PERKAWINAN
Referensi Alkitab: Kejadian 1:26-27, 2:18-24,
26-27; Hosea 2:15-22; Matius 5:32,
19:5-6; 1 Korintus 7:1-40,11:11-12; Efesus
5:22-33
PERKAWINAN
Pengantar
Perkawinan menjadi penting karena
mengubah perjalanan dan status hidup seseorang. Pelaksanaan perkawinan di Indonesia biasanya melibatkan banyak
pihak, seperti: para calon, keluarga, gereja, masyarakat dan negara. Status keluarga yang diperoleh
pasangan nikah mengikat diri mereka kepada norma-norma yang berlaku dalam
gereja dan masyarakat.
Perkawinan kristen bersifat monogami , tidak terceraikan,
dan menempatkan prinsip kesetaraan bagi suami-istri yang didasarkan pada kasih
Kristus. Untuk mencapai
kebahagiaan sebagai keluarga Allah, maka kebahagiaan itu harus dihadirkan,
dipelihara, sehingga menjadi kebiasaan. Hal tersebut tentu harus disertai dengan kedewasaan iman dalam
menghadapi masalah-masalah kehidupan dalam kenyataan hidup yang terus berubah. Keluarga yang ideal adalah keluarga Allah,
dimana hubungan antara sesama anggota keluarga berada dalam hubungan kasih dan
kesetiaan, sebagaimana Kristus mengasihi umat-Nya. Keberadaan itu diharapkan dapat dihayati dan
diberlakukan untuk menjadi berkat bagi gereja dan masyarakat.
Pengertian:
Nilai: perasaan tentang apa yang dianggap
penting atau tidak penting yang mempengaruhi perilaku orang yang memiliki nilai
itu.
Norma: petunjuk-petunjuk hidup yang berisi
kewajiban atau larangan yang mengikat perilaku dari suatu kelompok masyarakat
atau gereja.
Uraian Materi Pelajaran
1. Perkawinan pada
umumnya
Dalam masyarakat sudah ada prosedur dan tata
cara pelaksanaan perkawinan. Dalam pelaksanaan
perkawinan itu, tak jarang disertai juga dengan kebiasaan-kebiasaan atau adat
setempat sejauh tidak bertentangan dengan perkawinan pada umumnya. Apa yang menjadi persyaratan administratif
perkawinan berdasarkan UU Perkawinan tahun 1974 terjadi juga untuk gereja. Perkawinan merupakan hal penting dalam
perjalananan hidup seseorang. Dengan perkawinan
status seseorang berubah dalam masyarakat dan gereja. Status perkawinan itu memungkinkan suami-istri
hidup bersama menjalani kehidupan seksual dan memperoleh anak dari hubungan
mereka selaku suami-istri. Sehubungan dengan
perubahan status perkawinan seseorang, maka hal itu harus diketahui oleh
masyarakat umum.
(Sesudah butir 1 ini, para peserta membaca
referensi Alkitab yang tersebut diatas, kemudian minta tanggapan terhadap
mereka beberapa hal mengenai; beberapa versi cerita tentang penciptaan manusia;
laki-laki dan perempuan. Ajukan pertanyaan tentang apakah petunjuk monogami dan
polygami dalam Alkitab? Apakah kata kitab suci tentang perkawinan dan
perceraian? Berikan beberapa penjelasan bila perlu, kemudian masuk pada butir
2)
2. Apa yang dimaksud
dengan perkawinan Kristen?
Pada umumnya gereja (Protestan) memandang,
bahwa perkawinan merupakan urusan masyarakat, artinya masyarakatlah yang
memberi status perkawinan untuk sepasang laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini Petugas Pencatat Sipil yang
melegalkan status suami-istri itu dalam sebuah akte perkawinan. Namun bagi gereja, perkawinan yang dilakukan
berdasarkan Undang-undang itu masih merupakan perkawinan duniawi. Perkawinan harus lebih diperdalam dari sisi
rohaninya. Perkawinan Kristiani
merupakan ikatan janji suami-istri untuk membangun kehidupan keluarga yang berdasarkan
kasih Allah di dalam Kristus. Hubungan suami-istri
menggambarkan hubungan Allah dan manusia atau mencerminkan Kasih Kristus yang
abadi terhadap umat-Nya ( Efesus 5: 22-33 ). Untuk pelaksanaan
perkawinan Kristiani tersebut, lembaga gereja mengatur secara tersendiri. Sesuai tugas dan aturan yang berlaku, gereja
wajib menerima permohonan calon (suami-istri) yang akan menikah. Dengan permohonan calon (suami-istri)
tersebut, gereja mendapat tugas dari Allah untuk meneguhkan dan memberkati calon (suami-istri) itu menjadi suami-istri
dari sebuah keluarga Kristen yang baru dan mandiri.
3. Tujuan Perkawinan
Kristen
Pada dasarnya perkawinan bertujuan untuk mencapai
kehidupan bersama suami-istri bahagia yang mencerminkan kasih Kristus yang
abadi.
Dalam Kitab Suci disabdakan, "... laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka
", ( Kejadian 1: 27 ). Tuhan memperkenankan
mereka hidup dalam kebersamaan untuk memperoleh keturunan (beranak-cucu) dan
mengelola alam ini, agar hidup ini terjaga dan berlanjut dan Allah menghendaki
agar semua ciptaan-Nya memuji Tuhan, (Mazmur 148). Untuk melangsungkan pemeliharaan kehidupan
ini, Tuhan mengaruniakan keluarga sebagai wadahnya, (bandingkan Kejadian 2:24). Keluarga itu dapat dibentuk melalui ikatan
suami-istri dalam perkawinan. Perkawinan itu
merupakan ikatan janji suami-istri untuk mencapai kebahagiaan bersama dalam
keluarga yang mencerminkan kasih Kristus.
