Bahan Pemahaman Alkitab Gereja Kristen Jawa Ambarawa. Tanggal 13/15 Oktober 2009
Bahan Pemahaman Alkitab
Gereja Kristen Jawa
Ambarawa.
Tanggal 13/15 Oktober 2009
Mencari Tuhan
Amos 5:6-7;10-15; Mzm. 90:12-17; Ibr. 4:12-16; Mark. 10:17-31
Amos 5:6-7;10-15; Mzm. 90:12-17; Ibr. 4:12-16; Mark. 10:17-31
Pengantar
Amos 5:6-7;10-15
Amos mempunyai tugas untuk
menyadarkan bangsa Israel
bahwa hukuman Tuhan atas mereka akan segera datang. Hukuman itu diberikan
kepada Israel
karena mereka hidup menurut kehendak mereka sendiri. Amos mengingatkan agar
bangsanya segera insyaf, sebab mungkin mereka
masih beroleh kasih karunia Allah (ayat 15). Menginsyafi kesalahan-kesalahan
yang telah terjadi dengan cara mencari Tuhan. Mencari Tuhan berarti meminta
pengajaran dari Tuhan, mendengar firman Tuhan dengan sungguh-sungguh.
Selama ini bangsa Israel
telah mencari Tuhan tetapi bukan dengan ketulusan melainkan dalam rangka
mencari kepuasan sendiri. Bukan dalai arti hidup dalai kebenaran dan keadilan
melainkan hanya secara liturgis dan ritual.
Mzm.
90:12-17
Isi mazmur ini adalah tentang
permohonan perlindungan yang diserukan oleh Musa. Musa sadar bahwa manusia
rapuh, penuh dengan kekurangan dan dosa. Karena kerapuhan itulah manusia perlu
perlindungan. Mencari perlindungan Allah dengan cara hidup dalai perdamaian
dengan Allah. Dan perdamaian dengan Allah dimulai dengan kesediaan manusia
untuk mendengar perkataan Allah (ayat 12) dengan harapan Allah berbalik dari
murka-Nya kepada pengasihan yang lembut (ayat 13). Dengan mendengar perkataan
Allah diharapkan manusia menuai perubahan menjadi manusia yang bijaksana (ayat
14-16).
Ibr. 4:12-16
Firman Allah memiliki daya hidup dan
daya guna manakala diterima dengan penuh tanggungjawab dalam iman (ayat 12-13).
Akan tetapi bila firman Allah dipakai untuk kepentingan diri sendiri maka
firman Allah punya kuasa untuk melukai orang yang menyalahgunakan. Sebab firman
Allah pada dasarnya adalah Allah sendiri sehingga siapa yang bertemu dengan
firman pada dasarnya bertemu dengan Allah sendiri. Di dalam firman itu Allah
berperan secara aktif. Dan di dalam firman itu terdapat keadilan dan
keselamatan. Seperti pisau yang tajam ia mengurai hingga kedalaman hidup
manusia. Itulah sebabnya manusia tidak akan mampu menyembunyikan diri dari
kuasa firman tersebut.
Firman itu telah menjadi manusia
dalai diri Yesus Kristus. Ia adalah firman yang hidup yang didalamnya sifat-sifat
Allah secara sempurna dinyatakan. Dalam karya-Nya sebagai manusia(Imam Agung)
Ia berempati dengan manusia. Oleh sebab itu manusia tidak perlu takut untuk
mendekati Sang Firman Hidup sebab manusia melalui-Nya beroleh rahmat, kasih
karunia dan pertolongan (ayat 16).
Mark. 10:17-31
Mark. 10:17 menyaksikan bagaimana
seseorang datang dengan berlari-lari mendapatkan Yesus dan berlutut di
depanNya. Dia datang dengan tujuan untuk menanyakan sesuatu yang begitu penting
kepada Tuhan Yesus, yaitu: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk
memperoleh hidup yang kekal?” Selain dia berlutut di depan Yesus, dia juga
menyebut Yesus sebagai “guru yang baik”. Sungguh suatu sikap yang sangat
menyentuh. Kata dan tindakan orang Farisi yang kaya tersebut menggambarkan
seorang pribadi yang hebat. Status sosial yang terhormat dan kekayaan yang
melimpah tidak membuat dia menjadi sombong. Dia mau merendahkan diri begitu
ekspresif di hadapan Tuhan Yesus dengan tujuan agar dia dapat memperoleh
jawaban tentang apa yang harus dia lakukan untuk memperoleh hidup kekal.
Terhadap pertanyaan yang diajukan oleh orang Farisi tersebut, Tuhan Yesus memberi jawaban, yaitu: “Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” (Mark. 10:19). Jawaban Tuhan Yesus tersebut secara khusus menunjuk kepada suatu kelompok dari Sepuluh Firman Allah yang berkaitan dengan kasih kepada sesama. Dan orang Farisi yang kaya-raya tersebut memberi jawaban yang mengagumkan, yaitu: "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku" (Mark. 10:20). Dia konsisten sejak masih muda sampai sekarang untuk setia melaksanakan perintah Allah. Sehingga tidak mengherankan jika di Mark. 10:21 menyaksikan sikap Tuhan Yesus, yaitu: “Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya”.
