TM ksbu ksbs

13 Agustus 2023 Tukar Pelayanan KSBU-KSBS Diselamatkan karena percaya. Kejadian 37:1-4, 12-28; Mazmur 105:1-6, 16-22; Roma 10:5-15; Matius 14:22-33 Bapak ibu saudara. Salam Antepe. Salam andum katresnan agape. Perikop Minggu hari ini mengajak kita untuk menyelidiki dan mempercayai sifat karya pemeliharaan Allah dalam hidup manusia. Mempercayai akan adanya gerakan intensif penyelamatan ilahi dalam hidup kita. Kita mulai dengan pemahaman umum bahwa Pemeliharaan Allah sering dilihat dan dimaknai sebagai sebuah takdir yang memaksa; padahal sebenarnya pemeliharaan Allah itu bersifat terbuka dan sekaligus sebagai undangan untuk terlibat dan ikut menjadi agent kreativitas illahi. Dalam bacaan kitab Kejadian kita dihadapkan pada kisah hubungan timbal balik antara pemeliharaan ilahi dan adanya disfungsionalitas dalam sebuah keluarga. Bapa Yakub atau Israel diceritakan sebagai orang tua yang kurang bijak dalam melakukan pengasuhan terhadap anak-anaknya. Yusup menjadi bayi dan anak kesayangan dibandingkan semua saudara-saudaranya. Dan celakanya Yusup mengetahui kalau dia menjadi anak kesayangan dan hal itu menjadikan semua saudaranya menjadi tidak senang. Yusup sebagai anak kesayangan seolah tidak bisa berbuat salah di mata ayahnya. Ayahnya Yakub begitu melimpahi dia dengan banyak hadiah. Yang lebih buruk lagi – Yusup seorang pemimpi dan yang tidak segan dan malu menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Sebuah mimpi yang menunjukkan bahwa dia akan menjadi yang terhebat dan terbesar di keluarganya dan di antara saudara laki-lakinya. Bahwa pada akhirnya semua saudaranya akan tunduk kepadanya! Ini tentu sebuah mimpi yang menyakitkan di mata saudara-saudaranya. Jelas sekali kita dapat membayangkan dan melihat adanya polarisasi atau perpecahan keluarga dan adanya permusuhan yang tidak terselubung di antara Yusup dan saudara-saudaranya. Sudah di posisi disayangi oleh ayahnya (Yakub) ditambah bahwa nantinya ditakdirkan akan memimpin mereka. Saat bersama ayahnya Yusup amat terjamin dan terlindungi. Namun saat di luar lingkaran ayahnya, Yusuf ada dalam posisi tidak berdaya. Dan saudara-squdaranya merencanakan dan memutuskan untuk membunuhnya. Namun, beruntungnya ada dua saudara laki-lakinya yang menengahi, pertama, untuk menyelamatkan nyawanya dan kedua mereka kemudian menjual Yusup kepada beberapa pedagang Midian yang melewati jalan mereka. Meski tidak ada yang terpuji dalam niat dan perilaku kedua saudara itu tetapi nasihat mereka faktanya telah menyelamatkan nyawa Yusuf. Dan pada akhirnya memungkinkan Allah, melalui serangkaian keberhasilan dan beberapa tindakan salah langkah, Allah dapat mengangkat Yusuf ke tampuk kekuasaan di Mesir. Dan pada waktu yang tepat, Yusup dapat memastikan kelangsungan hidup dan jaminan hidup bagi keluarga besarnya. Bapak ibu saudara yang terkasih. Cerita ini menegaskan bahwa tujuan Allah adalah terwujudnya hal yang terbaik di saat adanya kebuntuan. Yang terjadi mungkin tidak selalu baik, mengingat realitas situasi tertentu, tetapi Allah menyisipkan kebaikan yang lebih tinggi daripada yang dapat kita - atau saudara-saudara Yusuf - bayangkan pada saat itu. Semua yang terjadi jauh dari nalar saudara-saudara Yusup. Pemeliharaan ilahi bekerja secara bertahap, dengan cara kontekstual, untuk menyelamatkan hidup Yusuf dan keluarganya. Kita lihat Allah bekerja dalam perilaku saudara-saudara Yusuf yang keliru dan mementingkan diri mereka sendiri. Semua yang terjadi justru menggerakkan suatu rangkaian peristiwa yang menyebabkan Yusuf menjadi salah satu pemimpin politik Mesir. Apakah ini yang dinamakan takdir? Yang bergerak secara lembut dan kontekstual? Takdir yang tidak memaksa dan menentukan segalanya? Dari kisah ini kita patut bertanya: Apakah Allah bekerja melalui banyak peristiwa, secara halus, bukan secara dramatis? Apakah Allah sedang bekerja dalam kehidupan manusia yang ambigu, yang bertentangan? Bahkan melalui tantangan yang dihadapi oleh jemaat kita? Melalui intrik politik yang tampaknya jahat? Yang mengidentifikasi dan memaknai misi mereka sebagai misi Allah? Apakah Allah sedang bekerja dalam perilaku manusia yang tampaknya memuja keegoisan dan yang menghujat? Sama seperti kesaksian Mazmur 105, apakah yang dimaksud “pekerjaan ajaib” Allah terjadi dalam konteks perilaku yang sangat manusiawi dan salah dan yang akhirnya menyebabkan Yusuf dapat menyelamatkan keluarganya? Apakah Tuhan menggunakan ketidaksempurnaan manusia sebagai sarana untuk menghasilkan hasil yang positif? Tentu saja, perlu kita sadari bahwa dalam kehidupan pribadi, bersama, dan berjemaat, kita