Kecemasan Dalam Menghadapi Kematian Pada Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis
Lansia atau lanjut usia merupakan satu tahapan dalam hidup; mau tidak
mau, suka tidak suka, kita akan menjalaninya. Namun demikian, tidak
sedikit orang merasa takut saat diperhadapkan pada anggapan-anggapan,
fakta-fakta, dan keniscayaan memasuki masa lansia. Kebanyakan kita
mungkin menganggap lansia sudah tidak berguna, sakit-sakitan,
kehilangan semangat hidup, pikun, dll.. Jika Anda diserang perasaan takut, Anda tidak perlu cemas. Buku ini menyajikan banyak info berguna seputar lansia yang dapat membantu Anda mempersiapkan diri untuk memasuki masa lansia atau merawat para lansia. "Info untuk Lansia" diawali dengan cuplikan info tentang gerontologi [ilmu yang mempelajari aspek lanjut usia, Red.], yang dilanjutkan dengan artikel mengenai tekanan hidup lansia, info kesehatan, kematian, stres dan relaksasi, dan sebagainya. Semua sajian diuraikan dalam sepuluh bab. Penjelasannya cukup detail, meskipun tidak berkepanjangan, tetapi langsung mengena pada sasaran. Oleh sebab itu, setiap penjelasannya ini dapat dijadikan pegangan yang sangat efektif. Yang menarik, setiap bab diakhiri dengan
kata-kata penutup yang menguatkan, disertai dengan kutipan ayat
Alkitab. Dengan demikian, para lansia dikuatkan untuk senantiasa
bersyukur dan tetap bersemangat ketika menjalani hidup. Pada saat menginjak usia senja, beberapa orang tidak luput dari perasaan takut akan kehilangan, takut kehilangan sanak saudara, teman-teman, dan mata pencarian. Kadang-kadang, masa-masa yang sulit ini terdengar begitu menakutkan, namun Tuhan sudah berjanji dalam firman-Nya bahwa Ia akan memberikan perasaan damai (Mazmur 103:5). Mereka akan dijadikan "baru seperti pada burung rajawali". Rajawali merupakan lambang kegagahan hidup pada usia lanjut. Pribadi mereka telah dimatangkan melalui berbagai kesulitan hidup.
Kecemasan Dalam Menghadapi Kematian Pada Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis
IA PASRAH
TERHADAP PENYAKIT YANG DIDERITANYA…
Oleh :
Imam Affandi,
S.Psi. MM
Semua orang akan mengalami proses
menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana
pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit
demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Menurut
Kepala Kanwil Departemen Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam ceramah
simposium geriatri, usia lanjut adalah orang-orang yang berusia diatas 56 tahun
dan mengandung pengertian bahwa mereka dipandang sudah tidak mampu lagi
melaksanakan tugasnya.
Secara umum manusia ingin hidup
panjang dengan berbagai upaya yang dilakukan, proses hidup yang dialami manusia
yang cukup panjang ini telah menghasilkan kesadaran pada diri setiap manusia
akan datangnya kematian sebagai tahap terakhir kehidupannya di dunia ini. Namun
demikian, meski telah muncul kesadaran tentang kepastian datangnya kematian
ini, persepsi tentang kematian dapat berbeda pada setiap orang atau kelompok
orang. Bagi seseorang atau sekelompok orang, kematian merupakan sesuatu yang
sangat mengerikan atau menakutkan, walaupun dalam kenyataannya dari beberapa
kasus terjadi juga individu-individu yang takut pada kehidupan (melakukan bunuh
diri) yang dalam pandangan agama maupun kemasyarakatan sangat dikutuk ataupun
diharamkan (Lalenoh, 1993 : 1). Sebaliknya, bagi seseorang atau sekelompok
orang, pertambahan usia cenderung membawa serta makin besarnya kesadaran akan
datangnya kematian, dan kesadaran ini menyebabkan sebagian orang yang berusia
tua tidak merasa takut terhadap kematian. Kematian diterima sebagai seorang
sahabat (Tony 1991 : 15).
Dengan
demikian orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam
dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran
yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi hidupnya
cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas
yang ada (Hurlock, 1996 : 439).Seperti yang telah dikemukakan diatas, menjadi
tua merupakan proses yang wajar dan terjadi pada setiap orang. Permasalahannya
adalah bagaimana lansia tersebut bisa menyadari dan mempersiapkan diri untuk
menghadapi usia tua. Di sisi lain, ada sebuah anggapan atau pencitraan yang
negatif dan positif. Semakin bisa berfikir positif, orang akan semakin bisa
menerima kenyataan namun “ menerima ” itu bukan berarti kita menerima
apa adanya. Maksudnya adalah bagaimana cara kita menyesuaikan diri dengan usia,
melakukan aktivitas secara wajar sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis usia
tua.
