarkan jalan yang tidak benar dan menjauhkan
domba-domba dari Sang Gembala yang sejati.
v Keterangan
Tiap Bacaan:
Kisah ini di mulai dengan seorang murid yang bernama
Tabita Dorkas,
terkenal karena kasihnya di gereja Yope (Kis
9:36) sedang menderita sakit lalu meninggal dunia. Murid-murid yang lain mendengar bahwa Rasul Petrus ada di
Lida
untuk menjumpai sekelompok orang Kristen yang
mungkin telah lari ke sana pada masa perserakan, disebabkan oleh penganiayaan
di Yerusalem. Maka mereka mengirim utusan tugasnya memberitahu Rasul Petrus untuk segera datang. Kemudian
Petrus datang dan setelah itu berlutut dan berdoa kepada Allah
untuk kesembuhan Tabita, akhirnya Tabita bangkit dari kematiannya dan tersiarlah
kabar baik itu di seluruh kota Yope.
Dengan
mempergunakan perumpamaan yang terdapat dalam Perjanjian Lama, bahwa Allah menyamakan diri-Nya dengan
seorang gembala untuk melukiskan kasih-Nya yang besar bagi umat-Nya. Melalui
perumpamaan itu hendak di
lukiskan sebuah maksud bahwa Allah, melalui Kristus dan oleh Roh
Kudus, demikian memperhatikan setiap anak-Nya sehingga Ia ingin mengasihi,
memelihara, melindungi, membimbing, dan dekat dengan anak-Nya,
sebagaimana dilakukan oleh seorang gembala yang baik dengan domba-dombanya
sendiri. Demikianlah orang percaya adalah domba-domba
Tuhan. Kita adalah milik-Nya dan menjadi sasaran khusus kasih sayang dan
perhatian-Nya. Gembala yang Baik membangkitkan dan menghidupkan kembali
jiwa melalui kuasa dan kasih
karunia-Nya. "Ia membimbing aku" dengan Roh Allah pada jalan yang
benar, yang sesuai dengan jalan kekudusan-Nya. Tanggapan selaku orang-orang percaya adalah
ketaatan: aku mengikuti Gembala dan mendengarkan suara-Nya (Yoh
10:3-4); maka domba yang baik tidak
akan mengikuti "suara orang-orang asing".
Yohanes
menggambarkan sebuah pemandangan di sorga tentang suatu kumpulan besar orang
dari semua bangsa yang diselamatkan oleh iman kepada Kristus. Mereka akan
tinggal bersama-sama dengan Allah, bebas dari kesakitan dan dukacita. Dalam
bab-bab ini dahulu Allah digambarkan duduk di atas takhta-Nya di sorga diiringi
isi sorga. Kemudian pandangan merangkum dunia semesta yang nasibnya diserahkan
kepada Anak Domba. Ini dilambangkan oleh Kitab yang dimeterai, yang diserahkan
kepada Anak Domba (pasal 5), lalu dilanjutkan dengan berbagai penglihatan besar
yang berupa lambang. Penglihatan-penglihatan itu, pasal 6-16, menyiapkan
"Hari Besar", yakni hari murka Allah menimpa para penganiaya.
Perumpamaan
Yesus dalam perikop ini menggambarkan
pekerjaan sehari-hari seorang gembala. Setiap hari gembala itu memasuki kandang
melalui pintu, bukan dengan memanjat dari tempat lain. Lalu ia membawa kawanan
dombanya ke luar, ke tempat yang banyak rumputnya. Ia harus melindungi kawanan
domba itu dari penyamun dan serigala. Pada malam hari Ia membawa kawanan domba
itu pulang ke kandangnya. Hal itu adalah hal yang biasa bagi orang-orang Yahudi
dan banyak kesusasteraan mereka mengenai gembala.
Dengan
perumpamaan dan keterangan yang diberikanNya, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai
Gembala (dan juga Raja) bagi seluruh bangsa Israel: Tetapi Ia bukan hanya
Gembala bagi bangsa Israel saja, melainkan bagi "domba-domba lain"
(ayat 16), yakni bangsa asing juga. Tangan Tuhan Yesus dan tangan
Allah Bapa melakukan pekerjaan yang sama, yaitu melindungi
domba-dombaNya. Allah begitu mengenal domba-dombaNya begitu pula domba mengenal
suara Sang Gembala. Mereka memiliki kesatuan dalam tujuan dan pekerjaan, suatu
kesatuan yang unik. Kesatuan yang dimiliki Anak dan Bapa lebih
mendasar yaitu mempunyai kesatuan dalam hal tujuan, yang tidak lain adalah
menyelamatkan domba-domba-Nya.
Perumpamaan
Gembala yang baik mengingatkan kita sebagai domba-dombaNya untuk terus
mengenalNya lebih dekat melalui kehendak dan suara-Nya yang sering bergema
dalam kehidupan kita sebagai umatNya. Suara dan kehendakNya yang menuntun dan
membimbing akan terus di rasakan oleh umatNya yang setia, sebagaimana di dalam
Wahyu yang menyatakan penyertaan Tuhan akan senantiasa ada sampai dipersatukan
dalam kehidupan kekal di Sorga.
Tuhan
Yesus menggambarkan diriNya sebagai Gembala yang baik, yang memberikan
kehidupan bagi domba-dombaNya. Sang Gembala yang sejati adalah Tuhan yang
memberikan kehidupan bagi umatNya seperti halnya Tabita yang sembuh dan hidup
kembali. Bagi domba-domba yang setia sampai kedatanganNya akan memiliki
kehidupan kekal bersama Gembala di dalam kehidupan di Sorga.
Pokok pewartaan dan Arah
Pewartaan:
Kebahagiaan
yang sejati yaitu tidak lain ketika kita menghadirkan Tuhan dalam kehidupan
kita. Sesungguhnya Tuhan adalah sumber kebahagiaan dalam kehidupan kita di
dunia ini maupun kehidupan nanti di Surga.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Penggembalaan atas Dorkas
dilakukan Allah lewat Petrus yang sujud berdoa sehingga Dorkas menjadi hidup
kembali. Apakah saudara percaya bahwa Allah mengutus orang-orang tertentu
(penatua, diaken, pendeta) untuk menggembalakan saudara?
2.Bagaimana cara kita bisa
“mendengar” suara Gembala Sejati?
3.Baca kembali Mazmur 23. Berkat
apa saja yang akan diberikan gembala bagi domba?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 30 April 2013
supaya
kamu saling mengasihi
Bacaan I: Kisah Para Rasul 11:1-8; Tanggapan: Mazmur 148
Bacaan II: Wahyu 21:1-6;
Bacaan III: Injil Yohanes 13:31-35
Tujuan:
Jemaat menyadari bahwa
setiap perbuatan kasih mereka merupakan bukti bahwa mereka benar-benar pengikut
Kristus
v Keterangan Tiap
Bacaan:
Bacaan ini
merupakan episode penutup dari cerita tentang Petrus dan Kornelius yang
dimulai pada awal bab 10. Lukas menceritakan kisah tentang Petrus dan
Kornelius dengan panjang lebar untuk
menekankan arti penting kisah ini bagi sejarah awal gereja perdana, khususnya
kaitannya dengan posisi orang non Yahudi
dalam gereja. Hal ini terlihat di ayat 15, "...turunlah Roh Kudus ke atas
mereka, sama seperti dahulu ke atas
kita..” (lihat ketidakmampuan Petrus
untuk mencegah pembaptisan karena turunnya Roh Kudus atas keluarga Kornelius
dalam 10:47). Pembaca selanjutnya diajak pada kesimpulan dalam ayat 18: ”...Jadi kepada
bangsa-bangsa lain Allah juga mengaruniakan pertobatan yang memimpin pada
hidup”.
Penting
diperhatikan juga pigura cerita ini, di mana ada perubahan/transformasi pada
ayat 1 dan ayat 18. Kata "mendengar" dari ayat 1 dan ayat 18 ada
perubahan suasana.Dalam ayat 1, sidang seolah ada dalam suasana tidak bersukacita, ada dalam suasana tuduhan
atas tindakan Petrus karena bergaul dan makan dengan orang yang tidak disunat
(11:2-3). Dalam ayat 18 kata "mendengar" ada dalam suasana
tenang, yang artinya tuduhan dan kritikan telah dijawab dan dipertanggungjawabkan secara
teologis oleh Petrus. Dalam ayat 4 sampai 17, Petrus menjawab tuduhan dengan
menceritakan "langkah demi langkah" secara detail
dari pengalamannya. Perlu dicatat bahwa Petrus tiga kali mendengar suara
dari surga (ayat 10) . Pengulangan sampai 3 kali menunjukkan bahwa Petrus
benar-benar ada di titik keyakinan,
bahwa yang sedang dilakukan adalah benar. Demikian pula datangnya tiga
orang (ayat 11) dan suara Roh Kudus di
ayat 12. Itu semua mau menunjuk bahwa Petrus benar-benar yakin kalau
perbuatannya adalah ada dalam perintah Allah.
Semua
ciptaan (malaikat, matahari, bulan, bintang dan langit) diundang untuk memuji
Tuhan (ayat 1-4). Bahkan ditandaskan, baiklah semuanya (ayat 5) memuji Tuhan.
Demikian pula dalam ayat 5-14 disebutkan hal ajakan kepada semua mahkluk. Sikap
inklusif dari ajakan ini akan semakin memuncak pada Mazmur 150:6
:”...Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan...”.
Sikap
inklusif dari ajakan terlihat dari pengulangan kata “segala/segenap/semua”
(ayat 2, 3, 7, 9-11, 14), serta terlihat dari frase "di sorga",
"di tempat tinggi" (ayat 1) yang menunjuk pada ciptaan yang ada di
langit dan frase “di bumi” yang menunjuk kepada segala makhluk
di bumi. Sorga dan bumi yang berarti mencakup seluruh
ciptaan, seluruh alam semesta, baik yang hidup maupun yang mati.
Penyebutan
semua benda hidup maupun benda mati baik yang ada di atas maupun yang ada di
bawah, mungkin terlihat membosankan. Namun ajakan ini yang menyebut satu
persatu bertujuan untuk menumbuhkan rasa “hadir” di mana ada sukacita karena
bisa berpartisipasi.
Dari
Mazmur ini terlihat bahwa Tuhan rupanya benar-benar mencintai dunia dengan
segala isinya. Dan Tuhan
mengundang kita untuk mencintai juga, demi Tuhan, demi penciptaan, dan untuk
kepentingan kita semua. Dari Mazmur
148 kita semakin sadar siapa
sesungguhnya manusia dalam kaitannya dengan ciptaan yang lain, di mana manusia
diciptakan oleh Allah untuk hidup berdampingan dan memuji Tuhan bersama-sama
segenap mahkluk ciptaan yang lain.