berhadapan dengan keterbatasan waktu, sumber daya, dan personel. Ada keterbatasan dan cedera. Kita berurusan dengan batas-batas masa lalu kita. Ketidaksempurnaan kita sering menghantui dan seringkali membatasi kita. Tapi, apakah ini akhirnya harus mengalahkan dan melumpuhkan kita? Apakah kita percaya bahwa Allah bekerja "untuk kebaikan" dalam semua realitas konkret ini, bahwa Allah berusaha mencari kebaikan kita dan kesejahteraan kita? Meskipun kita tidak dapat menyalahkan mengapa seolah Allah membiarkan adanya niat jahat pada manusia, namun apa peran Allah di tengah dan dalam kejahatan yang kita hadapi? Namun tersirat bahwa Allah menghendaki agar kita tetap berusaha memerankan yang terbaik dalam hidup kita. Surat Paulus kepada Jemaat di Roma menyatakan bahwa Allah bekerja dalam kehidupan semua orang. Allah sedang bekerja untuk membawa keutuhan dan keselamatan bagi semua ciptaan. Tuhan tidak akan melakukan ini terlepas dari upaya kita tetapi juga melalui upaya berbagi atau share firman Tuhan dalam kehidupan. Penyelenggaraan dan pemeliharaan Allah selalu memelihara dan menjaga kebebasan kita sedemikian rupa sehingga kita dapat berseru kepada Allah dan mengalami kebaikan-Nya. Penyelenggaraan ilahi tidak mencabut kebebasan kita tetapi sebaliknya justru memupuk kebebasan dan kreativitas yang lebih besar. Allah bekerja melalui kemanusiaan dalam segala keterbatasannya untuk menghasilkan sesuatu yang suci dan indah. Tujuan Allah dalam segala hal adalah keselamatan – semua yang memanggil dan percaya nama Allah akan diselamatkan. Kisah Injil menyoroti pentingnya doa dan iman dalam transformasi pribadi. Pertama, Yesus pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa. Doa sangat penting untuk bertindak. Tanpa komitmen untuk berdoa, tindakan kita akan menjadi tidak terfokus dan tidak berdasar. Yesus perlu meluangkan waktu untuk konsentrasi atau pemusatan doa. Sifat doa Yesus tidak diketahui. Namun, Yesus berdoa. Hubungan Yesus dengan Allah dipupuk di dalam keterbukaan-Nya terhadap pemeliharaan Allah. Kita perlu menekankan pentingnya doa pribadi kita dalam konteks sosial kita. Kita perlu meluangkan waktu untuk pengasuhan spiritual sebagai prasyarat untuk adanya transformasi sosial. Kita tidak bisa merubah diri dan orang lain Tanpa adanya Doa. Dari doa muncullah tindakan dramatis. Yesus berjalan di atas air saat ada badai! Kita tidak perlu memahami mekanisme tindakan Yesus. Paling tidak dari Injil Matius kita diminta untuk berfokus pada kuasa dan kehadiran Yesus di tengah badai kehidupan. Dan Tuhan akan menyertai kita saat kita terlihat tenggelam. Ombak tidak dapat membelokkan atau mengalahkan pemeliharaan Allah bagi murid-muridnya atau bagi diri kita sendiri. Menanggapi Yesus berjalan di atas air, Petrus menginginkan kuasa yang sama. Dia melompat keluar dari perahu dan menuju ke arah Yesus. Selama dia memandang ke arah Yesus, dia melakukan hal-hal yang menakjubkan. Tapi, ketika dia berpaling, dia terperosok dalam ketakutannya, dia goyah dan tenggelam. Ketika dia berseru kepada Yesus, Petrus “diselamatkan.” Iman kita bertemu dengan pemeliharaan ilahi dan menyadarkan kita pada gerakan pemeliharaan Allah dalam hidup kita. Bapak ibu saudara yang terkasih. Tulisan suci hari ini mengajak kita untuk melihat jauh ke depan, apa yang ada di atas sana. Tulisan suci Minggu ini mengajak kita untuk berani membenamkan diri dan menghadapi tantangan hidup saat ini. Baik dalam panggilan keluarga, gereja, dan politik, kita diharapkan mampu melihat melampaui apa yang terlihat. Kita diharapkan mampu melihat adanya gerakan moral dan spiritual sejarah dan panggilan kita di tengah situasi yang ada. Pemeliharaan Allah sedang bekerja di dunia. Memang tidak begitu memaksa dan deterministik, tetapi sebagai yang memanggil karunia dan energi kita untuk menciptakan situasi dalam hidup kita yang mencerminkan visi Allah “di bumi seperti di surga.” Akan lebih mempengaruhi dan akan cepat terlihat saat pemeliharaan Allah itu didukung oleh doa dan meditasi. Dalam “jam doa yang teduh”, kita memperoleh wawasan, inspirasi, dan energi untuk menerima kemungkinan, memperluas belas kasih, dan menghadapi kejahatan di zaman kita. Ingatlah kita diselamatkan karena percaya. Amin

Postingan populer dari blog ini

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bp Suwondo

LITURGI ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 50 BP.SOEWANTO DAN IBU KRIS HARTATI AMBARAWA, 19 DESEMBER 2009

Tata Ibadah Bidston Syukur Keluarga Bpk/Ibu Karep Purwanto Atas rencana Pernikahan Sdr.Petrus Tri Handoko dengan sdr.Nining Puji Astuti GKJ Ambarawa, 3 Mei 2013