MENGAPA IRI?
MENGAPA IRI?
Amsal 14:30 “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan
tulang.”
Ketika begitu
banyak rencana yang baik muncul di pikiranku, entah kenapa seringkali rencana
itu seperti angin yang berhembus begitu saja dengan cepat dan kemudian berlalu.
Ada yang sempat mampir beberapa waktu, tapi dengan mudah juga akhirnya lewat
dan terlupakan. Beberapa bahkan sepertinya hanya mampir beberapa menit dan
akhirnya tidak ada yang teringat sama sekali.Padahal bisa dibilang kalau
beberapa dari rencana itu sangat brilian tampaknya bagiku, tapi entah kenapa
sepertinya tidak mau bertengger lama-lama.
Dan yang lebih
mengesalkan adalah ketika beberapa waktu kemudian aku mendengar orang lain
mengungkapkan sebuah rencana yang mirip atau bisa dibilang benar-benar sama
dengan apa yang kupikirkan, namun ia lebih berani untuk mengungkapkannya kepada
beberapa orang, dan juga berani untuk mengambil langkah pertama dalam melakukannya,
akhirnya jadilah seakan-akan dia itu penemu pertama dari gagasan tersebut.
Padahal bisa dibilang aku menemukannya jauh sebelum orang itu. Dan ketika hal
itu terjadi aku hanya bisa merasa kesal dan menyesali keputusanku yang terlalu
lambat.
Yang lebih
parah adalah ketika aku tahu bahwa orang tersebut sepertinya mendapatkan nilai
yang sangat tinggi dengan 'ideku' itu (senyum sedih). Phew...seandainya
saja.... Ya..aku rasa banyak orang pernah mengalami hal ini. Tapi apa mau
dikata, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada yang bisa kita kerjakan lagi dengan
hal itu. Jadi, ya sudahlah.
Eeeiittsss......tunggu dulu....
Kejadian serupa ini tidak selamanya dengan mudahnya kita terima.
Apalagi kalau orang tersebut benar-benar merupakan 'saingan' terberat kita di
kantor. Belum lagi kita tahu seperti apa reputasinya. Apalagi kalau kita
akhirnya menyadari bahwa dia sebenarnya adalah teman kita berbagi dalam banyak
hal, dan tanpa kita sadari bahwa sebenarnya dia sudah 'mencuri' ide kita karena
beberapa waktu yang lalu memang kita memang pernah membicarakan hal tersebut di
waktu makan siang bersama. Waahhh..aku jamin rasanya kita akan merasa panas
mengingat hal tersebut.
Melihat orang tersebut dipuji di
depan banyak orang, kemudian melihat wajahnya dengan tidak ada rasa bersalah
menerima dan mengakui semua kredit tersebut....semakin membuat perasaan kita
diaduk-aduk rasanya. Ditambah lagi gara-gara hal itu dia mendapatkan tambahan
uang lebih sebagai bonus. Dan semakin sering dia tampil di depan untuk
menyampaikan semua 'ide' itu tanpa menyebut-nyebut sedikitpun namaku sebagai
'penemu' sebenarnya.....wiiiihhhhh...(anda dapat membayangkan seperti apa
wajahku setiap kali memandangnya).
Hahahahaa..ya, memang kisahnya tidak
persis seperti itu, tapi hampir miriplah yang pasti pernah kita alami. Dan kita
berharap tidak akan pernah menemukan lagi orang seperti itu di dalam hidup kita
pastinya.
Rasa iri adalah perasaan yang tidak
pernah kita undang, namun dia bisa muncul begitu saja. Khususnya ketika kita
merasa bahwa selama ini posisi kita lebih baik dari orang lain, atau setidaknya
sama. Namun ketika kita 'merasa' bahwa ada orang yang ternyata memiliki posisi
yang sedikit 'bergerak' melebihi kita, maka biasanya alarm kita akan sedikit
berbunyi. Rasa tidak suka atau tidak mengerti mengapa dia bisa begitu, atau
kita akan mulai berpikir yang bukan-bukan, mereka-reka dari mana dia bisa
mendapatkan 'kredit' itu.
'Perbandingan' yang kita buat belum
tentu hal yang tepat, karena seringkali kita hanya menilai seseorang dari kulit
luarnya saja. Siapa tahu bahwa isinya memang sudah jauh lebih baik dari kita,
hanya saja selama ini kita tidak pernah mengetahuinya, sehingga kita menganggap
dia bukan apa-apa. Jadinya, ketika dia akhirnya bisa mengungkapkan siapa
dirinya yang sebenarnya, maka kita merasa 'iri' dengan apa yang memang sudah
dia miliki selama ini.
Seringkali kita menilai dan
memandang diri kita terlalu tinggi, sehingga kita merasa iri setiap kali ada
orang lain yang mendapatkan kredit yang lebih dari orang lain, dan menganggap
dia tidak selayak kita dalam mendapatkannya. Dan begitulah jadinya.
Apa yang harus kita lakukan untuk
menghindari hal ini? Cobalah beberapa langkah praktis ini :
1. Cobalah melihat bahwa apa yang kita miliki ini sebenarnya lebih karena
anugerah Allah.
2. Berikan segala hak dalam menentukan semua yang kita miliki itu bukan
karena siapa kita, tapi karena kebaikan Tuhan.
3. Jangan terlalu terburu-buru menilai sesuatu.
Jangan menilai diri kita terlalu
tinggi dibandingkan dengan yang lain, begitu juga sebaliknya jangan menilai
orang lain terlalu rendah dibandingkan kita, atau kita akan terkejut nantinya.
4. Biasakan mengucap syukur dengan apa yang kita miliki, dan selalu
upayakan secara maksimal dengan semua itu.
5. Ingatlah, bahwa ketika kita merasa 'iri' dengan milik orang lain, di
saat yang sama juga banyak orang yang merasa 'iri' dengan apa yang anda miliki.
Artinya kita memang tidak perlu merasa iri dengan orang lain karena dalam titik
tertentu anda selalu 'lebih' juga dari kelompok yang lain.
Bebas dari rasa iri itu sangat
menyenangkan. Ada kemerdekaan dalam membangun relasi dengan semua orang. Aku
yakin seratus persen, perasaan iri hanya akan membawa kita kepada konflik yang
tidak menyenangkan, karena pada dasarnya perasaan itu akan manifes dan sangat
tampak dalam setiap perkataan dan tindakan kita.
Tapi jika kita lepas dari semua rasa
iri itu, maka akan lebih mudah bagi kita dalam membangun hubungan dengan
orang-orang sekitar kita. Kita bisa turut bersuka cita dengan keberhasilan
seseorang, dan ikut merasa memiliki dengan semua perkembangan yang terjadi.
Apalagi dalam sebuah organisasi, tidak mungkin kita bisa bekerja sendirian
dalam mencapai suatu kemajuan. Dibutuhkan kerja sama yang harmonis. Untuk
mencapai hal ini, alangkah baiknya jika setiap orang bisa membangun dirinya
masing-masing sesuai kapasitasnya tanpa perlu merasa 'iri' dengan apa yang
dicapai orang lain, dan justru sebaliknya saling mendukung. Karena keberhasilan
satu orang akan menjadi keberhasilan bersama pada akhirnya. Amin.
Pertanyaan
untuk diskusi:
1.Pernahkah
saudara melihat orang lain dikuasai rasa iri? Apa yang terlihat pada diri
mereka?
2.Menurut
saudara bagaimana cara agar kita tidak dikuasai oleh rasa iri?