Bahan SARASEHAN Guru dan Karyawan SMK Masehi PSAK
Bahan SARASEHAN
Guru dan Karyawan SMK Masehi PSAK
GURU
DAN KARAKTER
Guru bukan sembarang pekerjaan, melainkan profesi
yang pelakunya memerlukan berbagai kelebihan, baik terkait dengan kepribadian,
akhlak, spiritual, pengetahuan dan keterampilan. Peran guru bukan sekadar
mentransfer pelajaran kepada peserta didik. Tapi lebih dari itu guru
bertanggung jawab membentuk karakter peserta didik sehingga menjadi generasi
yang cerdas, saleh, dan terampil dalam menjalani kehidupannya.
Guru merupakan teladan kehidupan dalam lingkup yang
luas dan menyeluruh. Inilah tugas guru yang sangat strategis dan mulia. Apalagi
dewasa ini kehadiran guru sebagai pendidik semakin nyata menggantikan sebagian
besar peran orang tua.
Dengan berbagai sebab dan alasan, orang tua telah menyerahkan
bulat-bulat tugas dan tanggungjawabnya kepada guru di sekolah dengan berbagai
keterbatasannya. Demikian pula masyarakat yang kontrol sosialnya semakin
melemah dan pemerintah yang selama ini lebih menitikberatkan pembangunan di
sektor fisik, semuanya ikut mengambil andil terhadap kegagalan pembentukan
karakter bangsa.
Menyadari hal ini, pemerintah mulai tahun ajaran
2011/2012 menjadikan pendidikan berbasis karakter sebagai gerakan nasional
mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Perguruan Tinggi termasuk
pendidikan nonformal dan informal. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh
menyatakan, "Pembentukan karakter siswa tidak bisa lepas dari peran guru.
Bagaimana manusia Indonesia
pada tahun 2045 mendatang (100 tahun Indonesia merdeka), ditentukan
bagaimana guru membentuk siswa saat ini "(www.kemdiknas.go.id).
Karenanya, di pundak guru terletak salah satu beban
untuk merestorasi karakter dan kepribadian mulia bangsa Indonesia yang telah berada pada
titik nadir. Guru diharapkan bisa mengembalikan peradaban bangsa yang tinggi,
yang selama ini telah tergantikan dengan julukan bangsa yang korup, tidak
memiliki kepribadian, bangsa yang kacau, jorok, bodoh, anarkis dan banyak
atribut jelek lainnya yang kini melekat pada bangsa tercinta ini.
Kegagalan membentuk karakter bangsa merupakan
kesalahan kolektif yang harus dibenahi bersama. Oleh karena itu solusi yang
paling tepat untuk mengatasi masalah ini adalah dengan berkomitmen untuk
melakukan perbaikan secara kolektif pula. Masing-masing kita harus instrospeksi
diri dan berusaha keras untuk mencari solusi guna memperbaiki dan mengembalikan
serta meningkatkan karakter positif bangsa. Lakukan yang terbaik yang kita
bisa, jangan sibuk mencari kesalahan orang lain. Tapi mari kita mulai dari diri
kita, orang terdekat kita dan tugas di bawah tanggung jawab kita. Dan guru
adalah salah satu pilar penentu keberhasilan pendidikan karakter.
Dari berbagai asal dan dengan berbagai alasan banyak
orang memilih profesi guru. Apapun latar
belakangnya, apapun motivasinya, dan apapun alasannya, profesi guru menuntut
kompetensi sebagai guru. Guru berkompeten yang diharapkan tentu saja guru yang
tidak hanya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, tapi juga harus mampu
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan sebaik mungkin. Mengacu pada UU
No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, seorang guru harus memiliki empat
kompetensi, yaitu kompetensi profesional, pedagogis, personal, dan sosial.
Dari keempat kompetensi tersebut, aspek yang paling
mendasar untuk menjadi seorang guru yang berkarakter dan layak diteladani
adalah aspek kepribadian (personalitas). Karena aspek kepribadian inilah yang
menjadi cikal bakal lahirnya komitmen diri, dedikasi, kepedulian, dan kemauan
kuat untuk terus berbuat yang terbaik dalam kiprahnya di dunia pendidikan.
Seorang guru harus memiliki kematangan, baik intelektual maupun emosional.
Kematangan ini terlihat dari kemampuan bernalar dan berbicara, memberi contoh
dan sikap yang baik, mengerti perkembangan anak dengan segala persoalannya, kreatif,
inovatif, menguasai materi dan banyak metode pembelajaran yang sesuai dengan
perkembangan, situasi dan intelegensi peserta didik.
Menurut Rani Pardini yang dikutip oleh Adhi, R
(2010), ada tiga model guru berdasarkan tingkatan kualitasnya, yaitu guru okupasional,
guru profesional, dan guru kejuruan. Guru okupasional adalah sosok guru yang
menjalani profesi guru sekedarnya, tanpa kepedulian lebih memperhatikan anak
didiknya. Guru profesional adalah guru yang memiliki tanggung jawab lebih
memenuhi kualifikasi hukum dan Persyaratan kompetensi guru sesuai dengan
regulasi yang berlaku.Sementara guru kejuruan adalah guru yang menjalani
profesinya sebagai sebuah panggilan sehingga menjalani tugasnya dengan penuh
antusias, sabar, komitmen, dan terus mengembangkan diri dan profesinya.
