KELUARGA KRISTEN YANG BERBAHAGIA

KELUARGA KRISTEN YANG BERBAHAGIA
Sarasehan Keluarga

Bandungan, 19-20 Januari 2013



18  Hai isteri-isteri,
tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.
 19  Hai suami-suami,
kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
 20  Hai anak-anak,
taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan.
21   Hai bapa-bapa,
janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.
  (Kolose 3:18-21)


1.    Keluarga Kristen Keluarga yang Mengikut Yesus

Sebelum kita berbicara mengenai “Keluarga Kristen Yang berbahagia”, marilah terlebih dahulu kita bicara hakikat “Keluarga Kristen” itu sendiri. Secara sederhana kita dapat membuat definisi bahwa yang disebut “Keluarga Kristen” adalah keluarga yang mengikut Yesus/Kristus (Kristen/Christian artinya pengikut Kristus). Untuk memahami dengan baik kita perlu menelusuri dari awal pembentukan keluarga Kristen, yaitu melalui “Pernikahan Kristen”. Pernikahan Kristen dimaksud bukan sekedar tata upacaranya yang dilakukan secara Kristen, melainkan lebih pada penghayatan imannya bahwa Tuhan sendiri yang membentuk/membangun rumah tangga kita (bdk. Mazm. 127:1).

Salah satu tujuan pernikahan Kristen (pembentukan keluarga Kristen) adalah agar suami dan isteri saling menolong dan saling membangun dalam segala hal yang baik. Yaitu baik hal jasmani maupun rohani. Itulah sebabnya jika setelah menikah, orang kristen justru menjadi loyo jasmaninya (misal: sakit-sakitan, kurus, dan tidak lagi terawat), maka dapat diduga bahwa di dalam keluarga tsb ada sesuatu yang tidak beres. Demikian pula jika setelah menikah, mereka justru menjadi loyo rohaninya (misal: jarang muncul di gereja, jarang baca Alkitab, tidak hadir PA apalagi berpartisipasi aktif dalam pelayanan bahkan indicator lain menjadi semakin pelit) padahal sebelumnya rajin dan dikenal murah hati. Jika demikian keadaannya maka pembentukan keluarga Kristen tersebut dapat dikatakan belum mencapai tujuan.

Ada banyak alasan, sehingga pembentukan keluarga Kristen tidak mencapai tujuannya, yaitu untuk saling membangun baik dalam hal jasmani maupun rohani. Apalagi jika sudah ada tanggungan anak-anak, orang tua, saudara, atau bahkan orang lain (tidak sempat, repot, sibuk di kantor, dsb). Semua alasan tsb seringkali dipakai sebagai alat pembenaran.

Terhadap hal ini Tuhan Yesus bersabda:

“Barang siapa mengasihi bapanya atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagiku. Barang siapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagiku” (Matius 10:37).

Jangan salah. Mengasihi bapa dan ibu yang melahirkan kita, adalah keharusan yang tidak bisa ditawar oleh kita sebagai anak-anaknya (Ul: 5:16). Karena itu anak-anak dalam keluarga Kristen harus mengasihi dan menghormati bapa/ ibunya. Tetapi kasih dan hormat kepada Tuhan tidak boleh lebih rendah dari kasih dan hormat kepada bapak dan ibu kita. (Ingat rumusan kalimat dalam hukum kasih Mat 22: 37-40/ Mark 12:29-31). Itulah sebabnya kitab suci mengatakan: “Barang siapa mengasihi bapanya atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagiku”.

Demikian pula mengasihi anak-anak yang Tuhan percayakan kepada kita untuk membesarkan, merawati dan mengasuhnya. Itupun suatu kewajiban sekaligus tanggungjawab yang besar. Bahkan bagi keluarga yang diberi karunia anak-anak oleh Tuhan (apalagi cucu), maka “anak/cucu adalah segala-galanya”. Meskipun demikian besarnya kasih sayang kita kepada anak/cucu, tidak boleh mengalahkan kasih kita kepada Tuhan. (Ingat kisah Abraham yang lebih mengasihi Tuhan sehingga menyerahkan anak satu-satunya yang ia punya untuk dikorbankan demi mematuhi perintah-Nya, sehingga ia disebut sebagai bapa orang beriman).