Proses menua (aging) adalah
proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini , tahap yang paling
krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia
secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum ( fisik) maupun kesehatan
jiwa secara khusus pada individu lanjut usia. Usia lanjut ditandai dengan
perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan lansia
dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri
usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada
yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya
mengapa usia lanjut lebih rentan dari pada usia madya (Hurlock, 1999 : 380)
Masalah-masalah kesehatan atau
penyakit fisik dan atau kesehatan jiwa yang sering timbul pada proses menua
(lansia), menurut Stieglitz (dalam Nugroho; 1954) diantara; Gangguan sirkulasi
darah, gangguan metabolisme hormonal, gangguan pada persendian, dan
berbagai macam neoplasma. Masalah sosial yang dihadapi lanjut usia
(lansia) adalah bahwa keberadaan lansia sering dipersepsikan negatif oleh
masyarakat luas. Kaum lansia sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan,
tidak produktif dan sebagainya. Tak jarang mereka diperlakukan sebagai beban
keluarga, masyarakat, hingga Negara. Mereka seringkali tidak disukai serta
sering dikucilkan di panti-panti jompo. Perubahan perilaku ke arah negatif ini
justru akan mengancam keharmonisan dalam kehidupan lansia atau bahkan sering
menimbulkan masalah yang serius dalam kehidupannya.
Orang yang
sudah lanjut usia seringkali mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka
inginkan, misalnya selalu disuruh duduk saja. Mungkin para lansia itu akan
berfikir, “ Mentang-mentang sudah tua, disuruh diam saja. Padahal kan aku ingin membantu
juga”. Begitulah yang biasanya terjadi, yang muda merasa kasihan, sementara
yang tua merasa kalau mereka masih sanggup melakukan sesuatu. Apa yang orang
muda lakukan pada mereka yang sudah lansia seperti yang dikemukakan tersebut,
sebenarnya suatu kesalahan (Bali Post, 2 Juni 2002). Sementara sumber data dari
World Bank tahun 1994 (Kompas, 30 Mei 1996) membeberkan usia harapan hidup
rata-rata penduduk Indonesia ditahun 1960 hanyalah 46 tahun, tetapi ditahun
1990 usia harapan hidup melonjak menjadi 59 tahun, sedangkan ditahun 1994
adalah 62 tahun. Lantas ditahun 2000 meningkat lagi menjadi minimal 70 tahun.
Perkiraan
pada tahun 2005 nanti akan terjadi ledakan lansia di Indonesia, jumlah lansia
akan mencapai 16,2 juta jiwa atau 7,4 % dari total penduduk yang berjumlah
sekitar 216,6 juta jiwa.Memang datangnya masa tua tidak dapat ditentukan dengan
pasti sesuai dengan kedudukannya sebagai suatu bagian yang tidak terpisah dari
proses hidup seluruhnya sesuai pula dengan kenyataan bahwa semua berlaku
menurut hukum alam yang berlaku. Hal ini dikuatkan dari hasil studi kasus yang
telah dilakukan oleh peneliti bahwa lansia merasa tidak nyaman saat kondisinya
sedang drop (kesehatan menurun), lansia sering mengeluh tidak
diperhatikan serta cenderung memperhatikan perilakunya seperti pola makan yang
sangat diatur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Santoso (2000:56) bahwa
dalam kehidupan lansia ternyata sebagian besar orang usia lanjut masih mampu
mengisi hari-hari tuanya dengan berbagai kegiatan seperti kegiatan keagamaan,
mengasuh cucu, memantau pekerjaan sehari-hari, membuat kerajinan seperti
menyulam dan lain-lain. (Bali pots,2002)
Usia lanjut dipandang sebagai masa
degenerasi biologis yang disertai oleh penderitaan berbagai dengan masa
penyakit dan keudzuran serta kesadaran bahwa setiap orang akan mati, maka
kecemasan akan kematian menjadi masalah psikologis yang penting pada lansia,
khususnya lansia yang mengalami penyakit kronis. Pada orang lanjut usia
biasanya memiliki kecenderungan penyakit kronis (menahun/berlangsung
beberapa tahun) dan progresif (makin berat) sampai penderitanya
mengalami kematian. Kenyataannya, proses penuaan dibarengi bersamaan dengan
menurunnya daya tahan tubuh serta metabolisme sehingga menjadi rawan terhadap
penyakit, tetapi banyak penyakit yang menyertai proses ketuaan dewasa ini dapat
dikontrol dan diobati. Masalah fisik dan psikologis sering ditemukan pada
lanjut usia. Faktor psikologis diantaranya perasaan bosan, keletihan atau
perasaan depresi (Nugroho, 1992 : 32).
Kecemasan akan kematian dapat
berkaitan dengan datangnya kematian itu sendiri, dan dapat pula berkaitan
dengan caranya kematian serta rasa sakit atau siksaan yang mungkin menyertai
datangnya kematian, karena itu pemahaman dan pembahasan yang mendalam tentang
kecemasan lansia penting untuk, khususnya lansia yang mengalami penyakit
kronis, dalam menghadapi kematian menjadi penting untuk diteliti. Sebab
kecemasan bisa menyerang siapa saja. Namun, ada spesifikasi bentuk kecemasan
yang didasarkan pada usia individu. Umumnya, kecemasan ini merupakan suatu
pikiran yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, rasa tidak
tenang, dan perasaan yang tidak baik atau tidak enak yang tidak dapat dihindari
oleh seseorang (Hurlock, 1990:91).