Gereja
memahami bahwa peristiwa Yesus Kristus menimbulkan perubahan besar. Sama
seperti Yesus, setelah sengsara dan mati, selanjutnya dibangkitkan dan
dimuliakan; demikian juga atas diri orang percaya. Paulus dalam 1 Korintus 15
berbicara tentang kebangkitan kita. Paulus yakin bahwa badan-badan ini akan
dibangkitkan dan berubah menjadi "tubuh rohani", seperti benih
berubah menjadi tanaman yang tumbuh. Kebangkitan menjanjikan baik kontinuitas
dan diskontinuitas. Hal yang sama juga diyakini oleh Penulis Wahyu 21:1-6.
Namun janji itu meluas tidak hanya terbatas pada gereja dan orang percaya.
Semakin meluas untuk semua ciptaan.
Ayat
5 mengatakan bahwa Allah menjadikan segala sesuatu baru. Segala sesuatu akan
dibuat baru, bukan digantikan oleh hal-hal baru dan berbeda. Hasil penciptaan
tidak ditinggalkan atau dibuang, atau diijinkan untuk pergi ke neraka. Di sini
ada kontinuitas penciptaan. Namun ada diskontinuitas, “sebab segala
sesuatu yang lama itu telah berlalu” (ayat 4). Apa yang dimaksud “segala sesuatu
yang lama”? Tentu yang dimaksud bukan kemenangan Anak Domba atas kematian, dan
juga bukan umat dan para saksi yang setia, serta bukan belas kasih Allah yang
duduk di atas tahta.
Segala
sesuatu yang lama tentunya adalah kejahatan
manusia (yang diceritakan dalam bagian awal kitab Wahyu), penghujatan
dan arogansi manusia, pemberontakan terhadap Allah, penindasan dan kekerasan
yang dilakukan kekaisaran, kekuatan binatang dan Babel yang menyesatkan bangsa-bangsa, sikap
kompromi dari gereja-gereja atas kejahatan,
semua yang telah membawa duka dan murka atas dunia. Itu
semua yang dikatakan telah berlalu. Dan itu hilang untuk selamanya.
Dalam
ayat 1 disebutkan bahwa tidak ada laut lagi. Ini karena menurut penulis Wahyu, laut telah menjadi sumber dan dasar operasional
bagi kekuatan jahat berbaris melawan Allah dan umat Allah. Juga
penunjukan binatang dari laut yang merupakan personifikasi kerajaan kegelapan.
Dengan laut dihapus, dunia tidak akan tergelincir lagi ke dalam mimpi buruk
dosa. Keselamatan
dibayangkan dalam teks ini bukan sebagai kembali ke Eden atau mundur kembali ke
alam, tetapi sebagai kehidupan sebuah kota yang penuh dengan keselamatan.
Dalam
penglihatan Yohanes (ayat 2), harapan terakhir adalah bahwa kita tidak pergi ke
surga ketika kita mati. Keselamatan tidak kita akan pergi
kepada Tuhan, tetapi Tuhan datang kepada kita. Bagi
Yohanes, keselamatan bukan berarti bahwa Yerusalem yang dihancurkan oleh Roma
akan dibangun kembali, karena keselamatan tidak ditemukan dalam arti geografis
atau surgawi. Keselamatan
hanya ditemukan dalam Allah. Kita sering berbicara tentang
keselamatan sebagai "pergi ke surga," tapi itu cukup hanya jika kita
menyadari bahwa "surga" adalah sebuah metafora untuk tinggal di dalam
Allah.
Ayat
3 mengacu pada Yehezkiel 37:27 di mana ada janji kehadiran Allah di
tengah-tengah umat-Nya. Namun berbeda dengan Yehezkiel di mana
janji itu diperuntukkan khusus untuk Israel, kitab Wahyu memperluas bahwa janji
juga diperuntukkan bagi segala bangsa di
bumi yaitu segala bangsa di bumi yang telah ditipu oleh binatang dan diperintah oleh Babel.
Allah
akan menghapus segala air mata, maut, perkabungan, ratap tangis dan dukacita
(ayat 4). Ini
tentu saja salah satu gambar yang paling mengharukan dalam Kitab Suci.
Yohanes 13:31-35
Pada
akhir Perjamuan Terakhir Yesus berbicara kepada para murid (minus Yudas)
tentang pemuliaan-Nya. Yudas telah pergi untuk memulai menjalankan rencananya.
Dan dalam kematian-Nya, Yesus akan memuliakan Allah. Yohanes menekankan tema
ini dari awal Injil-Nya. Bagi Yohanes, kematian Yesus adalah kurban persembahan
yang layak bagi kekudusan dan kasih Allah.
Sekaligus
di saat terakhir-Nya Tuhan Yesus memberikan perintah baru
kepada para murid. Yaitu perintah untuk saling mengasihi sama seperti Yesus
telah mengasihi mereka.
Injil Kemuliaan (ayat 31-33)
Dalam bagian ini
Tuhan Yesus berbicara tentang kemuliaan-Nya. Untuk memahami arti kemuliaan-Nya
kita perlu memperhatikan konteks cerita kitab Yohanes. Berikut beberapa ayat
yang berbicara tentang kemuliaan Yesus: Kemuliaan-Nya ada sebelum dunia
dijadikan (17:5) dan kemuliaan-Nya Ia bawa saat datang ke dalam dunia
(1:14). Pada saat yang sama, kemuliaan yang melekat dalam diri-Nya, tidak mencapai kepenuhannya sampai ia telah
menyelesaikan pekerjaan Bapa-Nya, yang telah
mengutus Dia (7:39; 17:4).
Jadi,
meskipun kemuliaan-Nya sudah ditampilkan di depan murid-murid di Kana (2:11),
Ia berjanji akan menunjukkannya lagi melalui sakitnya Lazarus (11:4), dan Ia
berjanji lagi untuk Martha di makam
Lazarus (11:40), namun dalam arti sebenarnya, hanya dengan penangkapan,
penyaliban, dan kematian itulah saat
tiba bagi Dia untuk dimuliakan (17:1; 22).
Pemuliaan Bapa
oleh Anak tidak berhenti pada Yesus. Kapasitas untuk memuliakan Tuhan meluas ke
pengikut Kristus dan diletakkan pada orang percaya sebagai sebuah perintah:
"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak
dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku" (15:8).
Dalam
bagian ini Tuhan Yesus memberikan perintah
untuk saling mengasihi. Sebagaimana disebut pada bagian atas bahwa para
murid juga dipanggil untuk memuliakan Allah, sama seperti Yesus yang memuliakan
Allah dengan mengasihi para murid-Nya. Menurut Yesus Inti dari memuliakan Allah
ada pada perbuatan saling mengasihi yang dilakukan oleh para murid. Saling
mengasihi sama seperti Yesus mengasihi menuntut adanya kehendak dan ketaatan.
Yesus menyatakan ini secara jelas sebanyak tiga kali. "Jikalau
kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku" (14:15),
"Jika seseorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan
mengasihi dia dan kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia"
(14:23), dan "…jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku" (
15:10 a). Kasih kepada Allah dan ketaatan kepada Allah menjadi hampir
identik. Namun, ini bukan ketaatan karena itu tugas atau perintah. Kasih/ketaatan
mengalir keluar dari persekutuan dengan Kristus. Dan itu menjadi tujuan
kita, semakin kita mengenal Allah. Dan jika kita mengasihi seperti Kristus,
cinta yang kokoh, abadi, dan setia, kita akan mencintai sampai akhir
(13:1). Mencintai sampai mati.
Ada
beberapa pokok renungan dalam keempat
bacaan di atas:
Pada
gereja perdana, tembok agama menjadikan Petrus harus mampu
mempertanggungjawabkan pembaptisannya pada Kornelius. Apakah pada saat ini
penghayatan agama-agama masih menaruh batu sandungan bagi para pengikutnya
untuk dapat mengekspresikan kasih Allah bagi semua ciptaan? Apakah bentuk batu
sandungan yang ada sampai saat ini?
Kitab
Mazmur dan Wahyu menantang gereja dan orang percaya untuk lebih memperdalam
penghayatan keselamatan secara kosmik. Sejauh mana penghayatan ekologis dapat
kita gali dari tafsiran atas kedua kitab di atas?
Tindakan
atau aksi apa yang dapat dilakukan oleh gereja untuk mempertegas bahwa gereja
adalah kumpulan orang yang telah menerima kasih dan terpanggil untuk mengasihi
semua ciptaan?
Identitas
orang percaya sebagai pengikut Kristus adalah ketika orang percaya mampu
mengasihi seperti Kristus mengasihi mereka. Kasih Kristus adalah representasi
ulang kasih Allah. Yaitu kasih inklusif dan universal yang terwujud bagi semua
ciptaan, semua mahkluk yang ada di peristiwa Penciptaan.
Dengan
kemampuan untuk menunjukkan identitasnya sebagai pengikut Kristus, orang
percaya telah masuk pada tindakan inti memuliakan Allah. Sehingga melalui
ekspresi identitas tersebut orang percaya telah menjadikan kasih Allah
dinikmati oleh setiap mahkluk yang berhak mendapatkannya. Inilah kondisi dimana
langit yang baru dan bumi yang baru dapat terwujud di dalam kehidupan.
Jemaat
didorong untuk menunjukkan bukti dan saksi kehidupan bahwa mereka adalah orang
yang telah menerima kasih Kristus. Selain panggilan untuk terus menerus
menghayati dan bersyukur atas kasih dan pengorbanan Kristus, penekanan juga
diberikan untuk belajar hidup secara benar sebagaimana teladan hidup yang sudah
diberikan Kristus. Syukur apabila setelah kebaktian jemaat diajak untuk
melakukan aksi nyata sebagai wujud saling mengasihi.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Menurut uraian bahan di atas, apa
yang menjadi identitas orang percaya?
2.Dengan Kasih yang tanpa
diskriminasi kita dapat memuliakan Allah. Mengapa bisa begitu? Jelaskan!
3.Hidup gereja tanpa kasih.
Mungkinkah itu?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 14 Mei 2013
PERSATUAN:
BUAH ROH KUDUS
MEMPERBARUI
HIDUP UMAT
Bacaan I: Kisah Para Rasul 16:16-34;
Tanggapan: Mazmur 97
Bacaan II: Wahyu
22:12-14,16-17,20-21; Bacaan III: Injil Yohanes 17:20-26
Tujuan:
Jemaat memahami bahwa karya
Roh Kudus
mendatangkan pembaharuan
dalam hidup bergereja.