Dalam terang pemahaman yang demikian, maka kita dapat mengerti bahwa keluarga kristen adalah keluarga yang selalu mengutamakan pertumbuhan dan perkembangan iman lebih dari segalanya. Keluarga kristen adalah keluarga yang selalu mengikut Yesus baik dalam suka maupun dalam duka, baik dalam kelimpahan maupun dalam kekurangan.

Tuhan Yesus tidak sekedar menuntut kita untuk setia mengikut-Nya. Akan tetapi Ia juga sangat mengenal kita, termasuk kesulitan kita, bahkan beban hidup yang mungkin kita tanggung. Itulah sebabnya Ia bersabda:

“Dan kamu, rambut dikepalamupun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga daripada banyak burung pipit” (Mat 10:30-31).


2.    Keluarga yang Mengikut Yesus Keluarga yang Berbahagia

Tema sarasehan ini: “Keluarga Kristen yang Berbahagia”. Didalamnya terkandung sebuah kesadaran bahwa tidak semua keluarga Kristen itu berbahagia. Jangan salah, yang saya maksudkan adalah bahwa “menjadi (keluarga) Kristen” memang bukan jaminan untuk memperoleh kebahagiaan. Dalam kenyataannya memanglah demikian. Banyak keluarga Kristen yang hidupnya sungguh-sungguh jauh dari apa yang disebut berbahagia. Hubungan antara suami dan isteri tidak harmonis. Demikian pula hubungan orang tua dengan anak-anaknya. Bahkan tidak jarang kita mendengar suami isteri Kristen yang terancam perceraian, atau anak-anak dari keluarga Kristen yang berani melawan orang tuanya, dan anak-anak yang hidupnya berantakan.

Tetapi mengapa (menjadi keluarga) Kristen bukanlah jaminan kebahagiaan? Jawabnya jelas, karena Keluarga Kristen belum tentu merupakan keluarga yang mengikut Yesus. Banyak keluarga Kristen yang mencari kebahagiaan menurut kemauannya sendiri-sendiri, atau bahkan menurut ukuran kebahagiaan orang lain. “Rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau”, dan orang Jawa bilang “sawang-sinawang”. Itu contoh hikmat yang hendak menggambarkan bahwa kebahagiaan itu relative.

Setiap keluarga Kristen ada salibnya, itu berarti keluarga Kristenpun tidak bebas dari masalah yang mengancam/berpotensi menyebabkan kehilangan kebahagiaannya. Bedanya dengan keluarga yang lain ialah dalam hal filosofi (baca: iman) yang mendasari kehidupan keluarga Kristen dalam menjalani hidupnya dan menghadapi setiap masalah yang mungkin timbul. Memang ada banyak salib yang mungkin saja muncul, tetapi hanya ada satu saja arti, makna dan jawabnya, yaitu “kasih”. Keluarga yang mengikut Yesus adalah keluarga yang selalu sanggup untuk mencoba menghadapi setiap pergumulan yang mungkin timbul atas dasar kasih. Kasih mengatasi segalanya.

Oleh karena itu setiap keluarga Kristen yang menghendaki hidup berbahagia perlu memperkaya diri dengan pemahaman iman yang benar agar dapat menjadi keluarga yang sungguh-sungguh mengikut Yesus. Salah satu nasihat praktis Paulus adalah sbb: (baca: Kolose 3:18-21, Efesus 5:22-32).


Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN,
yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!
(Mazm 128:1).
Oleh sebab itu, hai anak-anak, dengarkanlah aku,
karena berbahagialah mereka yang memelihara jalan-jalanku
(Amsal 8:32).



Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013