Disamping itu juga, ada beberapa
faktor lain yang dapat menimbulkan kecemasan ini, salah satunya adalah situasi.
Menuruk Hurlock (1990:93) bahwa jika setiap situasi yang mengancam keberadaan
organisme dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dalam kadar terberat dirasakan
sebagai akibat dari perubahan sosial yang sangat cepat. Hal ini sesuai dengan
hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang
lansia yang sedang mengalami pengobatan rawat jalan karena terkena penyakit
kronis di tempat kediamannya, seperti dituturkan oleh Azis salah seorang anak
yang orang tuanya sedang menjalani terapi pasca pengobatan penyakit stroke di
RSU Saiful Anwar Malang ,
bahwa
“ia
pasrah terhadap penyakit yang diderita oleh ibunya, berbagai usaha sudah kami
lakukan sebagai anak agar ibu cepat sembuh walaupun tidak 75% sembuhnya. Tapi
ibu juga agak rewel susah diatur dan kadang mintanya macem-macem, disuruh diam
duduk disitu, ia malah kepengen jalan katanya gak betah tiduran aja”.
Hal
tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Casanah,2000:27)
mengemukakan bahwa mungkin saja orang yang sudah lanjut usia seringkali
mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan, misalnya selalu disuruh
duduk saja. Mungkin para lansia itu akan berfikir, “ Mentang-mentang sudah tua,
disuruh diam saja. Padahal kan
aku ingin membantu juga .” Begitulah yang biasanya terjadi, yang muda merasa
kasihan, sementara yang tua merasa kalau mereka masih sanggup melakukan
sesuatu. Apa yang orang muda lakukan pada mereka yang sudah lansia seperti yang
dikemukaan tersebut, sebenarnya suatu kesalahan. Keluhan-keluhan tersebut
merupkan suatu cara yang memang seringkali dilakukan dan terjadi dikalangan
lansia yang tujuannya adalah untuk mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang
terdekatnya yang mungkin hal tersebut bagi si orang tua (lansia) terasa sangat
jauh dari dirinya apalagi dalam bentuk perhatian terhadap kesehatan dirinya,
seperti pola makan yang sangat diatur, dan lain sebagainya adalah merupakan
hasil dari adanya kecemasan akan kondisi kesehatan fisiknya (lansia).
Terdapatnya
beberapa penyakit sekaligus pada waktu yang sama, juga sering terjadi pada
lansia dan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam diagnostik sekaligus
menimbukan kecemasan bagi si lansia itu sendiri. Bahkan adakalanya bahwa
penyakit yang gawat, kurang diperhatikan karena gejala-gejalanya terselubung
oleh keluhan-keluhan umum yang dikemukakan atau oleh karena gejala-gejala
proses menjadi tua. Adakalanya mereka melebih-lebihkan keluhan mereka,
sebaliknya sering mereka tidak mengemukakan apa yang dirasakan sesungguhnya.
Selain kesehatan fisik yang
perlu dipahami, juga ada kesehatan mental, misalnya depresi. Depresi pada
lansia memiliki latar belakang yang agak berbeda dengan orang dewasa lainnya,
karena depresi pada lansia lebih sering timbul akibat berbagai penyakit fisik
yang dideritanya. Suatu ketergantungan hidup pada orang lain timbul pada
sebagian lansia yang kondisi fisiknya memang sudah tidak sempurna lagi,
sehingga merupakan fenomena kedua penyebab adanya depresi (Nugroho,1992:69).
Kecemasan lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian
diantaranya adalah terjadinya perubahan yang drastis dari kondisi fisiknya yang
menyebabkan timbulnya penyakit tertentu dan menimbulkan kecemasan seperti
gangguan penceranaan, detak jantung bertambah cepat berdebar-debar akibatdari
penyakit yang dideritanya kambuh, sering merasa pusing, tidur tidak nyenyak,
nafsu makan hilang. Kemudian secara psikologis kecemasan lansia yang mengalami
penyakit kronis dalam menghadapi kematian adalah seperti adanya perasaan
khawatir, cemas atau takut terhadap kematianitu sendiri, tidak berdaya, lemas,
tidak percaya diri, ingin bunuh diri, tidak tentram, dan gelisah.
Faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis
dalam menghadapi kematian diantaranya adalah selalu memikirkan penyakit yang
dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga yang dimiliki
sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu rumah/berlainan kota
dengan subyek, kepikiran anaknya yang belum menikah, sering merasa kesepian,
kadang sulit tidur dan kurangnya nafsu makan karena selalu memikirkan penyakit
yang dideritanya
Usaha-usaha yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis
dalam menghadapi kematian meliputi menghibur dan menenangkan diri dengan
menyanyi, rajin beribadah, menyibukkan diri, misalnya mencuci pakaian atau
menyirami tanaman. rajin memeriksakan kesehatannnya ke dokter atau
puskesmasterdekat dan mengatur pola makan teratur sebisa mungin, dan mengisi
hari-harinya dengan cara menjenguk anak dan cucunya atau pergi mengunjungi ke
panti jompo.