4. Sifat Perkawinan
Kristen
·
Pertama, bersifat
monogami, artinya seorang suami hanya memiliki satu istri. Demikian juga tentunya, seorang istri hanya
memiliki satu suami.
·
Kedua, tak
terceraikan. Artinya hidup
perkawinan itu menuntut kesatuan, kebersamaan dan kesetiaan satu sama lain
antar pasangan. Karena itu gereja
menolak perceraian (lihat akta gereja GPIB tentang Perkawinan ) ..
·
Ketiga, kesetaraan. Pasangan suami-istri adalah laki-laki dan
perempuan yang memiliki kesetaraan. Pada dasarnya semua manusia, laki-laki dan perempuan adalah sama
di hadapan Tuhan. Namun harus diakui
setiap orang bisa berbeda dalam kepribadian dan kemampuan karunianya. Laki-laki dan perempuan memiliki keunikannya
masing-masing.
Sebagaimana pada butir 3 diatas, dasar
hubungan suami-istri adalah kasih Allah dalam Kristus. Yang dimaksud dengan kasih Allah ini tidak
bisa disamakan dengan kasih yang ada pada manusia. Pada dasarnya kasih ini adalah kasih yang
menyelamatkan dan menghidupkan. Kasih yang diungkapkan
dalam bentuk kecerdasan hati, jiwa, akal-budi dan kekuatan fisik kita (banding
Markus 12:30). Kualitas kasih Allah
ini disebutkan juga dalam 1 Korintus 13. Uni yang dimaksud bukan hanya dalam arti fisik, tetapi juga
persatuan mendalam yang meliputi seluruh potensi diri mereka secara utuh selaku
suami-istri. Uni pasangan
suami-istri yang didasarkan pada kasih Allah menempatkan mereka untuk saling
menghargai dan melengkapi.
Karena itu sejak awal perkawinan, pasangan
hidup nikah dituntut mengambil keputusan berdasarkan nurani dan imannya untuk
memasuki perkawinan. Hasil untuk hidup
tidak menikah atau menjadi single parrent dapat juga diambil setelah seseorang mempertimbangkan akan
kemampuan-kemampuan dan keterbatasan seseorang yang digumulinya bersama Tuhan.
Kehidupan dalam kasih ditengah kenyataan
masyarakat yang terus menerus berubah senantiasa menghadapi tantangannya. Nilai-nilai dan norma dalam masyarakat
berpengaruh secara timbal balik dengan nilai-nilai dan norma-norma yang kita
pegang. Salah satu
tantangannya ditandai dengan ketidak-adilan dalam pembagian kerja dalam rumah
tangga; baik karena pengaruh budaya tradisional ataupun karena budaya modern. Atau beberapa bentuk kekerasan dalam rumah
tangga ( KDRT ). Aksi kekerasan dalam rumah tangga bukan saja
melanggar hukum, melainkan juga tidak sesuai dengan kehidupan dalam kasih Allah
itu. Sebagaimana perkawinan Kristiani didasarkan
pada kasih Allah, maka dalam perkawinan Kristiani pengampunan harus senantiasa
terbuka dengan suatu kesadaran bersama untuk bertumbuh semakin dewasa. Disinilah pentingnya kasih itu diiringi dengan
komitmen.Kasih Allah yang abadi itu dan cinta manusiawi yang terbatas itu harus
sama-sama ada dalam kehidupan perkawinan. Menurut psikolog Sternberg yang dikutip oleh Les Parrot III, dan
Leslie Parrot (2001; halaman 34) "cinta bagaikan sebuah segitiga, memiliki
3 sisi, yakni; Gairah ( passion ), keintiman ( intimacy ) dan komitmen (c ommitment ) ". 3 Hal tersebut harus
berada secara seimbang satu dengan yang lain. Kehidupan dalam kasih Allah jangan disalah-artikan, seolah-olah
segala sesuatu akan berjalan mulus. Dalam rumah tangga dapat saja terjadi perdebatan dan konflik. Akan tetapi bila itu terlalu sering terjadi,
salah satu faktornya adalah soal komunikasi atau sikap penerimaan satu sama
lain. Yang harus dihindari adalah agar konflik tidak
merusak hubungan keluarga. Dan agar supaya perdebatan
tidak menimbulkan kekerasan kata dan kekerasan fisik. Peran pasangan suami-istri dalam menghadirkan
gambaran segitiga cinta itu yang didasari kasih Allah sangat penting. Kebahagiaan harus dipelihara dan ditumbuhkan
terus menerus.
Perkawinan merupakan karunia Tuhan untuk
membangun keluarga yang dikehendaki Allah. Perolehan kebahagiaan selaku suami-istri bukan saja untuk
sekedar menambah generasi atau memperoleh keturunan tetapi juga untuk berbagi
hidup dengan menumbuhkan langsung nilai-nilai iman dalam keluarga, agar tetap
menghasilkan buah-buahnya ditengah-tengah masyarakat dan kehidupan sekitar
kita; manusia dan lingkungan alamnya.
5. Percakapan untuk
diskusi
1.
Apakah bentuk-bentuk
perkawinan dalam gereja yang tidak sesuai dengan norma-norma gereja?
2.
Hal hal apakah yang
perlu kita pertimbangkan dalam mengambil keputusan untuk menikah atau tidak
menikah (dengan calon pasangan kita)?
3.
Bagaimana cara
mempertahankan kesetiaan kita kepada pasangan kita?