Pemilik Sejati Kehidupan bukan saya dan saudara.
Pemilik Sejati Kehidupan bukan saya
dan saudara.
Matius 21:33-46
Sebuah resiko dalam semua segi kehidupan kita adalah sikap posesif
(yaitu rasa memiliki yang berlebihan). Di gereja, misalnya, kita sering
mengatakan gereja saya/kami dan gagal untuk melihat bahwa gereja adalah tubuh
Kristus. Manakala gereja kita anggap sebagai wadah atau sarana untuk
melayani diri sendiri supaya diri kita menjadi nyaman dan bukan sebagai wadah
dimana Kristus akan membawa kita untuk melayani tantangan kehidupan supaya
manusia hidup lebih baik dan bermartabat. Jadi ukuran kita bukan lagi Injil
namun bagaimana pendapat orang yang membuat kita merasa nyaman dan oke-oke
saja. Atau ketika kita perlu untuk menjangkau kebutuhan orang lain, kita lebih
menempatkan kepentingan diri sendiri dulu. Kita mulai melihat pelayanan
sebagai beban dan bukan sebagai respon yang menyenangkan atas apa yang telah dilakukan Tuhan dalam memberkati kita.
Hal menjadi posesif juga terjadi dalam keluarga. Dalam
hubungan kita dengan anggota keluarga kita, kita dengan mudah menempatkan diri
sendiri sebagai yang utama. Kita dapat mulai memberikan cinta ketika kita
sudah menerima cinta.
“Pemilik sejati” semua segi kehidupan kita adalah
Allah. Dunia kita bukan hanya tempat di mana kita boleh memilih hendak
taat atau tidak kepada Allah. Pilihan atas kita sebagai orang percaya
bukan hak istimewa, melainkan untuk menjadi
saksi dan melayani.
Kita melihat lewat perumpamaan bahwa dunia dilihat
tidak hanya sebagai Taman Eden di mana
segala sesuatu sudah dipersiapkan untuk membuat kita hidup senyaman mungkin,
melainkan juga sebagai kebun anggur yang harus menghasilkan panenan. Dan kita
harus bertanggungjawab kepada Pemilik yang sejati.
Dan ketika kita diperhadapkan pada tanggung jawab, kita
malah berbicara tentang keistimewaan, yaitu
dengan menyalahgunaan kebebasan kita, atau arogansi kita. Kita jatuh ke
dalam perangkap pemikiran kita yang mengatakan bahwa kita memiliki hak atas
berkat (panenan).
Jika kita berani membuka telinga untuk mendengarkan
perumpamaan Yesus, setidaknya kita dapat mendengar bahwa Yesus sedang berbicara
kepada komunitas religius pada zamannya,
yaitu para ahli taurat dan orang Farisi yang nantinya akan menyalibkan Yesus. Bagaimanapun
juga perumpamaan itu juga dapat berbicara kepada kita agar tidak mudah jatuh ke
dalam perangkap yang sama. Kita
dipanggil untuk menyembah kepada Pemilik sejati kehidupan dan berkat. Kita
dipanggil untuk benar-benar bertanggung
jawab atas dunia kita dan kehidupan kita.
Hari ini kita merayakan apa yang dikenal sebagai Perjamuan
Kudus Sedunia. Ini adalah hari di mana dalam kalender gerejawi memang
sengaja dikhususkan untuk mengingatkan kita akan semua tantangan perpecahan
gereja. Kita diundang ke Meja Tuhan sebagai sesama saudara dengan seluruh
orang percaya di penjuru dunia. Kita tamu di Meja Tuhan dan sekaligus tamu di dunia ini. Minggu ini adalah saat bagi
kita untuk melihat luasnya kebun anggur Allah dan melihat tanggung jawab kita
untuk orang lain. Meskipun kita dapat menamai secara berbeda sakramen ini dengan
nama yang berbeda, Ekaristi, Misteri Suci, Misa, Perjamuan Tuhan, atau Komuni
Kudus, kita perlu ingat bahwa INI bukan meja kita, tetapi meja-Nya di mana kita
berkumpul. Amin.