Jemaat memahami bahwa salah
satu buah karya Roh Kudus adalah mewujudkan persatuan di dalam hidup bergereja
v Dasar
Pemikiran:
Masalah
persatuan sepertinya sudah menjadi barang yang langka dalam kehidupan bersama
saat ini. Adanya perbedaan selalu dilihat dari sudut pandang kepentingan
pribadi atau kelompok yang berujung pada pertikaian dan perpecahan. Hal ini
tidak hanya kita soroti dalam kehidupan berbangsa saja, di mana toleransi dan
kerukunan sangat kurang diperhatikan. Jika kita mau jujur, gereja sebagai tubuh
Kristus pun juga mengalami perpecahan. Sangat ironis, apabila gereja yang
diberi mandat untuk mewujudkan damai sejahtera justru di dalam gereja sendiri
belum menampakkan damai sejahtera. Gereja yang secara institusional dikelola
oleh orang-orang yang percaya kepada Kristus kembali diingatkan dan disadarkan
akan tugas panggilannya. Secara ilahi kehadiran dan pertumbuhan gereja adalah
buah karya Roh Kudus yang membimbing dan memampukan umat. Namun ketika terjadi
pertumbuhan gereja yang disebabkan oleh karena perpecahan apakah ini dapat
disebut sebagai buah karya Roh Kudus juga? Sebuah pertanyaan reflektif yang
menggugah kesadaran kita dalam menanggapi tugas panggilan Tuhan. Buah dari
karya Roh Kudus adalah memperbaharui hidup umat agar memiliki semangat
persatuan dalam hidup bergereja
v Keterangan
Bacaan Alkitab:
Pada
mulanya, pelayanan Paulus diterima dengan baik. Ada beberapa orang yang
mendengar kotbah dari Paulus. Salah satunya adalah Lidia yang kemudian dibaptis
bersama dengan orang-orang seisi rumahnya. Tetapi keberhasilan ini tidak
berlanjut pada hari-hari berikutnya. Seorang perempuan yang mempunyai roh
tenung terus-menerus mengikuti dan menggangu Paulus. Karena merasa terganggu
Paulus pun mengusir roh jahat yang merasuki perempuan itu. Persitiwa ini
ternyata memicu masalah yang besar bagi Paulus dan Silas. Atas tuduhan yang
dilontarkan oleh tuan-tuan perempuan yang dirasuki roh jahat tadi, Paulus
akhirnya dijebloskan ke penjara. Meski menderita di dalam penjara, Paulus dan
Silas tetap berdoa dan memuliakan Tuhan. Dan terjadilah gempa bumi yang merusak
sendi-sendi penjara sehingga pintu penjara menjadi terbuka. Seorang kepala
penjara ketakutan saat melihat pintu penjara terbuka dan mengira bahwa Paulus
dan Silas telah melarikan diri. Ia pun berusaha untuk bunuh diri. Tetapi Paulus
dan Silas memperlihatkan diri bahwa mereka masih tetap berada di dalam penjara.
Peristiwa ini yang menumbuhkan iman kepala penjara dan pada akhirnya ia beserta
keluarganya dibaptis. Ternyata Tuhan tetap menjaga dan membimbing Paulus meski
mengalami penderitaan.
Kebesaran
dan kemahakuasaan Tuhan sangat dirasakan oleh pemazmur. Sehingga ia pun
menggambarkan betapa besarnya kuasa Tuhan atas dunia ini. Bahkan allah-allah
lain pun tidak ada tandingannya jika dibandingkan dengan Tuhan. Sampai allah-allah
ini tunduk menyembah kepada Tuhan. Jika demikian tidak ada kuasa lain di dunia
ini yang dapat menandingi kuasa Tuhan. Pengakuan ini yang membawa pemazmur
untuk menaruh percaya dan harapannya kepada Tuhan saja. Hubungan cinta kasih
antara manusia dengan Tuhan akan mendatangkan sukacita bagi manusia sendiri.
Selama manusia hidup dalam kebenaran Tuhan, maka hidupnya akan aman. Tuhan
sebagai ‘penjaga’ hidup manusia tentu tidak akan tinggal diam saat melihat
orang yang dikasihiNya didera oleh orang-orang jahat. Untuk itulah pemazmur
mengajak agar setiap orang juga menaruh percaya dan pengharapannya hanya kepada
Tuhan. Karena Dialah yang berkuasa atas kehidupan ini.
Kehidupan
iman bagaikan sebuah perjalanan yang panjang dan penuh tantangan. Menyelesaikan
perjalanan kehidupan iman sampai kepada garis akhir bukanlah persoalan yang
mudah. Orang-orang percaya mesti konsisten dengan pernyataan imannya dan
memiliki kewaspadaan penuh. Agar apa yang diupayakan selama di dunia ini akan menuai
hasil yang indah di saat mencapai garis akhir kehidupan. Akhir dari Kitab Wahyu
ini memberikan sebuah peringatan bagi orang percaya sehingga dapat memelihara
iman dengan penuh kesetiaan kepada Yesus Kristus. Karena kitab Wahyu memberi
kesaksian bahwa Yesus adalah Alpha dan Omega, Dia yang akan memberikan
penghakiman kepada manusia di akhir zaman. Melalui penghakiman itu, setiap
orang akan menerima upah berdasarkan perbuatannya. Mereka yang hidup dalam
cinta kasih Allah akan memperoleh hak atas pohon kehidupan. Semua ini dapat
ditempuh jika setiap orang mau menanggapi panggilan Tuhan dan mau menerima air
kehidupan dari Tuhan sendiri. Kesaksian ini menegaskan agar setiap orang
percaya bersedia dengan sungguh-sungguh menjalani hidup yang penuh cinta-kasih
dan setia kepada Tuhan Yesus. Sampai pada akhirnya setiap orang percaya akan
mencapai garis finish dengan penuh sukacita.
Masalah
persatuan di antara para murid ternyata menjadi keprihatinan bagi Tuhan Yesus.
Hal ini terlihat dalam doa Tuhan Yesus untuk para murid yang menyiratkan adanya
masalah tentang kesatuan di antara mereka. Apalagi tindakan Tuhan Yesus
mendoakan para murid ini terjadi menjelang Ia akan ditangkap dan disalib.
Nampaknya Yesus sudah pernah melihat sendiri pertikaian di antara para murid
yang memperebutkan siapa yang terbesar di antara mereka. Ketika bersama dengan
Yesus saja para murid tidak waspada dalam menjaga kesatuan, apalagi jika nanti
mereka akan berpisah dengan Sang Guru. Sehingga Yesus berdoa bagi para murid
sebagai kepedulian dan cinta kasih-Nya sekaligus juga menaruh harapan agar para
murid bisa peka serta waspada untuk menjaga kesatuan. Doa Yesus tidak hanya
ditujukan bagi para murid saja, melainkan juga setiap orang yang percaya
kepada-Nya. Hal ini menegaskan bahwa masalah kesatuan dalam kehidupan bersama
orang-orang percaya sangatlah rentan. Pertikaian dan perselisihan sungguh dapat
merusak kesatuan seperti yang diharapkan oleh Yesus. Setiap orang percaya sadar
bahwa sebenarnya kuasa Yesus ada dalam diri mereka. Kuasa Yesus yang memberikan
semangat persatuan dalam kehidupan bersama orang-orang percaya.
Sebuah
komunitas yang ditinggalkan oleh seorang pemimpin yang berkharisma dan sangat
berpengaruh tentu menyisakan masalah tersendiri bagi anggota komunitas
tersebut. Mereka mengalami kebimbangan dan kebingungan untuk menentukan arah
tujuan bagi komunitasnya. Parahnya lagi jika semangat persatuan dalam komunitas
itu menipis maka bisa dipastikan terjadi perpecahan di dalamnya. Situasi semacam
ini tentu pernah dialami oleh para murid Yesus. Setelah Tuhan Yesus naik ke
sorga kini mereka tinggal seorang diri tanpa adanya figur Sang Guru yang selalu
bersama dengan mereka. Peristiwa kenaikan Tuhan Yesus ke sorga bukanlah berarti
putusnya karya Tuhan bagi para murid. Jauh sebelum persitiwa tersebut, Tuhan
Yesus pernah memberikan janji kepada para murid bahwa mereka tidak akan
sendirian. Pada saatnya nanti akan datang Roh Kudus yang memberikan penghiburan
dan kekuatan. Janji ini menegaskan akan kasih setia Tuhan bagi umat-Nya. Tuhan
senantiasa menjaga dan menghibur dalam
setiap langkah juang kita. Tidak ada lagi ketakutan dan kekhawatiran. Hanya
tinggal bagaimana tanggapan kita atas janji Tuhan tersebut.
Persekutuan
bersama orang-orang percaya memiliki banyak sekali tantangan dan hambatan. Baik
itu muncul dari dalam persekutuan sendiri maupun dari luar persekutuan.
Diperlukan kewaspadaan agar persatuan dalam kehidupan umat dapat terpelihara.
Untuk mengupayakan hal tersebut, setiap orang percaya diberi kekuatan dan
penghiburan melalui karya Roh Kudus. Sehingga kehidupan umat senantiasa
diperbaharui.
Karya
umat dalam memelihara kehidupan berimannya senantiasa dituntun oleh Roh Kudus.
Karya Roh Kudus memampukan setiap orang percaya sehingga dapat mengatasi
persoalan-persoalan yang muncul. Utamanya adalah menjaga persatuan dalam
kehidupan bersama. Karena yang memanggil, mengumpulkan serta menumbuhkan umat
adalah Tuhan sendiri, maka sangat diperlukan semangat kebersamaan dalam
menghadapi beragamnya persoalan.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Mengapa penulis Injil Yohanes
merasa perlu berbicara mengenai persatuan setiap orang kristen? Apa-apa saja
yang dapat memecah kehidupan bersama orang percaya?
2.Hal apa saja yang perlu dilakukan
oleh orang percaya untuk menghayati dan menjaga persatuan di antara orang
percaya?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 21 Mei 2013
Roh
Kudus Memperbarui Sikap Hidup Orang Percaya
Bacaan I: Kejadian 11:1-9;
Tanggapan: Mazmur 104:24-34,35b;
Bacaan II: Kis.Para Rasul 2:1-21;
Bacaan III: Injil
Yohanes 14:8-17,25-27
Tujuan:
Jemaat
mengalami perubahan dalam sikap hidup setiap hari
menuju
kepada sikap hidup dalam pimpinan Roh Kudus.
v
Keterangan Tiap Bacaan:
Bacaan
ini berupa narasi (cerita) tentang permulaan tersebarnya penduduk bumi. Dalam
cerita tersebut Tuhan tidak berkenan penduduk bumi berbahasa dan berlogat yang
sama, sehingga mereka dipaksa Tuhan supaya tercerai-berai. Tersebarnya penduduk
bumi diawali oleh niatan penduduk bumi di kawasan tertentu untuk menjaga
kesatuan mereka dan memperkokoh identitas kebersamaan mereka dengan membangun
menara yang diharapkan dapat mencapai langit.
Narasi
tersebut menampilkan kesan Tuhan tidak menyukai mereka berkumpul di suatu
tempat, dengan satu bahasa mereka dan dengan logat yang sama. Tuhan menghendaki
mereka tersebar, kemudian bahasa mereka pun menjadi beragam. Narasi ini bukan
sebuah pemaparan dari kajian keilmuan bagaimana manusia mengisi seluruh bumi atau
permulaan bahasa yang dipakai. Akan tetapi lebih memberikan pesan bahwa manusia
di muka bumi (dalam pengertian yang lebih luas), membutuhkan bahasa agar dapat
berhubungan di antara sesama manusia itu.