Dan dengan sikap simpati itulah
Tuhan Yesus menyampaikan secara terbuka kepada orang Farisi yang kaya-raya itu
adalah: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan
berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta
di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (Mark. 10:21).
Selama ini dia telah menunjukkan kasih kepada sesama melalui hartanya. Dia juga
telah melaksanakan hukum-hukum Allah sejak masa mudanya. Seakan-akan semua yang
telah dilakukan sungguh sempurna. Tetapi ketika dia mendengar jawaban Tuhan
Yesus untuk menjual apa yang dia miliki dan membagikan kepada orang-orang
miskin, Mark. 10:22 menyaksikan perubahan sikap yang begitu cepat, yaitu:
“Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab
banyak hartanya”. Sikap orang Farisi yang kaya-raya tersebut sungguh
kontradiktif. Semula dia berlari-lari mendatangi Tuhan Yesus dengan antusias
dan berlutut di hadapanNya. Tetapi kini dia segera pergi meninggalkan Tuhan
Yesus sebab kecewa dengan jawaban yang diberikan olehNya. Dia enggan untuk
melaksanakan apa yang diminta oleh Tuhan Yesus sebab hartanya sangat banyak.
Mungkin bagi orang Farisi yang kaya-raya itu dengan senang hati dia membagikan
sebagian kecil dari harta-bendanya. Tetapi untuk menyerahkan seluruh harta
miliknya kepada sesama yang membutuhkan, dia tidak sanggup. Jadi melalui
sikapnya yang kecewa dan meninggalkan Tuhan Yesus sebenarnya orang Farisi
tersebut telah memperlihatkan bahwa ternyata inti hidupnya tidak terletak
kepada kasih kepada Allah dan sesama, tetapi kepada harta-benda yang
dimilikinya. Dalam konteks ini dia gagal memenuhi hukum pertama dari Sepuluh
Firman Allah yang berkata: “Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu” (Kel.
20:3). Dia telah menjadikan harta-benda yang dimiliki sebagai wujud dari “ilah”
sehingga dia lebih memilih untuk meninggalkan Kristus dari pada menjual dan
membagi-bagikan harta-bendanya
Pada sisi lain beberapa orang
keberatan dengan sikap Tuhan Yesus yang menyuruh orang Farisi tersebut untuk
menjual seluruh harta miliknya. Sebab siapakah di antara kita yang mampu
memenuhi permintaan atau tuntutan Tuhan Yesus tersebut? Sampai saat ini tidak
ada seorang jemaatpun yang bersedia menjual harta miliknya untuk dibagi-bagikan
kepada orang miskin agar dia dapat memperoleh hidup yang kekal. Sebenarnya
sikap Tuhan Yesus tersebut mirip seperti yang dilakukan Allah kepada Abraham
untuk mempersembahkan Ishak di gunung Moria. Allah tidak akan mengizinkan
Abraham untuk mengorbankan Ishak dengan cara membunuhnya sebagai korban
bakaran. Demikian pula sikap Tuhan Yesus yang tidak akan mengizinkan orang
Farisi yang kaya-raya itu untuk mengartikan ucapanNya hanya secara harafiah belaka.
Kepada Zakheus yang kaya-raya, Tuhan Yesus tidak pernah menyuruh dia menjual
seluruh harta miliknya untuk dibagi-bagikan kepada orang miskin. Demikian pula
Tuhan Yesus tidak pernah menyuruh Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus yang kaya
untuk menjual seluruh harta miliknya agar mereka memperoleh hidup yang
kekal. Lebih tepat dipahami bahwa Tuhan Yesus bermaksud menguji hati orang
Farisi yang kaya-raya itu dan yang mengaku telah mengasihi Allah serta
sesamanya melebihi seluruh kekayaannya. Jadi makna kesaksian Mark. 10:22
yang menyatakan “mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan
sedih, sebab banyak hartanya” pada hakikatnya untuk menunjukkan kepada sikap
hati seseorang yang tidak ingin harta-bendanya diungkit atau dibahas sebagai syarat
untuk memperoleh hidup yang kekal. Di balik sikap orang Farisi yang kaya-raya
dan sangat antusias mendatangi Tuhan Yesus sambil berlutut sebenarnya mau
memperlihatkan atau mendemonstrasikan sikap tubuh fisiknya saja yang mau
menyembah. Tetapi hatinya ternyata sarat dengan harta-benda sehingga dia tidak
ingin ingin berlutut dan menyerahkan seluruh miliknya kepada Tuhan Yesus.
Pertanyaan diskusi:
1.Berdasarkan bacaan Kitab Amos,
apa yang harus dilakukan orang Israel
dalam mencari Tuhan?
2.Apa yang dimaksud dengan kata
“menyalahgunakan’ firman Allah untuk kepentingan sendiri dan kepuasan diri
sendiri?
3.Teladan apa yang bisa kita
ambil dari tokoh orang muda yang kaya raya dalam bacaan Injil Markus?
4.Apa kekurangan yang dimiliki
oleh orang muda yang kaya raya tersebut?