Dalam mendidik karakter sangat dibutuhkan sosok yang
menjadi model. Model yang dapat ditemukan oleh peserta didik di lingkungan
sekitarnya. Semakin dekat model pada peserta didik akan semakin mudah dan
efektiflah pendidikan karakter tersebut. Peserta didik butuh contoh nyata,
bukan hanya contoh yang tertulis dalam buku apalagi contoh khayalan. Perilaku
moral diperoleh dengan cara yang sama dengan respon-respon lainnya, yaitu
melalui modeling dan penguatan. Lewat pembelajaran modeling akan terjadi
internalisasi berbagai prilaku moral, pro sosial dan aturan-aturan lainnya
untuk tindakan yang baik.
Demikian pula menurut Social Learning Theory ,
perilaku manusia diperoleh melalui cara pengamatan model, dari mengamati orang
lain, membentuk ide dan perilaku-perilaku baru, dan akhirnya digunakan sebagai
petunjuk untuk beraksi. Sebab seseorang dapat belajar dari contoh apa yang
dikerjakan orang lain, setidaknya mendekati bentuk perilaku orang lain, dan
terhindar dari kesalahan yang dilakukan orang lain.
Guru sebagai
teladan harus memiliki modal dan sifat-sifat tertentu, yang pertama guru
harus memahami dan memiliki apa-apa yang menjadi ciri khas serta nilai dan juga
filosofi dari sekolah di mana ia melayani.
Kedua , guru harus benar-benar memahami
prinsip-prinsip keteladanan. Mulailah dengan diri sendiri. Dengan demikian guru
tidak hanya pandai bicara dan mengkritik tanpa pernah menilai dirinya sendiri.
Bercermin pada filosofi "gayung mandi", dalam mendidik karakter guru
jangan seperti gayung mandi. Gayung digunakan untuk mandi bertujuan
membersihkan, tapi ia sendiri tidak pernah mandi atau membersihkan dirinya
sendiri. Artinya guru harus mempraktikkannya terlebih dahulu sebelum
mengajarkan karakter kepada peserta didiknya.
Ketiga, guru harus mengetahui tahapan mendidik
karakter. Setidaknya melalui tiga tahapan pembelajaran yang sering diistilahkan
dengan 3P yaitu: pemikiran, perasaan dan perbuatan. Tahapan pertama pemikiran;
merupakan tahap memberikan pengetahuan tentang karakter. Pada tahapan ini guru
berusaha mengisi akal, rasio dan logika siswa sehingga siswa mampu membedakan
karakter positif (baik) dengan karakter negatif (tidak baik). Siswa mampu
memahami secara logis dan rasional pentingnya karakter positif dan bahaya yang
ditimbulkan karakter negatif.
Selanjutnya tahap kedua dalam mendidik karakter ini
diistilahkan dengan perasaan; merupakan tahap mencintai dan membutuhkan
karakter positif. Pada tahapan ini guru berusaha menyentuh hati dan jiwa siswa
bukan lagi akal, rasio dan logika. Diharapkan pada tahapan ini akan muncul
kesadaran dari hati yang paling dalam akan pentingnya karakter positif, yang
pada akhirnya akan melahirkan dorongan / keinginan yang kuat dari dalam diri
untuk mempraktikkan karakter tersebut dalam kesehariannya. Di sinilah tahap
ketiga perbuatan berperan; pada tahapan ini dorongan / keinginan yang kuat pada
diri siswa untuk mempraktikkan karakter positif diwujudkan dalam kehidupannya
sehari-hari. Siswa menjadi lebih santun, ramah, penyayang, rajin, jujur, dan
semakin menyenangkan, menyejukkan pandangan serta hati siapapun yang melihat
dan berinteraksi dengannya.
Keempat, Guru harus mengetahui bagaimana
mengimplementasikan pendidikan karakter kepada siswa. Tanamkan pengertian
betapa pentingnya "cinta" dalam melakukan sesuatu, tidak semata-mata
karena prinsip timbal balik. Ciptakan hubungan yang mesra, agar siswa peduli
terhadap keinginan dan harapan-harapan kita dan tumbuhkan rasa sayang terhadap
sesama.
Dan kelima, guru harus menyadari arti kehadirannya
di tengah siswa, mengajar dengan ikhlas, memiliki kesadaran dan tanggungjawab
sebagai pendidik untuk menanamkan nilai-nilai kebenaran. Mengajar bukan untuk
sekadar melepaskan tugas, mengajar karena panggilan jiwa, mengajar dengan
cinta, merasa bertanggung jawab terhadap keberhasilan siswa dunia akhirat, dan
mampu mengarahkan siswa tentang arti hidup.
Dibutuhkan kerja keras untuk mewujudkan cita-cita
mulia ini. Guru harus mampu menjadi modelnya.Kita tidak akan mampu membuat
siswa rajin, tepat waktu, bertanggung jawab dan lain sebagainya, jika kita
tidak duluan mempraktikkannya. Negeri ini tidak hanya membutuhkan pendidikan
karakter, tapi negeri ini sangat membutuhkan teladan dari pendidik karakter dan
teladan dari semua komponen bangsa. Dengan demikian keinginan untuk membentuk
generasi Indonesia
yang santun, sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan memiliki kepenasaranan
intelektual sebagai modal dalam membangun kreatifitas dan daya inovasi dapat
terwujud sesuai harapan.
Pertanyaan sarasehan:
1.Apa komentar saudara terhadap ide dalam tulisan di
atas?
2.Apakah ide-ide tentang Guru sebagaimana yang ada
dalam tulisan, saudara setujui?
3.Menurut saudara apakah sudah terjadi pendidikan
karakter di sekolah ini?