Serangkaian
ungkapan mengagungkan nama Tuhan, dinyatakan oleh pemazmur. Bahwa alam tempat
tinggal manusia dan semua yang ada di dalamnya dijadikan oleh Tuhan. Pemazmur
mengungkapkan keinginannya untuk senantiasa memuliakan Tuhan selagi dia masih
diberi waktu untuk hidup. Rupanya bagian kehendak pemazmur inilah sebagai wujud
manusia yang sadar akan siapa dirinya, maka tidak ada hal lain yang lebih
berarti kecuali menaikkan pujian bagi Tuhan.
Kisah
peristiwa pasca kenaikan Tuhan Yesus yang amat besar adalah dalam bagian bacaan
ini, karena memuat permulaan para murid diberikan kemampuan setaraf dengan
gurunya, dan seperti janji yang diberikan oleh Yesus sebelum Ia naik ke sorga,
mereka harus tinggal di Yerusalem. Tepat di hari yang strategis di mana banyak
orang berkumpul, di hari itu Hari Raya Pentakosta, hari perayaan ucap syukur
umat Yahudi atas panenan gandum. Di hari itu dapat digambarkan banyak orang
yang berkumpul untuk menikmati pesta bersama. Roh Kudus yang dijanjikan Tuhan
Yesus menghinggapi mereka dalam wujud lidah-lidah api, dan segera terjadi
perubahan, di mana mereka yang berkumpul itu menggunakan bahasa-bahasa lain
seperti yang diberikan oleh Roh itu, untuk mengatakannya.
Penggunaan
bahasa menjadi media sangat penting dalam peristiwa turunnya Roh Kudus. Melalui
bahasalah manusia mengerti pesan yang hendak disampaikan. Bahasa sekaligus alat
komunikasi paling ampuh. Apalagi jika komunikasi itu menggunakan bahasa yang
mudah dan dapat dimengerti oleh pendengarnya.
Karena
kuasa Roh Kudus memberikan kemampuan berbahasa,
para rasul mewartakan perihal Yesus Kristus dan karyanya bagi manusia,
dan dengan kemampuan berbahasa itu Petrus mewartakan kesaksiannya dengan sangat
berani. Dan hasilnya waktu peristiwa itu
juga, ada kira-kira tiga ribu orang
dibaptis. Sungguh kekuatan bahasa yang dipakai Roh Kudus menjadi cara ampuh
bagi penyampaian Injil Yesus Kristus itu.
Percakapan
Filipus dengan Yesus menyoal Bapa yang dinyatakan oleh Yesus itu berada menjadi
satu pada diri Yesus, sehingga Yesus
meminta agar Filipus percaya kepada Bapa dan kepada-Nya. Penyebutan Bapa itu
memang membutuhkan penjelasan dari Yesus sendiri karena Filipus memang belum
memahami yang dimaksud Yesus itu tentang Bapa. Perihal Bapa di dalam Yesus dan
Yesus di dalam Bapa itu menjadikan
penegasan atas kuasa dari manakah Yesus itu. Sekaligus meneguhkan iman percaya
para murid bahwa setelah Yesus naik ke sorga maka akan ada penggantinya yang
berasal dari sorga itu pula, namun Ia bukan pribadi lain dan berbeda sama sekali
dan juga bukan manusia, akan tetapi dari Bapa dan Yesus sendiri, yakni Roh
Kebenaran, kata Yesus, namun yang dimaksudkan adalah Roh Kudus dalam pengertian
yang sejajar dengan itu (ayat 26). Roh Kudus itu yang akan mengajarkan segala
sesuatu dan senantiasa berperan untuk mengingatkan dan menunjuk semua
pekerjaan-Nya kepada Yesus Kristus.
Pewartaan
apapun namanya pasti akan menggunakan bahasa, entah bahasa isyarat, morse atau
bahasa tutur yang diucapkan manusia. Arti bahasa itu menjadi sangat penting,
karena melalui bahasa, manusia dapat berbicara dan mengerti apa yang
dibicarakan, sehingga ia segera menanggapi.
Manusia
bertempat tinggal di berbagai belahan dunia dengan berbagai macam bahasa yang
dipakainya. Kondisi tersebut tidaklah begitu mudah untuk saling segera mengerti
jika orang dari tempat berbeda mengucapkan sesuatu maksud tertentu. Peristiwa
turunnya Roh Kudus menjadikan para murid dapat segera berkata-kata dengan
berbagai bahasa. Mujizat dari turunnya Roh Kudus itu adalah pewartaan
menggunakan bahasa, dan bahasa yang dipilih pertama kali oleh Roh Kudus, karena
dengan bahasalah kesaksian tentang Yesus Kristus itu serentak saat itu juga,
dapat dimengerti oleh berbagai macam orang dari latar belakang berbagai bangsa.
Tuhan
menghendaki kehidupan ini kehidupan yang di dalamnya manusia dan Tuhan di dalam
kebersamaan. Ia hadir di dalam Yesus Kristus yang meneguhkan juga hal kehadiran
Allah itu sendiri. Kelak ketika Yesus Kristus pun harus selesai dalam karyaNya
sebagai manusia itu, realitas kebersamaan manusia dengan Tuhan tetap
terpelihara. Maka Yesus menjanjikan
turunnya Roh Kudus untuk menyertai para murid, agar nama Yesus diwartakan oleh
Roh Kudus itu ke seluruh bumi.
Peristiwa
turunnya Roh Kudus diarahkan menjadi landasan kekuatan baru dalam kehidupan
jemaat di era sekarang ini. Terbentuknya pemahaman iman yang disegarkan dengan
peristiwa turunnya Roh Kudus itu, kiranya dapat mempengaruhi jemaat hidup dalam
kesalehan.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Apa perbedaan antara peristiwa di
menara Babil dan peristiwa Pentakosta? Apa penyebab perbedaan tersebut?
2.Pimpinan Roh Kudus atas para
murid dalam peristiwa Pentakosta ternyata sangat efektif dalam pemberitaan
Injil. Menurut saudara mengapa hal itu bisa terjadi?
3.Perbedaan-perbedaan yang ada di
muka bumi perlu dijembatani agar orang dapat saling mengerti dan memahami.
Dibutuhkan “SATU BAHASA’ untuk mempersatukan manusia. Bagaimana pendapat
saudara tentang pernyataan di atas?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 28 Mei 2013
HIDUP DIPIMPIN OLEH ROH TUHAN
Bacaan I: Amsal 8:1-4,
22-31; Tanggapan: Mazmur 8
Bacaan II: Roma 5:1-5;
Bacaan III: Injil Yohanes
16:12-15
Tujuan:
Jemaat menghayati bahwa Allah
adalah satu-satunya sumber kebenaran
yang sejati.
Jemaat mau dan mampu
mempraktikkan kebenaran dalam kehidupan
sehari-hari.
v
Dasar Pemikiran:
Manusia terus
bergumul untuk dapat hidup secara benar. Tema “Hidup Dipimpin oleh Roh Tuhan”
menjadi relevan dengan situasi tersebut, agar manusia mengerti mana yang benar
dan mana yang tidak, sekaligus mau dan mampu mewujudkan kebenaran itu dalam
kehidupan sehari-hari. Semuanya itu karena kemauan menerima Roh Allah yang
membimbing. Apalagi, dalam hidup ini ada banyak hal yang menyesatkan manusia,
sehingga menyimpang dari kebenaran. Entah itu pemaksaan kehendak, ketidaktahuan
akan kebenaran, serta ketakutan maupun keraguan. Karena itu, penting untuk
menghayati iman bukan sebatas religiositas atau ritualisme, melainkan
spritualitas yang bermuara pada relasi umat dengan Tuhan, yang pasti akan
berdampak pada relasi antara manusia dengan sesama dan alam semesta.
Minggu Trinitas
adalah minggu di mana umat Kristiani menghayati kembali karya penyelamatan
Allah, yang hadir sebagai Bapa, Anak dan Roh. Maka penting bagi umat untuk
menyadari siapa dirinya di hadapan Allah, agar relasi yang dibina dalam iman
terus tumbuh manjadi relasi yang intim, karena Allah berkenan hadir secara
dekat dalam hidup kita. Harapannya, iman kepada Allah Tritunggal tak berhenti
pada bahasa dogmatis yang miskin inspirasi, tetapi sungguh-sungguh
mengejawantah dalam kehidupan nyata, dalam suasana keselamatan.
v
Keterangan Tiap Bacaan:
Amsal
ini berisi ajaran tentang kebijaksanaan hidup, bagi manusia yang sedang hidup
dalam bahaya kemerosotan moral. “Hikmat” (Ibr: khokma; Eng: wisdom) dan
“kepandaian” (Ibr: tabun; Eng: understanding) dipersonifikasikan oleh
penulis Kitab Amsal, ibarat orang yang “berseru-seru” dan “memperdengarkan
suaranya” di berbagai tempat dan keadaan. Ada perbedaan prinsipil antara hikmat
dan kepandaian. Kepandaian mengacu pada pengertian, pengetahuan, dan
pemahaman. Sedangkan hikmat lebih mengacu pada bagaimana kepandaian itu mengejawantah dalam praktik kehidupan
nyata dan tindakan. Maka dalam bagian bacaan ini, penekanan Amsal lebih besar
pada hikmat.
Hikmat
dipaparkan sebagai sesuatu yang telah ada sejak semula, bahkan disebut “sebagai
permulaan pekerjaan-Nya” (ay 22) dan “sebelum bumi ada” (ay 23). Personifikasi
hikmat berlanjut dengan melukiskannya ibarat “anak kesayangan” Tuhan yang
“senantiasa bermain-main di hadapan-Nya” (ay 30). Hal ini menggambarkan bahwa
hikmat yang berasal dari Tuhan itu ada di sekeliling umat manusia, mudah
dijumpai, bahkan senantiasa berseru kepada manusia. Amsal hendak mengingatkan
manusia untuk peka dan sadar akan adanya hikmat itu, agar kehidupan manusia
benar-benar dibimbing oleh hikmat Allah, bukan ajaran moral yang menyimpang.
Mazmur
8 berisi refleksi tentang betapa “kecil”nya manusia di hadapan Allah setelah pemazmur
(Daud) menyaksikan ciptaan Allah yang begitu besar dan indah. Mazmur ini
sekaligus mengungkapkan betapa Allah menempatkan manusia yang “kecil” itu dalam
kemuliaan. Kata-kata “apakah manusia...” dan “siapakah anak manusia…” (ay 5)
melukiskan betapa pemazmur bisa merasa (ngrumangsani)
keberadaan manusia sebagai ciptaan yang “kecil” di hadapan Allah. Meski
demikian, Allah telah mengingatnya, mengindahkannya, membuatnya hampir sama
seperti Allah, memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat, membuatnya berkuasa
atas ciptaan-Nya.
Mazmur
8 ini dibuka dan ditutup oleh kalimat/ frase yang sama: “Ya Tuhan, Tuhan kami,
betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!” (ay. 2 dan 10).
Artinya, refleksi Daud ini ada dalam kerangka penghayatan dan kekaguman kepada
Tuhan. Daud melihat, mengamati, sekaligus merefleksikan kenyataan hidupnya
sebagai manusia ciptaan Tuhan. Daud tidak hanya merefleksikan hidupnya, tetapi
juga hidup umat manusia. Berawal dari pengamatan dan kepekaan akan ciptaan
Allah, berujung pada pengakuan tentang betapa mulianya Tuhan di bumi.
Surat
Rasul Paulus kepada jemaat di Roma berisi ajaran tentang prinsip iman Kristen,
dalam konteks pergumulan jemaat Roma, jemaat Roma
sedang berdebat
soal status atau kedudukan orang Kristen (yang berlatar belakang) Yahudi yang
belum sepenuhnya dapat lepas dari ajaran Hukum Taurat, dalam relasinya dengan
orang Kristen non-Yahudi yang tidak tumbuh dalam tradisi Hukum Taurat.
Dalam rangka menjelaskan hal itu, Paulus menegaskan bahwa orang Kristen adalah
orang-orang berdosa yang telah dibenarkan (dari akar kata dikaios). Pembenaran itu semata
berdasarkan iman, bukan karena perbuatan. Kata “pembenaran” dipinjam oleh
Paulus dari istilah pengadilan. Orang Kristen itu ibarat orang yang terdakwa
bersalah, dan sudah sepantasnya dihukum. Namun orang tersebut “dibenarkan”,
bukan dihukum. Karya pembenaran Allah itu memungkinkan manusia “beroleh jalan
masuk... menuju kasih karunia...”
Sebagai
manusia yang telah menerima dan merasakan karunia Allah – yaitu keselamatan – jemaat Roma pertama-tama dinasihati untuk
tidak mempersoalkan latar belakang/ status, karena iman kepada Kristus tidak
dibatasi oleh golongan apapun. Selanjutnya, dalam perikop
ini Paulus menguatkan jemaat Roma untuk beriman dengan teguh walaupun
menghadapi berbagai ancaman, karena pengharapan iman sebagai orang Kristen
adalah pengharapan yang pasti.
Bacaan
ini berisi wejangan Yesus kepada para
murid-Nya, dalam suasana perpisahan. Walaupun Yesus hendak berpisah dengan mereka,
Ia menegaskan bahwa akan datang Roh Allah yang diutus bagi para murid. Roh itu
selain disebut sebagai “Penghibur” (Yoh 16:7), juga disebut “Roh Kebenaran” (ay
13). Kata “roh” diterjemahkan dari kata pneuma yang menunjuk
pada spirit/ semangat. Kata “kebenaran” diterjemahkan dari kata aletheia (Eng: truth) yang menunjuk pada hakikat/ esensi kebenaran. Mengacu pada kesejatian.
Bandingkan dengan kata dikaiosune
(Eng: righteous) yang mengacu pada
praktik hidup yang benar di hadapan Allah. Di beberapa ayat lain kata itu juga
diterjemahkan sebagai “keadilan”. Artinya, pemilihan kata “aletheia”
menjadi penting untuk mengacu pada esensi kebenaran, yang bersifat mutlak.
Kebenaran (truth) yang menjadi spirit
para pengikut Kristus, agar pada nantinya bisa bertindak benar (right).
Roh
Kebenaran yang akan memimpin para murid “ke dalam seluruh kebenaran”. Ungkapan
ini menunjukkan bahwa Yesus meyakinkan para murid-Nya, untuk tetap hidup dalam
kesejatian, bukan kepalsuan. Roh Allah memiliki sifat membawa orang pada kualitas
hidup yang sejati itu.
Dalam
hidupnya, manusia senantiasa bergumul soal bagaimana menjadi orang yang benar.
Benar menurut ajaran agama, menurut nilai-nilai budaya, menurut moralitas,
hukum, dan menurut ukuran-ukuran lain yang dipegangnya. Demikian
juga orang Kristen setiap
hari harus terus merenung, apakah tindakan, ucapan
serta pikiran saya itu benar di hadapan Allah? Apalagi ada begitu banyak
tantangan yang membuat manusia hidup secara tidak benar. Entah berlawanan
dengan kebenaran atau setidaknya menyimpang dari kebenaran itu.
Berkaitan
dengan itu, refleksi atas bacaan minggu ini menolong kita untuk terus berupaya
mewujudkan kehidupan yang benar di hadapan Allah. Bagaimana kebenaran bukan
sekadar berhenti pada tataran diskusi dan pemahaman, melainkan menjadi sesuatu
yang mewujud dalam praktik kehidupan orang beriman. Menariknya, ketiga bacaan
dan Mazmur tanggapan minggu ini menyoroti relasi manusia dengan Allah. Dan
bukankah iman adalah soal relasi manusia dengan Allah? Allah yang mencipta
semesta, Allah yang menjadi sumber hikmat, Allah yang berkarya menyelamatkan
manusia dengan jalan membenarkan manusia itu, Allah yang juga hadir dalam Roh
untuk membimbing manusia kepada kebenaran.
Tema
“kebenaran” menjadi sentral dalam bacaan kita minggu ini. Sumber kebenaran yang
sejati adalah Allah sendiri yang hadir dalam Roh. Namun, menurut Amsal, Allah
juga hadir dalam segenap ciptaan-Nya, yaitu ‘hikmat’ dan ‘pengertian’ yang
berseru-seru, untuk membawa manusia mengerti kehendak Allah. Hikmat dan
pengertian yang bisa kita jumpai dalam hidup keseharian.
Karya
keselamatan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus tak pernah bisa dipisahkan. Allah
yang menciptakan semesta adalah Allah yang berkenan menyelamatkan ciptaan-Nya
itu, termasuk membenarkan manusia yang berdosa. Allah juga hadir dalam Roh yang
membimbing manusia untuk hidup benar. Maka beriman pada Allah berarti menjalin
relasi yang intim dengan-Nya, Sang Sumber Kebenaran.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Untuk
menghayati iman bukan sebatas religiositas atau ritualisme, melainkan
spritualitas yang bermuara pada relasi umat dengan Tuhan, yang pasti akan
berdampak pada relasi antara manusia dengan sesama dan alam semesta. Apa maksud
kalimat di atas?
2.Konsep Allah Trinitas adalah
merupakan hasil pergumulan gereja yang mendapati bahwa Allah telah secara
sempurna menyelamatkan manusia melalui Penciptaan (Allah Bapa), Penebusan dan
pengampunan dosa (Yesus Kristus), serta Pembaharuan (Roh Kudus). Bagaimana cara
saudara menjelaskan hal ini kepada mereka yang menganggap bahwa Allah orang
Kristen ada 3?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 12 Juni 2013
MEMBAGIKAN KASIH ALLAH
BAGI KAUM MARJINAL
Bacaan
I: I Raja-raja 17:8-16, (17-24); Tanggapan: Mazmur 146
Bacaan
II: Galatia
1:11-24; Bacaan III: Injil Lukas 7:11-17
Tujuan:
Jemaat
bersedia membagikan kasih Allah kepada sesama,
baik
melalui tutur kata maupun tindakan nyata
v
Dasar Pemikiran:
Saat ini, betapa sulit
mengambil sikap “membagikan” apa yang kita miliki demi membuat orang lain
mendapatkannya. Kerelaan untuk membagi hanya dapat dilakukan oleh mereka yang
memiliki. Perlekatan kita yang begitu kuat dengan apa yang kita miliki membuat
kita sulit membebaskan diri. Dan itulah belenggu yang memenjarakan kita
sehingga kita tidak dapat mengambil sikap berbagi. Oleh karena itu, sekecil
apapun tindakan kita, sejauh itu menghadirkan hal positif, bukan tidak mungkin
juga akan menghasilkan yang positif pula, baik bagi mereka yang menerimanya
maupun bagi kita yang memberinya. Kerelaan membagi yang dilakukan dengan tulus
tidak akan membuat diri kita kehilangan. Sementara itu, mempertahankan
habis-habisan segala sesuatu yang kita anggap sebagai milik kita, juga tidak
akan membuat kita dapat menikmati hidup secara berkelimpahan. Yang namanya
kehilangan dan kelimpahan itu bukan karena apa yang kita miliki, tetapi karena
apa yang dapat kita bagikan.
Bahan khotbah di Minggu
ke-3 setelah Pentakosta ini, mengarahkan jemaat untuk tidak menjadi pribadi
yang egoisme, namun supaya menjadi pribadi yang bisa berbagi kasih kepada
sesama sebagaimana yang diteladankan oleh Yesus.
v
Keterangan Tiap Bacaan:
I Raja-raja 17 : 8 – 16, ( 17 – 24 )
“Lalu pergilah perempuan
itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta
anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya” (ay 15). Tugas
perutusan dari Tuhan untuk menemui seorang janda di Sarfat bukanlah hal yang
mudah bagi Elia. Ada pergumulan tersendiri, sebegitu tegakah dirinya yang harus
meminta air dan roti kepada seorang janda yang jelas-jelas tidak punya apa-apa
kecuali hanya segenggam tepung dan sedikit minyak. Sebagai pihak yang diminta,
janda tadi pun juga mengalami pergumulan. Ada ujian kepercayaan manakala barang
milik kepunyaannya yang terakhir itu harus diserahkan kepada Elia. Keajaiban
memang terjadi, Elia dan janda serta anaknya mendapat kecukupan makanan.
Peristiwa keajaiban berikutnya adalah kematian dan hidupnya kembali anak, yang
mana telah membuat janda tersebut berinstropeksi sedemikian besarkah dosanya.
Dua peristiwa tentang yaitu kecukupan makanan dan hidupnya kembali sang anak
dari kematian, telah membuat mata rohani janda tadi terbuka untuk dapat
mempercayai firman Tuhan.
“Dia
yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya; yang tetap setia untuk
selama-lamanya” (ay 6), … yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar (ay
7b). Pemazmur mengaku bahwa Allah adalah satu-satunya tempat bersandar dan
sumber pertolongan. Ketika di tengah dunia ada pergumulan tentang siapakah yang
layak dijadikan sebagai tempat harapan dan penolong. Pemazmur menemukan jawaban
bahwa berdasar penyelidikannya, umat Israel harus percaya sepenuhnya kepada
Tuhan saja, bukan kepada para pemimpin dunia atau kekayaan. Tuhan pantas dijadikan
sebagai satu-satunya harapan dan penolong sebab Tuhan adalah pencipta dan
empunya kuasa. Sebagai pencipta bahkan kesetiaan-Nya telah berpadu dengan belas
kasihan. Adapun perwujudan belas kasih-Nya itu nampak, salah satunya yakni
aktif dan bekerja melalui bidang sosial (ay 7).
“Dan
mereka memuliakan Allah karena aku” (ay. 24). Ada pergumulan bagi Paulus
tatkala Injil yang diberitakannya disadari
bukan sebagai Injil yang datang dari orang lain melainkan yang
diterimanya langsung dari Allah. Buktinya adalah jikalau dahulu Paulus pernah
sangat fanatik dalam hukum Taurat dan
pernah juga menjadi penganiaya besar dari Jemaat Allah, namun kini berubah.
Paulus berbalik arah dan sadar bahwa ia telah diselamatkan serta terpilih untuk
tugas pelayanan. Tugas pelayanan Paulus yaitu bersaksi tentang perubahan yang
dialaminya. Sedangkan ladang
pelayanannya merupakan tempat-tempat yang sulit dan berat, yaitu daerah di mana
ia pernah melakukan penganiayaan. Lalu bagaimana tanggapan mereka yang dahulu
pernah dianiaya oleh Paulus? Di luar dugaan, ternyata mereka tidak menuntut
balas dan tidak menghina terhadap Paulus, tetapi justru mereka dapat memuliakan
Allah. Jika direnungkan kenapa Paulus dapat bersaksi tentang Injil, semua itu
karena Paulus punya keberanian dan mau menanggung resiko akan apa yang dihadapi
dalam melaksanakan tugasnya.
“tergeraklah
hati-Nya oleh belas kasihan” (ay. 13). Perjumpangan dengan sekelompok orang
yang sedang berduka di pintu gerbang kota Nain membuat Yesus beserta rombongan
berhenti. Apalagi saat dilihat-Nya seorang janda ikut menghantar usungan orang
mati, di mana yang meninggal tadi adalah anak laki-laki satu-satunya. Lantas bagaimana kondisi janda sepeninggal anak tadi, apakah ia harus hidup
sebatang kara? Inilah yang agaknya dirasakan oleh Yesus, maka setelah Ia
melihat janda itu, “tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan”. “Tergeraklah
hati-Nya oleh belas kasihan” merupakan titik pangkal sikap hati Yesus sebelum
melakukan sikap perbuatan berikutnya. “Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan”
disusul dengan sikap ucapan yang menentramkan “jangan menangis!”. Tidak selesai
sampai di situ, Yesus pun menyusulnya dengan karya nyata lain yaitu ‘menyentuh’ sekaligus sikap perintah ‘bangkit’ bagi orang mati tadi.
Jelas
bagi kita bahwa ada tiga rangkaian perbuatan Yesus: yakni tergeraknya hati,
ucapan yang menentramkan dan karya nyata berupa sentuhan sekaligus perintah
untuk bangkit.
Kasih
Allah sebagai satu-satunya harapan pertolongan, dengan segala resiko hendaknya
dibagikan kepada sesama tanpa pandang bulu. Untuk itu diperlukan penolong yang
rela membagikan kasih Tuhan tadi. Seorang penolong, selain punya hati namun
juga harus ada karya, baik itu dalam mulut maupun tindakan nyata. Adapun teladan
penolong sejati adalah Yesus sendiri.
“tergeraklah
hati-Nya oleh belas kasihan” (ay. 13). Ada kekhasan dan keunikan tersendiri
ketika kita mencermati gaya serta pola pelayanan Yesus. Di tengah-tengah
situasi jaman sekarang ini di mana gaya hidup individualisme dan egoisme
semakin di kedepankan, kita telah diingatkan kembali akan karya Yesus. Terlihat
adanya tiga rangkaian perbuatan kasih Yesus yaitu yang berpangkal dan bermula
dari hati, lalu dinyatakan dalam ucapan dan tindakan nyata. Hal semacam ini rupanya sudah jarang terlihat
dalam kehidupan sehari-hari bahkan tanpa disadari terjadi juga dalam gereja.
Banyak umat bergumul tentang bagaimana seharusnya kasih itu dinyatakan? Dan
kepada siapa saja kasih itu harus dibagikan? Sementara gereja pun mempunyai
pergumulan yang sama, seperti tatkala membuat begitu banyak program yang harus
dibiayai namun di sisi lain ada pihak dan gereja lain yang membutuhkan uluran
tangan untuk dibantu. Terkadang pola pikir egoisme atau pola pikir yang hanya
menghidupi diri sendiri tanpa melihat kebutuhan pihak lain telah menjalar dalam
pola pikir gereja. Bisakah gereja mengulurkan bantuan ke pihak lain sementara
dirinya harus mencukupi kebutuhan diri sendiri?
Pergumulan
semacam ini hanya bisa dijawab ketika kita menyadari bahwa sebenarnya begitu
besar kasih Allah telah dinyatakan bagi kita. Kenapa kita harus berbagi kasih?
Jawabannya adalah karena Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita. Maka sudah
sepantasnya jika kasih Allah itu kita bagikan juga kepada sesama.
Pokok Pewartaan:
Membagikan Kasih Allah bagi Kaum Marjinal
1.Mengingatkan
kembali bahwa kasih Allah sebagai satu-satunya sumber harapan dan pertolongan.
2.Mengimani
bahwa kasih Tuhan harus dibagi kepada
siapapun yang membutuhkan pertolongan.
3.Menyadari
bahwa diri kita sebenarnya dijadikan sebagai alat penolong. Hendaknya kita
disadarkan untuk menjadi penolong yang benar-benar tulus sebagaimana yang Yesus
lakukan.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Apa yang membuat janda di sarfat
mau memberikan miliknya yang terakhir bagi nabi?
2.Apa yang membuat kita sulit untuk
berbagi?
3.Oleh karena belas kasih Allah
menjadikan kita diselamatkan. Mengapa Allah menaruh belas kasih kepada manusia?
Bahan Pemahaman Alkitab, 18 Juni 2013
ahan Pe Bahan Pemahaman Alkitab,
MEMPERHATIKAN
YANG LEMAH
DAN
MENOLAK YANG JAHAT
Bacaan 1: 1 Raja-Raja
21:1-10, (11-14), 15-21a; Tanggapan:
Mazmur 5:1-8
Bacaan II: Galatia 2:15-21;
Bacaan III: Injil
Lukas 7:36-8:3
Tujuan:
Jemaat dapat mengasihi sesama dengan memperhatikan saudara yang
lemah.
Jemaat dapat menolak segala kejahatan yang akan menghancurkan
kehidupannya, dengan iman teguh kepada Tuhan Yesus.
Jemaat dimampukan untuk mensyukuri akan berkat Tuhan dalam
hidupnya, sehingga tidak terjatuh dalam keserakahan.
v
Dasar Pemikiran:
Dalam hidup ini banyak
hal yang perlu kita syukuri akan berkat Tuhan, baik yang bersifat rohani maupun
jasmani. Kita perlu menyadari bahwa apa yang kita miliki adalah merupakan
anugerah Tuhan, pemberian Tuhan. Apabila kita dapat menjadi orang yang mampu
untuk bersyukur kepada Tuhan, maka tidak akan jatuh dalam sikap hidup yang
serakah dan menindas sesama. Karena dalam kehidupan kita baik secara pribadi,
keluarga dan lembaga pasti mempunyai
cita-cita atau harapan yang akan dicapainya. Untuk dapat mencapai cita-cita
tersebut harus disertai dengan cara-cara yang benar dan bermartabat. Jangan
sampai untuk mencapai harapan dan cita-cita tersebut dengan menggunakan
cara-cara yang kotor, yang tidak
berkenan kepada Tuhan.
v
Keterangan Tiap Bacaan:
Ahab adalah Raja Samaria
(Kerajaan Israel Utara) dan memiliki istana di Yizreel. Ahab menggantikan
ayahnya Omri sebagai raja, dan disebutkan sebelumnya (1 Raja-raja 16:29-30)
bahwa Ahab melakukan apa yang jahat di mata Tuhan lebih dari semua orang yang
mendahuluinya. Ahab mempunyai isteri Izebel, putri Etbaal raja Sidon, ia
penyembah Baal, sehingga menjadikan Ahab juga ikut menyembah kepada Baal. Di
Samaria juga disediakan sarana untuk penyembahan kepada Baal dan membuat patung
Asyera, dengan sikap yang demikian tentunya Ahab telah melukai hati Tuhan,
Allah Isarel (1 Raja-Raja 16:31-33).
Dikisahkan
Nabot orang Yizreel mempunyai kebun anggur di samping istana Nabot di Yizreel.
Ahab menginginkan kebum anggur Nabot dan berencana untuk membelinya atau
menukar kebun anggur tersebut dengan kebun anggur yang lebih baik (ayat 2).
Namun demikian Nabot menolaknya, karena tanah itu adalah merupakan tanah
warisan atau tanah pusaka. Walaupun ia tahu resikonya, kalau menerima tawaran Ahab akan untung dan menjadi
kaya, kalau menolak akan membahayakan dirinya, namun Nabot memilih menolaknya.
Penolakan Nabot menunjukkan bahwa Nabot adalah orang yang percaya dan taat
kepada Allah Israel, takut kepada Tuhan. Karena Tuhan melarang penjualan tanah
pusaka atau warisan (Imamat 25:23-28; Bilangan 36:7-13). Karena penolakan ini menjadikan Ahab kesal
dan gusar, dan pulang ke istana ditempat tidurnya menelungkupkan mukanya dan
tidak mau makan (ayat 4).
Melihat
keadaan raja Ahab yang demikian isterinya yaitu Izebel menanyakan persoalan
sedang dihadapi oleh Ahab, dan setelah mendapat penjelasan dari Ahab, Izebel
berjanji akan memberikan kebun anggur Nabot tersebut kepada Ahab (ayat 5-7).
Setelah itu Izebel mengatur strategi yang licik, untuk dapat membunuh Nabot dan
mendapatkan tanah yang diingini Ahab (ayat 8-10). Dengan menggunakan kewenangan
raja membuat surat dan meterai raja untuk memberi perintah kepada para tua-tua
dan pemuka yang diam sekota dengan Nabot, untuk memaklumkan puasa dan memilih 2
orang dursila untuk menjadi saksi palsu. Para tua-tua dan pemuka-pemuka sekota,
melaksanakan apa yang diperintahkan Izebel, yang akhirnya Nabot dituduh
mengutuk Allah dan raja, dilempari batu sampai mati (ayat 13). Dengan kematian
Nabot, maka tidak ada halangan lagi untuk memberikan tanah itu kepada Ahab
untuk dimilikinya (ayat 15-16). Tuhan tidak menghendaki kejahatan, keserakahan,
dan penindasan kepada orang yang lemah, maka Tuhan mengutus Elia untuk memberitahukan
hukuman yang akan menimpa dan terjadi kepada Ahab dan keluarganya karena
kejahatan di mata Tuhan (ayat 17 – 26).
Merupakan
seruan atau doa pemazmur di pagi hari (ayat 4). Dalam seruan doanya, Pemazmur menunjukkan kepercayaannya kepada
Tuhan, yang disebut juga sebagai Raja, dan
Allah yang sanggup mendengarkan semua keluh kesahnya, yang memperhatikan
teriakannya minta tolong, serta mendengarkan seruannya. Dengan penuh
kepercayaannya pemazmur menunggu akan jawaban Tuhan (ayat 1-4).
Pemazmur
juga memiliki pengakuan dalam hidupnya bahwa Tuhan melawan atau tidak berkenan
kepada kefasikan dan orang jahat,
pembual, Tuhan membenci semua yang melakukan kejahatan, Tuhan akan
membinasakan orang-orang yang berkata bohong, dan Tuhan jijik melihat penumpah
darah dan penipu (ayat 5-7).
Dengan
pengakuan yang demikian menjadikan pemazmur hidup takut akan Tuhan dan hanya
karena berkat kasih setia Tuhan yang besar, pemazmur akan senantiasa masuk ke
rumah Tuhan dengan sujud menyembah-Nya (ayat 8).
Surat
Galatia ditulis oleh Rasul Paulus, berkaitan dengan kondisi jemaat yang mana
praktek keagamaan Yahudi dalam hal ini masalah sunat dan hukum Taurat tetap
merupakan beban kewajiban bagi orang-orang Kristen. Namun Paulus dengan lugas
dan tegas memberikan pengajaran bahwa tidak ada orang yang dibenarkan karena
melakukan hukum Taurat, juga tidak ada yang dibenarkan karena ia keturunan
Yahudi. Hanya karena iman dalam Kristus Yesus mereka dibenarkan (ayat 16).
Pergumulan
yang dihadapi oleh Jemaat Galatia, walaupun Rasul paulus sudah berusaha
mengimani Karya Kristus dan mengajarkan kepada jemaat, namun jemaat masih
melakukan berbagai perbuatan dosa. Hal itu
tidak berarti bahwa Yesus melayani orang-orang berdosa (ayat 17).
Masalahnya terletak kepada jemaat itu sendiri, yang belum mampu untuk
mewujudnyatakan imannya dengan mengendalikan diri dari perbuatan dosa.
Pernyataan
Rasul Paulus dalam ayat 19-20: “Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat
untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan
Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan
Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam
daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan
menyerahkan diri-Nya untuk aku”; merupakan kesaksian Paulus yang dapat di
teladani oleh jemaat khususnya di Galatia, karena hal ini menunjukkan sikap
hidup manusia baru atau hidup baru. Hidup sebagai orang percaya kepada Tuhan
Yesus, yang telah diperbarui dengan kuasa-Nya. Hidupnya bukannya untuk dirinya
sendiri, menuruti keinginannya sendiri,
tetapi hidup yang menuruti kehendak Kristus yang sudah memperbarui
hidupnya, sehingga hidupnya untuk kemuliaan nama Tuhan.
Dikisahkan
seorang Farisi yang bernama Simon mengundang Yesus untuk makan di rumahnya, dan
Yesus pun menanggapi undangan tersebut.
Seorang Farisi adalah bagian dari kelompok para rabi dan ahli Taurat
yang sangat berpengaruh dalam masyarakat Yahudi. Mereka sangat kuat dalam memegang
hukum Musa dan adat-istiadat nenek moyang, mereka taat semua aturan Taurat
secara mutlak. Mereka juga sangat dihormati di kalangan masyarakat Yahudi.
Di
kota itu juga tinggal seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa.
Mendengar Yesus sedang makan di rumah Simon orang Farisi tersebut perempuan itu
datang dengan membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi. Sambil
menangis perempuan itu pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya,
membasahi kaki Yesus dengan air matanya, menyekanya dengan rambutnya, ia
mencium kaki Yesus dan meminyakinya dengan minyak wangi yang telah
dipersiapkannya. Apa yang dilakukan oleh perempuan ini mungkin saja dianggap
suatu pemborosan. Di sisi lain dalam mayarakat Yahudi seorang perempuan
dianggap rendah dibandingkan laki-laki, apalagi dia seorang perempuan yang
sangat berdosa, tentunya di mata masyarakat ia sudah tidak berharga lagi. Namun
Yesus mau menerimanya. Sehingga muncul dalam pikiran Simon: “Jika Ia ini nabi,
tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa” (ayat 39).
Lalu
Yesus berkata kepada Simon, melalui sebuah perumpamaan: ada dua orang yang
berhutang, yang satu berhutang 500 dinar dan satunya berhutang 50 dinar (1
dinar merupakan upah pekerja satu hari pada waktu itu, hutang orang pertama 1,5
tahun gaji, dan orang kedua 1,5 bulan). Keduanya tidak sanggup membayar, maka
pelepas hutang membebaskan hutang mereka, “Siapakah yang lebih bersyukur?”
Simon menjawab yang lebih bersyukur adalah orang yang mempunyai hutang 500
dinar dan dihapuskan. Dengan perumpamaan itu ternyata Yesus ingin
menganalogikan orang yang banyak hutangnya itu adalah si perempuan berdosa, dan
orang yang sedikit hutangnya itu Simon sendiri. Ungkapan syukur Simon lebih
sedikit daripada wanita berdosa itu.
Selanjutnya
Yesus berkata kepada perempuan berdosa itu “Dosamu telah diampuni”. Yesus
mengampuni perempuan yang berdosa itu, karena imannya kepada Tuhan Yesus,
“Imanmu telah mneyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat”. Lalu Yesus
menyuruh perempuan itu untuk pergi dengan selamat. Namun demikian perkataan
Yesus kepada perempuan yang menyatakan dosamu telah diampuni, membuat yang
hadir disitu heran dan bertanya tentang jati diri Yesus sebenarnya “Siapakah Ia
ini, sehingga Ia dapat mengampuni dosa?”.
Orang yang hadir di rumah Simon orang Farisi itu belum mengerti jati
diri Yesus yang sesungguhnya, bahwa Yesus adalah Juruselamat, yang mengampuni
dosa manusia.
Dalam
Lukas 8:1-3, dikisahkan bagaimana Yesus memberitakan Injil Kerajaan Allah, dari
kota ke kota, dari desa ke desa. Selain bersama dengan dua belas murid-Nya,
juga ada para perempuan yang melayani Tuhan Yesus dengan rombongannya, dengan
kekayaan mereka. Melihat latar belakang para perempuan ini, mereka telah
mendapatkan pelayanan Yesus, dengan disembuhkan dari penyakit yang dideritanya,
sehingga sebagai wujud syukurnya mereka melayani Yesus sesuai dengan
kemampuannya.
Perempuan
yang sering direndahkan, diabaikan dan tidak mendapat perhatian, Yesus
mengasihi, memperhatikan akan penderitaannya dan akhirnya para perempuan juga
diperkenankan oleh Tuhan untuk melayani-Nya.
Dalam
bacaan pertama, dikisahkan bagaimana kejahatan yang dilakukan oleh Raja Ahab
dan Izebel istrinya terhadap Nabot. Bacaan Mazmur tanggapan diungkapkan, Tuhan juga tidak berkenan kepada
kefasikan, orang jahat, pembual, Tuhan membenci semua yang melakukan kejahatan
dan Tuhan akan membinasakan. Dalam Bacaan kedua, Rasul Paulus mengingatkan
sebagai manusia berdosa telah dibenarkan karena iman, untuk hidup baru, sebagai
manusia baru. Bacaan Injil, Tuhan Yesus mengampuni wanita berdosa, para
perempuan ikut melayani Tuhan.
“Jadi
orang itu jangan serakah” merupakan ungkapan dan nasihat yang masih sangat
relevan dari jaman dahulu, sekarang dan yang akan datang. Dalam 1 raja-Raja 21,
dikisahkan sikap serakah yang dimiliki oleh Raja Ahab. Sebagai raja tentunya
dia telah memiliki segalanya, namun masih menginginkan tanah Nabot yang ada
disamping istananya di Yizreel. Karena permintaan untuk membeli tanah ditolak
oleh Nabot dengan alasan sebagai tanah pusaka, warisan leluhur, maka sedihlah
hati sang Raja. Penolakan Nabot untuk menjual tanahnya dengan alasan tanah
pusaka atau warisan, menunjukkan ia sebagai seorang yang taat dan takut akan
Tuhan.
Melihat
kesedihan raja Ahab, istrinya Izebel mencari tahu penyebabnya dan berusaha
untuk memenuhi permintaannya. Dengan cara licik yaitu menggunakan kewenangan
seorang raja maupun fitnah, akhirnya Nabot terbunuh serta tanah miliknya bisa
dikuasai Izebel. Kisah ini mengingatkan kita supaya kita tidak serakah dan
untuk mencapai apa yang kita inginkan atau cita-citakan dengan cara-cara yang
benar dan berkenan kepada Tuhan.
Seperti
kesaksian pemazmur bahwa Tuhan melawan atau tidak berkenan kepada kefasikan dan
orang jahat, pembual, Tuhan membenci
semua yang melakukan kejahatan, Tuhan akan membinasakan orang-orang yang
berkata bohong dan Tuhan jijik melihat penumpah darah serta penipu. Sebagai
orang percaya, yang telah diperbarui melalui karya penebusan Tuhan Yesus di
atas kayu salib dan dibenarkan karena iman, biarlah hidup kita dikuasai oleh
Kristus yang ada dalam diri kita. Seperti kesaksian rasul Paulus, “Sebab aku
telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah.
Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku
sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang
kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang
telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku”. Oleh karena itu
keteladanan Tuhan Yesus Kristus yang mengasihi dan mengampuni orang berdosa
tersebut, dapat kita lakukan dalam hidup kita sehari-hari. Bukankah di sekitar
kita banyak orang-orang yang ditolak dan tertolak, disingkirkan karena berbagi
sebab dan alasan? Kita dipanggil untuk mengasihi dan menerima mereka apa
adanya, sehingga mereka merasakan akan cinta kasih Tuhan, dengan demikian nama
Tuhan senantiasa dimuliakan dan diagungkan melalui sikap hidup kita.
Tuhan
menentang terhadap segala bentuk kejahatan dan sikap serakah atau tamak. Tuhan
menghendaki orang percaya memiliki sikap hidup yang takut akan Tuhan, berpegang
pada Firman-Nya.
Disisi
lain Tuhan mengasihi orang yang tertindas, lemah, dan berdosa yang mau
bertobat. Hal itu dapat kita lihat yaitu dalam kisah bagaimana Tuhan
memperhatikan Nabot yang difitnah dan akhirnya dibunuh oleh tipu muslihat Ahab
dan Izabel.
Tuhan
Yesus mengampuni dosa perempuan berdosa, yang datang kepada Yesus dan meminyaki
kaki-Nya.Teladan Tuhan yang memperhatikan orang tertindas, lemah dan mengampuni
orang berdosa menjadi teladan kita orang percaya untuk mengasihi dan
memperhatikan sesama terlebih kepada orang-orang yang lemah, tertindas serta
disingkirkan dalam masyarakat.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Serakah (bhs Jawa: Murka). Adalah
yang seringkali menjadi motivasi dasar manusia dalam berbuat dan bertindak.
Berikan contoh perbuatan sehari-hari yang dimotivasi oleh keserakahan?
2.Keserakahan mengakibatkan orang
buta terhadap sesamanya, terutama yang lemah dan miskin. Benarkah pendata di
atas?
3.Mengapa orang jatuh pada
ketamakan dan keserakahan?
Bahan
Pemahaman Alkitab, 25 Juni 2013
MENGENAKAN KRISTUS DALAM HIDUP BERSAMA SESAMA MANUSIA
Bacaan I: I Raja-raja 19:1-4, (5-7), 8-15a; Tanggapan: Mazmur 42
Bacaan II: Galatia 3:23-29; Bacaan III: Injil Lukas 8:26-39
Tujuan:
Supaya jemaat dalam
kehidupan bersama dengan sesamanya dapat menunjukkan jati dirinya sebagai milik
Kristus setiap saat
v
Dasar Pemikiran:
Menjalani hidup bersama
dengan orang lain merupakan kebutuhan mendasar manusia. Mengingat manusia sulit
untuk bisa hidup sendiri tanpa ada komunikasi dan relasi dengan sesamanya.
Selanjutnya perlu dimengerti bahwa hidup bersama di satu sisi mengandung
kekuatan positif tapi di sisi lain juga bisa mengandung kekuatan negatif.
Kekuatan positif hidup
bersama adalah bisa saling menopang dan berbagi antara satu dengan yang
lainnya. Kelebihan yang satu menopang kelemahan yang lain. Dengan demikian akan
tercipta kondisi di mana tidak ada orang yang merasa dirinya lebih dari
sesamanya. Sedangkan di sisi lain dalam hidup bersama pun juga mengandung
kekuatan negatif. Kekuatan negatif itu muncul ketika seseorang kurang
menghargai perbedaan yang ada di dalam hidup bersama. Akhirnya bisa saja
terjadi perpecahan.
Sebagai orang percaya
kita harus dapat hidup bersama sesama dengan baik tanpa memandang remeh atau
rendah yang lainnya. Itu dapat kita lakukan apabila kita selalu mengenakan nama
Kristus. Dalam pengertian kita hidup di dalam persekutuan dengan Kristus.
v
Keterangan Bacaan:
Bacaan I menceritakan
tentang pelarian Elia ke padang gurun dan Gunung Horeb. Diceritakan bahwa Elia
menantang 450 nabi-nabi baal & 400 nabi-nabi Asyera. Bentuk tantangannya
yaitu barangsiapa dapat mengirimkan api dari langit untuk membakar lembu korban
persembahan maka Dialah Allah yang hidup. Akhirnya Elia yang menang. Kemudian
nabi-nabi Baal tersebut dibunuh.
Tindakan yang dilakukan
Elia diketahui Raja Ahab dan Izebel istrinya. Kemudian Izebel menyuruh membunuh
Elia. Mengetahui rencana Izebel akhirnya Elia melarikan diri ke padang gurun
lanjut ke Gunung Horeb. Elia benar-benar ketakutan sampai ia berpikir lebih
baik mati saja. Ia memohon TUHAN mencabut nyawanya.
Akan tetapi di tengah
pelariannya TUHAN meneguhkan hatinya supaya Elia keluar dari persembunyiannya
untuk melanjutkan tugas panggilan TUHAN. Akhirnya Elia berani keluar dari
persembunyiannya dan menjalankan
tugas TUHAN. Keberanian Elia keluar dari persembunyiannya terjadi karena TUHAN
sendiri dan tentunya karena ada keyakinan yang besar kepada TUHAN bahwa TUHAN
sanggup untuk melindungi hidupnya dari segala macam ancaman.
Mazmur
ini berisi tentang kerinduan akan datangnya pertolongan Allah di tengah tekanan yang dirasakan sang
pemazmur. Tekanan tersebut menjadikan galau atau gundah gulana. Adapun tekanan
atau himpitan yang dimaksud adalah hendak mengungkapkan penderitaan yang pernah
dirasakan oleh bangsa Israel sebagai bangsa tawanan.
Akan
tetapi satu hal baik yang dapat kita lihat dari sang pemazmur
adalah di tengah keluh kesah atau kegalauannya
karena himpitan ia tetap selalu menaruh harapnya pada Tuhan. Sang pemazmur
meyakini bahwa Tuhan adalah penolongnya. Semua itu menjadikan alasan bahwa ia
tetap bisa bersyukur dalam segala keadaan.
Sang
pemazmur juga meyakini bahwa kasih setia TUHAN selalu ada dan atas kasih setia-Nya
ia menaikkan syukur dan doa. Tetapi sang pemazmur
juga secara jujur merasakan bahwa pertolongan Tuhan lama menghampirinya hingga
banyak orang mencela dan mempertanyakan di mana
Allah yang diyakini sebagai penolong. Di tengah
cercaan banyak orang sang pemazmur
tetap selalu berharap pada Tuhan. Ia lebih percaya akan pertolongan Tuhan
daripada cercaan para lawannya.
Rasul
Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Kristen di kota
Galatia khususnya pada pasal 3:23-29 menekankan bahwa mereka
adalah anak-anak Allah karena iman kepada Kristus. Pemahaman menjadi anak-anak
Allah artinya telah menjadi milik Kristus. Tentu menjadi kesukacitaan dapat
menjadi milik Kristus, karena dengan menjadi milik Kristus maka ia akan
mendapat janji Allah yang indah. Maka itu penting untuk bertahan menjadi milik
Kristus dengan selalu mengimani-Nya.
Mereka yang beriman
kepada Kristus harus senantiasa mengenakan-Nya yang dapat diartikan hidup dalam
persekutuan dengan Kristus.
Ketika
seseorang telah hidup dalam persekutuan dengan Kristus maka tidak ada
sekat-sekat yang membedakan para pengikut Kristus berdasarkan suku bangsa,
status atau kedudukan dan juga jenis kelamin. Perbedaan yang ada telah
dipersatukan oleh Kristus.
Salah satu tanda bahwa
seseorang adalah milik Kristus adalah dengan baptisan. Baptis merupakan sarana
seseorang menyerahkan hidupnya secara total
di
dalam persekutuan dengan Kristus seperti yang tersurat dalam Galatia 3:27
“Karena kamu semua, yang telah dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan
Kristus”
Kerasukan setan seperti
yang dialami orang Gerasa
tentu membuatnya lelah dan tertekan. Akan tetapi kehadiran Yesus di daerahnya menjadi
semacam sebuah harapan ia akan terbebas dari belenggu setan. Memang akhirnya
Yesus berkuasa menyembuhkan orang Gerasa
yang kerasukan setan. Dalam
bacaan ini Yesus sungguh-sungguh menampakkan diri sebagai Anak Allah yang
berkuasa atas setan-setan sehingga para setan pun mematuhi perintah-Nya.
Tindakan Yesus mengusir
setan menjadikan gempar dan rasa keingin-tahuan banyak orang pada waktu itu.
Kemudian orang-orang
tersebut berusaha membuktikan tentang kebenaran cerita yang muncul dari peternak
babi yang babinya dimasuki setan pindahan dari orang Gerasa. Setelah melihat
kejadian yang luar biasa banyak orang kemudian menjadi takut. Dampak dari
ketakutan itu akhirnya menyuruh Yesus pergi.
Orang yang dilepaskan
dari kuasa setan hendak mengikuti Yesus akan tetapi dilarang karena Yesus
mempunyai kehendak supaya ia bisa pulang ke rumah dan sanak-saudara serta
bercerita tentang karya Tuhan Allah yang luar biasa. Akhirnya orang tersebut
dipakai Allah menjadi pemberita karya keselamatan.
Tuhan
menciptakan manusia dengan berbagai macam perbedaan. Baik perbedaan suku
bangsa, profesi, status, jenis kelamin dan masih banyak perbedaan yang lain.
Adanya perbedaan tersebut suatu realita yang tidak bisa dihindari. Perbedaan
tersebut seharusnya menjadi sarana untuk saling melengkapi, tetapi seringkali
ada beberapa orang yang menganggap dirinya lebih unggul daripada sesamanya.
Sikap demikian bisa merusak hidup bersama.
Sebagai
orang percaya yang beriman kepada Kristus melihat perbedaan yang ada
disekeliling kita harus dilihat dari kacamata iman, di mana tidak boleh kita memandang sebelah
mata sesama kita dan merasa diri paling unggul. Semua itu dilandasi pemahaman
bahwa yang dipersekutukan dengan Kristus adalah sama kedudukannya.
Seperti
ungkapkan Rasul Paulus mengenai orang yang telah dibaptis di dalam Kristus
kedudukan sama di mana tidak ada orang Yahudi atau orang
Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki dan perempuan.
Pernyataan Rasul Paulus dapat direfleksikan dalam kehidupan saat ini; tidak ada
Jawa atau Batak,
tidak bos atau karyawan. Dalam iman kepada Kristus semuanya sama yang harus
bisa hidup bersama dengan saling menopang tidak saling merendahkan dan saling
mengancam.
Ketiga
teks bacaan berbicara tentang bagaimana manusia menghadapi tekanan dan ancaman.
Elia terancam oleh Izebel, Orang Gerasa terikat oleh setan, orang Galatia
terkurung oleh hukum Taurat. Akan tetapi dengan hadirnya Tuhan terlebih iman
kepada Yesus membuka ikatan-ikatan tersebut.
Khotbah
mengajak umat untuk bisa hidup bersama sesama dengan baik terlebih yang telah
dipersatukan di dalam Kristus dengan tetap menyadari bahwa pastilah ada orang
yang tidak suka dengan kita sehingga kita merasa tertekan tetapi
kiranya hal itu tidak dijadikan alasan untuk berhenti menunjukkan jati dirinya
sebagai milik Kristus yang harus mengasihi sesama dan hanya percaya kepada
Tuhan.
Pertanyaan untuk diskusi:
1.Setelah kemenangannya yang
dramatis dengan mendatangkan api dari langit, Elia mabuk kemenangan dengan
membunuh seluruh nabi Baal yang ada di bukit Karmel. Hal itu mengakibatkan
Izebel memburu Elia untuk dibunuh. Hal itu mengakibatkan Elia ketakutan dan
menyembunyikan diri dalam gua. Bagaimana pendapat saudara tentang tindakan Elia
dalam membunuh para nabi Baal?
2.Setan merasuki orang Gerasa.
Artinya setan mengenakan tubuh orang Gerasa untuk berbuat dan bertindak. Dan
itu mengakibatkan orang Gerasa ada dalam kesakitan dan penderitaan. Dalam kitab
Galatia
pasal 3:27, orang Kristen adalah orang yang telah mengenakan Kristus. Apa
maksud kata “mengenakan” dalam ayat ini?